0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan2 halaman
Upacara adat masyarakat pesisir Pangkep sebelum peluncuran kapal meliputi upacara penolak bala (appasili) dan pemberian nama pada kapal (ammosi). Keduanya diikuti dengan ritual-ritual tradisional dan diakhiri dengan makan bersama. Upacara penolak bala berisi pembacaan doa dan pemberkatan air untuk mencegah musibah, sedangkan upacara pemberian nama memberkati bagian tengah kapal.
Upacara adat masyarakat pesisir Pangkep sebelum peluncuran kapal meliputi upacara penolak bala (appasili) dan pemberian nama pada kapal (ammosi). Keduanya diikuti dengan ritual-ritual tradisional dan diakhiri dengan makan bersama. Upacara penolak bala berisi pembacaan doa dan pemberkatan air untuk mencegah musibah, sedangkan upacara pemberian nama memberkati bagian tengah kapal.
Upacara adat masyarakat pesisir Pangkep sebelum peluncuran kapal meliputi upacara penolak bala (appasili) dan pemberian nama pada kapal (ammosi). Keduanya diikuti dengan ritual-ritual tradisional dan diakhiri dengan makan bersama. Upacara penolak bala berisi pembacaan doa dan pemberkatan air untuk mencegah musibah, sedangkan upacara pemberian nama memberkati bagian tengah kapal.
Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman suku, bangsa, dan agama.
Keanekaragaman itulah yang menjadikan Indonesia kaya akan budaya. Tak terkecuali di daerah pesisir. Tak perlu membahas terlalu jauh, di Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ada begitu banyak aktivitas budaya khususnya masyarakat pesisir yang kurang diketahui oleh masyarakat umum. Pangkajene dan Kepulauan dikenal sebagai daerah maritim yang terdiri dari empat kecamatan kepulauan yaitu Liukang Kalmas, Liukang Tangayya, Liukang Tupabbiring Utara, dan Liukang Tupabbiring. Secara kasat mata hal ini terpampang jelas dari nama daerahnya yang diikuti oleh kata “Kepulauan.” Pangkajene dan Kepulauan atau biasa disingkat Pangkep juga dijuluki sebagai kota 3 dimensi karena wilayahnya meliputi daerah daratan, pengunungan, dan kepulauan. Di sisi jembatan Kota Pangkajene Kabupaten Pangkep terpajang patung replika kapal bersejarah “Kapten Pahlawan Laut” yang merupakan kapal pertama yang diluncurkan pertama kali pada tanggal 23 April 1931 di Pulau Kalukalukuang, Kecamatan Kalmas. Kapal tersebut menjadi bukti konkret aktivitas masyarakat pesisir Kabupaten Pangkep yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Hal ini juga sesuai dengan semboyan Kabupaten Pangkep, “Kualleangi Tallanga Na Toalia” yang berarti “Lebih Memilih Tenggelam Daripada Surut Kembali.” Seperti itulah gambaran masyarakat Pangkep yang bermukim di daerah pesisir khususnya di kepulauan yang dihuni etnis Bugis, Makassar, dan Mandar yang dikenal sebagai pelaut tangguh (passompe). Di daerah pesisir Kabupaten Pangkep, seluruh kapal sebelum berangkat berlayar akan diadakan upacara peluncuran perahu atau mappakawang lopi didahului dengan upacara appasili dan ammosi. Appasili adalah upacara ritual yang dilaksanakan untuk menolak bala (musibah). Saat ini, upacara appasili sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur Islam diantaranya dengan adanya pembacaan Barasanji1. Dalam upacara ini, disediakan berbagai hidangan tradisional sebagai kelengkapan upacara diantaranya ada gogoso dan songkolo, kaddo massingkulu, onde-onde, kue lapis, cucuru te’ne, dan baje. Seluruh kelengkapan upacara tersebut akan dinaikkan ke atas perahu lalu dibacakan barasanji. Selanjutnya disiapkan wajan yang berisi air dan sejumlah dedaunan, tetuah atau biasa dipanggil guru kemudian membaca mantra sambil memercikkan air songka bala (penolak bala) di sekeliling perahu dengan menggunakan dedaunan tadi. Berakhirlah rangkaian upacara appasili dan para hadirin dipersilahkan untuk menikmati hidangan kue tradisional yang telah disediakan.
1. Barasanji adalah sebutan orang Sulawesi Selatan terhadap barzanji
Selanjutnya adalah upacara ammosi, yaitu upacara pemberian pusat pada pertengahan perahu (kale biseang). Ibarat upacara pemotongan tali pusar pada bayi yang baru lahir, seperti itulah hakikat upacara ini. Masyarakat pesisir menganggap bahwa perahu adalah “anak” punggawa/panrita2. Setelah seluruh rangkaian upacara appasili dan ammosi yang dilaksanakan malam hari selesai, barulah diadakan upacara mappakawang lopi pada pagi hari. Upacara ini didahului dengan beberapa persiapan yaitu meletakkan balok di bawah lunas3 yang akan berfungsi sebagai titian perahu pada saat didorong. Dalam upacara ini, hidangan yang tidak boleh ketinggalan adalah roti kering dan susu. Roti kering dan susu menjadi simbol semoga perahu tetap terapung bagai roti kering. Aktivitas budaya seperti itu tidak dapat dipisahkan dari masyarakat pesisir Kabupaten Pangkep karena sudah dianggap ritual yang tidak boleh dilewatkan dan dipercaya akan menimbulkan celaka bila tidak dilaksanakan. Adat istiadat itu pula yang menjadikan kita sebagai negara yang kaya. Kaya akan budaya dan tradisi. Maka penting bagi kita untuk melestarikan budaya tersebut.
2. Punggawa/panrita adalah orang-orang yang ahli di bidangnya melalui kecerdasan dan
kebijaksanaan yang dimilikinya 3. Lunas adalah bagian terbawah dari perahu