Anda di halaman 1dari 4

V.

ALASAN ADANYA KEKHILAFAN HAKIM

Bahwa Pemohon PK sangat berkeberatan terhadap Putusan PERKARA BARU karena nyata
mengandung kekeliruan dalam menerapkan hukum dan melanggar ketentuan hukum acara,
dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Bahwa dengan prinsip Nebis in Idem, berdasarkan pasal 76 ayat (1)dan(2) KUHP Sudah
sepatutnya Majelis Hakim tidak menerima perkara Pemohon PK untuk disidangkan. dan
berdasarkan SEMA No. 3 tahun 2002 juga sudah sepatutnya Majelis Hakim tidak
menyidangkan perkara Pemohon PK. Serta berdasarkan UU RI No. 39 tahun 1999 juga
sudah sepatutnya Majelis Hakim tidak Menyidangkan Perkara Pemohon PK.

2. Bahwa harta Pemohon PK Rp. 35.000.000.000,00, (BB No.829-909 Yang di perkara baru
ini dirubah menjadi BB no.386-394 dan BB no.396-460) dalam putusan perkara M. Akil
Mochtar TIDAK DIRAMPAS UNTUK NEGARA karena tidak ada hubungan kausalitas,
tidak ada unsur penyertaan dan tidak ada unsur penitipan dengan perbuatan M. Akil Mochtar.
( Seperti Romawi III poin 01 huruf C dan huruf a Kecil sampai huruf c kecil) Sedangkan
dalam PERKARA BARU, Majelis Hakim telah Khilaf dengan memutuskan bahwa harta
Pemohon PK DIRAMPAS UNTUK NEGARA.

3. Dalam PERKARA BARU Majelis hakim menerima perkara yang dituntutkan oleh Penuntut
Umum KPK yang menyatakan bahwa harta SAYA /MUHTAR EPENDY Rp.
35.000.000.000,00, (BB No.829-909 Yang di perkara baru ini dirubah menjadi BB
no.386-394 dan BB no.396-460) perlu diuji kembali dalam persidangan tetapi
menghasilkan vonis/putusan yang berbeda dengan pengujian Atas harta Pemohon PK
pada PERKARA LAMA ..( seperti romawi IV poin 3 dan poin 6).

4. Bahwa adanya keputusan vonis Majelis Hakim yang berbeda terhadap harta Pemohon
PK Rp. 35.000.000.000,00, (BB No.829-909 Yang di perkara baru ini dirubah menjadi
BB no.386-394 dan BB no.396-460) menunjukkan adanya khilaf Hakim dalam memutuskan
PERKARA BARU.

5. Bahwa dalam putusan PERKARA LAMA terhadap Harta Pemohon PK Rp.


35.000.000.000,00, (BB No.829-909 Yang di perkara baru ini dirubah menjadi BB
no.386-394 dan BB no.396-460) Tidak dirampas untuk Negara karena tidak terdapat adanya
hubungan kausalitas, tidak terdapat adanya unsur penyertaan dan tidak ada unsur penitipan
dengan perbuatan M. Akil Mochtar.. ( Seperti Romawi III poin 01 huruf C dan huruf a Kecil
sampai huruf c kecil) Bahwa hal terdebut membuktikan tidak dapat dipersangkakan pasal
12 c atau pasal 11 terhadap diri Pemohon PK dalam PERKARA BARU.

6. Bahwa dengan demikian PERKARA BARU tidak dapat diajukan lagi ke tahap penuntutan
dengan melimpahkan perkara ke pengadilan dalam rangka pemeriksaan di tingkat pengadilan
apalagi sampai di vonis bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 12 huruf c
Undang Undang Tipikor Dan pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
karena telah di pertimbangkan, diputus Pengadilan dan berkekuatan hukum tetap Di perkara
lama (Nebis in idem);

7. Karena dalam PERKARA LAMA Pemohon PK tidak terbukti melakukan Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) bersama-sama M. Akil Mochtar. Sedangkan status M. Akil
Mochtar adalah seorang HAKIM, sedangkan Pemohon PK adalah orang SWASTA. Oleh
karena itu Pemohon PK tidak lagi dapat dituntut/diadili di persidangan dalam perkara
serupa yaitu Korupsi dan TPPU.

8. Bahwa di PERKARA BARU ini, Pemohon PK Didakwa berdasarkan pasal 12 c atau


pasal 11 dan Majelis Hakim mempertimbangkan dan memvonis bahwa Pemohon PK
bersalah melangar pasal 12 c.

a. Fakta hukumnya, Harta Pemohon PK BB 829-909 selaku objek Hukum Dan Pemohon
PK selaku Subjek hukum sudah pernah di pertimbangkan Diperkara lama Dan telah
diputuskan INKRACH Diperkara lama ( seperti romawi III poin 1 huruf A, B, C)
Dimana Majelis Hakim telah menolak tuntutan JPU KPK yaitu Pemohon PK tidak
terbukti TPPU bersama sama dengan M. Akil Mochtar dan Menolak Harta Pemohon PK
BB 832-907 dirampas untuk negara. Dengan pertimbangan bahwa objek dan subjek
Hukum TIDAK ADA HUBUNGAN KAUSALITAS, TIDAK ADA UNSUR
PENYERTAAN DAN TIDAK ADA UNSUR PENITIPAN DENGAN PERBUATAN
M. AKIL MOCHTAR.

Bahwa dengan demikian vonis bersalah melanggar pasal 12c di PERKARA BARU ini
telah Nebis In idem. tidak dapat diajukan lagi ke tahap penuntutan dengan melimpahkan
perkara ke pengadilan dalam rangka pemeriksaan di tingkat pengadilan, karena objek
hukum BB 829-909 dan subjek Hukumnya telah di pertimbangkan, diputus Pengadilan
dan berkekuatan hukum tetap Di perkara lama.

b. Fakta Hukumnya, Bahwa status Pemohon PK bukan pejabat negara, bukan


Hakim/Jaksa/Lawyer/Aparat penegak Hukum. Tapi hanya orang swasta. Penerapan
Hukum dengan pendakwaan pasal 12 c dan pasal 11. Vonis Majelis Hakim dengan
merujuk ke pasal 12 c adalah merupakan penerapan Hukum yang keliru. (Alat Bukti
34)

Sekali lagi Jaksa Penuntut Umum dan penyidik telah mengetahui dengan sangat jelas
bahwa :
• PEMOHON PK BUKANLAH PEGAWAI NEGERI dan tidak pernah mendaftar
seleksi pegawai negeri.
• PEMOHON PK BUKAN PENYELENGGARA NEGARA dan hingga detik ini saya
tidak pernah terlibat sebagai penyelenggara negara.
c. Bahwa Klein Pemohon PK yang Pemohon PK layani adalah orang swasta yang saat
itu notabene sebagai calon bupati/calon walikota sehingga tidak masuk dalam kategori
yang dimaksud pasal 12 c.

d. Bahwa perolehan harta milik Pemohon PK bukanlah merupakan hasil Korupsi baik
dari APBD Maupun APBN. Namun murni hasil bisnis antara pribadi swasta dengan
swasta. Dimana para calon walikota Palembang dan Bupati Empat Lawang bukan
berstatus pejabat negara tapi sesama orang swasta. (Alat Bukti 35).
e. Bahwa dari segi subjek pelaku, Objek Hukum , peristiwa locus dan tempus delik maupun
ketentuan yang diterapkan PERKARA BARU. adalah pengulangan perkara yang sama
dengan perkara yang sudah diputus oleh pengadilan di PERKARA LAMA.

f. Bahwa apabila Pemohon PK diperiksa dan diadili kembali berarti Pemohon PK selaku
subyek Hukum dan Harta Saya/Muhtar Ependy selaku objek Hukum akan
menjalani/mendapatkan 2 (Dua) putusan dalam perkara yang sama Yaitu perkara Tindak
Pidana Korupsi bersama-sama M. Akil Mochtar

g. Bahwa dengan fakta dan alasan tersebut Diatas, maka dapat dikatakan Judex Facti dalam
memeriksa, mengadili dan memutus PERKARA BARU ini telah melanggar prinsip
hukum Nebis in idem yang artinya orang tidak boleh dituntut untuk kedua kalinya
lantaran perbuatan yang sama dilakukan telah diputus oleh pengadilan;

h. Bahwa prinsip hukum tersebut diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHPidana bertujuan
untuk menjaga jangan sampai Sebuah perkara dituntut secara berulang kali terhadap
perbuatan yang sama sehingga mengakibatkan terdapat beberapa putusan terhadap
perbuatan yang sama. Selain itu untuk menjamin terciptanya kepastian hukum dalam
masyarakat, agar Tersangka/Terdakwa/ Terpidana bisa menjalani hidup yang tenang,
setelah perkaranya diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap;

i. Bahwa makna dari prinsip hukum yaitu apabila sebuah perkara sudah ada putusan (vonis)
pengadilan maka perkara yang sama tersebut tidak dapat lagi dituntut untuk kedua
kalinya terhadap perbuatan itu juga;Bahwa karena dalam PERKARA BARU terpenuhi
alasan gugurnya hak untuk menuntut hukuman, maka sebagai konsekuensi hukum
penuntutan Jaksa/Penuntut Umum harus dinyatakan tidak dapat diterima;

9. Judex Facti keliru memberikan pertimbangan dan menerapkan hukum, karena


PERKARA BARU ini telah Pernah di pertimbangkan serta diputus dan berkekuatan
hukum tetap Di perkara lama (nebis in idem); berdasarkan Fakta hukum .( seperti
romawi III poin 1 huruf A, B, C)
10. Bahwa berdasarkan uraian diatas, bahwa Putusan PERKARA BARU tidak dapat
dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan Oleh yang Mulia Majelis Hakim
Mahkamah Agung RI Karena telah Nebis In Idem .

11. Bahwa peristiwa peradilan pidana dalam PERKARA BARU ini yang menjadi alasan-alasan
keberatan saya/Muhtar Ependy tersebut dalam putusan Mahkamah Agung pada tingkat
Peninjauan Kembali (PK), KELAK AKAN MENJADI YURISPRUDENSI;

Anda mungkin juga menyukai