Manajemen Konflik Dalam PDDK Islam
Manajemen Konflik Dalam PDDK Islam
ISLAM
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan
Menajemen Pendidikan Islam
OLEH:
MAKSUM
NIM. 2020090019
DOSEN PEMBIMBING
PROF. DR. H. ASNAWIR
1
William Hendrick, (1992). How to Manage Conflict, Alih bahasa Arif Santoso. 2001,
Bagaimana Mengelola Konflik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 1
1
Sebagai sebuah organisasi, lembaga pendidikan Islam juga tidak terlepas
dari suasana konflik. Berbagai bentuk konflik di lembaga pendidikan Islam
biasanya diawali oleh karena adanya perbedaan pandangan, baik yang bersifat ideal
maupun pragmatis yang kemudian ditindak-lanjuti oleh keinginan melakukan aksi
mobilisasi kekuatan untuk mendapatkan kekuasaan karena melalui kekuasaan
tersebut diyakini akan dapat merealisasikan padangan idealnya dan atau karena
untuk sekedar mendapatkan ‘kue kekuasaan’ yang lebih besar dari lembaga.
Konflik ini biasanya menurut Asnawir seperti yang dukutip Yulizal Yunus
mencapai puncaknya ketika terjadi pemilihan top leader pada lembaga pendidikan
tersebut.2
Keberadaan konflik di lembaga pendidikan Islam dipandang dengan cara
yang berbeda. Mers –seperti yang dijelaskan oleh Baharuddin— mengelompokan
cara pandang orang terhadap konflik ke dalam dua pola. Pertama, kalangan
tradisional, yang menganggap konflik sebagai suatu yang negative dan menjadi
penyebab kemunduran organisasi. Oleh karena itu, konflik dipandang sebagai
ancaman bagi organisasi atau lembaga dan diidentikan dengan kekerasan. Kedua,
padangan pemikir kontenporer, menganggap konflik sebagai suatu keniscayaan
(kelaziman) yang perlu dikelola dan selesaikan secara tepat.3 Sementara Robbins
dan Judge menambahkan tipologi yang ketiga, yaitu, kelompok yang memandang
konflik tidak hanya sekedar daya yang positif dalam kelompok, tetapi sebuah
keniscayaan yang mutlak ada untuk melahirkan kinerja efektif. 4 Di sini dituntut
kemampuan pemimpin untuk mengelola atau me-manag konflik tersebut dengan
sebaik mungkin dan menemukan safety valve (katub pengaman), sehingga konflik
tidak memberikan dampak negative seperti yang dikhawatiri oleh kalangan
tradisionalis, melainkan, justru berdampak positif bagi kemajuan lembaga. Konflik
dalam konteks ini justru dipandang sebagai energi positif yang dapat menggerakan
dan membesarkan lembaga.
2
Lihat pandangan Prof. Dr. Asnawir di dalam buku Yulizal Yunus, Pengembangan
Admnistrasi, Menajemen dan Supervisi Pendidikan Islam, Cet. Pertama, Pen. Graphic Delapan
Belas, Padang, 2010.
3
Baharuddin, Konstelasi Konflik Dalam Lembaga Pendidikan: Sebuah Telaah Kritis, (Jurnal
el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang, 2013), h. 4-5, diakses di www.ejournal.uin-
malang.ac.id diunduh tanggal 19 November 2020
4
Robbins, P.S. dan Judge, AT., Perilaku Organisasi, PT. Indeks, th. 2008, Jakarta, hal. 174-
175
2
Berangkat dari paparan di atas, penulis ingin melihat lebih jauh bagaimana
bentuk konflik dan pengelolaannya di lembaga pendidikan Islam, dengan fokus
pembahasan sebagai berikut:
1. Apa pengertian konflik?
2. Bagaimana bentuk-bentuk konflik di lembaga pendidikan Islam dan faktor
penyebabnya?
3. Bagaimana pengelolaan konflik di lembaga pendidikan Islam?
4. Bagaimana konflik dalam perspektif Islam?
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Konflik
5
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 1994,
hal.518
6
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 274
3
dalam kamus sosiologi, konflik bermakna the overt struggle between
inthviduals or groups within a society, or between nation states,5 yakni
pertentangan secara terbuka antara individu-individu atau kelompok-
kelompok di dalam masyarakat atau antara bangsa-bangsa.
Luthans (2006):8
Konflik merupakan kondisi yang ditimbulkan karena adanya kekuatan yang
saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber dari keinginan manusia
Mulyasa, (2005):9
7
Clinton F. Fink, Some Conceptual Difficulties in The Theory of Social Conflict, Jurnal of
Conflict Resolution. (1968), h. 20
8
F. Luthans, Organizational Behavior, Alih Bahasa: Vivin Andika Y, dkk, (Yogyakarta:
Andi, 2006), h. 348
9
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan
KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) Cet Ke-5., h. 239
4
konflik dapat diibaratkan “pedang bermata dua”, di satu sisi dapat bermanfaat
jika digunakan untuk melaksakan suatu pekerjaan, di sisi lain dapat merugikan
dan mendatangkan malapetaka jika digunakan untuk bertikai atau berkelahi
Daniel Webster:
Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai: (1) persaingan atau
pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, (2) keadaan
atau perilaku yang bertentangan, misalnya pertentangan pendapat, kepentingan
atau pertentangan antar individu, (3) perselisihan akibat kebutuhan, dorongan,
keinginan atau tuntutan yang bertentangan dan (4) perseteruan. 11
Robbins (1996):
Robbins (1996) menguraikan konflik sebagai suatu proses yang timbul karena
pihak pertama merasa bahwa pihak lain memberi pengaruh negatif atau akan
segera mempengaruhi secara negatif terhadap yang diharapkan oleh pihak
pertama.12 Pada dasarnya, konflik mengandung arti segala macam bentuk
hubungan antar manusia yang mengandung sifat berlawanan. Sifat berlawanan
yang dimaksud dapat berkaitan dengan perbedaan nilai, tujuan, dan kebutuhan. 13
Selain itu, terdapat sejumlah definisi lainnya tentang pengertian konflik,
antara lain, menjelaskan bahwa konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau oraganisasi-
10
R. Wayne Pace, dan Faules Don. F, Komunikasi Organisasi. Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, (Bandung : Remaja Rosdakarya 2006) h. 369
11
Peg Pickering, How to Manage Conflict, (Kiat Menangani Konflik), terj. Masri Maris,
(Jakarta: Esensi Erlangga, 2006), h. 1
12
S.P. Robbins, Perilaku Organisasi, (Jakarta: Prenhallindo, 1996), h. 124
13
S.P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, terjemahan, Arcan,
Bandung, 1994, hal. 67
5
oraganisasi. 14 Owens, mendefinisikan konflik sebagai suatu hal yang mucul bila
terdapat ketidaksesuaian atau pertentangan. 15
Dari sejumlah definisi yang dikemukakan di atas terlihat adanya
perbedaan dalam merumuskan pengertian konflik. Perbedaan ini agaknya
disebabkan karena berbadanya sudut pandang dalam merumuskan pengertian
konflik tersebut. Namun demikian, menurut hemat penulis, definisi-definisi
tersebut merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Berdasar pandangan
ini, maka pengertian konflik secara terminologi dapat dikemukan sebagai
berikut:
- Konflik merupakan relasi psikologis yang antagonis berkaitan dengan
perbedaan tujuan, keinginan (interest), sikap dan nilai, yang kemudian
melahirkan perbedaan tingkah laku, perlawanan, mulai dari bentuk yang
halus (soft), terkontrol sampai kepada perlawanan terbuka dalam bentuk
kekerasan, benturan, mogok, huru-hara dan bahkan makar yang bersifat
tidak terkontrol.
- Konflik merupakan kekuatan yang saling bertentangan yang bersumber dari
keinginan manusia
- Konflik bermata ganda, satu sisi bermanfaat untuk membangun kinerja, di
sisi lain, bisa menjadi petaka
- Konflik dipandang sebagai bentuk perjuangan yang diekspresikan oleh dua
pihak atau lebih yang berbeda pendapat, kepentingan, kebutuhan, dorongan,
keinginan atau tuntutan
14
Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), (Bandung:
Mandar Maju, 1994), h. 1
15
R.G. Owens, Organizational Behavior in Education, (Boston: Allyn and Bacon, 1995), h.
147
6
secara eksternal (interpersonal, structural, strategic). 16 Konflik intrapersonal
adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik seperti ini terjadi
karena pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak
mungkin dipenuhi sekaligus.
Berkaitan dengan hal itu, Myers dan Myers menegaskan konflik
intrapersonal terbagi empat bagian, yaitu 17:
1. Approach-Aproach: Individu tertarik pada dua tujuan dalam waktu
yang sama, tetapi hanya satu yang dapat dipenuhi. Keduanya sama-
sama positif (menguntungkan), sehingga timbul kebimbangan mana
yang akan dipilih. Memilih salah satunya berarti mengorbankan atau
mengecewakan yang lain. Contoh: Individu mendapat dua undangan
sekaligus untuk menghadiri pesta yang diadakan pada saat yang
bersamaan, di mana dia bimbang dalam memilih kedua undangan
tersebut karena tidak mungkin dapat dihadiri kedua- duanya.
2. Approach-Avoidance: Konflik ini timbul bila mana pada suatu saat
yang sama terdapat dua motif yang berlawanan mengenai satu obyek,
motif yang satu menyenangkan (positif) yang lain tidak menyenangkan
(negatif). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan mendekati atau
menjauhi obyek itu. Contoh: Individu ingin naik kuda karena
menyenangkan (motif positif), tetapi ia takut jatuh (motif negatif).
3. Avoidance-Avoidance: Konflik timbul manakala pada suatu saat yang
bersamaan terdapat dua motif yang negatif, lalu timbul kebimbangan,
karena menjauhi motif yang satu berarti harus memenuhi motif yang
lain yang juga negatif (tidak menyenangkan). Contoh: seorang anak
melanggar peraturan di sekolah. Dia dihukum dengan menulis 500
kalimat atau membersihkan ruangan. Jika tidak suka menulis, dia boleh
membersihkan ruangan, padahal membersihkan ruangan pun dia tidak
suka.
4. Double Approach-Avoidance: seseorang berhadapan pada dua tujuan
atau lebih, yang sekurang-kurangnya memiliki satu usaha untuk
16
George R Terry, and W. Rue Lieslie, Programed Learing Aid for Supervision: Learning
System Company. tt. (1975), h. 24
17
Baharuddin, op.cit., h.3
7
menghindarinya.
Sedangkan konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang
dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau pandangan dan
sebagainya, baik yang bersifat structural maupun strategis. Hal ini bisa terjadi
antara dua orang atau lebih yang sama atau berbeda status, jabatan, bidang
kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang
amat penting dalam perilaku organisasi atau lembaga. Munandar menjelaskan
bahwa konflik struktural berasal dari hakikat struktur organisasi yang
memberi kemungkinan pada dua unit/bagian atau lebih untuk terlibat dalam
satu kegiatan secara bebas. 18 Hal ini tentu akan melahirkan gesek-gesekan
yang kemudian dapat menimbulkan conflik interest.
James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam Wirawan (2010) 19
mengklasifikasi konflik ke dalam lima tipe, yaitu:
a) Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
b) Konflik Interpersonal.
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang
lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi
antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain,
yang melibatkan beberapa peran dari beberapa anggota dalam organisasi
sehingga mempengaruhi terhadap proses pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
c) Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok.
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu untuk mencapai
konformitas, menghadapi tekanan-tekanan oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum
18
Munandar, AS, Manajemen Konflik dalam Organisasi, Pengendalian Konflik dalam
Organisasi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004, ha. 252)
19
Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian, (Jakarta:
Salemba Empat, 2010), h. 22
8
oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma- norma
produktivitas kelompok dimana ia berada.
d) Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama.
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam
organisasi- organisasi.Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja –
manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
e) Konflik antara organisasi
Konflik yang terjadi antar organisasi atau lembaga disebabkan oleh karena
persaingan atau berebut pengaruh.
Bentuk-bentuk konflik seperti yang telah diuraikan diatas
sesungguhnya bisa saja terjadi pada lembaga pendidikan Islam.
Sebagaimana lembaga pendidikan lainnya, lembaga pendidikan Islam
memiliki unsur-unsur tenaga pendidik (guru/dosen) dan tenaga
kependidikan, pimpinan (kepala sekolah/dekan/ketua/rektor), staf dan
pegawai lainnya disamping peserta didik yang terlibat secara intens di dalam
pengelolaan lembaga. Selain itu, terdapat pula unsur Yayasan dengan segala
bentuk struktur pimpinannya yang sangat berpengaruh terhadap kelangsung
lembaga pendidikan. Konflik-konflik dimaksud bisa terjadi bersifat
horizontal antar anggota dalam satu bagian yang sama, atau antara anggota
satu bagian dengan bagian lain yang ada di dalam lingkungan lembaga,
maupun bersifat vertical, antara bawahan dengan atasan, baik dalam bentuk
interpersonal, invidu dan kelompok maupun antar kelompok.
Dalam konteks sekolah, misalnya, konflik bisa terjadi antara sesama
guru atau pegawai yang berfsifat horizontal, maupun antar guru, pegawai
dengan unsur pimpinan atau kepala sekolah, yang bersifat vertikal.
Demikian juga di perguruan tinggi, konflik bisa terjadi antar sesama dosen
atau pegawai dan bahkan mahasiswa, maupun antar dosen, pegawai,
mahasiswa dengan unsur pimpinan, dekan, rektor dan unsur pimpinan
lainnya. Bahkan di lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh swasta,
konflik tidak jarang terjadi antara pimpinan sekolah dengan pengurus
Yayasan yang sangat bedampak terhadap kelangsungan lembaga
pendidikan itu sendiri.
9
Untuk mengelola konflik agar berdampak positif terhadap lembaga
perlu dipahami dengan baik sumber-sumber tersebut.
b. Sumber-Sumber Konflik
Penyebab muncul atau terjadinya konflik sangatlah beragam.
Merujuk kepada pendapat Usman, konflik antara individu dengan kelompok
bisa terjadi akibat adanya tekanan kelompok terhadap individu yang
bersangkutan. Tekanan ini boleh jadi muncul karena individu tersebut
dianggap melanggar norma-norma kelompok, seperti melanggar visi, misi,
tujuan, sasaran, tindakan.20 Gibson menjelaskan adanya tiga hal yang
merangsang konflik dalam hubungan antar anggota dalam suatu kelompok,
yakni perkara tugas, hubungan, dan proses. Tugas seringkali mengundang
konflik karena masing-masing anggota memiliki perbedaan sudut pandang
tentang tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Konflik hubungan
merupakan pengembangan atas konflik tugas, karena pertentangan biasanya
sudah masuk ke ranah pribadi. Sedangkan konflik proses adalah konflik
yang disebabkan oleh proses yang berpangkal dari perbedaan sudut
pandang, bagaimana menyelesaikan tugas yang diamanatkan lembaga pada
sebuah kelompok.21
Menurut Mulyasa, 22 konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau
salah satu pihak merasa dirugikan, baik secara material maupun non-
material. Untuk mencegahnya harus diketahui penyebabnya, antara lain:
a. Perbedaan pendapat. Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat
dan masing-masing merasa paling benar. Jika perbedaan pendapat ini
meruncing dan mencuat ke permukaan, maka akan menimbulkan
ketegangan.
b. Salah paham. Konflik dapat terjadi karena adanya kesalah-pahaman
(misunderstanding), misalnya tindakan seseorang mungkin tujuannya
baik, tetapi dianggap merugikan oleh pihak lain. Kesalah-pahaman ini
20
Usman, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Pascasarjana UNY, 2004), h. 224
21
Gibson, James dkk. Organizations; Behavior, Structures, Processes, ( Boston:
McGrawhill, 2004), h. 252-253
22
Mulyasa, E, Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Munyukseskan MBS
dan KBK, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, h.241-242
10
akan menimbulkan rasa kurang nyaman, kurang simpati dan kebencian.
c. Salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan. Konflik dapat
terjadi karena tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan
yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan. Pihak yang
dirugikan merasa kesal, kurang nyaman, kurang simpati atau benci.
Perasaan-perasaan ini dapat menimbulkan konflik yang mengakibatkan
kerugian baik secara materi, moral maupun sosial.
d. Terlalu sensitif. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitif, mungkin
tindakan seseorang adalah wajar, tetapi karena pihak lain terlalu
sensitif maka dianggap merugikan, dan menimbulkan konflik,
walaupun secara etika tindakan ini tidak termasuk perbuatan yang
salah.
Sementara Arikunto mengemukakan sumber- sumber konflik dalam
sebuah organisasi atau lembaga dapat terjadi disebabkan karena: (a)
bersama-sama menggunakan sumber-sumber daya organisasi yang sama; (b)
perbedaan dalam tujuan antara bagian/kelompok dalam organisasi; (c) saling
ketergantungan pekerjaan dalam organisasi; (d) perbedaan nilai- nilai
persepsi yang dianut oleh masing-masing bagian dalam organisasi dan (e)
sumber-sumber lain seperti gaya perorangan, kekaburan organisasi dan
masalah komunikasi. 23
Dari berbagai pandangan di atas serta realitas lembaga pendidika Islam
selanjutnya dapat dikemukakan secara umum sumber-sumber konflik di dalam
lembaga pendidikan Islam sebagai berikut:
23
Arikunto, S, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, CV.
Rajawali, Jakarta, 1990, h. 236
11
sisi lain mengakibatkan lahirnya berbagai bentuk konflik dalam internal
lembaga.
2. Perbedaan Tujuan
Meskipun lembaga pendidikan Islam sudah memiliki visi, misi dan
tujuan sendiri yang dituangkan di dalam peraturan lembaga serta sudah
memiliki system rekrutmen tenaga, namun aturan dan system tersebut
kadangkala belum mampu menjadi penyaring yang dapat menyatukan
pandangan semua aparat yang terlibat di dalam pengelolaan lembaga
tersebut. Tidak jarang diantara yang masuk ke dalam lembaga
pendidikan Islam memiliki maksud dan tujuan lain yang berbeda
dengan tujuan ideal lembaga tersebut. Tentu saja hal ini berpotensi
menjadi sumber terjadinya konflik.
6. Ketidak adilan
Perlakukan tidak adil dari pihak lain, baik dari sesama anggota maupun
dari pihak pimpinan seringkali membangkitkan semangat perlawanan
dan pada akhirnya melahirkan konflik
12
Ditandai dengan lemahnya komunikasi atasan dan bawahan, kebijakan
yang tidak tepat serta lambannya pengambilan keputusan.
24
Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke
Praktik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004) h.174-175
25
Durbin, Andrew J., Personal and Human Resource Management, New York: D. and
Nosttrand Company, 1981, h. 87
13
yang terlibat konflik dalam organisasi. (4) Committees, yang dilakukan dengan
pembentukan komite, anggota dari berbagai unit organisasi. Dengan melalui
cara ini akan dapat diketahui kebaikkan yang lain, seperti menambah rasa
toleransi dan memahami hasil yang diperoleh.26
Ketiga, metode penyelesaian konflik melalui konfrontasi yang
dilakukan dalam bentuk Organization Confrontation Meeting. Cara ini
digunakan untuk penyelesaian konflik antar kelompok, dengan langkah sebagai
berikut: (1) Climate setting (menciptakan iklim/mengkondisikan), (2)
Information Collecting (menemukan/menghimpun informasi sekitar penyebab
timbulnya konflik oleh masing-masing kelompok) (3) Information Sharing
(saling berbagi informasi), (4) Priority Setting and Group Action Planning
(membuat prioritas dan rencana tindakan kelompok), (5) Organization Action
Planning (mengorganisasikan/melaksanakan rencana tindakan). Dalam proses
ini temuan didiskusikan serta terjadi interaksi antara pengelola lembaga
pendidikan yang kemudian diadakan tindak lanjut (follow up) berupa langkah-
langkah perubahan dalam organisasi. (6) Immediate Follow-up by Top Team
(menindak-lanjuti segera hasil temuan dan menyusun langkah-langkah
perubahan oleh pengelola lembaga) (7) Gentle Confrontation (khusus untuk
konflik antar individu). Dilakukan konfrontasi dengan mengungkapkan masalah
yang dihadapi secara jujur tanpa melakukan kekerasan dan rasa dendam, disertai
tindakan yang bijaksana.27
Stevenin dan Handoko mengemukakan lima langkah untuk
menyelesaikan sebuah konflik, masing-masing adalah 1) Pengenalan,. 2)
Diagnosis, 3) Menyepakati suatu solusi, 4) Pelaksanaan, 5) Evaluasi. 28
Mangkunegara mengemukakan lima strategi dalam menangani dan
menyelesaikan konflik, yaitu: 1) Menghindar (tidak menanggapi atau mencari waktu
yang tepat), 2) Mengakomodasi, 3) Kompetisi, 4) Kompromi atau Negosiasi, 5)
Memecahkan Masalah atau Kolaborasi (duduk Bersama).29
26
Ibid.
27
Ibid. h.89
28
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, ( Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada, 2001) h. 48
29
AA.Anwar Abu mangku Negara, “Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan”
peneribit Rosda Karya Bandung, 2009,
14
Fisher seperti dikutip oleh Rusdiana menggunakan istilah transformasi
untuk penanganan konflik dengan tahapan kerja sebagai berikut: 1)Pencegahan
konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras, 2)Penyelesaian
konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan
damai, 3)Pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari
kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang
terlibat, 4)Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru dan tahan lama di antara kelompok-kelompok yang
berkonflik, 5)Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan
politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negative dari
peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif. 30
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan
dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap
sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan
penyelesaian konflik.
Sementara Pareek mengunakan model perundingan sebagai bentuk
penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik melalui perundingan menurutnya
merupakan gaya pendekatan yang paling dewasa. Perundingan hanya mungkin
dilakukan bila pihak-pihak yang berseberangan membuka diri untuk
berkomunikasi. Menajemen penyelesaian konflik melalui perundingan dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:31 1) Pencairan. (mencairkan
hubungan komunikasi yang seringkali mengalami kebekuan di antara pihak-
pihak yang bertikai), 2) Keterbukaan. (membangun kertebukaan dengan
berbagai cara sehingga masing pihak mau untuk menyampaikan pandangannya
tanpa dihantui oleh kecurigaan serta mendiskusikannya), 3) Belajar empati
(membangun empati terhadap pihak lain), 4) Mencari tema bersama, 5)
Mengambil alternatif (sebagai bentuk kemungkinan penyelesaian), 6)
Menanggapi berbagai alternatif, 7) Mencari Penyelesaian (dari sejumlah
alternative yang sudah didiskusikan oleh kelompok-kelompok kecil dari kedua
belah pihak), 8) Membuka jalan buntu (dengan melibatkan pihak yang
30
Rusdiana, Manajemen Konflik (Bandung: Pustaka Setia, 2015) h. 171
31
Udai Pareek, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Pustaka Binaman Persindo, 1996), h.183-
184
15
dipandang lebih objektif dan berpengalaman), 9) Mengikat diri pada
penyelesaian di dalam kelompok. (setelah dihasilkan penyelesaian oleh sub-sub
kelompok, kelompok-kelompok dapat memperdebatkan dan
mempertimbangkan penyelesaian ini dan mengikatkan diri pada penyelesaian
itu), 10) Mengikat seluruh kelompok. Tahap akhir dari suatu penyelesaian
konflik ialah penerimaan kedua kelompok bersama-sama atas suatu
penyelesaian, dan secara terbuka menyatakan keikatan mereka untuk
melaksanakannya.
Berbagai bentuk pendekatan, model, metode atau cara yang
dikemukakan oleh pada ahli diatas sebetulnya bentuk-bentuk tersebut dapat
diterapkan sebagai bentuk pengelolaan konflik yang terjadi pada lembaga
pendidikan Islam. Dari bentuk-bentuk yang ada, pengelola lembaga pendidikan
Islam bisa memiilih salah satu yang cocok dengan kondisi dan karakteristik
konflik yang dihadapi atau mungkin menggabungkan beberapa bentuk. Yang
penting dipertimbangkan dalam hal ini adalah bagaimana konflik tersebut bisa
dikelola atau dimenej dengan baik dan efektif sehingga berdampak positif bagi
kemajuan lembaga pendidikan, tanpa harus melanggar aturan-aturan yang ada
atau norma yang berlaku. Bentuk penyelesaian yang paling soft biasanya
penyelesaian yang saling ,enguntungkan bagi pihak-pihak yang bertikai.
Dari berbagai bentuk cara yang ditempuh dalam penyelesaian konflik di
lembaga pendidikan Islam, muara penyelesaiannya bisa jadi menguntungkan
salah satu pihak yang terlibat konflik atau sama-sama merugi atau sama-sama
meperoleh keuntungan, dalam artian tuntutan yang mereka ajukan diterima
(diakomodasi) sepenuhnya, sebagian atau tolak sama sekali. Dalam konteks
inilah Asnawir seperti dijelaskan oleh Yulizal Yunus menyebutkan bahwa ada
tiga kunci penangan konflik, yaitu, a) win-win solution, b) wil-fall solution dan
c) fall-fall solution,32 yang oleh Thoha disebut dengan istilah strategi dasar,
yaitu, sama-sama merugi (lose-lose), menang-kalah (win-lose) dan sama-sama
beruntung (win-win).33
32
Yulizal Yunus, Pengembangan Adminstrasi, Manajemen dan Supervisi Pendidikan Islam,
Pen. Graphic Delapan Belas, Padang, 2010, h. 113
33
Thoha, H.M, Kepemimpinan dalam Manajemen, Cet. IX, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, h.109
16
Adri Efferi34 lebih jauh menjelaskan bagaimana penerapan ketiga bentuk
diatas. Pendekatan sama-sama merugi (lose-lose) untuk mengatasi konflik ini
ialah bahwa kedua belah pihak yang sedang berkonflik merugi atau sama-sama
kehilangan. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk: pertama,
kompromi atau mengambil jalan tengah dari persoalan yang diperselisihkan.
Kedua, memberikan perhatian salah satu dari pihak-pihak yang konflik, cara ini
seringkali dilakukan dengan cara merampas atau penyogokan. Ketiga,
mempergunakan pihak ketiga di luar pihak-pihak yang berkonflik. Keempat,
adalah menggunakan peraturan yang ada untuk memecahkan persoalan yang
menjadi konflik tersebut. Cara ini dipakai jika pihak-pihak yang berkonflik mau
berlindung pada peraturan-peraturan birokrasi. Dalam empat cara pendekatan ini
pada hakikatnya kedua belah pihak yang berkonflik sama-sama merugi.
Pendekatan menang kalah (win-lose), strategi ini adalah suatu cara yang
biasa dipergunakan untuk memecahkan konflik di masyarakat Amerika. Dalam
suatu kebudayaan yang bersaing, satu pihak yang sedang dalam situasi konflik
akan berusaha untuk memaksakan kekuatannya untuk menang dan mengalahkan
pihak lain. Persoalan yang amat besar dari strategi menang kalah adalah
seseorang selalu mendapatkan kekalahan. Orang-orang yang menderita kekalahn
ini mungkin saja mereka akan mempelajari sesuatu dari proses menang kalah
tersebut, dan pihak yang kalah mempunyai rasa dendam dan ingin membalaskan
dendamnya. Suatu strategi yang barangkali amat sehat ialah memberikan
kemungkinan kedua belah pihak tersebut untuk menang.
Menang-menang (win-win), strategi pemecahan konflik menang-menang
ini barangkali sesuai dengan keinginan manusia dan organisasi. Energi dan
kreativitas lebih banyak ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah
dibandingkan dengan untuk mengalahkan pihak lain. Kedua belah pihak yang
berkonflik bisa ditemukan dalam satu forum musyawarah dan keduanya
menerima keuntungan yang sama. Allan C. Filley (1976: 177) menyatakan
bahwa strategi keputusan menang-menang ini dihubungkan dengan
pertimbangan-pertimbangan yang lebih baik, pengalaman-pengalaman organisasi
34
Adri Efferi, Manajemen Konflik Lembaga Pendidikan, (Quality Journal of Empirical
Research in Islamic Education, IAIN Kudus, Vol 1, No.1, 2013), h.40-41, diakses di
https://journal.iainkudus.ac.id/, diunduh tanggal 2 Desember 2020.
17
yang menguntungkan, dan lebih banyak menawarkan cara musyawarah yang
menyenangkan.
Contoh yang mengesankan dari strategi menang-menang ini pernah
dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw, sebelum beliau diangkat oleh Allah swt
menjadi Rasul. Ketika itu kepala-kepala suku Quraisy berselisih tentang siapa
yang paling patut memindahkan batu hitam (hajar aswad) ketempatnya semula.
Dalam sejarahnya peristiwa ini diawali dengan terjadinya hujan besar di kota
Mekkah dan berakibat banjir besar sampai-sampai hajar aswad terlepas dari
tempat asalnya (Ka'bah). Cara yang dilakukan beliau adalah dengan
membentangkan sorbannya, kemudian semua kepala suku diminta untuk
memegang ujung kain sorban tersebut. Setelah itu secara bersama-sama sorban
yang telah berisi hajar aswad tersebut diangkat untuk mengembalikan hajar aswad
tersebut. Meskipun yang terakhir meletakkan hajar aswad pada tempatnya
semula adalah Nabi Muhammad, tapi para kepala suku tidak jadi bertengkar
karena masing-masing pihak merasa punya andil.
18
ٰۤ
َْس اَ ٰبى َوا ْستَ ْكبَ َر َو َكانَ ِمن َ ََواِ ْذ قُ ْلنَا ِل ْل َم ٰل ِٕى َك ِة ا ْس ُجد ُْوا ِ ِٰلدَ َم ف
ََۗ س َجد ُْْٓوا ا اِِلْٓ اِ ْب ِلي
َْال ٰك ِف ِريْن
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah
kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak
dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.
Atas dasar kesombongan ini Iblis diusir dari Surga. Kemudian, Iblis bermohon
kepada Allah agar dipanjangkan umur sampai hari kiamat, seraya bertekat akan
menyesatkan semua anak cucu Adam.
19
qurban Habil diterima oleh Allah karena didasarkan nilai-nilai ketaqwaan,
sementara qurban Qabil ditolak. Hal ini sekaligus sebagai pertanda bahwa Habil
berhak mengawini kembaran Qabil seperti ketetapan awal. Atas keputusan ini
kemudian Qabil mengamcam akan membunuh Habil “”ألقتلنِّك.35 Inilah tragedi
kemunusiaan pertama dalam sejarah sebagai puncak konflik yang terjadi antara
dua bersaudara.
Dari sudut kejadian (fithrah), manusia kelihatannya telah memiliki
potensi baik dan buruk di dalam dirinya sejak dilahirkan. Hal ini seperti yang
tegaskan di dalam surat al-Syams ayat 7-8:
20
dimulai dalam bentuk langkah-langkah preventif, berupa tindakan yang harus
dilakukan secara kontinu sebelum meluasnya konflik dalam bentuk terbuka.
Yulizal Yunus menyebutkan enam tindakan yang dapat dilakukan untuk itu,
yaitu, a). menolak kejahatan dengan kebaikan, b) mengendalikan marah, c)
memaafkan orang yang selalu menzalimi, d) menyambung silaturrahmi dengan
orang yang suka memutuskannya, e) suka memberi orang yang sungkan
memberi (bakhil) dan f) mencegah distorsi dan spekulasi informasi. 37
Selain bentuk tindakan di atas, ada sejumlah tindakan lain yang sangat
mendasar menurut hemat penulis untuk mengeleminir terjadinya konflik
terbuka di dalam sebuah lembaga. Antara lain adalah bekerja ikhlas, saling-
mempercayai, ber-husnu al-zhan, sikap asih, asah dan asuh
Seandainya konflik terbuka telah terjadi maka langkah-langkah yang
dapat ditempuh adalah klarifikasi, perdamaian (ishlah) dan bahkan mediasi
sepeti yang tergambar pada sejumlah ayat beikurt ini:
ِ ُ ٰيْٓاَيُّ َها الا ِذيْنَ ٰا َمنُ ْْٓوا ا ِْن َج ٰۤا َء ُك ْم فَا ِس ٌق ِبنَ َب ٍا فَتَ َبيانُ ْْٓوا اَ ْن ت
ص ْيبُ ْوا قَ ْو ًما ِب َج َها َل ٍة
)6 :ص ِب ُح ْوا َع ٰلى َما فَ َع ْلت ُ ْم ٰند ِِميْنَ (الحجرات ْ ُ فَت
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang
kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar
kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
َت اِحْ ٰدى ُه َما ْ ص ِل ُح ْوا بَ ْينَ ُه َم ۚا فَا ِْن َبغ ْ َ ط ٰۤا ِٕىفَ ٰت ِن ِمنَ ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ ا ْقتَتَلُ ْوا فَا
َ َوا ِْن
ت ّٰ َعلَى ْاِل ُ ْخ ٰرى فَقَاتِلُوا الاتِ ْي تَ ْب ِغ ْي َحتّٰى تَ ِف ٰۤ ْي َء ا ِٰلْٓى اَ ْم ِر
ْ ّٰللاِ فَا ِْن فَ ٰۤا َء
:ِطيْنَ (الحجرات ِ ّٰللاَ يُ ِحبُّ ْال ُم ْقس ُ ص ِل ُح ْوا بَ ْينَ ُه َما بِ ْالعَ ْد ِل َواَ ْق ِس
ّٰ ط ْوا َۗا اِن ْ َ فَا
)9
Artinya: Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat
zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan)
yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada
perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan
berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil
.
37
Yulizal Yunur, op.cit., h.118
21
َّٰللاَ لَ َعلا ُك ْم ت ُ ْر َح ُم ْون ْ َ اِنا َما ْال ُمؤْ ِمنُ ْونَ ا ِْخ َوة ٌ فَا
ّٰ ص ِل ُح ْوا بَيْنَ اَخ ََو ْي ُك ْم َواتاقُوا
)10 :ࣖ (الحجرات
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.
َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ِشقَاقَ بَ ْينِ ِه َما فَا ْب َعث ُ ْوا َح َك ًما ِِّم ْن اَ ْه ِلهٖ َو َح َك ًما ِِّم ْن اَ ْه ِل َها ۚ ا ِْن
)35 :ّٰللاَ َكانَ َع ِل ْي ًما َخ ِبي ًْرا (النساء ّٰ ّٰللاُ بَ ْينَ ُه َما َۗ ا اِن
ّٰ قِ ِّص ََل ًحا ي َُّو ِف
ْ ِي ُِّر ْيدَآ ا
Artinya: Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru
damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu)
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Mahateliti, Maha Mengenal.
C. KESIMPULAN
Konflik merupakan suatu keniscayaan di embaga pendidikan Islam. Konflik
bisa tejadi dalam bentu intrapersonal, interpersonal, antar individu dan kelompok,
antar kelompok yang ada dalam satu lembaga. Penyebab lahirnya konflik pada
lembaga pendidikaan Islam bisa bermacam-macam, antara lain karena
keterbatasan sumber daya, terutama sumber daya finansial, perbedaan pandangan
dan atau tujuan, hubungan kerja, nilai, kecemburuan dan atrau ego sectoral,
ketidak adilan, kepemimpinan yang tidak efektif, perbedaan ‘bendera’ dan sakita
hati.
Pengeloalaan atau pnanganan konflik di lembaga pendidikan Islam dapat
dilakukan dengan berbagai cara atau metode sesuai dengan situasi dan kondisi
dimana konflik tersebut terjadi.
Dalam perspektif Islam, konflik dipandang sebagai sesuatu yang bersifat
fithrah, memiliki sejarah yang panjang dalam peradaban manusia. Pengelolaan
konflik di dalam Islam lebih diarahkan kepada tindakan yang bersifat prefentif
22
yang dilakukan sebelum terjadinya konflik terbuka. Jika konflik sudah bersifat
terbuka dan serius, maka penangannya bisa dalam Islam bentuk klarifikasi,
perdamaian dan mediasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. Abu mangku Negara, “Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan”
peneribit Rosda Karya Bandung, 2009,
AS, Munandar, Manajemen Konflik dalam Organisasi, Pengendalian Konflik
dalam Organisasi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, 2004
Baharuddin, Konstelasi Konflik Dalam Lembaga Pendidikan: Sebuah Telaah
Kritis, (Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang,
2013), diakses di www.ejournal.uin-malang.ac.id diunduh tanggal
19 November 2020
Clinton F. Fink, Some Conceptual Difficulties in The Theory of Social Conflict,
Jurnal of Conflict Resolution. (1968)
Durbin, Andrew J., Personal and Human Resource Management, New York: D.
and Nosttrand Company, 1981.
Efferi, Adri, Manajemen Konflik Lembaga Pendidikan, (Quality Journal of
Empirical Research in Islamic Education, IAIN Kudus, Vol 1, No.1,
2013), diakses di https://journal.iainkudus.ac.id/, diunduh tanggal 2
Desember 2020.
Gibson, James dkk. Organizations; Behavior, Structures, Processes, ( Boston:
McGrawhill, 2004)
Handoko, T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2001)
Hendrick, William, (1992). How to Manage Conflict, Alih bahasa Arif Santoso.
2001, Bagaimana Mengelola Konflik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001)
H.M, Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen, Cet. IX, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003.
Katsir, Ibnu, Imad al-Din Abi al-Fida’ Ismail, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz 3,
Syirkat al-Nur Asia, tt., tp.
Luthans, F., Organizational Behavior, Alih Bahasa: Vivin Andika Y, dkk,
(Yogyakarta: Andi, 2006)
Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan
MBS dan KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) Cet Ke-5.
Owens, R.G., Organizational Behavior in Education, (Boston: Allyn and Bacon,
1995)
Pareek, Udai, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Pustaka Binaman Persindo, 1996)
Peg Pickering, How to Manage Conflict, (Kiat Menangani Konflik), terj. Masri
Maris, (Jakarta: Esensi Erlangga, 2006)
Robbins, S.P., Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, terjemahan, Arcan,
Bandung, 1994
Robbins, P.S. dan Judge, AT., Perilaku Organisasi, PT. Indeks, th. 2008, Jakarta
Rusdiana, Manajemen Konflik (Bandung: Pustaka Setia, 2015)
23
S, Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
CV. Rajawali, Jakarta, 1990.
Soetopo, Hendyat, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010)
Terry, George R, and W. Rue Lieslie, Programed Learing Aid for Supervision:
Learning System Company. tt. (1975)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Cet. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 1994
Usman, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Pascasarjana UNY, 2004)
Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004)
Wayne, R. dan Faules Don. F, Komunikasi Organisasi. Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, (Bandung : Remaja Rosdakarya 2006)
Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), (Bandung:
Mandar Maju, 1994)
Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian, (Jakarta:
Salemba Empat, 2010)
Yunus, Yulizal, Pengembangan Adminstrasi, Manajemen dan Supervisi
Pendidikan Islam, Pen. Graphic Delapan Belas, Padang, 2010.
24