Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENDIDIKAN

ISLAM

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan
Menajemen Pendidikan Islam

OLEH:
MAKSUM
NIM. 2020090019

DOSEN PEMBIMBING
PROF. DR. H. ASNAWIR

PROGRAM STUDI DOKTOR PRODI PENDIDIKAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL
PADANG
2020
A. PENDAHULUAN
Konflik adalah sesuatu yang melekat dengan jalinan kehidupan sosial. 1
Dalam konteks organisasi, konflik dan organisasi merupakan dua hal yang tidak
bisa dipisahkan. Sebuah organisasi, meskipun pada mulanya dipandang sebagai
hasil konsensus dari sejumlah orang yang ingin melakukan kerjasama dalam sebuah
sistem untuk mencapai tujuan bersama, ternyata di dalam perkembangannya tidak
selalu berjalan mulus. Realitas menunjukan, perjalanan organisasi tidak terlepas
dari berbagai bentuk konflik, baik yang datang dari unsur anggota secara personal
atau komunal maupun dari luar organisasi. Hal ini disebabkan antara lain adalah
karena tidak semua pandangan dan keputusan yang dijalankan oleh pemagang
otoritas selalu sejalan dengan pandangan dan atau keinginan anggota dan atau
kelompok-kelompok anggota yang berada di bawah payung organisasi tersebut.
Sebaliknya, juga tidak semua pandangan atau keinginan anggota atau kelompok
anggota yang berada di dalam organisasi tersebut dapat diakomodasi dan diresponi
dengan baik oleh pimpinan. Akibatnya, terjadilah gesekan-gesekan pandangan
yang pada akhirnya menimbulkan konflik internal organisasi.
Disisi lain, tidak jarang pula sebuah konflik dapat memicu lahirnya
konsensus-konsensus dan kerjasama yang bermuara kepada terbentuknya
organisasi. Seringkali sebuah organisasi terbentuk diawali dengan peristiwa
konflik. Organisasi besar yang disebut dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini, misalnya, sesungguhnya terbentuk tidak terlepas dari konflik besar,
yang terjadi antara anak-anak negeri yang mendiami kepulauan nusantara ini
dengan pihak penjajah. Adanya realititas sosial dari pihak penjajah yang ingin terus
menancapkan kekuasaannya berhadapan dengan keinginan anak-anak negeri yang
berusaha untuk meredeka, lepas dari belenggu penjajahan. Konflik pada tataran
yang lebih besar ini kemudian telah melahirkan integrasi pada tataran yang lebih
kecil. Anak-anak negeri dari berbagai suku, bahasa, warna kulit, budaya dan agama,
yang terpencar di sejumlah kepulauan Nusantara ini, akhirnya bangkit, menyatu,
melahirkan konsensus bersama untuk membentuk sebuah organisasi besar (nation
state), yang disebut dengan NKRI.

1
William Hendrick, (1992). How to Manage Conflict, Alih bahasa Arif Santoso. 2001,
Bagaimana Mengelola Konflik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 1

1
Sebagai sebuah organisasi, lembaga pendidikan Islam juga tidak terlepas
dari suasana konflik. Berbagai bentuk konflik di lembaga pendidikan Islam
biasanya diawali oleh karena adanya perbedaan pandangan, baik yang bersifat ideal
maupun pragmatis yang kemudian ditindak-lanjuti oleh keinginan melakukan aksi
mobilisasi kekuatan untuk mendapatkan kekuasaan karena melalui kekuasaan
tersebut diyakini akan dapat merealisasikan padangan idealnya dan atau karena
untuk sekedar mendapatkan ‘kue kekuasaan’ yang lebih besar dari lembaga.
Konflik ini biasanya menurut Asnawir seperti yang dukutip Yulizal Yunus
mencapai puncaknya ketika terjadi pemilihan top leader pada lembaga pendidikan
tersebut.2
Keberadaan konflik di lembaga pendidikan Islam dipandang dengan cara
yang berbeda. Mers –seperti yang dijelaskan oleh Baharuddin— mengelompokan
cara pandang orang terhadap konflik ke dalam dua pola. Pertama, kalangan
tradisional, yang menganggap konflik sebagai suatu yang negative dan menjadi
penyebab kemunduran organisasi. Oleh karena itu, konflik dipandang sebagai
ancaman bagi organisasi atau lembaga dan diidentikan dengan kekerasan. Kedua,
padangan pemikir kontenporer, menganggap konflik sebagai suatu keniscayaan
(kelaziman) yang perlu dikelola dan selesaikan secara tepat.3 Sementara Robbins
dan Judge menambahkan tipologi yang ketiga, yaitu, kelompok yang memandang
konflik tidak hanya sekedar daya yang positif dalam kelompok, tetapi sebuah
keniscayaan yang mutlak ada untuk melahirkan kinerja efektif. 4 Di sini dituntut
kemampuan pemimpin untuk mengelola atau me-manag konflik tersebut dengan
sebaik mungkin dan menemukan safety valve (katub pengaman), sehingga konflik
tidak memberikan dampak negative seperti yang dikhawatiri oleh kalangan
tradisionalis, melainkan, justru berdampak positif bagi kemajuan lembaga. Konflik
dalam konteks ini justru dipandang sebagai energi positif yang dapat menggerakan
dan membesarkan lembaga.

2
Lihat pandangan Prof. Dr. Asnawir di dalam buku Yulizal Yunus, Pengembangan
Admnistrasi, Menajemen dan Supervisi Pendidikan Islam, Cet. Pertama, Pen. Graphic Delapan
Belas, Padang, 2010.
3
Baharuddin, Konstelasi Konflik Dalam Lembaga Pendidikan: Sebuah Telaah Kritis, (Jurnal
el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang, 2013), h. 4-5, diakses di www.ejournal.uin-
malang.ac.id diunduh tanggal 19 November 2020
4
Robbins, P.S. dan Judge, AT., Perilaku Organisasi, PT. Indeks, th. 2008, Jakarta, hal. 174-
175

2
Berangkat dari paparan di atas, penulis ingin melihat lebih jauh bagaimana
bentuk konflik dan pengelolaannya di lembaga pendidikan Islam, dengan fokus
pembahasan sebagai berikut:
1. Apa pengertian konflik?
2. Bagaimana bentuk-bentuk konflik di lembaga pendidikan Islam dan faktor
penyebabnya?
3. Bagaimana pengelolaan konflik di lembaga pendidikan Islam?
4. Bagaimana konflik dalam perspektif Islam?

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Konflik

Secara etimologis konflik berarti percekcokan; perselisihan; dan


pertentangan. Dalam dunia sastera, konflik diartikan dengan ketegangan
atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama; konflik batin adalah
konflik yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan
yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi
tingkah laku; dalam antropologi, konflik diartikan sebagai persaingan antara
dua masyarakat sosial yang mempunyai kebudayaan hampir sama; konflik
sosial berarti pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat
menyeluruh dalam kehidupan. 5

Dalam bahasa Yunani konflik disebut dengan confligere atau


conflictum, yang berarti saling berbenturan. Pengertian ini mencakup semua
bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan,
perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi antagonis atau saling
bertentangan. Selain itu, konflik diartikan sebagai bentuk relasi-relasi
psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bisa
disesuaikan, interes-interes eksklusif yang tidak bisa dipertemukan, sikap
emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda. 6 Di

5
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 1994,
hal.518
6
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 274

3
dalam kamus sosiologi, konflik bermakna the overt struggle between
inthviduals or groups within a society, or between nation states,5 yakni
pertentangan secara terbuka antara individu-individu atau kelompok-
kelompok di dalam masyarakat atau antara bangsa-bangsa.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa konflik secara etimologis


dapat diartikan sebagai bentuk percekcokan, perselisihan dan pertentangan
yang terjadi baik dalam alam realitas sosial, karya sastera, mapun realitas
batin, baik yang terjadi dalam individu seorang diri, antar individu maupun
antar kelompok.

Secara terminologi, ditemuikan sejumlah definisi yang menjelaskan


tentang pengertian konflik. Diantaranya seperti yang dikemukakan berikut
ini:

Clinton F. Fink (1968):7


Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan
tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan; interest-interest eksklusif dan tidak
bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan dan struktur-
struktur nilai yang berbeda. Konflik adalah interaksi yang antagonistis,
mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk
perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, sampai pada bentuk
perlawanan terbuka, kekerasan perjuangan tidak terkontrol, benturan laten,
pemogokan, huru-hara, makar, perang dan lainnya.

Luthans (2006):8
Konflik merupakan kondisi yang ditimbulkan karena adanya kekuatan yang
saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber dari keinginan manusia

Mulyasa, (2005):9

7
Clinton F. Fink, Some Conceptual Difficulties in The Theory of Social Conflict, Jurnal of
Conflict Resolution. (1968), h. 20
8
F. Luthans, Organizational Behavior, Alih Bahasa: Vivin Andika Y, dkk, (Yogyakarta:
Andi, 2006), h. 348
9
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan
KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) Cet Ke-5., h. 239

4
konflik dapat diibaratkan “pedang bermata dua”, di satu sisi dapat bermanfaat
jika digunakan untuk melaksakan suatu pekerjaan, di sisi lain dapat merugikan
dan mendatangkan malapetaka jika digunakan untuk bertikai atau berkelahi

Frost dan Wilmot (1978):


Konflik menurut Frost dan Wilmot (1978), sebagai suatu perjuangan yang
diekspresikan antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung,
yang mempersepsi tujuan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka dan
gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka. 10

Daniel Webster:
Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai: (1) persaingan atau
pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, (2) keadaan
atau perilaku yang bertentangan, misalnya pertentangan pendapat, kepentingan
atau pertentangan antar individu, (3) perselisihan akibat kebutuhan, dorongan,
keinginan atau tuntutan yang bertentangan dan (4) perseteruan. 11

Robbins (1996):
Robbins (1996) menguraikan konflik sebagai suatu proses yang timbul karena
pihak pertama merasa bahwa pihak lain memberi pengaruh negatif atau akan
segera mempengaruhi secara negatif terhadap yang diharapkan oleh pihak
pertama.12 Pada dasarnya, konflik mengandung arti segala macam bentuk
hubungan antar manusia yang mengandung sifat berlawanan. Sifat berlawanan
yang dimaksud dapat berkaitan dengan perbedaan nilai, tujuan, dan kebutuhan. 13
Selain itu, terdapat sejumlah definisi lainnya tentang pengertian konflik,
antara lain, menjelaskan bahwa konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau oraganisasi-

10
R. Wayne Pace, dan Faules Don. F, Komunikasi Organisasi. Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, (Bandung : Remaja Rosdakarya 2006) h. 369
11
Peg Pickering, How to Manage Conflict, (Kiat Menangani Konflik), terj. Masri Maris,
(Jakarta: Esensi Erlangga, 2006), h. 1
12
S.P. Robbins, Perilaku Organisasi, (Jakarta: Prenhallindo, 1996), h. 124
13
S.P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, terjemahan, Arcan,
Bandung, 1994, hal. 67

5
oraganisasi. 14 Owens, mendefinisikan konflik sebagai suatu hal yang mucul bila
terdapat ketidaksesuaian atau pertentangan. 15
Dari sejumlah definisi yang dikemukakan di atas terlihat adanya
perbedaan dalam merumuskan pengertian konflik. Perbedaan ini agaknya
disebabkan karena berbadanya sudut pandang dalam merumuskan pengertian
konflik tersebut. Namun demikian, menurut hemat penulis, definisi-definisi
tersebut merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Berdasar pandangan
ini, maka pengertian konflik secara terminologi dapat dikemukan sebagai
berikut:
- Konflik merupakan relasi psikologis yang antagonis berkaitan dengan
perbedaan tujuan, keinginan (interest), sikap dan nilai, yang kemudian
melahirkan perbedaan tingkah laku, perlawanan, mulai dari bentuk yang
halus (soft), terkontrol sampai kepada perlawanan terbuka dalam bentuk
kekerasan, benturan, mogok, huru-hara dan bahkan makar yang bersifat
tidak terkontrol.
- Konflik merupakan kekuatan yang saling bertentangan yang bersumber dari
keinginan manusia
- Konflik bermata ganda, satu sisi bermanfaat untuk membangun kinerja, di
sisi lain, bisa menjadi petaka
- Konflik dipandang sebagai bentuk perjuangan yang diekspresikan oleh dua
pihak atau lebih yang berbeda pendapat, kepentingan, kebutuhan, dorongan,
keinginan atau tuntutan

2. Bentuk-bentuk dan Sumber Konflik di Lembaga Pendidikan Islam


a. Bentuk-bentuk Konflik
Bentuk-bentuk konflik di lembaga pendidikan Islam sebetulnya tidak
jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada organisasi atau lembaga lainnya.
George R. Terry dan Leslie W. Rue menyatakan, secara garis besar
membedakan tipe konflik menjadi dua, yaitu: (1) Konflik yang terjadi secara
internal dalam diri individu (intrapersonal conflict). (2) Konflik yang terjadi

14
Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), (Bandung:
Mandar Maju, 1994), h. 1
15
R.G. Owens, Organizational Behavior in Education, (Boston: Allyn and Bacon, 1995), h.
147

6
secara eksternal (interpersonal, structural, strategic). 16 Konflik intrapersonal
adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik seperti ini terjadi
karena pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak
mungkin dipenuhi sekaligus.
Berkaitan dengan hal itu, Myers dan Myers menegaskan konflik
intrapersonal terbagi empat bagian, yaitu 17:
1. Approach-Aproach: Individu tertarik pada dua tujuan dalam waktu
yang sama, tetapi hanya satu yang dapat dipenuhi. Keduanya sama-
sama positif (menguntungkan), sehingga timbul kebimbangan mana
yang akan dipilih. Memilih salah satunya berarti mengorbankan atau
mengecewakan yang lain. Contoh: Individu mendapat dua undangan
sekaligus untuk menghadiri pesta yang diadakan pada saat yang
bersamaan, di mana dia bimbang dalam memilih kedua undangan
tersebut karena tidak mungkin dapat dihadiri kedua- duanya.
2. Approach-Avoidance: Konflik ini timbul bila mana pada suatu saat
yang sama terdapat dua motif yang berlawanan mengenai satu obyek,
motif yang satu menyenangkan (positif) yang lain tidak menyenangkan
(negatif). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan mendekati atau
menjauhi obyek itu. Contoh: Individu ingin naik kuda karena
menyenangkan (motif positif), tetapi ia takut jatuh (motif negatif).
3. Avoidance-Avoidance: Konflik timbul manakala pada suatu saat yang
bersamaan terdapat dua motif yang negatif, lalu timbul kebimbangan,
karena menjauhi motif yang satu berarti harus memenuhi motif yang
lain yang juga negatif (tidak menyenangkan). Contoh: seorang anak
melanggar peraturan di sekolah. Dia dihukum dengan menulis 500
kalimat atau membersihkan ruangan. Jika tidak suka menulis, dia boleh
membersihkan ruangan, padahal membersihkan ruangan pun dia tidak
suka.
4. Double Approach-Avoidance: seseorang berhadapan pada dua tujuan
atau lebih, yang sekurang-kurangnya memiliki satu usaha untuk

16
George R Terry, and W. Rue Lieslie, Programed Learing Aid for Supervision: Learning
System Company. tt. (1975), h. 24
17
Baharuddin, op.cit., h.3

7
menghindarinya.
Sedangkan konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang
dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau pandangan dan
sebagainya, baik yang bersifat structural maupun strategis. Hal ini bisa terjadi
antara dua orang atau lebih yang sama atau berbeda status, jabatan, bidang
kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang
amat penting dalam perilaku organisasi atau lembaga. Munandar menjelaskan
bahwa konflik struktural berasal dari hakikat struktur organisasi yang
memberi kemungkinan pada dua unit/bagian atau lebih untuk terlibat dalam
satu kegiatan secara bebas. 18 Hal ini tentu akan melahirkan gesek-gesekan
yang kemudian dapat menimbulkan conflik interest.
James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam Wirawan (2010) 19
mengklasifikasi konflik ke dalam lima tipe, yaitu:
a) Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
b) Konflik Interpersonal.
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang
lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi
antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain,
yang melibatkan beberapa peran dari beberapa anggota dalam organisasi
sehingga mempengaruhi terhadap proses pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
c) Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok.
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu untuk mencapai
konformitas, menghadapi tekanan-tekanan oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum

18
Munandar, AS, Manajemen Konflik dalam Organisasi, Pengendalian Konflik dalam
Organisasi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004, ha. 252)
19
Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian, (Jakarta:
Salemba Empat, 2010), h. 22

8
oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma- norma
produktivitas kelompok dimana ia berada.
d) Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama.
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam
organisasi- organisasi.Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja –
manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
e) Konflik antara organisasi
Konflik yang terjadi antar organisasi atau lembaga disebabkan oleh karena
persaingan atau berebut pengaruh.
Bentuk-bentuk konflik seperti yang telah diuraikan diatas
sesungguhnya bisa saja terjadi pada lembaga pendidikan Islam.
Sebagaimana lembaga pendidikan lainnya, lembaga pendidikan Islam
memiliki unsur-unsur tenaga pendidik (guru/dosen) dan tenaga
kependidikan, pimpinan (kepala sekolah/dekan/ketua/rektor), staf dan
pegawai lainnya disamping peserta didik yang terlibat secara intens di dalam
pengelolaan lembaga. Selain itu, terdapat pula unsur Yayasan dengan segala
bentuk struktur pimpinannya yang sangat berpengaruh terhadap kelangsung
lembaga pendidikan. Konflik-konflik dimaksud bisa terjadi bersifat
horizontal antar anggota dalam satu bagian yang sama, atau antara anggota
satu bagian dengan bagian lain yang ada di dalam lingkungan lembaga,
maupun bersifat vertical, antara bawahan dengan atasan, baik dalam bentuk
interpersonal, invidu dan kelompok maupun antar kelompok.
Dalam konteks sekolah, misalnya, konflik bisa terjadi antara sesama
guru atau pegawai yang berfsifat horizontal, maupun antar guru, pegawai
dengan unsur pimpinan atau kepala sekolah, yang bersifat vertikal.
Demikian juga di perguruan tinggi, konflik bisa terjadi antar sesama dosen
atau pegawai dan bahkan mahasiswa, maupun antar dosen, pegawai,
mahasiswa dengan unsur pimpinan, dekan, rektor dan unsur pimpinan
lainnya. Bahkan di lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh swasta,
konflik tidak jarang terjadi antara pimpinan sekolah dengan pengurus
Yayasan yang sangat bedampak terhadap kelangsungan lembaga
pendidikan itu sendiri.

9
Untuk mengelola konflik agar berdampak positif terhadap lembaga
perlu dipahami dengan baik sumber-sumber tersebut.

b. Sumber-Sumber Konflik
Penyebab muncul atau terjadinya konflik sangatlah beragam.
Merujuk kepada pendapat Usman, konflik antara individu dengan kelompok
bisa terjadi akibat adanya tekanan kelompok terhadap individu yang
bersangkutan. Tekanan ini boleh jadi muncul karena individu tersebut
dianggap melanggar norma-norma kelompok, seperti melanggar visi, misi,
tujuan, sasaran, tindakan.20 Gibson menjelaskan adanya tiga hal yang
merangsang konflik dalam hubungan antar anggota dalam suatu kelompok,
yakni perkara tugas, hubungan, dan proses. Tugas seringkali mengundang
konflik karena masing-masing anggota memiliki perbedaan sudut pandang
tentang tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Konflik hubungan
merupakan pengembangan atas konflik tugas, karena pertentangan biasanya
sudah masuk ke ranah pribadi. Sedangkan konflik proses adalah konflik
yang disebabkan oleh proses yang berpangkal dari perbedaan sudut
pandang, bagaimana menyelesaikan tugas yang diamanatkan lembaga pada
sebuah kelompok.21
Menurut Mulyasa, 22 konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau
salah satu pihak merasa dirugikan, baik secara material maupun non-
material. Untuk mencegahnya harus diketahui penyebabnya, antara lain:
a. Perbedaan pendapat. Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat
dan masing-masing merasa paling benar. Jika perbedaan pendapat ini
meruncing dan mencuat ke permukaan, maka akan menimbulkan
ketegangan.
b. Salah paham. Konflik dapat terjadi karena adanya kesalah-pahaman
(misunderstanding), misalnya tindakan seseorang mungkin tujuannya
baik, tetapi dianggap merugikan oleh pihak lain. Kesalah-pahaman ini

20
Usman, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Pascasarjana UNY, 2004), h. 224
21
Gibson, James dkk. Organizations; Behavior, Structures, Processes, ( Boston:
McGrawhill, 2004), h. 252-253
22
Mulyasa, E, Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Munyukseskan MBS
dan KBK, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, h.241-242

10
akan menimbulkan rasa kurang nyaman, kurang simpati dan kebencian.
c. Salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan. Konflik dapat
terjadi karena tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan
yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan. Pihak yang
dirugikan merasa kesal, kurang nyaman, kurang simpati atau benci.
Perasaan-perasaan ini dapat menimbulkan konflik yang mengakibatkan
kerugian baik secara materi, moral maupun sosial.
d. Terlalu sensitif. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitif, mungkin
tindakan seseorang adalah wajar, tetapi karena pihak lain terlalu
sensitif maka dianggap merugikan, dan menimbulkan konflik,
walaupun secara etika tindakan ini tidak termasuk perbuatan yang
salah.
Sementara Arikunto mengemukakan sumber- sumber konflik dalam
sebuah organisasi atau lembaga dapat terjadi disebabkan karena: (a)
bersama-sama menggunakan sumber-sumber daya organisasi yang sama; (b)
perbedaan dalam tujuan antara bagian/kelompok dalam organisasi; (c) saling
ketergantungan pekerjaan dalam organisasi; (d) perbedaan nilai- nilai
persepsi yang dianut oleh masing-masing bagian dalam organisasi dan (e)
sumber-sumber lain seperti gaya perorangan, kekaburan organisasi dan
masalah komunikasi. 23
Dari berbagai pandangan di atas serta realitas lembaga pendidika Islam
selanjutnya dapat dikemukakan secara umum sumber-sumber konflik di dalam
lembaga pendidikan Islam sebagai berikut:

1. Sumber daya (resource)


Penggunaan secara bersama-sama sumber daya (resource) yang
dimiliki oleh seuatu lembaga pendidikan sangat dimungkin terjadinya
pergesekan, apalagi sumber daya yang dimiliki tersebut sangat terbatas.
Keterbatasan sumber daya khususnya sumber daya finasial pada
lembaga pendidikan Islam di satu sisi dan munculnya keinginan pihak-
pihak tertentu untuk menguasai lebih banyak sumber daya tersebut pada

23
Arikunto, S, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, CV.
Rajawali, Jakarta, 1990, h. 236

11
sisi lain mengakibatkan lahirnya berbagai bentuk konflik dalam internal
lembaga.

2. Perbedaan Tujuan
Meskipun lembaga pendidikan Islam sudah memiliki visi, misi dan
tujuan sendiri yang dituangkan di dalam peraturan lembaga serta sudah
memiliki system rekrutmen tenaga, namun aturan dan system tersebut
kadangkala belum mampu menjadi penyaring yang dapat menyatukan
pandangan semua aparat yang terlibat di dalam pengelolaan lembaga
tersebut. Tidak jarang diantara yang masuk ke dalam lembaga
pendidikan Islam memiliki maksud dan tujuan lain yang berbeda
dengan tujuan ideal lembaga tersebut. Tentu saja hal ini berpotensi
menjadi sumber terjadinya konflik.

3. Hubungan Kerja yang Saling Tergantung


Adanya hubungan kerja yang saling tergantung antar anggota yang
terlibat di dalam pengelolaan lembaga memberikan peluang terjadinya
gesekan-gesekan disharmonis yang kemudian melahirkan konflik.

4. Perbedaan Nilai dan Persepsi


Perbedaan nilai,dan persepsi setiap aparat lembaga, baik pada level
anggota maupun pimpinan kadangkala dapat menyulut terjadinya
konflik internal lembaga .

5. Kecemburuan dan ego sectoral


Adanya anggapan yang mengatakan bahwa dirinya atau bagiannya
lebih penting dari diri atau bagian lainnya, dan atau memandang adanya
‘kursi basah’ dan ‘kering’ di dalam lembaga. Akibatnya terjadi
kecemburuan sosial antar diri atau bagian yang ada di dalam lembaga
tersebut..

6. Ketidak adilan
Perlakukan tidak adil dari pihak lain, baik dari sesama anggota maupun
dari pihak pimpinan seringkali membangkitkan semangat perlawanan
dan pada akhirnya melahirkan konflik

7. Kepemimpinan yang tidak efektif,

12
Ditandai dengan lemahnya komunikasi atasan dan bawahan, kebijakan
yang tidak tepat serta lambannya pengambilan keputusan.

8. Perbedaan ‘bendera’ dan Kepentingan

9. Barisan ‘sakit hati’

3. Pengelolaan Konflik di Lembaga Pendidikan Islam


Konflik di lembaga pendidikan Islam sayogianya dapat dikelola dengan
baik sehingga bermanfa’at bagi kemajuan lembaga itu sendiri. Menurut
Veithzal Rivai (2004) ada tiga faktor yang menentukan apakah suatu konflik
akan berimbang, bermanfaat atau merusak, yaitu: (a) tingkat
pertikaian/konflik; (b) susunan dan iklim dalam organisasi, dan (c) cara
mengelola konflik. 24 Oleh karena itu, pengelolaan konflik pada suatu lembaga
pendidikan Islam dalam konteks ini menjadi sangat penting.
Pengelolaan konflik di lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan, model, metode atau cara. Dubrin mengklasifikasikan
penyelesaian konflik ke dalam tiga metode. Pertama, metode tradisional,
dengan ttahapan penyelesaian konflik, yaitu: (a) Peals procedures, sebuah
prosedur yang dijalankan dengan cara meminta pertimbangan. Misalnya,
meminta pertimbangan atasan dalam menyelesaikan konflik pendidikan yang
dialami. (b) Domination of others, prosedur yang dijalankan adalah dengan
menghilangkan pihak yang dianggap mengacau sehingga menyebabkan salah
satu pihak menjadi terdominasi. (c) Bergaining, prosedur yang dijalankan adalah
dengan perundingan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. 25
Kedua, metode pemecahan konflik. Mekanisme penyelesaian konflik
dengan tindakan preventif. Ada empat cara yang dilakukan untuk mencegah
timbulnya konflik dalam lembaga pendidikan, yakni: (1) Unifying the work flow,
yang memiliki makna penyatuan arus kerja. (2) Iason groups of intermediaries,
yang mengandung pengertian adanya hubungan antar kelompok atau adanya
perantara. (3) Interorganizational exchange yang berarti pertukaran anggota

24
Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke
Praktik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004) h.174-175
25
Durbin, Andrew J., Personal and Human Resource Management, New York: D. and
Nosttrand Company, 1981, h. 87

13
yang terlibat konflik dalam organisasi. (4) Committees, yang dilakukan dengan
pembentukan komite, anggota dari berbagai unit organisasi. Dengan melalui
cara ini akan dapat diketahui kebaikkan yang lain, seperti menambah rasa
toleransi dan memahami hasil yang diperoleh.26
Ketiga, metode penyelesaian konflik melalui konfrontasi yang
dilakukan dalam bentuk Organization Confrontation Meeting. Cara ini
digunakan untuk penyelesaian konflik antar kelompok, dengan langkah sebagai
berikut: (1) Climate setting (menciptakan iklim/mengkondisikan), (2)
Information Collecting (menemukan/menghimpun informasi sekitar penyebab
timbulnya konflik oleh masing-masing kelompok) (3) Information Sharing
(saling berbagi informasi), (4) Priority Setting and Group Action Planning
(membuat prioritas dan rencana tindakan kelompok), (5) Organization Action
Planning (mengorganisasikan/melaksanakan rencana tindakan). Dalam proses
ini temuan didiskusikan serta terjadi interaksi antara pengelola lembaga
pendidikan yang kemudian diadakan tindak lanjut (follow up) berupa langkah-
langkah perubahan dalam organisasi. (6) Immediate Follow-up by Top Team
(menindak-lanjuti segera hasil temuan dan menyusun langkah-langkah
perubahan oleh pengelola lembaga) (7) Gentle Confrontation (khusus untuk
konflik antar individu). Dilakukan konfrontasi dengan mengungkapkan masalah
yang dihadapi secara jujur tanpa melakukan kekerasan dan rasa dendam, disertai
tindakan yang bijaksana.27
Stevenin dan Handoko mengemukakan lima langkah untuk
menyelesaikan sebuah konflik, masing-masing adalah 1) Pengenalan,. 2)
Diagnosis, 3) Menyepakati suatu solusi, 4) Pelaksanaan, 5) Evaluasi. 28
Mangkunegara mengemukakan lima strategi dalam menangani dan
menyelesaikan konflik, yaitu: 1) Menghindar (tidak menanggapi atau mencari waktu
yang tepat), 2) Mengakomodasi, 3) Kompetisi, 4) Kompromi atau Negosiasi, 5)
Memecahkan Masalah atau Kolaborasi (duduk Bersama).29

26
Ibid.
27
Ibid. h.89
28
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, ( Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada, 2001) h. 48
29
AA.Anwar Abu mangku Negara, “Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan”
peneribit Rosda Karya Bandung, 2009,

14
Fisher seperti dikutip oleh Rusdiana menggunakan istilah transformasi
untuk penanganan konflik dengan tahapan kerja sebagai berikut: 1)Pencegahan
konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras, 2)Penyelesaian
konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan
damai, 3)Pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari
kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang
terlibat, 4)Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru dan tahan lama di antara kelompok-kelompok yang
berkonflik, 5)Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan
politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negative dari
peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif. 30
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan
dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap
sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan
penyelesaian konflik.
Sementara Pareek mengunakan model perundingan sebagai bentuk
penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik melalui perundingan menurutnya
merupakan gaya pendekatan yang paling dewasa. Perundingan hanya mungkin
dilakukan bila pihak-pihak yang berseberangan membuka diri untuk
berkomunikasi. Menajemen penyelesaian konflik melalui perundingan dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:31 1) Pencairan. (mencairkan
hubungan komunikasi yang seringkali mengalami kebekuan di antara pihak-
pihak yang bertikai), 2) Keterbukaan. (membangun kertebukaan dengan
berbagai cara sehingga masing pihak mau untuk menyampaikan pandangannya
tanpa dihantui oleh kecurigaan serta mendiskusikannya), 3) Belajar empati
(membangun empati terhadap pihak lain), 4) Mencari tema bersama, 5)
Mengambil alternatif (sebagai bentuk kemungkinan penyelesaian), 6)
Menanggapi berbagai alternatif, 7) Mencari Penyelesaian (dari sejumlah
alternative yang sudah didiskusikan oleh kelompok-kelompok kecil dari kedua
belah pihak), 8) Membuka jalan buntu (dengan melibatkan pihak yang

30
Rusdiana, Manajemen Konflik (Bandung: Pustaka Setia, 2015) h. 171
31
Udai Pareek, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Pustaka Binaman Persindo, 1996), h.183-
184

15
dipandang lebih objektif dan berpengalaman), 9) Mengikat diri pada
penyelesaian di dalam kelompok. (setelah dihasilkan penyelesaian oleh sub-sub
kelompok, kelompok-kelompok dapat memperdebatkan dan
mempertimbangkan penyelesaian ini dan mengikatkan diri pada penyelesaian
itu), 10) Mengikat seluruh kelompok. Tahap akhir dari suatu penyelesaian
konflik ialah penerimaan kedua kelompok bersama-sama atas suatu
penyelesaian, dan secara terbuka menyatakan keikatan mereka untuk
melaksanakannya.
Berbagai bentuk pendekatan, model, metode atau cara yang
dikemukakan oleh pada ahli diatas sebetulnya bentuk-bentuk tersebut dapat
diterapkan sebagai bentuk pengelolaan konflik yang terjadi pada lembaga
pendidikan Islam. Dari bentuk-bentuk yang ada, pengelola lembaga pendidikan
Islam bisa memiilih salah satu yang cocok dengan kondisi dan karakteristik
konflik yang dihadapi atau mungkin menggabungkan beberapa bentuk. Yang
penting dipertimbangkan dalam hal ini adalah bagaimana konflik tersebut bisa
dikelola atau dimenej dengan baik dan efektif sehingga berdampak positif bagi
kemajuan lembaga pendidikan, tanpa harus melanggar aturan-aturan yang ada
atau norma yang berlaku. Bentuk penyelesaian yang paling soft biasanya
penyelesaian yang saling ,enguntungkan bagi pihak-pihak yang bertikai.
Dari berbagai bentuk cara yang ditempuh dalam penyelesaian konflik di
lembaga pendidikan Islam, muara penyelesaiannya bisa jadi menguntungkan
salah satu pihak yang terlibat konflik atau sama-sama merugi atau sama-sama
meperoleh keuntungan, dalam artian tuntutan yang mereka ajukan diterima
(diakomodasi) sepenuhnya, sebagian atau tolak sama sekali. Dalam konteks
inilah Asnawir seperti dijelaskan oleh Yulizal Yunus menyebutkan bahwa ada
tiga kunci penangan konflik, yaitu, a) win-win solution, b) wil-fall solution dan
c) fall-fall solution,32 yang oleh Thoha disebut dengan istilah strategi dasar,
yaitu, sama-sama merugi (lose-lose), menang-kalah (win-lose) dan sama-sama
beruntung (win-win).33

32
Yulizal Yunus, Pengembangan Adminstrasi, Manajemen dan Supervisi Pendidikan Islam,
Pen. Graphic Delapan Belas, Padang, 2010, h. 113
33
Thoha, H.M, Kepemimpinan dalam Manajemen, Cet. IX, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, h.109

16
Adri Efferi34 lebih jauh menjelaskan bagaimana penerapan ketiga bentuk
diatas. Pendekatan sama-sama merugi (lose-lose) untuk mengatasi konflik ini
ialah bahwa kedua belah pihak yang sedang berkonflik merugi atau sama-sama
kehilangan. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk: pertama,
kompromi atau mengambil jalan tengah dari persoalan yang diperselisihkan.
Kedua, memberikan perhatian salah satu dari pihak-pihak yang konflik, cara ini
seringkali dilakukan dengan cara merampas atau penyogokan. Ketiga,
mempergunakan pihak ketiga di luar pihak-pihak yang berkonflik. Keempat,
adalah menggunakan peraturan yang ada untuk memecahkan persoalan yang
menjadi konflik tersebut. Cara ini dipakai jika pihak-pihak yang berkonflik mau
berlindung pada peraturan-peraturan birokrasi. Dalam empat cara pendekatan ini
pada hakikatnya kedua belah pihak yang berkonflik sama-sama merugi.
Pendekatan menang kalah (win-lose), strategi ini adalah suatu cara yang
biasa dipergunakan untuk memecahkan konflik di masyarakat Amerika. Dalam
suatu kebudayaan yang bersaing, satu pihak yang sedang dalam situasi konflik
akan berusaha untuk memaksakan kekuatannya untuk menang dan mengalahkan
pihak lain. Persoalan yang amat besar dari strategi menang kalah adalah
seseorang selalu mendapatkan kekalahan. Orang-orang yang menderita kekalahn
ini mungkin saja mereka akan mempelajari sesuatu dari proses menang kalah
tersebut, dan pihak yang kalah mempunyai rasa dendam dan ingin membalaskan
dendamnya. Suatu strategi yang barangkali amat sehat ialah memberikan
kemungkinan kedua belah pihak tersebut untuk menang.
Menang-menang (win-win), strategi pemecahan konflik menang-menang
ini barangkali sesuai dengan keinginan manusia dan organisasi. Energi dan
kreativitas lebih banyak ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah
dibandingkan dengan untuk mengalahkan pihak lain. Kedua belah pihak yang
berkonflik bisa ditemukan dalam satu forum musyawarah dan keduanya
menerima keuntungan yang sama. Allan C. Filley (1976: 177) menyatakan
bahwa strategi keputusan menang-menang ini dihubungkan dengan
pertimbangan-pertimbangan yang lebih baik, pengalaman-pengalaman organisasi

34
Adri Efferi, Manajemen Konflik Lembaga Pendidikan, (Quality Journal of Empirical
Research in Islamic Education, IAIN Kudus, Vol 1, No.1, 2013), h.40-41, diakses di
https://journal.iainkudus.ac.id/, diunduh tanggal 2 Desember 2020.

17
yang menguntungkan, dan lebih banyak menawarkan cara musyawarah yang
menyenangkan.
Contoh yang mengesankan dari strategi menang-menang ini pernah
dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw, sebelum beliau diangkat oleh Allah swt
menjadi Rasul. Ketika itu kepala-kepala suku Quraisy berselisih tentang siapa
yang paling patut memindahkan batu hitam (hajar aswad) ketempatnya semula.
Dalam sejarahnya peristiwa ini diawali dengan terjadinya hujan besar di kota
Mekkah dan berakibat banjir besar sampai-sampai hajar aswad terlepas dari
tempat asalnya (Ka'bah). Cara yang dilakukan beliau adalah dengan
membentangkan sorbannya, kemudian semua kepala suku diminta untuk
memegang ujung kain sorban tersebut. Setelah itu secara bersama-sama sorban
yang telah berisi hajar aswad tersebut diangkat untuk mengembalikan hajar aswad
tersebut. Meskipun yang terakhir meletakkan hajar aswad pada tempatnya
semula adalah Nabi Muhammad, tapi para kepala suku tidak jadi bertengkar
karena masing-masing pihak merasa punya andil.

4. Konflik ditinjau dari Perspektif Islam


Bagaimana konflik dalam perspektif Islam sesungguhnya dapat dilihat
dari cara bagaimana al-Qur’an mempersepsikan dan memposisikan konflik
tersebut. Dalam hal ini, paling tidak dapat dilihat dari tiga sudut pandang,
pertama, dari sudut sejarah, kedua dari sudut asal kejadian manusia (fithrah) dan
ketiga dari sudut dari sudut menajemen pengelolaannya.
Dari sudut sejarah, misalnya, konflik telah memiliki sejarah yang
panjang, sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Di dalam al-Qur’an
digambarkan bahwa konflik pertama kali terjadi ketika Adam dikokohkan
menjadi khalifah di permukaan bumi. Sebagai bentuk penghormatan terhadap
Adam, Allah SWT memerintahkan para Malaikat untuk sujud kepadanya. Para
malaikatpun sujud kecuali Iblis yang kemudian dikenal syeitan karena merasa
dirinya lebih mulia dari Adam. Iblis mengklaim, ia diciptakan dari api,
sementara Adam diciptakan dari tanah. Hal ini seperti yang tergambar dalam al-
Baqarah ayat 34 dan Shad, ayat 77 sebagai berikut:

18
ٰۤ
َ‫ْس اَ ٰبى َوا ْستَ ْكبَ َر َو َكانَ ِمن‬ َ َ‫َواِ ْذ قُ ْلنَا ِل ْل َم ٰل ِٕى َك ِة ا ْس ُجد ُْوا ِ ِٰلدَ َم ف‬
ََۗ ‫س َجد ُْْٓوا ا اِِلْٓ اِ ْب ِلي‬
َ‫ْال ٰك ِف ِريْن‬
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah
kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak
dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.

Dan surat Shat ayat 77, sebagai berikut:

‫ْس َما َمنَ َع َك اَ ْن تَ ْس ُجدَ ِل َما َخلَ ْقتُ ِب َيدَ ا‬


َ ‫ي َۗ اَ ْست َ ْك َب ْر‬
َ ‫ت اَ ْم ُك ْن‬
َ‫ت مِن‬ ُ ‫قَا َل ٰ ْٓي ِا ْب ِلي‬
‫ار او َخلَ ْقتَه ِم ْن ِطي ٍْن‬ ٍ ‫ قَا َل اَن َ۠ا َخي ٌْر ِِّم ْنهُ َخلَ ْقتَنِ ْي ِم ْن نا‬، َ‫ْالعَا ِليْن‬
Artinya: (Allah) berfirman, “Wahai Iblis, mengapa engkau enggan sujud kepada
makhluk (yang bernama Adam) yang telah Aku ciptakan dengan
kekuasaan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu
(merasa) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?” (Iblis) berkata,
“Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”

Atas dasar kesombongan ini Iblis diusir dari Surga. Kemudian, Iblis bermohon
kepada Allah agar dipanjangkan umur sampai hari kiamat, seraya bertekat akan
menyesatkan semua anak cucu Adam.

‫ ا ِٰلى َي ْو ِم‬، َ‫ظ ِريْن‬


َ ‫ قَا َل فَ ِا ان َك ِمنَ ْال ُم ْن‬، َ‫َقا َل َربِّ ِ َفا َ ْن ِظ ْر ِن ْْٓي ا ِٰلى َي ْو ِم يُ ْب َعث ُ ْون‬
َ‫ قَا َل فَبِ ِع ازتِ َك َِلُ ْغ ِويَنا ُه ْم اَجْ َم ِعيْن‬،‫ت ْال َم ْعلُ ْو ِم‬ ِ ‫ْال َو ْق‬
Artinya: (Iblis) berkata, “Ya Tuhanku, tangguhkanlah aku sampai pada hari
mereka dibangkitkan.” (Allah) berfirman, “Maka sesungguhnya kamu
termasuk golongan yang diberi penangguhan, sampai pada hari yang
telah ditentukan waktunya (hari Kiamat).” (Iblis) menjawab, “Demi
kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”.
Sejak itu terjadilah perseteruan Iblis (syeitan) dengan Adam dan mencapai
puncaknya ketika Adam dan isterinya terbujuk-rayu oleh godaan syeitan untuk
memakan buah khuldi, yang mengakibatkan keduanya terlempar ke dunia.
Konflik syeitan-manusia ini terus berlanjut sampai hari kiamat sebagaimana
yang dijustifikasi oleh al-Qur’an.
Konflik berikutnya terjadi antara dua orang anak Adam AS, yang
bernama Qabil dan Habil, ketika diputuskan keduanya untuk melakukan kawin
silang. Qabil diputuskan untuk mengawini kembaran Habil, sedangkan Habil
diputuskan untuk mengawini kembaran Qabil. Keputusan ini tidak diterima oleh
Qabil yang menginginkan kawin dengan kembaran sendiri. Akhirnya, Allah
SWT memerintahkan kepada masing-masing untuk melakukan qurban. Ternyata

19
qurban Habil diterima oleh Allah karena didasarkan nilai-nilai ketaqwaan,
sementara qurban Qabil ditolak. Hal ini sekaligus sebagai pertanda bahwa Habil
berhak mengawini kembaran Qabil seperti ketetapan awal. Atas keputusan ini
kemudian Qabil mengamcam akan membunuh Habil “‫”ألقتلنِّك‬.35 Inilah tragedi
kemunusiaan pertama dalam sejarah sebagai puncak konflik yang terjadi antara
dua bersaudara.
Dari sudut kejadian (fithrah), manusia kelihatannya telah memiliki
potensi baik dan buruk di dalam dirinya sejak dilahirkan. Hal ini seperti yang
tegaskan di dalam surat al-Syams ayat 7-8:

‫ فَا َ ْل َه َم َها فُ ُج ْو َرهَا َوتَ ْق ٰوى َها‬،‫س ّٰوى َها‬


َ ‫َونَ ْف ٍس او َما‬
Artinya: demi jiwa serta Zat yang menyempurnakan (ciptaan)nya, lalu Dia
mengilhamkan kepadanya (potensi) jahat dan (potensi) takwaa,
Ibnu Abbas seperti yang dikutip Ibnu Katsir menjelaskan maksud ‫فَا َ ْل َه َم َها فُ ُج ْو َرهَا‬
‫ َوت َ ْق ٰوى َها‬dengan pengertian “‫( ”بين لها الشر و الخير‬Allah menjelaskan kepadanya
kejahatan dan kebaikan). Menurut Said bin Khabir, maksud ayat tersebut adalah
‫“ ألهمها الشر والخير‬memberikan kepadanya (potensi) jahat dan baik”. Sementara
Ibnu Zaid menjelaskan, maksud ayat tersebut adalah ‫“ جعل فيها فجورها وتقواها‬Allah
telah menciptakan di dalam jiwa itu (potensi) jahat dan taqwa”.36
Potensi baik dan buruk di dalam diri manusia tersebut akan memberikan
implikasi munculnya pilihan-pilihan baik dan buruk di dalam diri, yang
berlanjut kepada pilihan-pilihan antara melakukan atau tidak melakukannya,
yang kemudian berpotensi kepada terjadinya konflik intrapersonal. Bila
pilihan-pilihan tersebut merambat ke dalam konteks kehidupan sosial, maka
inilah yang akan berpotensi melahirkan konflik interpersonal.
Dari sudut menajemen, al-Qur’an memberikan bimbingan dan
pedoman bagaimana mengelola konlfik. Pengelolaan konflik di dalam Islam

ِ ِّ ِّۘ ‫علَيْ ِه ْم نَبَا َ ا ْبنَ ْي ٰاد ََم بِ ْال َح‬


Al-Qur’an, sura al-Maidah ayat 27 : ‫ق اِذْ قَ اربَا قُرْ بَانًا فَتُقُبِِّ َل مِ ْن اَ َح ِد ِه َما َولَ ْم يُتَقَبا ْل‬ َ ‫َواتْ ُل‬
35

َ‫ّٰللاُ مِ نَ ْال ُمتا ِقيْن‬


ّٰ ُ
‫ل‬ ‫ب‬
‫ا‬ َ ‫ق‬َ ‫ت‬‫ي‬ ‫ا‬
َ َ ‫م‬‫ا‬ ‫ن‬ِ ‫ا‬ ‫ل‬
َ ‫ا‬ َ ‫ق‬ َۗ َ‫ك‬‫ا‬ ‫ن‬َ ‫ل‬ُ ‫ت‬‫ق‬ْ َ َ
‫ِل‬ ‫ل‬
َ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫َر‬
ِ َۗ ‫خ‬ ٰ
‫اِل‬ْ َ‫ن‬ ِ‫م‬ (Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya
kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan
kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang
lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia
(Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”)
Ibnu Katsir, Imad al-Din Abi al-Fida’ Ismail, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz 3, Syirkat
36

al-Nur Asia, tt., tp.

20
dimulai dalam bentuk langkah-langkah preventif, berupa tindakan yang harus
dilakukan secara kontinu sebelum meluasnya konflik dalam bentuk terbuka.
Yulizal Yunus menyebutkan enam tindakan yang dapat dilakukan untuk itu,
yaitu, a). menolak kejahatan dengan kebaikan, b) mengendalikan marah, c)
memaafkan orang yang selalu menzalimi, d) menyambung silaturrahmi dengan
orang yang suka memutuskannya, e) suka memberi orang yang sungkan
memberi (bakhil) dan f) mencegah distorsi dan spekulasi informasi. 37
Selain bentuk tindakan di atas, ada sejumlah tindakan lain yang sangat
mendasar menurut hemat penulis untuk mengeleminir terjadinya konflik
terbuka di dalam sebuah lembaga. Antara lain adalah bekerja ikhlas, saling-
mempercayai, ber-husnu al-zhan, sikap asih, asah dan asuh
Seandainya konflik terbuka telah terjadi maka langkah-langkah yang
dapat ditempuh adalah klarifikasi, perdamaian (ishlah) dan bahkan mediasi
sepeti yang tergambar pada sejumlah ayat beikurt ini:

ِ ُ ‫ٰيْٓاَيُّ َها الا ِذيْنَ ٰا َمنُ ْْٓوا ا ِْن َج ٰۤا َء ُك ْم فَا ِس ٌق ِبنَ َب ٍا فَتَ َبيانُ ْْٓوا اَ ْن ت‬
‫ص ْيبُ ْوا قَ ْو ًما ِب َج َها َل ٍة‬
)6 :‫ص ِب ُح ْوا َع ٰلى َما فَ َع ْلت ُ ْم ٰند ِِميْنَ (الحجرات‬ ْ ُ ‫فَت‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang
kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar
kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.

‫َت اِحْ ٰدى ُه َما‬ ْ ‫ص ِل ُح ْوا بَ ْينَ ُه َم ۚا فَا ِْن َبغ‬ ْ َ ‫ط ٰۤا ِٕىفَ ٰت ِن ِمنَ ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ ا ْقتَتَلُ ْوا فَا‬
َ ‫َوا ِْن‬
‫ت‬ ّٰ ‫َعلَى ْاِل ُ ْخ ٰرى فَقَاتِلُوا الاتِ ْي تَ ْب ِغ ْي َحتّٰى تَ ِف ٰۤ ْي َء ا ِٰلْٓى اَ ْم ِر‬
ْ ‫ّٰللاِ فَا ِْن فَ ٰۤا َء‬
:‫ِطيْنَ (الحجرات‬ ِ ‫ّٰللاَ يُ ِحبُّ ْال ُم ْقس‬ ُ ‫ص ِل ُح ْوا بَ ْينَ ُه َما بِ ْالعَ ْد ِل َواَ ْق ِس‬
ّٰ ‫ط ْوا َۗا اِن‬ ْ َ ‫فَا‬
)9
Artinya: Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat
zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan)
yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada
perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan
berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil
.

37
Yulizal Yunur, op.cit., h.118

21
َ‫ّٰللاَ لَ َعلا ُك ْم ت ُ ْر َح ُم ْون‬ ْ َ ‫اِنا َما ْال ُمؤْ ِمنُ ْونَ ا ِْخ َوة ٌ فَا‬
ّٰ ‫ص ِل ُح ْوا بَيْنَ اَخ ََو ْي ُك ْم َواتاقُوا‬
)10 :‫ࣖ (الحجرات‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.

‫َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ِشقَاقَ بَ ْينِ ِه َما فَا ْب َعث ُ ْوا َح َك ًما ِِّم ْن اَ ْه ِلهٖ َو َح َك ًما ِِّم ْن اَ ْه ِل َها ۚ ا ِْن‬
)35 :‫ّٰللاَ َكانَ َع ِل ْي ًما َخ ِبي ًْرا (النساء‬ ّٰ ‫ّٰللاُ بَ ْينَ ُه َما َۗ ا اِن‬
ّٰ ‫ق‬ِ ِّ‫ص ََل ًحا ي َُّو ِف‬
ْ ِ‫ي ُِّر ْيدَآ ا‬
Artinya: Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru
damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu)
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Mahateliti, Maha Mengenal.

Meskipun surat al-Nisa’ ayat 35 diatas secara konteks menjelaskan


tentang bentuk penyelesaian konflik yang terjadi di dalam rumah tangga, namun,
cara penyelesaian tersebut agaknya bisa juga digunakan untuk penyelesaian
berbagai bentuk konflik lainnya yang terjadi di lembaga pendidikan Islam.

C. KESIMPULAN
Konflik merupakan suatu keniscayaan di embaga pendidikan Islam. Konflik
bisa tejadi dalam bentu intrapersonal, interpersonal, antar individu dan kelompok,
antar kelompok yang ada dalam satu lembaga. Penyebab lahirnya konflik pada
lembaga pendidikaan Islam bisa bermacam-macam, antara lain karena
keterbatasan sumber daya, terutama sumber daya finansial, perbedaan pandangan
dan atau tujuan, hubungan kerja, nilai, kecemburuan dan atrau ego sectoral,
ketidak adilan, kepemimpinan yang tidak efektif, perbedaan ‘bendera’ dan sakita
hati.
Pengeloalaan atau pnanganan konflik di lembaga pendidikan Islam dapat
dilakukan dengan berbagai cara atau metode sesuai dengan situasi dan kondisi
dimana konflik tersebut terjadi.
Dalam perspektif Islam, konflik dipandang sebagai sesuatu yang bersifat
fithrah, memiliki sejarah yang panjang dalam peradaban manusia. Pengelolaan
konflik di dalam Islam lebih diarahkan kepada tindakan yang bersifat prefentif

22
yang dilakukan sebelum terjadinya konflik terbuka. Jika konflik sudah bersifat
terbuka dan serius, maka penangannya bisa dalam Islam bentuk klarifikasi,
perdamaian dan mediasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. Abu mangku Negara, “Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan”
peneribit Rosda Karya Bandung, 2009,
AS, Munandar, Manajemen Konflik dalam Organisasi, Pengendalian Konflik
dalam Organisasi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, 2004
Baharuddin, Konstelasi Konflik Dalam Lembaga Pendidikan: Sebuah Telaah
Kritis, (Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang,
2013), diakses di www.ejournal.uin-malang.ac.id diunduh tanggal
19 November 2020
Clinton F. Fink, Some Conceptual Difficulties in The Theory of Social Conflict,
Jurnal of Conflict Resolution. (1968)
Durbin, Andrew J., Personal and Human Resource Management, New York: D.
and Nosttrand Company, 1981.
Efferi, Adri, Manajemen Konflik Lembaga Pendidikan, (Quality Journal of
Empirical Research in Islamic Education, IAIN Kudus, Vol 1, No.1,
2013), diakses di https://journal.iainkudus.ac.id/, diunduh tanggal 2
Desember 2020.
Gibson, James dkk. Organizations; Behavior, Structures, Processes, ( Boston:
McGrawhill, 2004)
Handoko, T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2001)
Hendrick, William, (1992). How to Manage Conflict, Alih bahasa Arif Santoso.
2001, Bagaimana Mengelola Konflik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001)
H.M, Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen, Cet. IX, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003.
Katsir, Ibnu, Imad al-Din Abi al-Fida’ Ismail, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz 3,
Syirkat al-Nur Asia, tt., tp.
Luthans, F., Organizational Behavior, Alih Bahasa: Vivin Andika Y, dkk,
(Yogyakarta: Andi, 2006)
Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan
MBS dan KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) Cet Ke-5.
Owens, R.G., Organizational Behavior in Education, (Boston: Allyn and Bacon,
1995)
Pareek, Udai, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Pustaka Binaman Persindo, 1996)
Peg Pickering, How to Manage Conflict, (Kiat Menangani Konflik), terj. Masri
Maris, (Jakarta: Esensi Erlangga, 2006)
Robbins, S.P., Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, terjemahan, Arcan,
Bandung, 1994
Robbins, P.S. dan Judge, AT., Perilaku Organisasi, PT. Indeks, th. 2008, Jakarta
Rusdiana, Manajemen Konflik (Bandung: Pustaka Setia, 2015)

23
S, Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
CV. Rajawali, Jakarta, 1990.
Soetopo, Hendyat, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010)
Terry, George R, and W. Rue Lieslie, Programed Learing Aid for Supervision:
Learning System Company. tt. (1975)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Cet. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 1994
Usman, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Pascasarjana UNY, 2004)
Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004)
Wayne, R. dan Faules Don. F, Komunikasi Organisasi. Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, (Bandung : Remaja Rosdakarya 2006)
Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), (Bandung:
Mandar Maju, 1994)
Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian, (Jakarta:
Salemba Empat, 2010)
Yunus, Yulizal, Pengembangan Adminstrasi, Manajemen dan Supervisi
Pendidikan Islam, Pen. Graphic Delapan Belas, Padang, 2010.

24

Anda mungkin juga menyukai