TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2. Faktor fetal
a. Kehamilan multiple
b. Hydrops fetalis
c. Kelainan kongenital, misalnya hidrosefalus kongenital atau anensefali
d. Kelainan genetik atau kelainan kromosom
e. Perkembangan janin terhambat (Intra Uterine Growth Restriction / IUGR)
3. Faktor plasenta
a. Solusio plasenta
b. Ketuban pecah dini
c. Plasenta previa
d. Perdarahan fetomaternal
e. Insufisiensi plasental
2.1.3 Diagnosis IUFD
Diagnosis pasti dari intra uterine fetal death (IUFD) sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi untuk menilai ada tidaknya
denyut jantung janin. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan untuk
mencari faktor risiko dan perkiraan penyebab kematian janin. Etiologi pasti
kematian janin sebaiknya dievaluasi berdasarkan pemeriksaan penunjang dan
otopsi janin. Walau demikian, hampir separuh penyebab kematian janin di dalam
rahim tidak diketahui atau bersifat nonspesifik. Pemeriksaan USG real-time dapat
memberikan visualisasi denyut jantung janin. Selain tidak adanya denyut jantung
janin, penampakan yang dapat terlihat dari pemeriksaan USG di antaranya adalah
kolapsnya tulang tengkorak janin, hydrops fetalis atau maserasi, dan terdapat gas
di antara organ fetus.9
2.1.4 Tatalaksana IUFD
Penatalaksanaan untuk intra uterine fetal death (IUFD) tidak hanya
terbatas pada pengeluaran janin, tetapi juga harus disertai penanganan psikologis
ibu dan evaluasi penyebab kematian janin. Evaluasi penyebab kematian ini
penting untuk membantu manajemen perencanaan kehamilan di masa depan.9
6
1. Terminasi kehamilan
Setelah diagnosis kematian janin di dalam rahim ditegakkan, maka terminasi
kehamilan sebaiknya segera dilakukan. Walau demikian, terminasi juga harus
mempertimbangkan kondisi mental ibu. Terminasi kehamilan dapat dilakukan
dengan induksi (misoprostol/ oksitosin) maupun operasi SC. 10,11,12 Persalinan
per vaginam umumnya dapat terjadi dalam waktu 24 jam setelah induksi pada
sekitar 90% ibu dengan kematian janin di dalam rahim. Persalinan per
vaginam memiliki kelebihan pemulihan yang lebih cepat.13
2. Penentuan penyebab kematian janin
Penentuan penyebab sangat penting karena dapat mempengaruhi program
kehamilan di masa depan. Tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui
penyebab kematian janin di antaranya adalah tes kariotipe untuk mendeteksi
adanya kelainan kromosom yang berpotensi terjadi berulang pada
kehamilan berikutnya. Selain itu, dapat juga dilakukan evaluasi plasenta dan
tes laboratorium, misalnya HbA1c dan gula darah puasa untuk mendeteksi
diabetes, tes sindrom antifosfolipid, dan tes Kleihauer untuk menilai ada
tidaknya anti-Rh-D gammaglobulin yang menyebabkan perdarahan
fetomaternal.9
3. Penangan psikologis orang tua
Orang tua yang kehilangan janinnya akan berisiko mengalami gangguan
psikologis seperti depresi atau mengalami post-traumatic stress disorder
(PTSD). Konseling dengan psikolog harus ditawarkan kepada orang tua
maupun pada keluarga lain seperti kakek dan nenek. Selain itu, orang tua
dapat ditawarkan untuk bergabung dengan komunitas yang memiliki
pengalaman sama.9
Supresi laktasi merupakan faktor penting terhadap psikologi ibu yang
mengalami IUFD. Pemberian agonis dopamin seperti bromokriptin dan
cabergolin dapat bermanfaat untuk menekan laktasi tetapi obat golongan ini
tidak disarankan pada ibu yang mengalami hipertensi atau preeklampsia.
Ibu dengan riwayat IUFD juga memiliki peningkatan risiko depresi. Depresi
pada trimester ketiga kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya
7
depresi selama 1 tahun berikutnya, terutama pada wanita yang hamil kurang
dari 1 tahun dari kejadian IUFD.9
Kesedihan ibu yang tidak terselesaikan pada kehamilan sebelumnya dapat
mempengaruhi kesiapan mental ibu terhadap bayi berikutnya. Oleh karena
itu, tenaga kesehatan harus peka terhadap perubahan kondisi psikologis ibu
selama hamil dan mewaspadai risiko depresi, baik depresi dalam kehamilan
maupun depresi post partum pada ibu yang mengalami riwayat IUFD
sebelumnya.14
2.1.5 Prognosis dan komplikasi IUFD
Prognosis ibu dengan IUFD ditentukan dari etiologi spesifiknya.
Penanganan etiologi IUFD akan menurunkan risiko rekurensi IUFD pada
kehamilan berikutnya. Sebaliknya, risiko rekurensi akan meningkat pada IUFD
yang tidak diketahui penyebabnya.9
Komplikasi IUFD dapat terjadi disseminated intravascular coagulation
(DIC) dan meningkatkan risiko preeklampsi pada kehamilan berikutnya. Ketika
janin mati masih berada di dalam rahim dalam waktu 3–4 minggu maka
fibrinogen dapat turun sehingga menyebabkan koagulopati yang dapat
menyebabkan DIC terutama pada usia yang lebih tua, obesitas, infeksi maternal
atau terdapat penyakit maternal lainnya.9
2.2 Antenatal Care (ANC)
2.2.1 Pengertian ANC
Pelayanan ANC dapat didefinisikan sebagai pelayanan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan profesional kepada setiap wanita hamil yang bertujuan
untuk memastikan agar kondisi ibu dan janin sehat selama kehamilan. Pelayanan
antenatal ini terdiri dari : identifikasi risiko, pencegahan dan penatalaksanaan
kehamilan yang disertai dengan penyakit; dan pendidikan dan promosi
kesehatan.15 Pemeriksaan ANC merupakan pemeriksaan kehamilan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada ibu hamil secara optimal,
hingga mampu menghadapi masa persalinan, nifas, menghadapi persiapan
pemberian ASI secara eksklusif, serta kembalinya kesehatan alat reproduksi
dengan wajar.16
8
Selain itu juga oleh pembesaran payudara, kenaikan volume darah, lemak, protein
dan retensi air. Kenaikan berat badan ibu hamil yang berlebihan ditemukan pada
keadaan pre-eklampsia atau eklampsia. Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa
dijadikan bahan pertimbangan untuk penambahan berat badan selama hamil19 :
a. Jika sebelum hamil berat badan ibu hamil sudah normal,
maka kenaikan berat badan yang dianjurkan sebaiknya 9-12 kg.
Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg.
b. Jika berat badan sebelum hamil berlebih sebaiknya penambahan
berat badan yang dianjurkan cukup 6-9 kg. Pada trimester ke-2 dan
ke-3 pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat
badan per minggu sebesar 0,3 kg.
c. Jika berat badan sebelum hamil kurang, sebaiknya penambahan
berat badan 12-15 kg. Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada
perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat badan
per minggu sebesar 0,5 kg.
Tabel 2.1 Penambahan Berat Badan yang Dianjurkan pada Kehamilan19
Profil Pertambahan Berat Badan
Berat badan normal (BMI: 18,5-24,9) 11,5 –16,0 kg
Berat badan rendah (BMI: <18,5) 12,5 -18,0 kg
Berusia dibawah 19 tahun 12,5 –18,0 kg
Kelebihan berat badan 7,0 –11,5 kg
(BMI : 25 -29,9)
Obese (BMI: 30 –39,9) 6,8 kg
Hamil bayi kembar 16,0 –20,5 kg
darah ketika jantung dalam keadaan istirahat, yaitu ketika darah dari
pembuluh darah kembali mengisi ruang jantung.
j. Mencatat hasilnya pada lembar observasi
Hipertensi ditegakkan jika sekurang-kurangnya TD 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita
dengan hipertensi kronik harus dilakukan pada kedua tangan, dengan
menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi.21
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas /LiLA)
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga
kesehatan di trimester I untuk skrining ibu hamil berisiko KEK. Kurang energi
kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah
berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu
hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).17
Berikut langkah-langkah dalam pemeriksaan LiLA20:
a. Persiapan
Pastikan pita LiLA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek.
Jika lengan pasien >33cm, gunakan meteran kain. Sebelum
pengukuran, dengan sopan minta izin kepada pasien bahwa petugas
akan menyingsingkan baju lengan yang kurang dominan pasien
sampai pangkal bahu. Bila pasien keberatan, minta izin pengukuran
dilakukan di dalam ruanganyang tertutup. Pasien diminta berdiri
dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang apapun serta otot lengan
tidak tegang. Baju pada lengan yang kurang dominan disingsingkan ke
atas sampai pangkal bahu terlihat atau lengan bagian atas tidak
tertutup.
b. Pengukuran
1. Tentukan posisi pangkal bahu.
2. Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak
tangan ke arah perut.
14
3. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan
menggunakan pita LiLA atau meteran, dan beri tanda dengan
pulpen/ spidol (sebelumnya dengan sopan minta izin kepada
pasien).
4. Bila menggunakan pita LiLA perhatikan titik nolnya.
5. Lingkarkan pita LiLA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan
pasien sesuaitanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku).
6. Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA.
7. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.
8. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LiLA
(kearah angka yang lebih besar).
4. Ukur tinggi fundus uteri (TFU)
Pengukuran TFU pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika
tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan
pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah
kehamilan 24 minggu.17 Berikut langkah-langkah pengukuran TFU19 :
a. Mempersilahkan ibu untuk mengosongkan kandung kencing.
b. Mengatur posisi ibu berbaring di tempat tidur dengan bantal agak
ditinggikan, bantal sampai di bahu atas.
c. Mengatur selimut (selimut menutupi daerah genetalia dan kaki)
d. Mempersilahkan dan membantu ibu untuk membebaskan daerah perut
dari baju (membuka baju atau baju dikeataskan).
e. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan ibu menghadap perut ibu.
f. Mengatur kaki ibu sedikit ditekuk (300 – 450).
g. Mengupayakan suhu tangan pemeriksa sesuai dengan suhu kulit ibu
(misalnya dengan menggosok secara ringan kedua tangan agar hangat
dan sesuai suhu ibu)
h. Mengetengahkan rahim dengan kedua tangan.
i. Melakukan fiksasi dengan cara menahan fundus uteri dengan tangan
kiri.
15
dari 160 kali/menit menunjukkan adanya gawat janin.17 Sumber lain mengatakan
DJJ normal 110-160 x/i. Berikut langkah-langkah pengukuran DJJ19,22 :
a. Mempersilahkan ibu untuk mengosongkan kandung kencing.
b. Mengatur posisi ibu berbaring di tempat tidur dengan bantal agak
ditinggikan, bantal sampai di bahu atas.
c. Mengatur selimut (selimut menutupi daerah genetalia dan kaki)
d. Mempersilahkan dan membantu ibu untuk membebaskan daerah
perut dari baju (membuka baju atau baju dikeataskan).
e. Mempersilahkan pasien untuk meluruskan kakinya.
f. Menentukan punctum maksimum yaitu lokasi pada area punggung
janin bagian atas.
g. Mengolesi permukaan doppler dengan jelly secukupnya.
h. Menghidupkan tombol power doppler.
i. Menempelkan permukaan doppler pada permukaan punctum
maksimum DJJ.
j. Memastikan DJJ pada punctum maksimum denyut jantung janin
k. Menilai irama DJJ.
l. Membaca frekuensi DJJ pada monitor doppler. Jika doppler yang
digunakan tidak ada monitornya frekuensi DJJ dihitung dalam 60
detik.
m. Mengangkat permukaan doppler dan mematikan tombol power
doppler.
n. Membersihkan permukaan doppler dan meletakkan doppler pada
tempatnya.
o. Membersihkan bekas jeli pada perut ibu.
p. Mencatat hasil pemeriksaan.
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi
Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan untuk mencegah terjadinya tetanus
neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama,
ibu hamil diskrining status imunisasi T-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu
hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini. Ibu hamil minimal memiliki
18
g. Pemeriksaan HIV
Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua
ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya
saat pemeriksaan ANC atau menjelang persalinan. Di daerah epidemi
HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan
pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara inklusif pada pemeriksaan
laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang
persalinan Teknik penawaran ini disebut Provider Initiated Testing and
Councelling (PITC) atau Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan
Kesehatan dan Konseling (TIPK).
h. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita
tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi tuberkulosis tidak
mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut diatas,
apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di
fasilitas rujukan.
9. Tatalaksana/ penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan ANC di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani
sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak
dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.17
22
j. Imunisasi
Setiap ibu hamil harus mempunyai status imunisasi (T) yang masih
memberikan perlindungan untuk mencegah ibu dan bayi mengalami
tetanus neonatorum. Setiap ibu hamil minimal mempunyai status
imunisasi T2 agar terlindungi terhadap infeksi tetanus.
k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (brain booster)
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu
hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan
nutrisi pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode
kehamilan. Materi KIE brain booster yaitu : berkomunikasi dengan
janin, musik untuk menstimulasi janin, dan nutrisi gizi seimbang bagi
ibu hamil.
l. Kelas ibu hamil
Isi pesan dalam materi KIE kelas ibu hamil yaitu : setiap ibu hamil
menggunakan buku KIA, bertukar pengalaman diantara ibu hamil
lainnya, dan senam hamil.
m. Informasi kekerasan terhadap perempuan
Isi pesan dalam materi KIE informasi kekerasan terhadap perempuan
yaitu : pengertian kekerasan terhadap perempuan, bentuk-bentuk
kekerasan terhadap perempuan, akibat kekerasan terhadap perempuan,
pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan.
2.2.4 Pedoman klinis pelayanan ANC
Pedoman klinis yang harus diperhatikan dari pelayanan ANC terdiri dari
39 rekomendasi yang terbagi menjadi 5 jenis intervensi sesuai pedoman konsultasi
WHO meliputi intervensi nutrisi selama kehamilan, penilaian kondisi ibu dan
janin, pencegahan penyakit dalam kehamilan, intervensi gejala fisiologis umum,
intervensi sistem kesehatan untuk meningkatkan pemanfaatan dan kualitas dari
ANC. Berikut rekomendasi WHO tahun 2016.28
2.2.4.1 Intervensi nutrisi
1. Intervensi diet
a. Konseling tentang makan sehat dan aktivitas fisik
28
4. Suplementasi vitamin A
Suplementasi vitamin A hanya dianjurkan untuk wanita hamil di daerah
dimana kekurangan vitamin A merupakan masalah utama kesehatan masyarakat,
untuk mencegah rabun senja. Kekurangan vitamin A menjadi masalah utama
kesehatan masyarakat jika 5% atau lebih wanita dalam suatu populasi memiliki
riwayat rabun senja pada kehamilan terakhir mereka dalam 3-5 tahun sebelumnya
yang berakhir dengan kelahiran hidup, atau jika 20% atau lebih wanita hamil
memiliki kadar retinol serum di bawah 0,70 μmol / L. Dosis vitamin A yang
disarankan 10.000 IU per hari, atau mingguan hingga 25.000 IU.
5. Suplementasi zink
Suplementasi Zink selama kehamilan hanya direkomendasikan pada
wacana penelitian.
6. Suplementasi berbagai mikronutrisi
Suplementasi berbagai mikronutrisi tidak direkomendasikan bagi wanita
hamil untuk meningkatkan luaran ibu dan perinatal.
7. Suplementasi vitamin B6 (pyridoxine)
Suplementasi vitamin B6 (pyridoxine) tidak direkomendasikan bagi
wanita hamil untuk meningkatkan luaran ibu dan perinatal.
8. Suplementasi vitamin E dan C
Suplementasi vitamin E dan C tidak direkomendasikan bagi wanita hamil
untuk meningkatkan luaran ibu dan perinatal.
9. Suplementasi vitamin D
Suplementasi vitamin D tidak direkomendasikan bagi wanita hamil untuk
meningkatkan luaran ibu dan perinatal.
10. Pembatasan asupan kafein:
Wanita hamil dengan asupan kafein harian yang tinggi (lebih dari 300 mg
per hari), menurunkan asupan kafein harian selama kehamilan direkomendasikan
untuk mengurangi risiko terjadinya keguguran dan bayi berat lahir rendah.
2.2.4.2 Penilaian kondisi ibu dan janin
1. Penilaian kondisi ibu
a. Anemia
31