Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan penyakit yang umum yang

menyerang sistem reproduksi pada pria dewasa karena penyakit ini

dipengaruhi oleh faktor umur seseorang. Menurut Lewis (2005) Benigna

Prostat Hiperplasia (BPH) terjadi sekitar 50% pada pria umur 50 tahunke atas

dan sekitar 90% pria pada usia 80 tahun ke atas. Kurang lebih 25%

membutuhkan terapi ketika mencapai umur 80 ke atas.

Menurut WHO (2004) penderita Benigna Prostat Hiperplasia diseluruh

dunia mencapai 2.466.000 jiwa, sedangkan untuk benua asia mencapai

764.000 jiwa. Sedangkan menurut badan pusat statistik Indonesia penderita

benigna prostat hiperplasia mencapai dan berdasarkan hasil rekam medik

rumah sakit pandanarang boyolali pada tahun 2012 adalah sebanyak 90 kasus

dan awal tahun 2012 sampai april 2013 tecatat 131 kasus. Melihat jumlah

penderita Benigna prostat hiperplasia cukup banyak dan penatalaksanaannya

juga bervariasi maka penulis tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang

Benigna Prostat Hiperplasia.

BPH merupakan kelainan pembesaran kelenjar yaitu hiperplasia yang

mendesak jaringan asli keporifer. Pada pasien BPH usia lanjut sangat

memerlukan tindakan yang tepat untuk mengantisipasinya. Sebagai salah satu

tindakan yang akan dilakukan adalah dengan operasi prostat atau

prostatektomi untuk mengangkat pembesaran prostat. Dari pengangkatan

1
prostat, pasien harus dirawat inap sampai keadaannya membaik, guna

mencegah komplikasi lebih lanjut. (Suwandi, 2007)

Menurut Silva (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan

yang normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan

tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi

pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan adalah pembentukan

batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga

terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut

diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang

akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

Di Dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,

kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan

setelah meningkatnya usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat

menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa 1 2

sehingga 90%. Sedangkan hasil penelitian Di Amerika 20% penderita BPH

terjadi pada usia 41-50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90%

terjadi pada usia 80 tahun (Johan, 2005).

1.2 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup pembahasan dalam karya Tulis Ilmiah ini adalah

terbatas hanya satu orang saja dengan melakukan asuhan keperawatan pada

pasien Benigna Prostat Hiyperplasia di ruang rawat inap bedah kelas III DI

RSUD Kota Subulussalam selama tiga hari yaitu, dari tanggal 21 Juli sampai

23 Juli 2020.

2
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan adalah mengetahui gambaran pengelolaan Asuhan

Keperawatan pada Tn.A dengan penyakit Benigna Prostat Hiyperplasia di

Ruang Bedah Kelas III, RSUD Kota Subulussalam.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :

1. Dapat melaksanakan pengkajian dan menganalisa data dasar pada Tn.A

dengan penyakit Benigna Prostat Hiyperplasia (BPH)

2. Dapat menganalisa data menginterpretasi data untuk menegakan

diagnosa keperawatan pada Tn.A dengan penyakit Benigna Prostat

Hiyperplasia (BPH)

3. Dapat merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan

penyakit Benigna Prostat Hiyperplasia (BPH)

4. Dapat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan

penyakit Benigna Prostat Hiyperplasia (BPH)

5. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada Tn.A dengan

penyakit Benigna Prostat Hiyperplasia (BPH)

1.4 Metode Penulisan

3
Metode yang di gunakan penulis dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah

ini adalah metode deskriptif, yaitu mengambarkan asuhan keperawatnn

pada Tn.A dengan penyakit Benigna Prostat Hiyperplasia (BPH)

dengan menggunakan teknik :

1. Studi kepustakaan

Yaitu mempelajari informasi yang berhubungan dengan kasus, baik

berupa diktat, makalah, buku ataupun media internet

2. Studi kasus

Teknik ini di gunakan untuk mengikuti perkembangan keperawatan

dan pengobatan pada klien.

3. Observasi

Mengobservasi/ mengamati keadaan umum klien untuk mengetahui

perkembangan klien.

4. Wawancara

Tanya jawab dengan klien, orang terdekat/ keluarga, tenaga perawat,

serta dokter untuk memperoleh data akurat.

5. Studi dokumentasi

Mengumpulkan data dari catatan perawat dan catatan medis,

6. Pelaksanaan langsung

4
Melakukan asuhan keperawatan langsung pada Tn.A dengan penyakit

Benigna Prostat Hiyperplasia (BPH)

1.5 Sistematika

Sistematika dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari 5 ( lima ) bab

dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, ruang lingkup,

Tujuan , metode dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan teori yang terdiri dari konsep dasar dan asuhan

Keperawatan meliputi prngertian, anatomi dan fisiologi, etiologi

Dan patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan

Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, tujuan, kriteria

Hasil,rasional.

Bab III : Laporan kasus meliputi tahap pengkajian ( pengumpulan data )

Pengelompokan data, analisa data) diagnosa keperawatan,

Perencanaan, implementasi dan evaluasi,

Bab IV : Pembahasan, membahas kesenjangan antara teori dengan kasus

Yang di mulai dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,

Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Bab V : Kesimpulan dan Saran.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Konsep Dasar

1.1.1 Definisi

Benigna Prostat hiperplasia adalah keadaan kondisi patologis yang paling

umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk

intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya. A & Putri. Y, 2016).

Atau Pendapat lain mengatakan Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran

jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hyperplasia beberapa atau semua

komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibro mosculer yang

menyebabkan penyumbatan uretra pas prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr.

Sutomo, 2018)

1.1.2 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Kelenjar ini

mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh dua duktus ejakulatorius, yang

merupakan kelanjutan dari vas deferen. Pada bagian anterior difiksasi oleh

ligamentum pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh difragma urogenital. Pada

prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan

berakhir pada verumontarum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dan

sfingter uretra eksterna secara embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi

epitel uretra posterior. Suplai darah prostat diperdarahi oleh arteri vesikalis

inferior dan masuk pada sisi postero lateralis lever vesika (Wijaya & Putri, 2016)

6
Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior

kandung kemih, di depan rectum yang membungkus uretra posterior. Bentuknya

seperti buah kemiri, dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm, dan beratnya kurang lebih

20gram. Secara histopatologi, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan

stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah,

saraf, dan jaringan penyangga yang lain (Muttaqin & Sari, 2017)

Sedangkan fisologis kelenjar prostat adalah:

1. Menghasilkan cairan encer yang mengandung ion sitrat, ion phospat,

enzim pembeku, dan profibrinosilin. Selama pengisian kelenjar prostat

berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan

encer dapat dikeluarkan untuk menambah lebih banyak jumlah semen.

Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat memungkinkan untuk

keberhasilan fertilisasi (gumpalan) ovum karena cairan vas deferens

sedikit asam. Cairan prostat menetralisir sifat asam dari cairan lain

setelah ejakulasi (Syaifuddin, 2014 ).

7
2. Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untukk

melindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra.

Dibawah kelenjar ini terdapat kelenjar Rulbo Uretralis yang memiliki

panjang 2-5 cm. Fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar

ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara

kimiawi dan fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa. (Wijaya &

Putri,2016)

1.1.3 Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum

diketahui secara pasti tetapi hanya 2 dua faktor yang mempengaruhi terjadinya

BPH yaitu testis dan usia lanjut (Jitowiyono & Kristyanasari 2015).

Beberapa faktor yang diduga seebagai penyebab timbulnya BPH adalah :

(Wijaya & Putri 2016)

1. Teori hormon dihidrotestoreron (DHT)

Pembesaran prostat diaktifkan oleh testoreron dan DHT. Peningkatan

alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan

stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.

2. Faktor usia

BPH merupakan penyakit yang diderita oleh klien laki-laki dengan

usia rata-rata 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan

bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80%

menderita kelainan ini. Sebagai etiologi sekarang dianggap

ketidakseimbangan endokrin testosteron dianggap mempengaruhi

bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal)

8
mempengaruhi bagian tengah prostat Peningkatan usia membuat

ketidakseimbangan rasio antara estrogen dan testosteron. Dengan

meningkatnya kadar ekstrogen diguga berkaitan dengan terjadinya

hyperplasia stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron

diperlukan untuk inisiasi terjadinya poliferasi sel tetapi kemudian

estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.

3. Faktor pertumbuhan/Growth

Membuktikan bahwa deferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostate secara tidak langsung diatur oleh sel-sel stroma melalui suatu

mediator tertentu.setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari

DHT dan estradiol,sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang

selanjutunya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin

dan atuokrim,serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.

4. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostate

Progam kematian sel (apoptosisi) pada sel prostate adalah

mekanisme fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar

prostate.

9
1.1.4 Patofisiologi Bagan

USIA LANJUT
TESTIS

PADA FASE AWAL PROSTAT HYPERPLASIA

POLA DAN KUALITAS MIKSI BERUBAH

KONTRAKSI MUSKULUS DESTRUSSOR TIDAK


ADEKUAT (LEMAH)

RETENSIO URINE RESIDUAL URINE


TOTAL (FASE
DEKOMPENSASI)

NYERI OLEH INKONTINENSIA KOMPENSASI


TEKANAN PARADOKSA MENINGKATKAN
TEKANAN OVERFLOW TEKANAN INTRA
INTRA VESIKA INCONTINENSIA ABDOMINAL
URINARIA (TEKANAN)

REFLUKS HERNIA,
VESIKA HAEMOROID
URETRAL

REFLUKS DILATASI PALVIO KALIKS


VESIKA URETER GINJAL
URETRAL (HYDRO (HYDRONEFROTIK
URETER)

KERUSAKAN KERUSAKAN
GINJAL GINJAL

10
Patofisiologi benign prostatic hyperplasia disebabkan karena beberapa faktor,

yaitu faktor usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat akan

mengalami pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi oleh hormon

androgen, terutama dihidrotestosteron dan testosteron. Kadar testosteron dalam

kelenjar prostat mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia, hal ini

disebabkan karena adanya isoenzim alfa-5-reduktase mengubah testosteron

menjadi dihidrotestosteron (DHT). Penurunan kadar testosteron ini kemudian

akan mengakibatkan ketidakseimbangan hormon androgen, sehingga terjadi

peningkatan rasio esterogen/androgen dalam serum serta jaringan prostat,

terutama pada stroma. DHT juga akan berikatan dengan reseptor androgen pada

nukleus sel, sehingga dapat menyebabkan hyperplasia.

1.1.5 Gejala Klinis

Gejala klinis pada hyperplasia prostat digolongkan dengan tanda-tanda

yaitu : obstruksi dan iritasi.

 Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup

lama dan kuat sehingga mengakibatkan : pancaran miksi melemah,

rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama,

harus mengejan, kencang terputus-putus dan waktu miksi memanjang.

 Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh dikatakan sebagai hipersenitivitas

otot detrusor dengan tanda gejala antara lain: sering miksi (frekwensi),

terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin

miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).

11
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik

 Laboratorium

- Sendimen urin : untuk mencari kemungkinan adanya

proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.

- Kultur urine : untuk mencari jenis kuman yang

menyebabkan infeksi.

 Pencitraan

- Foto polos abdomen : untuk melihat adanya batu saluran

emih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan

bayangan buli-buli yang penuh terisi urin.

- Ivp : untuk mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau

ureter dan untuk melihat besarnya kelenjer prostat.

- Ultrasonografi : untuk mengetahui pembesaran

prostat,volume buli buli atau mengukur sisa urin dan

keadaan patologi lain nya seperti difertikel tumor.

- Systocopy : utuk mengukur besar prostat an mengukur

panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan

prostat ke dalam rectum.

1.1.7 Penatalaksanaan

Cara penanganan benigna prostat hyperplasia dapat di lakukan dengan:

 Terapi bedah

- Indikasi nya adalah bila retensi urine

berulang,hematuria,penurunan fungsi ginjal,infeksi saluran kemih

12
berulang, difertikel batu saluran kemih,hidroureter,hidronefrosis

jenis pembedahan :

1. TURP ( trans uretral resection prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjer prostat

melalui sitoskopi atau resektoskopyang di masukan melalui

uretra

2. Prostatektomi suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjer prostat melalui insisi yang di buat

pada kandung kemih.

3. Protatektomi retropubis

Pengangkatan kelenjer prostat melauli insisi pada abdomen

bagian

bawah melali fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung

kemih.

4. Prostatektomi teritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah

insisi diantara sokrotum dan rectum

5. Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula vesikula

seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi

pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan.

13
1.1.8 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain : sering

dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena

urine tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran

kemih dan apabila tidak diobati dapat mengakibatkan gagal ginjal (Corwin, 2014)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.

Stasis urin akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan

hematuria. Selain itu stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media

pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkn sistisis dan bila terjadi

refluks menyebabkan pyelonephritis ( Sjamsuhidajat, 2015)

1.2 Asuhan Keperawatan

1.2.1. Pengkajian

 Aktivitas/ istirahat:

Gejala : kelelahan meringis, perasaan tidak berdaya setelah terbangun bila

nyeri terasa di tusuk- tusuk

Tanda : Keletihan gelisah, insomnia, kelemahan umum

 Integritas ego

Gejala: stressor kerja,keluarga

Tanda : ketakutan ,mudah marah

 Nyeri/kenyamanan

14
Gejala : nyeri perut pada bagian bawah sehingga merasa tidak

nyaman.

Tanda : Wajah berkerut dan gelisah.

 Seksualitas

Gejala : penurunan libido

 Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat keluarga penyakit prostat / kesalahan penggunaan

obat

1.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (pembedahan)

2. Hambatan aktivitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbatasan

lingkungan, peralatan terapi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma,

pembedahan

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kuarang nya informasi tentang penyakit benigna

prostat hayperplasia

15
16
17
18
1.2.4 Evaluasi Yang Diharapkan

1. Pasien bebas dari nyeri

2. Tampak tenang dan bebas dari ansietas dan infeksi

3. Memperhatikan aktivitas diri secara efektif

19
BAB III
LAPORAN KASUS

2.1 Pengkajian
2.1.1 Pengumpulan Data

A. Identitas Pasien
Identitas Klien
Nama : Tn.A
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Suku : Jawa
No. RM : 070 xxx
Tanggal masuk : 20 Juli 2020
Tanggal pengkajian : 21 Juli 2020
Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasia
Alamat : Jln. Teuku Umar Subulussalam

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Sdr.T
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat : Jln. Teuku Umar Subulussalam
C. Keluhan utama : Pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil dan saat ini
pasien mengeluh nyeri pada luka operasi di bagian perut
D. Riwayat Penyakit

1. Riwayat Kesehatan sekarang

20
 Pasien mengatakan tidak bisa buang air kecil bila tidak

menggunakan kateter, keluhan tersebut di rasakan kuarang lebih 1

bulan

 Pasien pernah menjalani prostattectomy dan pasien mengeluh nyeri

pada luka operasinya

2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

 Penyakit yang pernah di alami pasien mengatakan pernah menderita

hipertensi 2 tahun yang lalu

 Sedangkan untuk keluhan BAK pasien mengatakan sejak 2013 pasien

BAK tidak pernah tuntas

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

 Keluarga pasien tidak ada yang menderita dengan penyakit yang sama

dengan pasien seperti diabetes mellitus, dan penyakit degenerative

atau genetik

4. Riwayat Keluarga
Genogram

5
62
4
4
4
36 28 1
2
5 6
5 6
5 6
6
Keterangan genogram : Pasien
6
Tinggal Serumah 6
Meninggal Dunia

21
E. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Lemas,tampak terbaring di tempat tidur

TD : 130 / 90 mmHg

HR : 88 x / menit

RR : 26 x/menit

Temp : 38,30 C

Penampilan : Kurang Rapi

Kesadaran : Compos mentis

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 60 kg

Ciri-ciri tubuh : sedang

a. Kepala

Kepala tidak ada kelainan struktur, bentuk bulat, ubun-ubun tidak teraba,

kulit kepala kurang bersih, rambut ikal dan kurang bersih.

b. Penglihatan / Mata

Mata tidak ada kelainan struktur, ketajaman mata kurang baik, klien dapat

membaca pada jarak 20 cm, sclera tidak dijumpai icterus, pupil isokor

kanan dan kiri, konjungtiva tidak dijumpai tanda-tanda anemia, klien tidak

memakai alat bantu penglihatan.

c. Penciuman / Hidung

22
Hidung klien tidak ada kelainan struktur, tidak ada pembengkakan pada

polip tidak ada perdarahan dan peradangan. Fungsi penciuman baik, klien

dapat membedakan bau Minyak angin dan alkohol.

d. Pendengaran / Telinga

Telinga tidak ada kelainan struktur, serumen ada tetapi tidak mengganggu,

tidak ada cairan, tidak dijumpai tanda-tanda peradangan, fungsi

pendengaran kurang baik.

e. Mulut

mukosa mulut kering, gusi tampak pecah-pecah, gigi tidak lengkap

320 0 2122 lidah kurang bersih, tonsil tidak ada pembengkakan,

si

3212 2123 pengecapan baik, klien dapat membedakan

Rasa manis pada gula dengan rasa asam pada jeruk, trakea baik, kelenjar

thyroid ada pembengkakan, tidak ada peningkatan vena jugularis, tidak

dijumpai adanya pembesaran kelenjar limfe

f. Thoraks

Bentuk simetris kanan dan kiri, pernafasan sesak frekuensi 26x/i bunyi

nafas ronchi, batuk ada, sputum ada berwarna putih dengan konsistensi

cair, klien tampak menggunakan O2 1 ½ - 2 l / menit.

g. Jantung

Nyeri dada ada, ukuran jantung tidak teraba, denyut jantung 88x/i, tidak

ada palpitasi, bunyi jantung lup dup lup- dup

23
h. Abdomen

Turgor kulit kurang baik, bila dicubit kembali > 2 detik, hepar dan lien

tidak teraba, massa of cairan tidak ada, ginjal normal.

i. Ekstremitas

Atas : kekuatan otot kanan dan kiri : skala kekuatan otot 5 dari rentang

skala 0-5.

Ekstremitas bawah tidak dijumpai adanya oedem, dan kekuatan otot

lemah.

F. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a.Nutrisi

Sebelum masuk RS pola makan klien 3 kali/hari, tidak ada makanan

pantangan.

Sesudah masuk RS pola makan klien 3 kali sehari, jenis diet nasi dan

bubur.

b. Eliminasi

Sebelum sakit : frekuensi BAK kurang lebih 5-6 kali sehari

Warna : kuning kemerahan, keluhan BAK tidak lancar

Selama sakit : frekuensi BAK pasien terpasang kateter

Warna : kuning jernih, keluhan tidak ada keluhan BAK.

24
Sebelum sakit : frekuensi BAB 3 hari sebelum masuk rumah sakit

pasien belum BAB.

Warna : kuning kecoklatan, konsistensi padat.

Keluhan : tidak bisa BAB.

Selama sakit : frekuensi BAB 2 hari 1 kali

Keluhan : tidak bisa BAB pasien di berikan obat pencahar

agar bisa BAB.

c. Istirahat

sebelum sakit : pasien tidur teratur 6-7 jam

selama sakit : pola tidur nya terganggu.

d. Aktivitas

pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya

e. Kebersihan Perorangan

Sebelum masuk RS : mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari.

Sesudah masuk RS : klien mandi 1x/hari, dibantu oleh kelurga,

gosok gigi 1x/hari.

25
G. Pemeriksaan Penunjang laboratorium

Jenis Pemeriksaan Nilai normal Satuan Hasil

Hemoglobin
- Hemoglobin 11,7- g/dl 11,7
- Leukosit 15,5 x10 3/ul 11,5
- Hematokrit 4,4-11,3 % 37
- Trombosit 35-47 X10 3/ul 153
- Eritrosit 140-440 X10 6/ul 6,6
,5-5,9
KIMIA
Fungsi ginjal
- Ureum 10-50 mEq/dl 43
- Creatinine 0,0-1,1 mEq/dl 1
Gula darah
- Glukosa darah 70-150 mg/100ml 85
sewaktu

 Hasil foto rontgen : Bentuk letak jantung normal

 Hasil pemeriksaan Paru : paru kanan apek, paru kiri lob superrior kiri tenang

corakan bronchovasculer normal.

 Kesan : cor dalam batas normal gambaran bronchitis

normal.

H. Therapy

NO Nama Dosis Efek


1 IVFD RL 500 ml detak jantung cepat. demam. gatal-
gatal atau ruam
2 Inj.ceftriaxone 1000 Bengkak, nyeri, dan kemerahan di
mg/12 jam tempat suntikan. Reaksi alergi.
Mual atau muntah. Sakit perut.
3 Keterolac 30 mg Sakit perut. Mual dan muntah.
Peningkatan tekanan darah. Mulut
kering.
4 Inj.ranitidine 5 mg Mual dan muntah. Sakit kepala.
Insomnia.

26
I. Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Diagnostik lain :

1). USG Abdomen

 Ginjal : ukuran sedikit membesar, echo cortex meningkat namun

echo differensiasi corticomedular masih tampak jelas, tampak di latasi

palvocalical system, tidak tampak batu maupun sol.

2.1.2 Pengelompokan Data

Data Subjektif :

- Klien mengatakan nyeri pada luka operasi di bagian operasi perut

bawah

- Klien bertanya tentang luka operasinya

- Klien mengatakan adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi yang

lemah

- Klien mengatakan tidur nya terganggu

Data Objektif :

- Klien tampak lemas klien TD : 130/90mmHg HR : 88x/i, RR : 26x/i

- Tampak luka opersi tertutup verban

- Nyeri tekan area suprapubis

- Klien post prostatectomy

- Klien terpasang drainase

- Spuling nacl (+)

- Klien tampak cemas

27
2.1.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 DS : keluarga klien Prostat membesar Gangguan


mengatakan 3 hari sebelum eliminasi urine
masuk rumah sakit mengeluh Penyempitan berhubungan
tidak bisa BAK, bak tidak lumen ureter dengan
lancer bewarna merah. prostatika inkontenensia
DO : - klien terpasang urine
kateter Obstruksi
- Urine bewarna Retensi urin
kemerahan
- TTV : TD : 130/90 Hidroureter
mmhg,HR :
18X/menit Gangguan
- Nadi : 76 kali/ menit eliminasi urine
- Suhu : 37,4 C

2 DS : klien mengatakan nyeri Protektomi insisi Nyeri akut


seperti terbakar pada luka luka berhubungan
bekas operasi dengan agen
DO : ekspresi wajah klien injury fisik
tampak meringis kesakitan
- Klien tampak
memegangi area
bekas luka operasi
3 DS : Klien mengatakan telah Resiko infeksi Resiko infeksi
di lakukan operasi pada perut berhubungan
bawah dengan prosedur
DO : terdapat luka invasif
pembedahan daerah
suprapubis
- Terpasang drainase
- TTV : TD :
120/90mmhg
- N : 76 x/menit
- R : 20x/menit
- S : 36,4 C

2.2 Diagnosa Keperawatan

28
No Diagnosa Keperawatan

1 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan inkontenensia urine

2 Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik

3 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

2.3 Perencanaan Asuhan keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan (NOC) (NIC)

Gangguan NOC NIC


eliminasi urine  Ellimination pattern 1. Monitor eliminasi
berhubungan  Urinary elimintion urine termasuk
Setelah di berikan asuhan frekuensi
dengan
keperawatan selama 3x24 konsistensi, bau
inkontenensia jam, di harapkn pasien volume dan warna
urine dapat berkemih dengan jika di perlukan.
kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan
1. Pola eliminasi gejala retensi urine.
klien teratur2 3. Memonitor input
2. Jumlah urine dalam danoutput cairan
rentang normal klien.
(0,5-1 cc)3 4. Jelaskan
3. Tidak mengalami pemasangan
nokturia. prosedur kateter.
4. Tidak nyeri pada 5. Kolaborasi dengan
saat berkemih dokter terhadap
5. Tidak mengalami pemasangan
retensi urine kateter.
6. Warna urine jernih 6. Pastikan apakah
kekuninggan irigasi akan terus
7. Tidak ada darah sat berkelanjutan atau
berkemih intermiten.
8. Passion tidak 7. Monitor dan
merassa panas saat pertahankan
berkemih ecepatan aliran
irigasi yang sesuai.

29
Nyeri akut Noc label NIC
berhubungan  Pain level 1. Kaji secara
dengan agen  Pain control konprohensif
 Control level (lokasi,karkteristik,d
injury fisik
Setelah di lakukan asuhan urasi
keperawatan selama 3x24 frekuensi,kualitas
jam di harapkan nyeri lien dan factor
dapat teratasi dengan presipitasi)
kriteria hasil. 2. Pantau tanda-tanda
1. Pasien melaporkan vital passion
skala nyeri (tekanan darah,nadi
berkurang suhu dan respirasi)
2. Pasien tidak 3. Eliminasi factor
tampak yang memicu terjadi
melokalisasi nyeri nya nyeri.
dan tidak tampak 4. Anjurkan tekhnik
meringis. non farmakologi
3. TTV dalam batas seperti
normal. relaksasi,distraksi
napas dalam sebelum
nyeri terjadi.
5. kolaborasi
pemberian terapi
analgetik secara
tepat.

Resiko infeksi NOC label NIC


berhubungan  Ricic control 1. Cuci tangan sebelum
dengan prosedur  Infectious process dan sesudah tindakan
invasive Setelah dilakukan keperawatan
(pemasangan tindakan keperawatan 2. Gunakan universal
kateter) selam 3x24 jam status sarung tangan selama
kekeblan pasien kontak dengan kulit
meningkat dengan yang tidak utuh.
kriteria hasil: 3. Observasi dan
a. Dapat laporkan tanda dan
mengidentifikasi factor gejala infeksi seperti
resiko infeksi. kemerahan, panas dan
b. Mampu melaksanakan nyeri.
peningkatan waktu 4. Catat dan laporkan
istirahat. hasil laboratorium
c. Mampu 5. Kaji warna kulit,
tugor dan tekstur,

30
mempertahankan cuci kulit dengan
kebersihan hati-hati.
lingkungan. 6. Ajarkan klien dan
d. Mengetahui resiko anggota keluarga
infeksi personal. bagaimana mencegah
e. Mengetahui kebiasaan infeksi
yang berhubungan 7. Kolaborasi pemberian
dengan resiko infeksi. obat antibiotik.

2.4. Penatalaksanaan,Implementasi Dan Evaluasi

NO Hari / Diagnosa Waktu Implementasi evaluasi


tanggal
1. Selasa, DX I 14.00 1. Melakukan S : Klien
21 Juli observasi mengatakan
2020 terhadap masih terasa
perubahan status nyeri
nyeri melalui raut O : Klien tampak
14.40 wajah klien. meringis
2. Melakukan kesakitan skala
pengkajian nyeri nyeri 3 (nyeri
PQ: p: nyeri akut ringan)
post operasi. Q:
nyeri terbakar. R: A : nyeri
nyeri pada anus. berhubungan
S: skala nyeri 3 dengan
15.00 ( nyeri ringan. prostattectomi
3. Menanyakan insisi luka
skala ketidak
P : Rencana
nyamanan pada
tindakan
pasien terkait
dilanjutkan
15.30 nyeri yang di
rasakan.
1.
4. mengajarkan
teknik relaksasi
berupa napas
15.40 dalam saat nyeri
di rasakan klien
5. memberikan
terapi
farmakologi
untuk meringan
kan nyeri,
pemberian obat

31
ketorolac 30
mg/12 jam.
2. Rabu, 22 DX II 14.00 1. Meninggikan S : Klien
juli 2020 kepala klien mengatakan
dengan posisi bisa berganti
semi fowler. posisi tidur,kaki
2. Memberikan sudah bisa di
14.40 injeksi
ceftriaxone ger
1000mg/12 jam akan
3. Memonitoring
15.00 tanda dan gejala
infeksi berupa O : Klien
kalor, dolor mengtakan
rubor, tumor dan sudah selera
fungsiolaesa makan
setiap saat.
4. Menganjurkan A : kebutuhan
16.00 nutrisi sudah
pasien untuk
membatasi terpenuhi
pengunjung dan
cuci tangan. P : Rencana
tindakan
dilanjutkan

3. Kamis, DX III 14.00 1. Menberikan S : Klien


23 juli injeksi mengatakan
2020 ceftriaxone sudah bisa
1000mg/12 jam melakukan
14.40
2. Memonitoring aktivitas seperti
tanda dan gejala BAK
infeksi berupa
kalor dolor
rubor, tumor dan
O : klien tampak
funsiolaesa
rileks
15.00 setiap saat.
3. Menganjurkan A : intoleransi
pasien untuk aktivitas,ma
membatasi salah
pengunjung dan teratasi
cuci tangan. sebagian.
P : rencana
tindakan di
pertahankan

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.A. dengan Diagnosa

Benigna Prostat Hiyperplasia Di Ruang Bedah Kelas III RSUD Kota Subulussalam,

dari tanggal 21 juli sampai 23 juli 2020. Maka pada bab ini penulis akan membahas

kesenjangan yang di temukan antara teori dan kasus selama penulis melaksanakan

asuhan keperawatan.

33
Dalam hal ini penulis akan membahas berdasarkan tahapan proses keperawatan

yang di mulai dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi,

4.1 Tahap Pengkajian

Tahap pengkajian merupakan langkah awal yang penulis lakukan pada Tn.A

dengan Diagnosa Benigna Prostat Hiyperplasia Di Ruang Bedah Kelas III RSUD

Kota Subulussalam, dalam tahap pengkajian terdapat persamaan dan perbedaan

antara landasan teori dan laporan kasus. Persamaannya pada landasan teori dan

laporan kasus terdapat data adanya nyeri pada luka operasi di bagian operasi perut

bawah, perbedaan nya pada landasan teori adanya perasaan ingin miksi yang

mendesak ( urgensi ), dan nyeri pada saat miksi( disuria).

4.2 Tahap Diagnosa Keperawatan

Dalam diagnosa keperawatn pada landasan teori dan laoran kasus pada klien

BPH terdapat sedikit perbedaan . pada diagnosa keperawatan landasan teori penulis

menemukan 4 diagnosa keperawatan yakni 3 diagnosa keperawatan aktual dan 1

diagnosa keperawatan resiko tinggi. Sedangkan pada laporan kasus penulis

menemukan 3 diagnosa.

Adapun diagnosa keperawatn yang terdapat dalam landasan teori adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (pembedahan)

2. Hambatan aktivitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbatasan

lingkungan, peralatan terapi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma,

pembedahan

34
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kuarang nya informasi tentang penyakit benigna

prostat hayperplasia

Diagnosa keperawatan yang terdapat pada laporan kasus adalah :

1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan inkontenensia urine.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Diagnosa keperawatan yang ada pada kasus dan sesuai dengan teori adalah

sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma,

pembedahan.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ada pada kasus tetapi tidak sesuai dengan

teori adalah :

1. Hambatan aktivitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbatasan

lingkungan, peralatan terapi

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan inkontenensia urine.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kuarang nya informasi tentang penyakit benigna

prostat hayperplasia.

4.3 Tahap Perencanaan

Penulis membuat perencanaan di mulai dari penentuan prioritas masalah,

merumuskan tujuan dan kriteria hasil serta membuat rencana tindakan dan

rasional tindakan. Dalam perencanaan keperawatan yang penulis buat berdasarkan

kebutuhan abraham Maslow. Pada tahap ini penulis merencanakan tindakan

35
keperawatan berdasarkan teori yang di sesuaikan dengan klien dan fasilitas yang

ada di rumah sakit khususnya di ruang Bedah kelas III. Adapun perencanaan

keperawatn tersebut adalah sebagai berikut :

36

Anda mungkin juga menyukai