Tugas Akhir
Diajukan oleh :
i
RECALCULATION OF HYDRAULIC SYSTEM
IN HAWK AIRCRAFT 100/200
Final Project
by
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
Penulis
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Dibuat di Yogyakarta
Yang menyatakan
vi
ABSTRAK
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini adalah
sebagian persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1 program studi Teknik
Sistem Hidrolik Pada Pesawat Terbang Hawk 100/200“ ini karena adanya
bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan
1. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J, S.S, B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan
3. Bapak Ir. Rines, M.T., selaku Dosen Pembimbing tugas akhir yang telah
5. Bapak Letkol Pnb Nana Resmana, Bapak Letkol Tek Nawa Permana yang
6. Bapak Kapten Tek Slamet Riyanto, Bapak Kapten Tek Agung Riadi,
Bapak Lettu Tek M. Yamin Zebua, Bapak Lettu Tek Tisna Wijaya yang
pengambilan data.
viii
7. Bapak Ir. FX. Agus Unggul Santosa selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
9. Bapak Y. Sarwoto, Ibu Manisah, Antonius Arief, dan Ign. Widi Nugroho
11. Beny, Andy, Laras, Deean, Ncush yang telah banyak membantu dalam
12. Serta semua pihak yang telah membantu atas terselesainya Tugas Akhir ini
sempurna, maka penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang
membangun.
Semoga naskah ini berguna bagi mahasiswa Teknik Mesin dan pembaca
lainnya. Jika ada kesalahan dalam penulisan naskah ini penulis minta maaf yang
ix
DAFTAR ISI
Halaman judul.................................................................................................. i
Title page........................................................................................................... ii
Pengesahan ....................................................................................................... iii
Pernyataan ........................................................................................................ v
Abstraksi ........................................................................................................... vi
Kata pengantar................................................................................................. vii
Daftar isi............................................................................................................ ix
Daftar gambar .................................................................................................. xi
Daftar tabel ....................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar belakang........................................................................... 1
1.2 Perumusan masalah................................................................... 1
1.3 Batasan masalah ........................................................................ 2
1.4 Tujuan ....................................................................................... 2
x
2.2.8 Perhitungan tegangan....................................................... 35
2.2.9 Perhitungan gaya kritis penyebab buckling ..................... 36
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 2.23. Nilai panjang efektif menurut beberapa kondisi .......................... 37
Gambar 4.2. Grafik massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu dan
tekanan ......................................................................................... 47
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
pesawat terbang hawk, mulai pada saat di darat sampai pesawat terbang sudah
yakni aileron, tail plane, rudder, air brake, flap, landing gear, dan wheel brake.
yang berfungsi sebagai sumber daya (pompa), komponen pengatur arah aliran,
komponen pengatur tekanan, dan komponen yang sebagai pengguna daya tersebut
(aktuator).
putar 6000 rpm dan dengan debit 8 gpm yang beroperasi pada tekanan 3000 psi
dapat menghasilkan daya tertentu pada silinder aktuatornya. Daya yang disalurkan
batang piston, sehingga diameter minimum piston perlu ditentukan. Pada batas
aktuator.
1
2
Dalam tugas akhir ini rekalkulasi hanya dilakukan pada flying control sistem
terhadap Q-feel aktuator dan Q-feel amplifier, flap, airbrake, wheelbrake, dan
landing gear.
pembesaran dan kebocoran pada celah-celah kecil (misal pada piston aktuator)
1.4. Tujuan
1. Menentukan massa jenis fluida Aeroshell Fluid 41 pada tekanan kerja dan
DASAR TEORI
2.1 Pendahuluan
fluida menurut kegunaannya, yakni sistem transport fluida dan sistem daya fluida.
menghantarkan fluida dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Penggunaan sistem ini
Sistem daya fluida merupakan suatu sistem yang dirancang khusus untuk
melakukan usaha atau kerja. Penggunaan sistem ini misalnya pada mesin pres,
Fluida hidrolik merupakan material yang sangat penting dalam suatu sistem
hidrolik. Sifat-sifat dari fluida hidrolik mempunyai pengaruh yang sangat besar
3
4
Selain harus dapat melakukan 4 fungsi utama, fluida hidrolik harus memiliki sifat-
bagian yang bergerak dapat diperkecil. Sifat pelumasan yang baik ini harus
c. Memiliki titik nyala dan titik api yang tinggi. Titik nyala dan titik api yang
d. Memiliki massa jenis yang rendah. Hal ini dikarenakan semakin kecil
massa jenis fluida semakin kecil pula kerugian yang ditimbulkan, misalnya
beberapa komponen yang penting dan membutuhkan daya yang cukup besar. Hal
ini dikarenakan daya yang dibutuhkan cukup besar sehingga tidak mungkin hanya
5
secara bersamaan. Beberapa komponen tersebut adalah aileron, tail plane, rudder,
air brake, flap, landing gear, dan wheel brake. Letak dari komponen komponen
A. Aileron
gerakan berputar (rolling) searah atau berlawanan jarum jam suatu pesawat jika
dilihat dari depan. Ada 2 aileron pada pesawat, yakni aileron kiri dan aileron
kanan. Pergerakan aileron kiri dan aileron kanan adalah saling berlawanan.
6
Dengan kata lain ketika pesawat berputar ke searah jarum jam (dilihat dari depan)
maka aileron kiri bergerak naik dan aileron kanan bergerak turun. Gambar 2.8
B. Flap
Semakin cepat suatu pesawat melaju, maka semakin besar pula gaya
angkatnya. Namun ketika kelajuannya masih lambat maka perlu suatu alat untuk
menaikkan gaya angkat (lift force). Contohnya adalah pada saat pendaratan
(landing) dibutuhkan kecepatan yang lambat namun masih memiliki gaya angkat
yang cukup. Meskipun ada 2 flap yakni disebelah kiri dan sebelah kanan, namun
pergerakan flap kiri dan kanan adalah serempak, sehingga flap kiri dan kanan
C. Tail plane
Tail plane merupakan komponen yang berfungsi untuk mengatur turun atau
naiknya suatu pesawat (pitching) jika dilihat dari arah samping. Gambar 2.9
D. Rudder
pergerakan pesawat kekiri atau kekanan (yawing) bila dilihat dari atas. Gambar
E. Air Brake
drag untuk menghambat laju pesawat ketika pesawat sudah mendarat / sudah
menyentuh landasan.
8
F. Wheel Brake
namun hanya pada 2 batang pistona belakang saja. Wheel brake digunakan pada
saat pendaratan, atau untuk mengubah arah berjalannya pesawat ketika sedang
berjalan di landasan.
G. Landing Gear
Landing gear adalah suatu alat yang mempunyai mekanisme untuk menurunkan /
melayani beberapa komponen antara lain aileron, flap, tail plane, rudder, air
brake, wheel brake dan landing gear. Daya hidrolik disediakan atau dipbatang
pistonuksi oleh dua buah pompa (engine driven unit / EDP) yang memiliki sistem
tetapi meskipun hanya sebagai backup, namun sistem tersebut tetap bekerja dalam
kondisi normal (kondisi dimana sistem hidrolik utama bekerja dengan baik). Hal
ini dikarenakan apabila sistem hidrolik utama bermasalah (fail) sudah tersedia
sistem hidrolik cadangan tanpa harus menunggu beberapa saat. Sedangkan sistem
hidrolik cadangan terhubung dengan ram air turbine (RAT) driven pump yang
merupakan sistem emergency dan akan bekerja ketika sistem hidrolik cadangan
bermasalah (fail).
aileron, tail plane, rudder, air brake, flap, landing gear, wheel brake. Aileron, tail
plane, rudder pada sistem hidrolik utama disebut sebagai flying controls.
Sedangkan air brake, flap, landing gear, wheel brake disebut sebagai general
10
11
Dalam suatu sistem hidrolik, jumlah (kuantitas) fluida kerja (minyak) perlu
mendapat perhatian yang khusus. Hal ini dikarenakan fluida inilah yang akan
akan disirkulasikan ke seluruh sistem yang ada, namun harus tetap ada yang
Reservoir jenis piston adalah reservoir yang fluida dan nitrogennya dibatasi
oleh sebuah piston yang dapat bergerak bebas. Fluida kerja berada pada ruang
sebelah atas piston dan nitrogen berada di bawahnya. Fluida kerja pada reservoir
akan memiliki tekanan sebesar ± 80 psi pada awalnya, hal ini dikarenakan pada
reservoir terdapat nitrogen yang menekan piston keatas dan bertekanan ± 80 psi.
13
Pada saat sistem telah berkerja/ berjalan maka pada suction line akan mengalirkan
fluida dengan tekanan kurang dari 80 psi. Tetapi tekanan tersebut tidak boleh
lebih kecil dari suction pressure yang dibutuhkan oleh pompa yakni sebesar 27
psi. Pada reservoir jenis piston ini terdapat 4 empat buah port connection. Yakni
reservoir bleed valve. Sedangkan reservoir bleed valve merupakan katup untuk
membuang fluida secara manual jika terjadi kelebihan tekanan pada reservoir.
dalam reservoir dengan port pengisian nitrogen dan pressure relief valve.
Pengisian nitrogen adalah sebesar 80 psi. Tetapi bisa terjadi kenaikan tekanan
karena terjadi pemanasan pada fluida yang akan mengakibatkan volume dari
kenaikan tekanan pada nitrogen. Tetapi peningkatan tekanan tersebut hanya bisa
terjadi sampai sebesar 120 psi. Karena terdapat pressure relief valve yang akan
selanjutnya disalurkan ke sistem. Pompa yang dimaksud adalah EDP dan hand
pump.
14
Pada saluran suction terdapat sebuah ground suction coupling and pressure
pompa ketika sistem sedang dalam perawatan. Sedangkan pressure relief valve
berfungsi mencegah kenaikan tekanan fluida kerja pada jalur suction melebihi 120
psi.
Engine driven pump (EDP) merupakan sebuah pompa yang digerakkan oleh
mesin (engine) dari pesawat. EDP beroperasi pada kecepatan putaran 6000 rpm
dan akan menghasilkan tekanan sebesar 3000 psi dengan kecepatan alir fluida
sebesar 8 gpm. , dan memiliki minimum suction pressure sebesar 27 psi. EDP
akan memompakan fluida kerja menuju ke package assembly yang akan membagi
connection. Port connection pada EDP dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Suction connection (inlet) merupakan jalur masuk fluida pada pompa yang
berasal dari reservoir. Case drain connection merupakan jalur keluar fluida yang
(outlet) merupakan jalur keluar fluida dari pompa yang akan digunakan untuk
Fluida setelah dari pompa secara normal akan dialirkan ke package assembly
ditunjukkan oleh Gambar 2.8. Pada saluran masuk package assembly terdapat
sebuah check valve yang berfungsi menahan aliran fluida kembali ke pompa.
Setelah check valve terdapat ground pressure coupling dan pressure relief valve.
Ground pressure coupling adalah jalur aliran tekanan fluida ketika terjadi
perawatan dan menggunakan pompa eksternal ( bukan EDP atau hand pump )
berfungsi untuk menjaga agar tekanan-nya tidak melebihi 3400 psi. Jika tekanan
yang terjadi melebihi 3400 psi, maka pressure relief valve akan membuka
jalurnya dan akan mengalirkan fluida kembali ke reservoir. Selain itu, pada
package assembly juga terdapat pressure maintaining valve dan 2 buah check
valve.
16
Bahwa pada dasarnya flying control lebih diutamakan dari pada general
services, oleh karena itu kebutuhan tekanan pada flying control selalu dilebih
kebutuhan tekanan pada general services adalah tidak setiap saat. Pressure
tekanan pada flying control, meskipun letaknya pada jalur aliran ke general
services. Jalur pada pressure maintaining valve akan menutup jika tekanan turun
sampai 1400 psi, sehingga aliran fluida hanya akan dialirkan ke flying control.
Sedangkan jika aliran fluida naik mencapai 1600 psi, maka jalur pada pressure
melewati check valve yang akan mencegah aliran fluida kembali ke dalam
package assembly mengingat jalur pada pressure maintaing valve selalu terbuka
pada saat tekanan lebih dari 1600 psi. Dan pada jalur menuju flying control
terdapat check valve yang akan mencegah aliran fluida kembali ke package
assembly.
Setelah keluar dari package assembly, fluida yang menuju ke flying control
yang digunakan adalah jenis piston. Accumulator mempunyai 2 port yakni port
perubahan volume yang tiba-tiba pada actuator). Dengan kata lain accumulator
menggunakan pompa saja. Setelah melewati jalur accumulator, fluida akan masuk
fluida dengan ukuran lebih besar dari 5 mikron sebelum diteruskan ke actuator
Setelah melewati filter fluida akan melewati pressure switch dimana tekanan
mematikan lampu indikator. Jika tekanan fluida lebih kecil dari 1250 psi, maka
pressure switch akan menyalakan lampu indikator hidrolik utama pada cockpit
sebagai tanda bahwa mengalami gangguan/ masalah. Tetapi pada saat tekanan
naik dan mencapai 1400 psi, lampu indikator akan mematikan lampu indikator.
yang akan membaca besarnya tekanan yang terjadi dan menampilkannya pada
pressure gauge.
18
menjadi dua yakni sebagian akan diairkan ke aileron PCU dan tail plane PCU dan
sebagian ke shut-off valve. Fluida yang ke arah shut-off valve akan digunakan
dengan menggunakan solenoid valve dan tekanan fluida (pilot operated). Solenoid
yang energized dan de-energised akan mengubah jalur aliran fluida sehingga
posisi dari directional control valve pilot operated-pun ikut berubah. Gambar 2.10
menunjukkan posisi shut-off valve dengan solenoid yang energised dan de-
energised.
SHUT-OFF VALVE
SHUT-OFF VALVE
fluida ke rudder dan q-feel system. Sedangkan pada shut-off valve dengan
solenoid yang de-energised akan menutupi aliran fluida yang menuju ke rudder
dan q-feel system sehingga rudder dan q-feel system tidak berfungsi.
19
gaya yang dirasakan kaki akibat pergerakan rudder yang menimbulkan defleksi
karena tekanan angin dan kecepatan angin dan membantu meringankannya. Q-feel
system ditunjukkan oleh Gambar 2.11. Komponen utama pada q-feel system
adalah q-feel amplifier dan q-feel jack. Q-feel amplifier merupakan komponen
pengolah tekanan yang berasal dari udara untuk mengatur arah aliran dari fluida
yang akan menuju ke q-feel jack. Q-feel amplifier mempunyai 5 jalur tekanan
yakni pitot pressure, static pressure, return pressure, supplay pressure, control
signal dan return pressure sebagai daya penggeraknya. Ada kalanya q-feel signal
pressure lebih kecil dari pada return pressure sehingga akan membuat q-feel jack
20
memanjang (extend). Sedangkan jika q-feel signal pressure lebih besar dari pada
return pressure maka q-feel jack akan memendek (retract). Q-feel amplifier dan
q-feel jack ditunjukkan oleh Gambar 2.12. Pitot pressure yang merupakan tekanan
yang didapat dari kecepatan udara pada saat pesawat bergerak. Sedangkan static
pressure merupakan tekanan dari atmosfir. Pitot pressure dan static pressure akan
masuk ke dalam ruangan yang dibatasi oleh sebuah membran diafragma. Pitot
pressure akan menekan membran diafragma tersebut ke arah atas. Hasil tekan
menekan pitot pressure dan static pressure akan menggerakkan diafragma yang
pada bagian tengah terhubung dengan katub yang merupakan jalur aliran fluida
menuju ke q-feel jack. Ketika pitot pressure terlalu besar atau dengan kata lain
pesawat terbang dengan kecepatan tinggi, maka tekanan ke bawah pada diafragma
kurang mampu diimbangi oleh tekanan ke atas akibat static pressure sehingga
directional control valve pada q-feel amplifier akan bergerak ke bawah sehingga
jalur aliran fluida yang menuju ke q-feel jack akan terbuka dan q-feel jack akan
memendek (retract). Namun jika tekanan yang terjadi pada jalur kearah q-feel
jack terlalu besar maka valve akan tertekan ke atas karena tekanan fluida
dibawahnya sehingga akan menutup jalur dari arah supply pressure. Ketika jalur
dari supply pressure tertutup dan pada pitot pressure memiliki tekanan yang kecil
atau dengan kata lain pesawat sedang terbang dengan kecepatan rendah maka
tekanan pada jalur q-feel jack akan melawan gaya kebawah dari diafragma dan
membuka failsafe valve sehingga aliran fluida pada jalur q-feel jack dapat
control batang piston P naik atau turun. Naik atau turun dari control batang
piston P akan digunakan untuk membantu meringankan kerja yang diberikan oleh
yakni pilot’s input lever assembly, main valve assembly, by-pass valve assembly
menggerakkan pilot’s input lever assembly pada Gambar 2.14. Pada pilot’s input
mekanisme kerja dari rudder PCU. Rudder PCU dapat dioperasikan secara
manual mekanisme ataupun dengan daya fluida. Sehingga ketika sistem hidrolik
utama tidak dapat beroperasi secara normal maka rudder tetap dapat difungsikan
hidrolik. Ketika terdapat daya hidrolik yang bekerja pada pilot’s input lever
assembly, maka fluida tersebut akan menekan kedua piston untuk tetap berada di
tengah. Sedangkan jika tidak terdapat daya hidrolik maka kedua piston akan
23
terdorong oleh disk spring yang akan mendorong piston bergerak keluar dan
yang menuju ke auto control jack assembly dan besar tekanannya. Komponen ini
layshaft sebagai lengan pengatur posisi spool sehingga jalur fluida dapat diatur.
Jika spool pada main valve assembly digeser ke kiri maka tekanan akan dialirkan
port sebelah kanan dari main jack assembly yang akan membuat main jack
assembly tergantung dari pergerakan pilot’s input lever assembly. Karena pilot’s
24
input lever assembly terhubung secara mekanisme dengan auto control piston
maka ketika pilot’s input lever assembly digerakkan ke kanan maka akan
mendorong input link plates (2) pada Gambar 2.15 ke kanan dan secara
mekanisme akan membuat auto control jack memanjang (lebih panjang dari
kondisi normal). Kondisi auto control jack yang tidak normal (memanjang)
maka akan membuat tekanan mengalir ke port sebelah kanan dari main jack
piston akan membuat pilot’s input lever assembly kembali tegak sehingga auto
control piston kembali ke kondisi atau posisi yang normal sehingga spool pada
main valve assembly kembali ke posisi normal kembali, posisi dimana jalur aliran
fluida tertutup.
Sedangkan pada aileron, sistem kerja dari aileron PCU ditunjukkan dengan
Gambar 2.16.
Tekanan akan selalu standby pada pressure port. Outer lever yang
merupakan penyalur gaya dari gerakan column akan membuat spool (directional
control valve) bergeser sehingga tercipta 2 jalur yakni jalur pressure dan jalur
return. Jalur tersebut akan bergantian tergantung posisi dari spool. Jack (piston)
yang memanjang akan membuat outer lever kembali tegak sehingga spool
Pada aileron PCU terdapat 2 pressure port dan 2 return port. 2 pressure
port tersebut merupakan tekanan dari sistem hidrolik utama dan sistem hidrolik
cadangan begitu juga dengan 2 return port. Fluida kerja dari sistem hidrolik
utama tidak akan pernah tercampur dengan fluida kerja sistem hidrolik cadangan.
Sedangkan pada tail plane sisstem kerja dari tail plane PCU ditunjukkan
Tekanan akan selalu standby pada pressure port. Link assembly yang
merupakan penyalur gaya dari gerakan column akan membuat spool (directional
control valve) bergeser sehingga tercipta 2 jalur yakni jalur tekanan (pressure) dan
27
jalur aliran balik (return). Jalur tersebut akan bergantian tergantung posisi dari
spool. Jack (piston/ rambatang piston) yang memanjang akan membuat link
assembly kembali tegak sehingga spool menutup jalur tekanan (pressure) dan
Pada tail plane PCU terdapat 2 pressure port dan 2 return port. 2 pressure
port tersebut merupakan tekanan dari sistem hidrolik utama dan sistem hidrolik
cadangan begitu juga dengan 2 return port. Fluida kerja dari sistem hidrolik
utama tidak akan pernah tercampur dengan fluida kerja sistem hidrolik cadangan.
hidrolik utama juga munsuplai kebutuhan tekanan pada general services. Namun
sebagai backup untuk penyedia tekanan di general services terdapat pompa tangan
(hand pump) yang mampu memberikan tekanan sampai dengan 2800 psi. Pada
circuit pompa tangan terdapat pressure relief valve yang akan membuang tekanan
yang berlebih ke reservoir dan terdapat check valve yang akan menahan
η
v= (1)
ρ
dengan :
Massa jenis suatu fluida akan berubah sesuai dengan suhunya. Semakin
tinggi suhu fluida maka akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi
akan membuat volume fluida menjadi mengembang sedangkan massa dari fluida
ρ 20
ρt =
1 + β t (t − 20)
(2)
dengan :
t = suhu, (oC)
29
0,88.....0,89 0,00066
0,89.....0,90 0,00065
0,90.....0,91 0,00063
Massa jenis suatu fluida akan berubah sesuai dengan tekanannya. Semakin
besar tekanan yang bekerja maka massa jenis akan semakin besar. hal ini
dikarenakan tekanan yang tinggi akan membuat volume fluida menjadi mengecil
sedangkan massa dari fluida tersebut tetap (Krist, 1991, hal 61).
ρ 20
ρp = (3)
1 − ℵ p Δp
dengan :
Massa jenis suatu fluida akan berubah sesuai dengan suhu dan tekanannya.
Semakin besar tekanan yang bekerja maka massa jenis akan semakin besar. hal ini
dikarenakan tekanan yang tinggi akan membuat volume fluida menjadi mengecil
sedangkan massa dari fluida tersebut tetap. Namun semakin tinggi suhu fluida
maka akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi akan membuat
volume fluida menjadi mengembang sedangkan massa dari fluida tersebut tetap.
Oleh karena itu suhu dan tekanan akan saling mempegaruhi dalam penentuan
ρ = ρ t (1 + ℵ p Δp ) (4)
dengan :
Hukum Pascal mengatakan bahwa ” jika suatu zat cair menerima sebuah
tekanan luar, maka tekanan luar tersebut akan didistribusikan menyebar ke segala
arah secara merata” (Krist, 1991,hal 29). Analogi dari hukum Pascal dapat dilihat
d
P P
P P P
F
P = (5)
A
dengan :
P = tekanan, (psi)
F = gaya, (lb)
= ¼ π d2
ke posisi yang lain pada satu bejana berhubungan. Analogi pengalihan gaya
F1 F2
P P
A1 A2
P1 = P2
F1 F
= 2 (6)
A1 A2
dengan :
P1 = P2 = tekanan, (psi)
Daya teoritis adalah daya yang diperlukan untuk mengalirkan fluida dengan
dengan :
Daya aktual adalah daya yang diperlukan untuk mengalirkan fluida dengan
Hp teoritis
Daya aktual (hp) = (8)
η total
dengan :
tertentu pada diameter tertentu dengan jenis bahan dan kekuatan bahan tertentu
Din
Dout
Gambar 2.20. Penampang pipa/ silinder
rumus (9) jika diameter yang diketahui adalah diameter luar (Kannappan, 1985).
PDout
t= (9)
2( SE + PY )
dengan :
Dout = diameter luar atau diameter nominal pipa atau silinder, (in)
E = faktor kualitas
PDin
t= (10)
2( SE − 0,6 P)
dengan :
E = faktor kualitas
Tegangan adalah gaya yang bekerja pada luasan tertentu (Beer, 2002).
Distribusi tegangan pada suatu batang dapat dilihat pada Gambar 2.21.
F
σ= (11)
A
dengan :
σ = tegangan, (N/m2)
F = gaya, (N)
F
σ=
A
F’ F’
Sebuah batang jika dikenai gaya tekan pada kedua ujungnya akan
diberikan melebihi gaya kritis, peristiwa ini disebut buckling. Peristiwa buckling
Nilai dari gaya kristis dapat diketahui dengan menggunakan persamaam Euler :
π 2 EI
Fcr = (12)
(KLe )2
dengan :
Nilai panjang efektif batang tergantung dengan kondisi kedua ujung batang. Nilai
panjang efektif suatu batang menurut kondisinya dapat dilihat pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23. Nilai panjang efektif menurut beberapa kondisi (Beer, 2002)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
digunakan untuk mengumpulkan data yaitu studi lapangan dan studi pustaka.
Januari 2008 – 17 Februari 2008. Skema jalannya penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
38
39
memperoleh :
3.4 Kesimpulan
Pada sistem hidrolik pesawat, salah satu yang menjadi perhatian dalam
pemilihan fluida kerja dari sistem hidrolik adalah memiliki titik beku yang rendah
Fluida kerja harus memiliki titik beku yang rendah. AeroShell Fluid 41
memiliki titik beku -60oC. Hal ini dikarenakan daerah kerja dari fluida ini adalah
-54oC sampai dengan 135oC. Fluida kerja harus memiliki titik beku yang lebih
44500 ft. Menurut NASA dalam John J. Bertin (1989) ( Tabel L.2 ) pada
ketinggian 44500 ft suhu atmosfir mencapai 387,97 oR atau sekitar 216,65 K atau
-56,5oC. Daerah kerja fluida -54oC sampai dengan 135oC cukup untuk digunakan
pada ketinggian ini mengingat pada sistem selalu terdapat gesekan sehingga
timbul panas dan terjadi perbedaan suhu dengan lingkungan. Perbedaan suhu
Fluida Aeroshell Fluid 41 yang memiliki massa jenis 0,874 kg/dm3 pada
suhu, karena perubahan suhu akan membuat volume fluida menjadi berubah.
41
42
Dengan ρ15,6 = 0,87 kg/ dm3 maka dapat dicari massa jenis standart dari fluida
ρ 20
ρt =
1 + β t (t − 20)
Mengingat belum diketahuinya nilai βt, maka dapat dilakukan perhitungan dengan
diperoleh.
ρ 20 = ρ t + ρ t β t (t − 20)
= 0,87 + -0,0025
ρ 20 = ρ t + ρ t β t (t − 20)
= 0,87 + -0,00248
ρ 20 = ρ t + ρ t β t (t − 20)
= 0,87 + -0,00241
Karena ketiga nilai perhitungan massa jenis standart ( ρ20 ) memiliki nilai yang
sama yakni 0,8675 kg/dm3, sehingga dipakai daerah massa jenis yang paling
mendekati massa jenis standart, yakni massa jenis dengan daerah 0,88 sampai
ρ 20
ρ − 40 =
1 + 0,00066(t − 20 )
Hasil perhitungan massa jenis pada berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Nilai massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu
0.9200
0.9000
0.8800
massa jenis
0.8600
0.8400
0.8200
0.8000
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160
suhu
Massa jenis juga bergantung pada nilai tekanan kerjanya, hal ini dikarenakan
sehingga massa jenisnya akan berubah. Karena massa jenis pada berbagai suhu
sudah diketahui, maka dapat dihitung pula massa jenis pada berbagai suhu dan
tekanan kerja.
Dengan persamaan (4) dapat dihitung massa jenis yang akan berubah menurut
ρ = ρ t (1 + ℵ p Δp )
45
= 0,9069 kg/dm3
Pada tekanan sampai 100 bar ( 1450 psi ) maka ℵ = 79,5 x 10-6
= 0,9105 kg/dm3
Pada tekanan sampai 150 bar ( 2175 psi ) maka ℵ = 77,5 x 10-6
= 0,9138 kg/dm3
Pada tekanan sampai 200 bar ( 2900 psi ) maka ℵ = 74,5 x 10-6
= 0,9167 kg/dm3
Pada tekanan sampai 250 bar ( 3625 psi ) maka ℵ = 71,9 x 10-6
= 0,9195 kg/dm3
Dengan cara seperti diatas dapat dihitung pula nilai massa jenis pada berbagai
suhu dan tekanan yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 atau Gambar 4.2.
46
Tabel 4.2. Nilai massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu dan tekanan
0.9400
0.9200
Suhu
-40
0.9000
-20
0
massa jenis
0.8800 20
40
60
0.8600 80
100
120
0.8400
135
0.8200
0.8000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
tekanan
Gambar 4.2. Grafik massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu dan
tekanan
nilai dari viskositas dinamik. Dari grafik pada Tabel L. 1 dan massa jenis pada
tekanan 2900 psi pada Tabel 4.2 dapat dihitung nilai viskositas dinamik pada
tekanan 2900 psi pada berbagai suhu. Dihitung pada tekanan 2900 psi karena
tekanan kerja sistem hidrolik pesawat Hawk 100/200 adalah pada 3000 psi,
sehingga didekati pada 2900 psi. Dengan persamaan (1) dapat dihitung viskositas
η
v=
ρ
η=ν.ρ
= 0,4125 N.s/m2
48
Hasil perhitungan pada berbagai suhu lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 atau
Grafik 4.3.
Tabel 4.3. Nilai viskositas dinamik Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu
0.4500
0.4000
0.3500
0.3000
viskositas dinamik
0.2500
0.2000
0.1500
0.1000
0.0500
0.0000
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140
suhu
Reservoir memiliki tekanan sebesar 80 psi maka tekanan masuk (Pin) adalah
sebesar 80 psi. Sedangkan tekanan keluar dari pompa (Pout) adalah sebesar 3000
psi. Dari tekanan masuk dan tekanan keluar dapat diketahui nilai selisih tekanan
(ΔP).
ΔP = Pout - Pin
= 2920 psi
50
Dari nilai selisih tekanan masuk dan keluar pada pompa (ΔP) dan debit aliran (Qd)
dapat dihitung besarnya daya teoritis dari pompa, yakni dengan menggunakan
persamaan :
= 13,59 hp
≈ 13,6 hp
Suhu kerja dari suatu sistem harus dipilih sedemikian rupa sehingga
Diasumsikan bahwa suhu kerja dari sistem hidrolik adalah sebesar 70 oC maka
fluida kerja memiliki viskositas kinematik sebesar 7 cSt. Bila viskositas kinematik
dikonversi menjadi SUS (saybolt universal seconds) adalah sebesar 48,5 SUS.
Dengan acuan Gambar 4.4, dari nilai viskositas kinematik, kecepatan pompa
(rpm) dan tekanan kerja (operating pressure) didapatkan efisiensi total dan
Daya aktual dari pompa dapat dihitung dengan membagi daya pompa yang telah
13,6
Daya aktual (hp) = × 100
92,75
= 14,663 hp ≈ 14,6 hp
karena tidak adanya data diameter silinder piston. Ukuran aileron PCU adalah
14,6 × 6,7 × 6,4 in, sehingga diasumsikan besar diameter silinder piston (d)
adalah 5 in.
52
Aliran fluida melewati filter pada flying control sehingga terjadi penurunan
tekanan sebesar 35 psi. Hal ini membuat tekanan yang diterima oleh aileron PCU
=P . ¼ . π . d 2
= 58188,13 lb
≈ 58200 lb
Diameter silider diasumsikan lewat pendekatan ukuran dari tail plane PCU
karena tidak adanya data diameter silinder piston. Ukuran tail plane PCU adalah
22,8 × 11 × 5,1 in. Diasumsikan besar diameter silinder piston (d) adalah sebesar
3,5 in.
Aliran fluida melewati filter pada flying control sehingga terjadi penurunan
tekanan sebesar 35 psi. Hal ini membuat tekanan yang diterima oleh tail plane
=P . ¼ . π . d 2
= 28512,18 lb
≈ 28500 lb
53
Aliran fluida melewati filter pada flying control sehingga terjadi penurunan
tekanan sebesar 35 psi. Hal ini membuat tekanan yang diterima oleh rudder PCU
adalah sebesar 2965 psi dengan diameter silinder piston ( d ) sebesar ¾ in.
=P . ¼ . π . d 2
= 1309,233 lb
≈ 1300 lb
pada diameter tertentu dengan jenis bahan dan kekuatan bahan tertentu pula. Pipa
yang digunakan adalah Seamless EO Steel Tube pbatang pistonuk Parker dengan
sebutan St. 37,4. Pipa St. 37,4 mempunyai yield strength sebesar 34000 psi.
PDout
t=
2( SE + PY )
= 10200 psi
Pada pipa aliran hisap (suction) dengan tekanan maksimal pada pengaturan
valve sebesar 125 psi. Diasumsikan bahwa tekanan (P) maksimal yang diijinkan
500 × 0,197
t =
2(10200 × 1 + 500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,122 mm dapat digunakan pipa dengan
500 × 0,551
t =
2(10200 × 1 + 500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,343 mm dapat digunakan pipa dengan
R14x1 yang memiliki ketebalan pipa 1 mm dan memiliki diameter dalam 12 mm.
500 × 0,709
t =
2(10200 × 1 + 500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,44 mm dapat digunakan pipa dengan
R18x1 yang memiliki ketebalan pipa 1 mm dan memiliki diameter dalam 16 mm.
55
Pada pipa aliran balik (return) dengan tekanan maksimal pada pengaturan
valve sebesar 500 psi. Diasumsikan bahwa tekanan (P) maksimal yang diijinkan
1500 × 0,394
t =
2(10200 × 1 + 1500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,731 mm dapat digunakan pipa dengan
R10x1 yang memiliki ketebalan pipa 1 mm dan memiliki diameter dalam 8 mm.
1500 × 0,551
t =
2(10200 × 1 + 1500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 1,024 mm dapat digunakan pipa dengan
R14x1,5 yang memiliki ketebalan pipa 1,5 mm dan memiliki diameter dalam 11
mm.
1500 × 0,709
t =
2(10200 × 1 + 1500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 1,31 mm dapat digunakan pipa dengan
R18x1,5 yang memiliki ketebalan pipa 1,5 mm dan memiliki diameter dalam 15
mm.
Pada pipa aliran tekanan (pressure) dari pompa tangan (hand pump) dengan
tekanan maksimal pada pengaturan valve sebesar 2800 psi. Diasumsikan bahwa
tekanan (P) maksimal yang diijinkan terjadi pada pipa aliran hisap adalah sebesar
4000 psi.
4000 × 0,197
t =
2(10200 × 1 + 4500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,967 mm dapat digunakan pipa dengan
Pada pompa utama tekanan maksimal pada pengaturan valve sebesar 3400
psi. Diasumsikan bahwa tekanan (P) maksimal yang diijinkan terjadi pada pipa
4500 × 0,394
t =
2(10200 × 1 + 4500 × 0,071)
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 2,172 mm dapat digunakan pipa dengan
R10x2,5 yang memiliki ketebalan pipa 2,5 mm dan memiliki diameter dalam 5
mm.
low-alloy ASTM-A709 Grade 345 yang memiliki yield strength sebesar 345 MPa.
Tegangan yang diijinkan adalah 30% dari yield strength yakni sebesar 103,5 MPa.
F = 58200 lb ≈ 259000 N
F
A=
σ all
259000
=
103500000
= 0,0025 m2
A
D= 2 ×
π
58
0,0025
=2 ×
3,14
= 0,0565 m
= 56,46 mm
≈ 56,5 mm
Diameter minimal batang piston pada silinder aileron PCU adalah 56,5 mm.
F = 28500 lb = 127000 N
F
A=
σ all
127000
=
103500000
= 0,00123 m2
A
D= 2 ×
π
0,00123
=2 ×
3,14
= 0,0395 m
= 39,54 mm
≈ 39,6 mm
Diameter minimal batang piston pada silinder tail plane PCU adalah 39,6 mm.
F = 1300 lb = 5800 N
59
F
A=
σ all
5800
=
103500000
= 0,000056 m2
A
D= 2 ×
π
0,000056
=2 ×
3,14
= 0,00845 m
= 8,45 mm
≈ 8,5 mm
Diameter minimal batang piston pada silinder aileron PCU adalah 8,5 mm.
pada diameter tertentu dengan jenis bahan dan kekuatan bahan tertentu pula.
PDin
t=
2( SE − 0,6 P )
= 10800 psi
E = 1 ( asumsi )
P = 4500 psi
Din = 5 in
4500 × 5
t =
2(10800 × 1 − 0,6 × 4500 )
= 1,389 in
= 35, 278 mm
≈ 35,3 mm
P = 4500 psi
Din = 3,5 in
4500 × 3,5
t =
2(10800 × 1 − 0,6 × 4500 )
= 0,972 in
= 24,694 mm
≈ 24,7 mm
P = 4500 psi
Din = ¾ in
61
4500 × ¾
t =
2(10800 × 1 − 0,6 × 4500 )
= 0,206 in
= 5,292 mm
≈ 5,3 mm
low-alloy ASTM-A709 Grade 345 yang memiliki modulus elastisitas sebesar 200
GPa. Tekanan fluida pada silinder aktuator akan membuat gaya pada batang
batang piston, sedangkan aliran udara akan membuat gaya aerodinamika pada
menekan pada batang batang piston akibat gaya tekanan fluida dan gaya
Panjang ( l ) = 15 in
62
π
I = D4
64
3,14
= × 2,5 4
64
≈ 1,917 in4
π 2 EI
Fcr =
(Kl )2
3,14 2 × 29 × 10 6 × 1,917
=
(0,7 × 15)2
≈ 4970000 lb
Gaya yang terjadi pada batang piston aileron PCU adalah sebesar 58200 lb,
sedangkan gaya kritis yang dapat menyebabkan buckling adalah sebesar 4970000
lb.
Panjang ( l ) = 10 in
π
I = D4
64
3,14
= × 24
64
63
≈ 0,785 in4
π 2 EI
Fcr =
(Kl )2
3,14 2 × 29 × 10 6 × 0,785
=
(0,7 × 10)2
≈ 4580000 lb
Gaya yang terjadi pada batang piston tail plane PCU adalah sebesar 28500 lb,
sedangkan gaya kritis yang dapat menyebabkan buckling adalah sebesar 4580000
lb.
Panjang ( l ) = 4 in
π
I = D4
64
3,14
= × 0,5 4
64
≈ 0,00306 in4
π 2 EI
Fcr =
(Kl )2
3,14 2 × 29 × 10 6 × 0,00306
=
(0,7 × 4)2
64
≈ 111000 lb
Gaya yang terjadi pada batang piston rudder PCU adalah sebesar 1300 lb,
sedangkan gaya kritis yang dapat menyebabkan buckling adalah sebesar 111000
lb.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Massa jenis fluida pada tekanan kerja 2900 psi mulai suhu -40oC sampai
b. Viskositas dinamik fluida pada tekanan kerja 2900 psi mulai suhu -40oC
N.s/m2.
Gaya pada aileron aktuator ≈ 58200 lb, gaya pada tail plane aktuator ≈
e. Perpipaan :
65
66
gaya kritis = 3945000 lb. Diameter minimal batang piston tail plane
batang piston rudder aktuator = 8,5 mm dengan gaya kritis = 260000 lb.
5.2 Saran
Adapun saran untuk pihak yang akan mengembangkan analisis pada bidang
ini adalah :
a. Lebih baik lagi jika dapat mengetahui data panjang pipa dan data
yang terjadi. Dengan kata lain dapat dihitung efisiensi sistem secara
keseluruhan.
sehingga kadang kala kurang begitu bermanfaat. Lebih baik lagi jika
DAFTAR PUSTAKA
Bertin, John J., 1989, Aerodiynamic for Engineers, Prentice Hall, New Jersey.
Kannappan, P.E.,Sam., 1985, Introduction to Pipe Stress Analysis, John Wiley &
Son, New York.
Megyesy, Eugene F., 1981, Pressure Vessel Handbook, Publishing Inc., Tusla.
Yeaple, Frank., 1996, Fluid Power Design Handbook, Marcel Dekker Inc., New
York.
LAMPIRAN
68
69
Lanjutan L. 1.
71
Lanjutan L. 1.
0 1 518,67
5 0,83209 500,84
10 0,68783 483,03
15 0,56459 465,22
20 0,45991 447,42
25 0,37159 429,62
30 0,29754 411,84
35 0,23596 394,06
40 0,18577 389,97
45 0,14623 389,97
50 0,11512 389,97
Altitude 44500 ft
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/BAE_hawk
( 8 gpm )
System Pressure
• Nominal 80 psig
• Maximum 125 psig
Swept fluid capacity hydraulic reservoir 5,51 litres
( 336,24 in3 )
Minimum gas capacity hydraulic 3,45 litres
reservoir ( 210,53 in3 )
Sumber : Anonim., - , Airbone Equipment Manual
74
Fluid JS OM – 15
NATO code H – 515
Fluid capacity Maximum 1109 cm3
( 67,7 in3 )
At 2.31 : 1 compression ratio 819 cm3
( 50 in3 )
Inflation pressure 75 bar
( 1100 psig )
Sumber : Anonim., - , Airbone Equipment Manual