Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SIGNIFIKASI OBYEK DAN RUANG LINGKUP STUDI ISLAM

Disusun Oleh:

ISTIQLAL HILMI RAHMAWAN (1120078)


RIZAL SUKMAJATI (1120088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PATI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup semua agama
yang telah ada, islam merupakan agama rahmatal lil a’lamin untuk semua
umat.Islam itu dibawakan oleh nabiMuhammad SAW yang mendapat wahyu
dari Allah. Untuk mengetahui islam lebih mendalammak muncullah ilmu
yang dinamakan Studi Islam akan tetapi Studi Islam itu sendiri
merupakan bidang kajian yang cukup lama. Ia telah ada bersama dengan
adanya agama islam maka dari ituStudi Islam menimbulkan berbagai
permasalahn yang umum diantaranya : apa penertian StudiIslam, apa ruang
lingkup, atau objek Studi Islam, apa tujuan Studi Islam, bagaimana
pendekatandan metodologi dalam Studi Islam.Seiring dinamika dan
perkembangan zaman, kesempatan untuk mempelajari Studi Islamdapat
melalui segala hal, berkaitan dengan persoalan tentang mempelajari Studi
Islam, islammemberikan kesempatan secara luas kepada manusia untuk
menggunakan akal pikirannya secaramaksimal untuk mempelajarinya, namun
jangan sampai penggunaannya melampaui batas dankeluar dari rambu-rambu
ajaran Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas telah dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian studi islam?
2. Bagaimana ruang lingkup studi islam?
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah disampaikan dapat diambil tujuan
masalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian studi islam.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup studi islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab
Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah
Islamic Studies. Maka studiIslam secara harfiah adalah kajian mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna inisangat umum sehingga perlu
ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalamkajian yang
sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar
dansistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara
mendalam tentang
seluk- beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhub
ungan dengan ajaran,sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara
nyata dalam kehidupan sehari-hari,sepanjang sejarahnya.
Islam secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti
selamat, sentosa dandamai. Arti pokok Islam adalah ketundukan, keselamatan
dan kedamaian. Maka studi Islamdiarahkan pada kajian keislaman yang
mengarah pada 3 hal :
1. Islam yang bermuara pada ketundukan/berserah diri, berserah diri artinya
pengakuan yangtulus bahwa Tuhan satu-satunya sumber ntoritas yang
serba mutlak. Keadaan ini membawatimbulnya pemahaman terhadap
orang yang tidak patuh dan tunduk sebagai wujud dari penolakan
terhadap fitrah dirinya sendiri.
2. Islam dapat dimaknai yang mengarah kepada keselamatan dunia dan
akhirat sebab ajaranIslam pada hakekatnya membina dan membimbing
manusia untuk berbuat kebajikan danmenjauhi semua larangan dalam
kehidupan di dunia termasuk kehidupan akhirat.
3. Islam bermuara pada kedamaian manusia harus hidup berdampingan
dengan makhluk hidupyang lain bahkan berdampingan dengan alam raya.
Dengan demikian kedamaian harus dilakukansecara utuh dan multi
dimensi.
Dari 3 dimensi di atas studi Islam mencerminkan gagasan tentang
pemikiran dan praktisyang berrnuara pada kedudukan Tuhan, selamat di
dunia dakhirat dan berdamai dengan makhluk lain. Dengan demikian studi
Islam tidak hanya bermuara pada wacana pemikiran tetapi juga pada praktis
kehidupan yang berdasarkan pada perilaku baik dan benar dalam kehidupan.
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan
hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga
dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keislaman
di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan
motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat
Islam. Di kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami
dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat
melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan diluar
kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk mempelajari
seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku di kalangan
mat Islam, yang semata-mata sebagai
ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilm
u pengetahuan pada umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk
agama dan praktik-praktik keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau
digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun
negative.
Para ahli studi keislaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal
dengan kaum orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang Barat yang
mengadakan studi tentang dunia Timur,termasuk di kalangan dunia orang
Islam. Dalam praktiknya, studi Islam yang dilaukan olehmereka, terutama
pada masa-masa awal mereka melakukan studi tentang dunia Timur, lebih
mengarahkan dan menekankan pada pengetahuan tentang
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan
praktik-praktik pemgalaman ajaran agama Islamdalam kehidupan sehari-hari
umat Islam. Namun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga diantara para
orientalis yang memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat
ilmiah terhadap Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang
demikian itu kan bisa bermanfaat bagi pengembangan studi-studi keislaman
di kalangan umat Islam sendiri.
Kenyataan sejarah menunjukkan (terutama setelah masa keemasan Islam
dan umat Islamsudah memasuki masa kemundurannya) bahwa pendekatan
studi Islam yang mendominasi kalangan umat Islam lebih cenderung bersifat
subjektif, apologi, dan doktriner, serta menutup diri terhadap pendekatan
yang dilakukan orang luar yang bersifat objektif dan rasional.
Dengan pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan doktriner tersebut, aja
ran agama Islam yang bersumber dari al- Qur’an dan hadits – yang pada
dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan perkembangan
zaman- telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku serta
tabu terhadap sentuhan-sentuhan rasional, tuntutan perubahan, dan
perkembnagn zaman. Bahkan kehidupan serta keagamaan serta budaya umat
Islam terkesan mandek, membeku dan ketingggalan zaman. Ironisnya,
keadaan yang demikian inilah yang menjadi sasaran obyek studi dari kaum
orietalis dalam studi keislamannya.

B. Ruang Lingkup Studi Islam


Pembahasan kajian keislaman mengikuti wawasan dan keahlian para
pengkajinya, sehingga terkesan ada nuansa kajian mengikuti selera
pengkajinya, secara material, ruang lingkup studi islam dalam tradisi sarjana
barat, meliputi pembahasan mengenai ajaran, doktrin, teks sejarah dan
instusi-instusi keislaman pada awalnya ketertarikan sarjana barat
terhadap pemikiran islam lebih karena kebutuhan akan penguasaan daerah kol
oni. Mengingat daerah koloni pada umumnya adalah Negara-negara yang
banyak didomisili warga Negara
yang beragama islam, sehingga mau tidak mau mereka harus faham budaya lo
kal. Kasus ini dapat dilihat pada perang aceh sarjana belanda telah
mempelajari islam terlebih dahulu sebelum diterjunkan dilokasi dengan
asumsi ia telah memahami budaya dan peradapan masyarakat acehyang
mayoritas beragama islam.
Ruang lingkup Islam juga merupakan produk sejarah misalnya tentang
fiqh/mazhab, tasawuf/sufi, filsafat/kalam, seni/arsitektur Islam, budaya/tradisi
Islam. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini kita
melihat semakin tumbuh dan maraknya kesadaran dikalangan kaum muslim
untuk lebih patuh kepada ketentuan-ketentuan hukum Islam. Gejala ini untuk
konteks Indonesia misalnya, terlihat pada kebangkitan Jilbab, busana muslim,
tuntunan pencantuman label halal-haram pada makanan,
penerapan sistem ekonomi dan perbankan Islam dan sebagainya. Bangunan
pengetahuan kita pada wilayah Islam tersebut adalah produk sejarah
yangdapat dijadikan sasaran penelitian.
Sejak tahun 1970-an penelitian agama mulai diperkenalkan oleh beberapa
pakar dan ilmuan kepermukaan Indonesia. Mukti Ali misalnya,
mengemukakan bahwa pentingnya
sebuah penelitian terhadap masalah-masalah keagamaan. Tidak saja penting,
penelitian keagamaan merupakan bagian yang memperkukuh dasar dan
pondasi agama itu sendiri. Tanpa upaya demikian, agama hanya akan menjadi
urusan yang bersifat individual, eksklusif dan komunal.
Islam dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman masyarakat
dengan asumsi dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat setempat.
Setelah itu pemahaman yang telah menjadi input bagi kaum orentalis diambil
sebagai dasar kebijakan oleh penguasa colonial yang tentunya lebih
menguntungkan mereka ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil
studi ini sesungguhnya lebih menguntungkan kaum penjajah tatas dasar
masukan ini
para penjajah colonial dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan me
mpertimbangkan budaya lokal. Atas masukkan ini, para penjajah mampu me
mbuat kekuatan social, masyarakat terjajah sesuai dengan kepentingan dan
keutunganya. Setelah mengalami keterpurukan, duniaislam mulai bangkit
memalui para pembaru yang telah dicerahkan. Dari kelompok ini
munculahgagasan agar umat islam mengejar ketertinggalanya dari umat lain.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1. Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya
sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. Kata doktrin berasal
dari bahasa inggris doctrine yang berarti ajaran. Dari kata doctrine itu kemudian
dibentuk kata doktina; yang berarti yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat
ajaran.
Selain kata doctrine sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire
yang berartiyang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini
misalnya doctrainare ideas ini berrati gagasan yang tidak praktis.
Studi doktinal ini berarti studi yang berkenaan dengan ajaran atau studi
tentang sesuatu yang bersifat teoritis dalam arti tidak praktis. Mengapa tidak
praktis? Jawabannya adalah karena ajaran itu belum menjadi sesuatu bagi
seseorang yang dijadikan dasar dalam berbuat atau mengerjakan sesuatu.
Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau obyek studi
doctrinal tersebut.Ini berarti dalam studi doctrinal kali yang di maksud adalah
studi tentang ajaran Islam atau studiIslam dari sisi teori-teori yang dikemukakan
oleh Islam.
Islam di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: “al-Islamu
wahyun ilahiyun unzila ila wahiyyi Muhammadin Sallahu’alaihi wasallam
lisa’adati al -dunya wa al akhirah” (Islam adalah wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat).
Berdasarkan pada definisi Islam sebagaimana di kemukakan di atas, maka
inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan wahyu yang dimaksud di atas adalah
al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-Qur`an yang kita sekarang dalam bentuk mushaf
yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah al-Fatihah dan berakhir dengan
surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah.
Sekarang ini kalaukita ingin lihat al-Sunnah atau al-Hadist, kita dapat lihat di
berbagai kitab hadist. Misalnya kitabhadist Muslim yang disusun oleh Imam
Muslim, kitab hadist Shaleh Bukhari yang ditulis Imamal-Bukhari, dan
lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an dan al-Sunnah, ajaran Islam diambil.
Namun meski kita mempunyai dua sumber, sebagaimana disebut diatas,
ternyata dalam realitasnya, ajaran Islam yang digali dari dua sumber tersebut
memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran berkembang. Karena ajaran Islam yang ada
di dalam dua sumber tersebut ada yang tidak terperinci, banyak yang diajarkan
secara garis besar atau global. Masalah-masalah yang berkembang kemudian
yang tidak secara terang disebut di dalam dua sumber itu di dapatkan dengan
cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam selain termaktub pula di dalam
penjelasan atau tafsiran-tafsiran para ulama melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam semua bidang, bidang yang lain. Semua
itu dalam bentuk buku-buku atau kitab-kitab, ada kitab fiqih, itab ilmu kalam,
kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa ternyata ajaran Islam itu selain langsung
diambil dari al-Qur`an dan al-Sunnah, ada yang diambil melalui ijtihad. Bahkan
kalau persoalan hidup ini berkembang dan ijtihad terus dilakukan untuk
mencari jawaban agama Islam terhadap persoalan hidup yang belum jelas
jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama itu. Maka ajaran yang diambil
dari ijtihad ini semakin banyak.
Studi Islam dari sisi doctrinal itu kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi
tentang ajaran Islam baik yang ada di dalam al-Qur`an maupun yang ada di
dalam al-Sunnah serta ada yang menjadi penjelasan kedua sember tersebut
dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal ini sangat luas. Persoalannya adalah apa
yang kemudian di pelajari dari sumber ajaran Islam itu.
2. Sebagai Gejala Budaya
yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan
agama,termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. Pada
awalnya ilmu hanya ada duaSuatu penemuan yang dihasilkan seseorang pada
suaktu-waktu mengenai suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan,
berbagaiaspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek ya
ng dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang
melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua
golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Tujuan mempelajari agama Islam juga dapat dikategorikan ke dalam dua
macam,yang pertama, untuk mengetahui, memahami, menghayati dan mengama
lkan. Kedua, untuk obyek penelitian. Artinya, kalau yang pertama berlaku khus
us bagi umat Islam saja, baik yang masihawam, atau yang sudah sarjana. Akan
tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja, termasuk sarjana-sarjana
bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya ada yang sekedar
sebagai obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui
dua model, yaitutekstual dan konstektual. Tekstual, artinya memahami Islam
melalui wahyu yang berupa kitabsuci. Sedangkan kontekstual berarti
memahami Islam lewat realitas social, yang berupa perilaku masyarakat yang
memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian
yang diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia
sebagai mahkluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model
pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan
menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan untuk mendorong dan
menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi
Muhammad SAW.sebagai jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat. Agama islam disebut juga agama samawi selain agama Islam,
Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam kategori agama samawi. Sebab
keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa dab NabiIsa
sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Demikian
pendapat Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan dalam suatu tulisannya
bahwa: “agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada
prinsipnya yang satu tidak merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing
berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling hubungan dengan erat
seperti kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari.
Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan istri, yang
dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si istri,
demikian pula sebaliknya.
Atas dasar pandangan di atas, maka agama Islam sebagai agama samawi
bukan merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya
kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari agama Islam. Masing-masing
berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat antara keduanya. Menurut Faisal
Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan dasar, asas pengendali,
pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai budaya dalam
pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam)lah yang menjadi
pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya,
sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa walaupun memiliki keterkaitan,
Islam dan kebudayaan merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga keduanya
bisa dilihat dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya adalah unsure (ajaran)
agama, selain berfungsi untuk melestarikan hubungan manusia dengan Tuhan,
juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia juga menjadi
pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat sholat
orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah,
membuat sajadah alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup
kepala, pakaian, dan lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi dalam dua
kemungkinan. Pertama adalah Islam mewarnai, mengubah, mengolah, an
memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang diwarnai oleh kebudayaan.
Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua entitas kebudayaan atau
entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan muncul
muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas
Islam yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat diihat sebagai mekanisme control,
karena agama adalah pranata social dan gejala social, yang berfungsi sebagai
kontro, terhadap institus-institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada
kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded
alashlah, artinya: memelihara pada produk budaya lama yang baik dan
mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang
berupa interprestasi terhadap teks suci itu disebut kebudayaan, maka sisitem
pertahanan Islam, system keuangan Islam, dan sebagainya yang timbul sebagai
hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya
dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu terletak pada keadaan
institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas dasar
prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.

3. Sebagai interaksi social,


yaitu realitas umat Islam.Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang
lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi
doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini
tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi hubungan agama dengan berbagai masalh
kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional
dan berbagai fenomena kehidupan manusia.
Islam sebagai sasaran studi social ini dimaksudkan sebagai studi tentang
Islam sebagai gejala social. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut
agama lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala social lainnya
yang saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai
sasaran studi social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah
menjadi fenomena Islam.
Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari
sebuah perilaku dari para pemeluknya.
M.Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam
Teori dan Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agama yang perlu
diperhatikan dalam mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture
atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-simbol agama. Kedua, para
penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan
perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus,
lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan
waris. Keempat, alat-alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut
agama berkumpul, seperti NU dan lain-lain.
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala social, pada
dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempelajari
hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat
mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi
menurutnya, sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbal balik itu,
melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat.
Bagaimana agama sebagai system nilai mempengaruhi masyarakat.1
Meskipun kecenderungan sosiologi agama. Beliau memberi contoh teologi
yang dibangun oleh orang-orang syi`ah, orang-orang khawarij, orang-orang ahli
al-Sunnah wa al-jannah dan lain-lain. Teologi-teologi yang dibangun oleh para
penganut masing-masing itu tidak lepas dari pengaruh pergeseran
perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana kita melihat masalah Islam sebagai
sasaran studi social. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari
penggunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya
peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama
atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
Jadi dengan demikian metodologi studi Islam dengan mengadakan
penelitian social. Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba
memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara memahami
keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya positivisme.
Paragdima positivisme dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai
ilmu kalau dapat dimati (observable), dapat diukur (measurable), dan dapat
dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya dapat diamati.
Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu social
yang dianggap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur,
dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan sebagai sasaran studi
social, maka harus mengikuti paragdima positivism itu, yaitu dapat diamati
gejalanya, dapat diukur, dan dapat diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian kualitatif yang tidak
menggunakan paragdima positivisme. Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak
dekat kepada ilmu kealaman. Jika halnya demikian, maka berarti dekat kepada
ilmu budaya ini berarti sifatnya unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang telah disebut di atas kemudian dapat
dijadikan obyek dari kajian Islam dengan menggunakan pendekatan ilmu social
sebagaimana juga telah dungkap diatas.\
Masalahnya tokoh agama Islam, penganut agama Islam, interaksi antar
umat beragama, dan lain-lain dapat diangkat menjadi sasaran studi Islam.
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Pengertian studi islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari agama
islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedang
pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari
ajaran-ajaran Allah dan rosul-Nya secara murni tanpa dipengaruhi sejarah,
seperti ajaran tentang akidah,ibadah, membaca al-qur’an dan akhlak.\
Studi islam juga memiliki tujuan yaitu untuk menunjukkan relasi islam
dengan berbagai aspek kehidupan manusia, menjelaskan spirit ( jiwa ) berupa
pesan moral dan value yang terkandung di dalam berbagai cabang studi islam,
respons islam terhadap berbagai paradigm baru dalam kehidupan sebagai akibat
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta munculnya filsafat dan
ideologi baru serta hubungan islam dengan visi, misi dan tujuan ajaran islam.
DAFTAR PUSTAKA
Azra,Azyumardi,Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta: Paramadina,1999)
Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,(Jakarta: Kencana,2005)
Mudzhar, Atho,Pendekatan Studi Islam (Yogyakarta: pustaka pelajar,2007
Mundzirin,Yusuf, dkk. 2005. Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga
Nata, Abuddin, Metodologi studi islam (Jakarta: Rajawali pres, 2012)

Anda mungkin juga menyukai