Anda di halaman 1dari 6

Tugas 5

“Studi Kasus Kebijakan Selama Pandemi”

Untuk memenuhi nilai tugas pada Mata Kuliah Kebijakan & Manajemen Kesehatan

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Amran Razak, S.E., M.Sc
Disusun Oleh:
Syamsia
K012202057
KELAS E / NO URUT 10

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
1. ISU KEBIJAKAN

Pada tanggal 11 maret 2020, organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health
Organization) menyatakan wabah penyakit akibat virus corona covid 19 sebagai pandemi global.
WHO menyatakan bahwa selama ini belum pernah ada pandemic yang dipicu oleh virus corona
dan pada saat yang bersamaan, belum pernah ada pandemic yang dapat dikendalikan. Atas dasar
itu, maka WHO meminta Negara-negara untuk mengambil tindakan yang mendesak dan agresif
untuk mencegah dan mengatasi penyebaran virus covid 19.

Pandemi global Covid 19 melahirkan problematika baru bagi Negara khususnya


mengenai bagaimana upaya Negara untuk mencegah dan menghentikan penyebaran virus ini
agar tidak semakin meluas. Vaksin sosial seperti kebijakan pembatasan sosial (Social
Distancing) dan lockdown pun dilakukan oleh Negara-negara sebagai respon atas situasi darurat
ini. Jika berbicara dari sudut pandang hubungan internsional, penyebaran virus corona covid 19
telah berdampak luar biasa bagi setidaknya dua ruang lingkup, yaitu aktor (level of analysis) dan
aspek (aspects or issues). Pertama, penyebaran virus ini telah berdampak luar biasa setiap
tingkatan aktor, mulai dari individu, komunitas, masyarakat luas, perusahaan atau pihak swasta,
Negara bahkan global. Kedua, wabah penyakit dan penyebaran covid 19 jelas telah berdampak
pada berbagai aspek kehidupan yang terutama adalah aspek kesehatan, selain juga aspek social,
ekonomi dan politik. Maka dapat dikatakan bahwa situasi ini telah melahirkan ancaman
keamanan bagi manusia sekaligus bagi Negara dan lebih luas lagi yaitu secaraglobal.
Menjawab tantangan tersebut, Negara-negara melakukan intervensi non medis melalui
penggunaan vaksin sosial. Apa sebetulnya yang dimaksud vaksin sosial?. Vaksin sosial adalah
metafora untuk menggambarkan serangkaian tindakan sosial dan perilaku yang dapat digunakan
pemerintah (Negara) untuk meningkatkan kesadaran publik tentang situasi tidak sehat dalam
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui apa yang disebut sebagai mobilisasi social, yaitu
proses dimana orang-orang diorganisasikan untuk memungkinkan mereka berpikir dan bertindak
secara kolektif berdasarkan perkembangan di antara masyarakat sendiri, misalnya saja untuk
menentang praktik-praktik dan perilaku yang tidak sehat, atau bagaimana meningkatkan
ketahanan diri, serta mendorong advokasi untuk perubahan, yang pada akhirnya mendorong
political will (kemauan politik) setiap elemen di dalam Negara untuk mengambil tindakan yang
tepat demi kepentingan masyarakat.
Dalam konteks pandemik covid 19, vaksin sosial ini telah ditempuh oleh berbagai
Negara melalui kebijakan lockdown, pembatasan sosial (Social Distancing) hingga pemanfaatan
data untuk pemetaan persebaran penyakit melauli contact tracing. Negara-negara seperti China,
Italia, Amerika Serikat, India bahkan Indonesia adalah sebagian contoh Negara yang
menerapkan kebijakan ini. Jika dilihat respon Negara dalam menerapkan kebijakan vaksin social
dinilai efektif untuk mencegah dan mengatasi resiko penyebaran virus covid 19. Terbukti telah
tejadi penurunan angka kasus positif di Negara-negara yang mmeberlakukan vaksin social, yang
berarti Negara sedikit mampu mengontrol situasi. Namun perlu dipahami, ketika vaksin social ini
diaplikasikan oleh pemerintah (Negara) pada sat pandemic, efektifitasnya sangat ditentukan oleh
proses diseminasi informasi dan pengambilan serta penggunaan informasi yang akurat dan
transparan terkait resiko infeksi. Mulai dari resiko infeksi di tingkat individu, di tingkat
komunitas, termasuk bagaimana kondisi fasilitaskesehatan dalam penanganan kasus bagaimana
metode untuk mengurangi resiko penyebaran, hingga hal-hal mendetail lainnya.

2. KONTEKS
Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting dimana kebijakan itu dibuat dan
diimplementasikan. Faktor-faktor yang berada di dalamnya antara lain politik, ekonomi, sosial
dan kultur dimana hal-hal tersebut sangat berpegaruh terhadap formulasi dari proses kebijakan.
Ada banyak lagi bentuk yang dikategorikan ke dalam konteks kebijakan yaitu peran tingkat pusat
yang dominan, dukungan birokrasi dan pengaruh aktor-aktor internasional juga turut berperan.
Dalam mengambil kebijakan yaitu PSBB, pemerintah mempertimbangkan adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi seperti pertimbangan keselamatan warga, petimbangan karakteristik
bangsa yang memiliki luas wilayah dan penduduk yang besar dan pertimbangan kemampuan
pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat. Setiap wilayah di indonesia memiliki kondisi
ekonomi,sosial, budaya yang berbeda-beda. Faktor- faktor inilah yang akan berdampak pada
penerapan PSBB, karena perbedaan faktor maka perbedaan implementasi PSBB mengalami
perbedaan juga.
Penerapan PSBB diserahkan kepada pemerintah daerah untuk mengatur bagaimana
prosedur dan persyaratan PSBB. Pada awalnya hanya DKI jakartay ang memberlakukan PSBB,
kemuadian diikuti oleh beberapa wilayah disekitar DKI Jakarta. Pemerintah lebih memilih untuk
menerapkan PSBB dibandingkan dengan lockdown karena melihat pertimbangan ekonomi pada
setiap wilayah.
3. MASALAH KEBIJAKAN
Dalam penanganan covid 19, kebijakan pemerintah justru mengalami disharmonisasi
antara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat dengan kebijakan pemerintah daerah.
Perbedaan tesebut dimulai ketika beberapa daerah menetapkan lockdown namun pemerintah
pusat menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah pusat yang masih menjadi kejanggalan di masyarakat, karena himbauan yang dibuat
masih bersifat tidak mengikat. Seolah pemerintah tidak mau merugi dengan tidak diterapkannya
lockdown.Dalam situasi seperti ini Negara haus hadir dalam memberikan berbagai bantuan yang
dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, mengingat dampak yang
ditimbulkan oeh keganasan virus ini massif dan memberikan efek pelumpuhan pada jalannya
roda perekonomian hampir di seluruh sektor.
Dalam upaya menekan jumlah orang yang terinfeksi, sesuai dengan himbauan WHO
adalah penerapan social distancing yang kemudian berubah menjadi Physical distancing hingga
anjuran lockdown yang salah satunya ditujukan kepada Indonesia. Namun pemerintah dalam hal
ini presiden menampik untuk melakukan lockdown dan lebih memilih PSBB (Pembatasan sosial
Berskala Besar) yang kemudian penerapannya diserahkan kembali kepada pemerintah daerah
untuk mengajukan kebijakan tersebut. Di sisi lain, pemberitaan media juga menginformasikan
bahwa sebelum PSBB ditetapkan, beberapa pemerintah daerah telah diketahui telah
mengusulkan lockdown kepada pemerintah pusat. Tentu saja kebijakan PSBB melawan
permintaan lockdown menimbulkan rekasi pro dan kontra publik. Ditambah lagi berbagai
pemberitaan media yang juga menyoroti perbedaaan analisa dan strategi antara pemerintah pusat
dan daerah dalam menerapkan PSBB. Hal ini menjadi topik dan isu yang ramai diperbincangkan
hingga mendorong timbunya berbagai opini di masyarakat.

4. AKTOR KEBIJAKAN
Aktor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka kebijakan kesehatan. Aktor-aktor
ini biasanya mempengaruhi proses pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Mereka
merupakan bagian dari jaringan, Kadang-kadang disebut juga mitra untuk mengkonsultasi dan
memutuskan kebijakan pada setiap tingkat tersebut. Hubungan dari aktor dan peranannya
(kekuasaannya) sebagai pengambil keputusan adalah sangat tergantung kepada kompromi politik
daripada dengan hal-hal dalam debat kebijakan yang masuk diakal.
Dalam hal kebijakan PSBB, yang menjadi aktor adalah pemerintah pusat yaitu presiden.
Kebijakan ini diambil oleh presiden dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi karena dengan
kebijakan lockdown pembatasan wilayahnya lebih ketat sehingga pastinya akan berdampak pada
ekonomi. Dengan diputuskannya kebijakan ini, pemerintah daerah diharapkan menerapkan
sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing daerah agar tidak terjadi kelumpuhan di salah satu
sektor.

5. USULAN SOLUSI
Sebelum diterapkannya kebijakan PSBB, beberapa kegiatan telah dilakukan yaitu dalam
hal penanganan kesehatan masyarakat seperti penyediaan alat-alat kesehatan, treatment pasien,
riset vaksin dan obat, serta pencegahan wabah yang terus menyebar. Pemerintah telah
mengambil berbagai langkah pengamanan seperti physical distancing, work from home, dan
study from home, pembatasan/pelarangan kegiatan publik, testing, tracing dll. Namun hal
tersebut belum mencukupi untuk mencegah terjadi krisis kesehatan dalam pandemik sekarang
ini. Atas dasar inilah pemerintah melakukan tindakan berupa kebijakan pembatasan sosial
berskala besar (PSBB) untuk mengurangi penyebaran covid 19. Saat ini yang diatur dalam
permenkes 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB dalam rangka percepatan penanganana covid
19. Dalam peraturan tersebut pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan
tertentu penduduk dalam suatu wilaah yang diduga terinfeksi corona virus disease 2019.
Dalam proses implementasi kebijakan PSBB ini muncul berbagai opini publik. Salah
satu cara pemerintah mencapai tujuan untuk membangun opini publik adalah dengan
kemampuannya menggunakan kemampuan media untuk membangun agenda publik. Ada dua
cara bagi setiap pemerintah untuk mempengaruhi opini publik, yang satu adalah pengaruh
langsung dan yang lainnya adalah pengaruh tidak langsung. Pengaruh langsung dilakukan
pemerintah dengan cara melalui pidato dan konferensi pers yang dilakukan pada media.
Pengaruh tidak langsung dapat dilakukan dengan iklan sosial atau iklan layanan masyarakat serta
acara bincang-bincang/talkshow yang dilakukan pada media dengan membahas topik-topik yang
diinginkan dibentuk sebagai opini publik oleh pemerintah. Tetapi pada kenyataannya pemerintah
kurang optimal dalam memberikan informasi kepada masyarakat ,sebagai contoh kebijakan
PSBB. Pemerintah hanya mengeluarkan kebijakan tanpa memberikan sosialisasi kepada
masyarakat. Pembatasan social berskala besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan
tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan atau pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum. Masih banyak masyarakat yang kurang paham terhadap hal ini, terutama dalam
hal penjaminan hak-hak masyarakat seperti hak ekonomi, kesehatan dll saat kebijakan PSBB ini
diberlakukan.akibatnya masyarakat juga dalam menerapkannya tidak optimal.
Setelah dilakukan evaluasi terhadap kebijakan ini, terdapat beberapa ketimpangan dlaam
hal penerapan PSBB tidak menyeluruh diberbagai wilayah dan beberapa daerah dipersulit dalam
hal persetujuan oleh pemerintah terkait penerapan PSBB di wilayahnya sehingga penerapannya
tidak optimal. Selain itu dalam hal penyampaian informasi ke masyarakat juga kurang optimal.
Sehingga seiring berjalannya waktu kebijakan PSBB berangsur-angsur di tiadakan tetapi dengan
mengganti kebijakan tersebut dengan kebijakan PPKM darurat dan PPKM mikro. Kebijakan ini
tampaknya efektif dalam menekan penyebaran virus. Kebijakan PPKM ini lebih menjangkau
daerah-daerah bukan hanya di perkotaan. Pelaksanaan 3T juga lebih massif dilakukan.
Harapannya dengan adanya kebijakan PPKM ini dapat lebih efektif dibandingkan kebijakan
yang ada sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai