Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN COVID-19”

MK : MANAJEMEN GADAR
DOSEN : Ns. Yannerith Chintya, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 12 A3/VI :
1. Tesalonika Karundeng (1814201291)
2. Angreini Lalenoh (1814201210)
3. Resky Sumolang (1814201170)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-
CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian
menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan
MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini
sampai saat ini masih belum diketahui.

Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan
akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa
inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan
pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan
gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa
kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas
di kedua paru.

Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia
yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7
Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut
sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari
2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan
Dunia/ Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan
jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara.
Sampai dengan 3 Maret 2020, secara global dilaporkan 90.870 kasus konfimasi di 72 negara
dengan 3.112 kematian (CFR 3,4%). Rincian negara dan jumlah kasus sebagai berikut:
Republik Korea (4.812 kasus, 28 kematian), Jepang (268 kasus, 6 kematian), Singapura (108
kematian), Australia (33 kasus, 1 kematian), Malaysia (29 kasus), Viet Nam (16 kasus),
Filipina (3 kasus, 1 kematian), New Zealand (2 kasus), Kamboja (1 kasus), Italia (2.036
kasus, 52 kematian), Perancis (191 kasus, 3 kematian), Jerman (157 kasus), Spanyol (114
kasus), United Kingdom (39 kasus), Swiss (30 kasus), Norwegia (25 kasus), Austria (18
kasus), Belanda (18 kasus), Swedia (15 kasus), Israel (10 kasus), Kroasia (9 kasus), Islandia
(9 kasus), San Marino (8 kasus), Belgia (8 kasus), Finlandia (7 kasus), Yunani (7 kasus),
Denmark (5 kasus), Azerbaijan (3 kasus), Republik Ceko (3 kasus), Georgia (3 kasus),
Romania (3 kasus), Rusia (3 kasus), Portugal (2 kasus), Andorra (1 kasus), Armenia (1
kasus), Belarus (1 kasus), Estonia (1 kasus), Irlandia (1 kasus), Republik Latvia (1 kasus),
Lithuania (1 kasus), Luxembourg (1 kasus), Monako (1 kasus), Makedonia Utara (1 kasus),
Thailand (43 kasus, 1 kasus), India (5 kasus), Indonesia (2 kasus), Nepal (1 kasus), Sri Lanka
(1 kasus), Iran (1.501 kasus, 66 kematian), Kuwait (56 kasus), Bahrain (49 kasus), Iraq (26
kasus), Uni Emirat Arab (21 kasus), Libanon (13 kasus), Qatar (7 kasus), Oman (6 kasus),
Pakistan (5 kasus), Mesir (2 kasus), Afghanistan (1 kasus), Yordania (1 kasus), Maroko (1
kasus), Arab Saudi (1 kasus), Tunisia (1 kasus), Amerika Serikat (64 kasus, 2 kematian),
Kanada (27 kasus), Ekuador (6 kasus), Meksiko (5 kasus), Brasil (2 kasus), Republik
Dominika (1 kasus), Algeria (5 kasus), Nigeria (1 kasus), Senegal (1 kasus). Diantara kasus
tersebut, sudah ada beberapa petugas kesehatan yang dilaporkan terinfeksi.

Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui
kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini
adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien
COVID-19. Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi adalah melalui cuci
tangan secara teratur, menerapkan etika batuk dan bersin, menghindari kontak secara
langsung dengan ternak dan hewan liar serta menghindari kontak dekat dengan siapa pun
yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin. Selain itu,
menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas kesehatan
terutama unit gawat darurat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-


2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut
COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan,
infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal


dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia.
Walaupun lebih bayak menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa menyerang siapa saja,
mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.
Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali
ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan
sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam
waktu beberapa bulan.

Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk dalam
kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan virus
penyebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh virus dari
kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa perbedaan dengan
SARS dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.

Masa inkubasi Covid-19 masih terus diteliti oleh para ahli karena virus corona yang
memicu penyakit ini merupakan jenis baru. Badan Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan
masa inkubasi corona mencapai 1-14 hari. Tapi WHO juga menemukan banyak kasus Covid-
19 dengan masa inkubasi cuma 5 hari.

Sebuah laporan riset tentang virus corona yang dimuat di jurnal Annals of Internal
Medicine pada 10 Maret 2020 menyatakan rata-rata masa inkubasi Covid-19 adalah 5 hari.
Para peneliti menemukan kemiripan masa inkubasi corona ini dengan virus penyebab
sindrom pernapasan akut berat (SARS). Tapi dalam riset itu juga dijelaskan bahwa masa
inkubasi bisa lebih dari 14 hari dalam beberapa kasus. Sebelumnya, penelitian yang hasilnya
dimuat di Eurosurveillance pada 6 Februari 2020 menemukan rata-rata masa inkubasi Covid-
19 adalah 6 hari.
B. ETIOLOGI

Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus, yaitu kelompok
virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Pada sebagian besar kasus, coronavirus hanya
menyebabkan infeksi pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini
juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Ada
dugaan bahwa virus Corona awalnya ditularkan dari hewan ke manusia. Namun, kemudian
diketahui bahwa virus Corona juga menular dari manusia ke manusia.

Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:

 Droplets atau tetesan cairan yang berasal dari batuk dan bersih

 Kontak pribadi seperti menyentuh dan berjabat tangan

 Menyentuh benda atau permukaan dengan virus di atasnya, kemudian menyentuh


mulut, hidung, atau mata sebelum mencuci tangan

 Kontaminasi tinja (jarang terjadi)

Bagaimana Covid-19 bisa menginfeksi tubuh:

1. Covid-19 menyebabar melalui droplets atau cairan yang berasal dari tubuh seseorang
melalui batuk atau bersin

2. Cairan yang mengandung virus itu kemudian terlempar ke udara dan masuk ketubuh
orang lain apabila dalam posisi berdekatan, jika tidak virus ini akan menempel
dibenda-benda sekitar yang pernah dilalui oleh penderita

3. Dari sana, tangan orang yang masih sehat bisa saja menyentuh benda-benda tersebut
dan tidak sadar memasukkan virus itu kedalam tubuh
4. Kemudian virus menempel pada bagian reseptor di sel-sel dan mulai berkembang
disana

5. Partikel virus ini kemudian bergerak dengan cepat kebagian belakang saluran hidung
dan membran mukosa dibelakang tenggorokan

6. Virus corona memiliki permukaan berupa protein yang berbentuk runcing, bagian
runcing ini dengan mudah menempel atau mengait pada sel membran dan
memungkinkan material genetik virus masuk dalam sel tubuh manusia

7. Selanjutnya material genetik itu akan membajak metabolisme sel yang menyebabkan
sel tersebut tidak berfungsi normal dan bekerja memperbanyak virus, saat virus
berkembang mereka mulai menginfeksi sel-sel disekitarnya

8. Virus-virus itu kemudian menular dengan sangat cepat ke bagian bawah tubuh hingga
mencapai tabung bronkial

9. Ketika virus telah mencapai paru-paru membran-membran mukosa jadi terinfeksi,


akibatnya alveoli atau lung sacs harus bekerja lebih keras untuk menjalankan
fungsinya

10. Jika terdapat pembengkakan membuat oksigen lebih sulit bergerak melintasi
membran mukosa

11. Pembengkakan dan gangguan aliran oksigen dapat menyebabkan area di paru-paru
penuh dengan cairan, nanah, dan sel mati

12. Pada titik itu, infeksi paru-paru yang disebut sebagai pneumonia bisa terjadi.

C. GEJALA

Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi virus Corona,
yaitu: Demam, batuk kering atau batuk tidak berdahak dan sesak napas. Berdasarkan beratnya
kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala, ringan, sedang, berat dan kritis.
1. Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
2. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala
yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala
tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare,
mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang
muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas
menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam,
batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat termasuk SpO 2 >
93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia
tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan
tidak ada tanda pneumonia berat).
Kriteria napas cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
4. Berat /Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam,
batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres
pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan. ATAU
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan
bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
• sianosis sentral atau SpO2<93% ;
• distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang
sangat berat);
• tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau
penurunan kesadaran, atau kejang.
• Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11
bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
5. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis.
Gambar 1 : Skema kelompok orang dengan faktor risiko dan gejala.

Pada gambar di atas, ada empat kelompok pembagian :

1. Kelompok pertama: Pelaku perjalanan dari negara terjangkit

a. Pelaku perjalanan dari negara/wilayah terjangkit COVID-19 (ada kasus konfirmasi tetapi
bukan transmisi lokal)

Pelaku perjalanan dari negara/wilayah terjangkit COVID-19 yang tidak bergejala wajib
melakukan monitoring mandiri (self-monitoring) terhadap kemungkinan munculnya gejala
selama 14 hari sejak kepulangan. Setelah kembali dari negara/area terjangkit sebaiknya
mengurangi aktivitas yang tidak perlu dan menjaga jarak kontak (≥ 1 meter) dengan orang
lain.

b. Pelaku Perjalanan dari negara/ wilayah dengan transmisi lokal COVID-19

Pelaku perjalanan dari negara/wilayah transmisi lokal maka harus melakukan karantina
mandiri di rumah selama 14 hari sejak kedatangan dan bagi warga negara asing harus
menunjukkan alamat tempat tinggal selama di karantina dan informasi tersebut harus
disampaikan pada saat kedatangan di bandara. Selama masa karantina diharuskan untuk
tinggal sendiri di kamar yang terpisah, menghindari kontak dengan anggota keluarga lainnya,
dan tidak boleh melakukan aktivitas di luar rumah.

2. Kelompok kedua: orang tanpa gejala (OTG)

Kelompok kedua merupakan kelompok orang yang tidak mengalami gejala COVID-19, tetapi
ada riwayat kontak dengan pasien konfirmasi positif COVID-19. Pada kelompok orang ini,
sebaiknya memeriksakan diri ke pusat kesehatan untuk diambil spesimen pemeriksaan RT-
PCR atau Rapid Test pada hari ke-1 dan ke-14. Sementara itu, tetap harus melakukan
karantina di rumah saja, sambil memantau apakah ada gejala yang muncul (pengukuran suhu
sendiri, apakah ada batuk, nyeri tenggorokan, dll.).

3. Kelompok ketiga: orang dalam pemantauan ( ODP )

a. Orang yang mengalami demam (≥38°C) atau riwayat demam; ATAU gejala gangguan
sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi
lokal.
b. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19. ODP juga akan dilakukan pengambilan
spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan COVID-19 dengan RT-PCR.
Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan
PDP dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan RT-PCR.
Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan
berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.

4. Kelompok keempat: pasien dalam pengawasan (PDP)

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yaitu demam (≥38°C) atau riwayat
demam; DISERTAI salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan, seperti

b. batuk/sesak napas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat DAN tidak ada


penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal.

c. Orang dengan demam (≥38°C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

d. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit
DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan. PDP dilakukan
pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan RT-PCR. Pengambilan
spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan
berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan. Tata laksana selanjutnya akan
sesuai kondisi: ringan (isolasi diri di rumah), sedang (di RS Darurat), berat (RS Rujukan).

D. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko utama dari penyakit COVID-19 adalah:

 Riwayat bepergian ke area yang terjangkit COVID-19

 Kontak langsung terhadap pasien yang sudah dikonfirmasi COVID-19


Beberapa faktor risiko yang mungkin dapat meningkatkan risiko mortalitas pada pasien
COVID-19, antara lain:

 Usia >50 tahun

 Pasien imunokompromais, seperti HIV


 Hipertensi
 Diabetes mellitus
 Penyakit kardiovaskular, seperti gagal jantung
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Wanita hamil

E. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan sel


manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan memfasilitasi ekspresi gen
yang membantu adaptasi severe acute respiratory syndrome virus corona 2 pada inang.
Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom
yang menyebabkan outbreak di kemudian hari.

Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) menggunakan


reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus respiratorius
bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus
melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi
sebagai pengatur receptor binding domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi
dalam fusi membran antara sel virus dan sel inang.

Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma sel
inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan membentuk
kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan menyintesis
subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan protein struktural dan tambahan.

Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein nukleokapsid,


dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus. Virion kemudian akan
berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang terinfeksi melalui eksositosis.
Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal, dan
limfosit T, dan traktus respiratorius bawah, yang kemudian menyebabkan gejala pada pasien.

F. KLASIFIKASI
Tujuh tipe klasifikasi virus Corona yang bisa menginfeksi manusia adalah :

1) 229E (alpha coronavirus)

2) NL63 (alpha coronavirus)

3) OC43 (beta coronavirus)

4) HKU1 (beta coronavirus)

5) MERS-CoV (beta coronavirus yang menyebabkan Sindrom Pernafasan di Timur


Tengah, atau MERS)

6) SARS-CoV (beta coronavirus yang menyebabkan Sindrom Pernafasan Akut


Parah, atau SARS)

7) SARS-CoV-2 (CoV baru atau COVID-19). Nama SARS-CoV-2 diberikan untuk


mengidentifikasikan famili virus.

Klasifikasi Kasus Covid-19 untuk masyarakat :


1) Orang Tanpa Gejala (OTP)
Orang tanpa gejala yang memiliki kontak dengan kasus positif
(Isolasi diri dirumah)
2) Orang Dalam Pemantauan (ODP)
Orang yang memiliki gejala ringan, dan membutuhkan pemeriksaan
(Isolasi diri dirumah)
3) Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
Pasien yang meemiliki gejala ringan/sedang/berat yang memiliki riwayat
perjalanan/kontak dan membutuhkan pemeriksaan
(Ringan : Isolasi diri dirumah, Sedang : Rawat di RS Darurat, Berat : Rawat di RS
Rujukan)
4) Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan positif
(Ringan : Isolasi diri dirumah, Sedang : Rawat di RS Darurat, Berat : Rawat di RS
Rujukan)

G. KOMPLIKASI

Pada kasus yang parah, infeksi COVID-19 bisa menyebabkan komplikasi serius berupa:

 Edema paru

 Gagal napas akut


 Pneumonia

 Gagal jantung akut

 Gagal hati akut

 Infeksi sekunder pada organ lain

 Gagal ginjal

 Gangguan pembekuan darah

 Rhabdomyolysis

 ARDS (acute respiratory distress syndrome)

 Syok septik

 Kematian

Selain itu, saat ini muncul istilah long haul COVID-19. Istilah ini merujuk kepada seseorang
yang sudah dinyatakan sembuh melalui hasil pemeriksaan PCR yang sudah negatif, namun
tetap merasakan keluhan seperti lemas, batuk, nyeri sendi, nyeri dada, sulit berkonsentrasi,
jantung berdebar, atau demam yang hilang timbul.

H. DIAGNOSIS COVID-19

Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi COVID-19, dokter akan menanyakan gejala


yang dialami pasien, riwayat perjalanan pasien, dan apakah sebelumnya pasien ada
kontak dekat dengan orang yang diduga terinfeksi COVID-19.

Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan berikut:

 Rapid test, untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) yang diproduksi oleh tubuh
untuk melawan virus Corona
 Tes PCR  (polymerase chain reaction) atau swab test, untuk mendeteksi virus Corona
di dalam dahak
 CT scan atau Rontgen dada, untuk mendeteksi infiltrat atau cairan di paru-paru
 Tes darah lengkap, untuk memeriksa kadar sel darah putih dan C-reactive protein

Perlu diketahui, rapid test pada COVID-19 hanya digunakan sebagai tes skrining atau


pemeriksaan awal, bukan untuk memastikan diagnosis COVID-19. Hasil rapid test positif
belum tentu menandakan Anda terkena COVID-19. Anda bisa saja mendapatkan hasil
positif bila pernah terinfeksi virus lain atau coronavirus jenis lain.

Sebaliknya, hasil rapid test COVID-19 negatif juga belum tentu menandakan bahwa Anda
terbebas dari COVID-19. Oleh sebab itu, apa pun hasil rapid test Anda, konsultasikan
dengan dokter agar dapat diberikan pengarahan lebih lanjut, termasuk perlu tidaknya
mengonfirmasi hasil tes tersebut dengan tes PCR.

I. PENATALAKSANAAN

TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN COVID-19

1. PEMERIKSAAN PCR SWAB

• Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila pemeriksaan
di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di hari kedua, Apabila
pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan pemeriksaan di hari
berikutnya (hari kedua).
• Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak tiga kali
selama perawatan.
• Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan pemeriksaan
PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya dilakukan pada pasien yang
berat dan kritis.
• Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan setelah sepuluh
hari dari pengambilan swab yang positif.
• Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan disesuaikan
kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di fasilitas kesehatan masing-
masing.
• Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam selama tiga
hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang positif, kemungkinan
terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen atau
partikel virus yang sudah tidak aktif. Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT)
value untuk menilai infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan
laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai dengan
reagen dan alat yang digunakan.

Tabel 1. Jadwal Pengambilan Swab Untuk Pemeriksaan RT-PCR


Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11/12*

X X x

Keterangan : * diperiksa hanya untuk berat dan kritis


2. TANPA GEJALA
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas
publik yang dipersiapkan pemerintah.
• Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
• Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke
rumah):
• Pasien :
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi
dengan anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya (sebelum
jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik /
wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang
lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika
terjadi peningkatan suhu tubuh >
38oC

• Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar
(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle).
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya

• Keluarga:
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
- Senantiasa mencuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu dll

c. Farmakologi
• Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor
dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung
• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama
30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
• Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU)
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern
Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan
untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien.
• Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

3. DERAJAT RINGAN
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak
muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan
pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga
gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan
mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan
pemerintah.
• Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi pasien.
• Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.

b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologis
• Vitamin C dengan pilihan:
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30
hari),
- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink
• Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU)
• Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari  Antivirus :
- Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari (terutama bila
diduga ada infeksi influenza)
ATAU
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral
hari ke-1 dan selanjutnya 2 x
600 mg (hari ke 2-5)
• Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern
Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan
untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

4. DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
• Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
• Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/
Rumah Sakit Darurat COVID-19

b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi
cairan, oksigen
• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati dan foto toraks secara berkala.

c. Farmakologis
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
• Diberikan terapi farmakologis berikut:
o Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau
sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada
infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7
hari).
o Antivirus: Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau
Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari
ke 2-5 atau hari ke 2-10)
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
(lihat halaman 66-75)
• Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

5. DERAJAT BERAT ATAU KRITIS


a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
• Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 1.

b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen
• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
• Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
• Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
- Limfopenia progresif, - Peningkatan CRP progresif, Asidosis laktat
progresif.
• Monitor keadaan kritis
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik (alur gambar 1)
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu
sebagai berikut o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-
invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau
efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV. (alur gambar
1)
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru.
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).

• Terapi Oksigen

- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas
dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi
sesuai target SpO2 92 – 96%.
- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow
Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau
terjadi perburukan klinis.
- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40%
sesuai dengan kenyamanan
pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 -96%
o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan
fraksi oksigen, jika
 Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
 Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%)
 Work of breathing yang masih meningkat
(dyspnea, otot bantu nafas aktif)

ISOLASI MANDIRI

Jika tidak memiliki gejala, tetapi telah berkontak erat dengan orang yang terinfeksi
virus COVID-19, maka lakukan karantina mandiri selama 14 hari dan pantau jika
muncul gejala. Laporkan segera kepada petugas kesehatan setempat. Jika terinfeksi
COVID-19 (terkonfirmasi COVID-19), lakukan isolasi sesuai petunjuk dokter. Ikuti
protokol isolasi mandiri.

Isolasi merupakan tindakan pemisahan orang yang sakit baik yang sudah terkonfirmasi
atau memiliki gejala COVID-19 untuk mencegah penularan ke orang lain di
masyarakat, termasuk anggota keluarga. Isolasi dapat dilakukan mandiri, di tempat
khusus, atau di rumah sakit. Hal ini dilakukan berdasarkan rekomendasi dari penyedia
layanan kesehatan. Isolasi mandiri dilakukan di rumah terhadap orang tanpa gejala,
orang bergejala ringan dengan mengikuti rekomendasi dari petugas kesehatan. Istilah
isolasi harus dibedakan dengan karantina, walaupun secara umum bentuk
kegiatannya sama. Karantina merupakan pemisahan individu yang sehat atau tidak
bergejala namun kontak erat dari kasus COVID-19.

Hal-hal yang dilakukan selama isolasi/karantina mandiri:

 Tetap tinggal di rumah selama isolasi


 Menggunakan kamar terpisah dari anggota keluarga lain
 Menggunakan masker ketika berinteraksi dengan anggota keluarga
 Menjaga jarak minimal 1 meter dari anggota keluarga lain
 Menggunakan peralatan sendiri seperti alat makan, minum, dan mandi
 Selalu menjaga kebersihan tangan
 Memisahkan cucian dari anggota keluarga lain
 Rutin membersihkan semua permukaan benda termasuk kamar mandi dengan
disinfektan
 Monitoring gejala, dan tanda. Hubungi fasyankes jika mengalami perburukan gejala
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat) lainnya seperti konsumsi gizi seimbang, dan istirahat cukup.

J. PENCEGAHAN

Pencegahan Virus Corona (COVID-19)

Saat ini, Indonesia sedang melakukan vaksinasi COVID-19 secara berkala ke masyarakat


Indonesia. Meskipun vaksinasi sudah mulai di jalankan, cara pencegahan yang terbaik
adalah dengan menghindari faktor-faktor yang bisa menyebabkan Anda terinfeksi virus
ini, yaitu:

1) Menggunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian, termasuk


saat pergi berbelanja dan mengikuti ibadah.
2) Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang mengandung
alkohol minimal 60%, terutama setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat
umum.
3) Menjaga jarak, terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter
dari orang lain
4) Menjauhi kerumunan serta mengurangi mobilitas, jangan dulu ke luar rumah kecuali
ada keperluan mendesak.
5) Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.
6) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi
makanan bergizi, berolahraga secara rutin, beristirahat yang cukup, dan mencegah
stres.
7) Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang dicurigai positif terinfeksi
virus Corona, atau orang yang sedang sakit demam, batuk, atau pilek.
8) Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian buang tisu ke
tempat sampah.
9) Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan,
termasuk kebersihan rumah.
10) Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam mencegah penyakit akibat
infeksi. Dengan mendapatkan vaksin COVID-19, Anda bisa memiliki kekebalan
terhadap virus Corona tanpa harus terinfeksi terlebih dahulu.

Berikut ini adalah beberapa kelompok yang termasuk prioritas vaksin COVID-19:

 Tenaga kesehatan yang memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi dan menularkan
COVID-19
 Orang dengan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi tertular dan menularkan
COVID-19 karena tidak dapat melakukan jaga jarak secara efektif, seperti anggota
TNI/Polri, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya
 Orang yang memiliki penyakit penyerta dengan risiko kematian tinggi bila terkena
COVID-19, termasuk lansia

Setelah semua kelompok prioritas di atas mendapat vaksin COVID-19, vaksinasi akan
dilanjutkan ke kelompok penerima vaksin COVID-19 lainnya, mulai dari penduduk di
daerah yang banyak kasus COVID-19 sampai ke seluruh pelosok Indonesia.
TREND DAN ISSUE

JURNAL BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL INFO SINGKAT


“Kajian singkat terhadap isu aktual dan strategis”
Vol. XII, No. 16/II/Puslit/Agustus/2020-2021

UJI KLINIK CORONAVAC DAN RENCANA VAKSINASI


COVID-19 MASSAL DI INDONESIA

RAHMI YUNINGSIH, SKM, MKM | rahmi.yuningsih@dpr.go.id


Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
ISSN 2088-2351 | http://puslit.dpr.go.id
Abstrak
Presiden Jokowi meninjau penyuntikan calon vaksin Covid-19 pertama kepada beberapa
sukarelawan di Bandung, Jawa Barat pada 11 Agustus 2020. Calon vaksin dikembangkan
oleh Sinovac Biotech, China dan sedang dilakukan uji klinik fase III di lima negara, termasuk
Indonesia. Jika uji klinik berhasil dan vaksin telah disetujui Badan POM serta diproduksi
secara massal, pemerintah berencana melakukan vaksinasi massal kepada masyarakat. Selain
mengembangkan calon vaksin dari China, Indonesia juga mengembangkan calon vaksin
dalam negeri yang saat ini akan masuk tahap uji praklinik pada hewan. Terkait rencana
vaksinasi massal, perlu diperhatikan beberapa faktor seperti sosialisasi yang masif,
pendekatan terhadap kelompok antivaksin, konsistensi kebijakan, dan dukungan sumber
daya. DPR RI perlu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan uji klinik tersebut dan
rencana vaksinasi massal.

Target
Uji klinik CoronaVac pertama dilakukan kepada sukarelawan dengan terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tes usap. Relawan yang tercatat hingga 15 Agustus
2020 sebanyak 1.451 dari target 1.620 relawan dengan rentang usia 18 hingga 59 tahun.
Sedangkan yang sudah menjalani suntikan pertama uji klinik III sebanyak lebih dari 100
relawan. Relawan akan disuntikan dua kali dengan jarak waktu 14 hari. Pemantauan terhadap
efek dan keamanan vaksin dilakukan hingga enam bulan ke depan. Uji klinik fase 1-III dapat
selesai dalam waktu enam bulan (mulai dari awal Agustus 2020)

Metode Pelaksanaan
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam rencana dilakukannya vaksinasi massal
pada tahun 2021 mendatang. Pertama, perlu dilakukannya sosialisasi yang masif tentang
pentingnya vaksinasi sebagai upaya yang paling efektif dalam mencegah penyakit dan
bahayanya pandemi Covid-19 dalam berbagai perspektif kehidupan.
Sosialisasi juga melibatkan semua media massa dan media sosial karena banyak media yang
keliru memberitakan vaksin dan obat Covid-19 adalah sama padahal keduanya berbeda.
Vaksin bertujuan mencegah penyakit sedangkan obat bertujuan menyembuhkan ketika
terjangkit penyakit. Vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang efektif dari penularan
penyakit dan menjadi kewajiban pemerintah menjamin ketersediaan vaksin.

Hasil dan Pembahasan


 Indonesia selain turut mengembangkan calon vaksin yang dibuat negara lain, juga
mengembangkan calon vaksin dalam negeri yang diberi nama vaksin merah putih.
Vaksin ini dikembangkan oleh LBM Eijkman, BPPT, Badan POM,
Kemenristek/BRIN serta sejumlah universitas. Penelitian, pengembangan dan
produksi vaksin dalam negeri tersebut telah mendapat dukungan dari Komisi IX DPR
RI melalui Rapat Kerja Bersama Kemenristek/BRIN, Kementerian Kesehatan, Badan
POM serta PT Bio Farma (Persero).
 DPR RI khususnya Komisi IX perlu melakukan pembahasan dengan mitra kerja
maupun stakeholder lainnya mengenai pelaksanaan uji klinik CoronaVac. Perlu
diperhatikan tindak lanjut terhadap adanya KIPI dan permasalahan pasca vaksinasi.
Selain itu, DPR RI perlu melakukan pengawasan dan pembahasan anggaran terhadap
rencana dan pelaksanaan vaksinasi massal di tahun depan.
 Dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Laksana
dan Penilaian Obat Pengembangan Baru, vaksin yang merupakan produk biologi
harus melalui proses pengembangan sebelum dipasarkan. Setelah melakukan evaluasi
terhadap hasil uji klinik CoronaVac fase I dan II, Badan POM merekomendasikan
dilakukannya uji klinik fase III di Indonesia untuk mengetahui sejauh mana
efektivitas vaksin memunculkan antibodi spesifik terhadap Covid-19 di Indonesia.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 COVID-19 adalah virus yang merusak sistem pernapasan dan dapat menyebabkan
beberapa komplikasi akibat infeksinya hingga kematian. Gejala yang paling umum
ditemukan adalah demam dan batuk tidak berdahak.

 Aplikasikan bagaimana cara pencegahan penyebaran COVID-19 dalam kehidupan


sehari-hari dengan 5M: menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak,
menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas.

 Jangan terlalu merasa tertekan dan terbebani selama masa pandemi wabah ini, karena
yang dibutuhkan adalah kuatnya sistem imun atau metabolisme tubuh dan dapat
meningkatkan imun denngan olahraga serta makan makanan yang sehat.
 Ketika sudah merasakan gejala-gejala jangan takut dan langsung konsultasikan
kepada dokter untuk penanganan selanjutnya

Daftar Pustaka

 Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus Disease 2019:


Review of Current Literatures

 Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Pencegahan


dan pengendalian Corona Virus Disease(Covid-19) Kementrian RI;2020.
https://covid19.kemkes.go.id/protokol-covid-19/kmk-no-hk-01-07-menkes-413-
2020-ttg-pedoman-pencegahan-dan-pengendalian-covid-19

 Prof. Dr. dr Sutaryo, Sp.A(K) 2020. Buku Praktis PENYAKIT VIRUS CORONA
2019 (COVID-19)

 Erlina Burhan (2020). Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Perhimpunan


Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
PEDOMANTATALAKSANACOVID-19/Edisi3.
https://www.papdi.or.id.pedoman_tatalaksana_covid19

 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-


nCoV. PDPI: Jakarta; 2020.

 Mengetahui Manfaat Vaksin COVID-19 dan Kelompok Penerima Prioritasnya


2021. [Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia]https://www.alodokter.com/mengetahui-manfaat-vaksin-covid-19-dan-
kelompok-penerima-prioritasnya

 Belladina Biananda 2020. Infeksi Virus Corona sebabkan komplikasi beberapa


organ. https://amp.kontan.co.id/news/infeksi-virus-corona-sebabkan-komplikasi-
beberapa-organ

 dr. Nurhayati, Sp.P, FISR. Masa Inkubasi Covid-19, Berapa Lama?.


https://primayahospital.com/covid-19/Diakses pada kamis, 13 agustus 2020 jam
23.24

Anda mungkin juga menyukai