Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

CEDERA KEPALA

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah III


Dosen : Ns. Julia Rottie, S.Kep., M. Kep

Kelompok 5 :

1. Tesalonika Karundeng
2. Yolanda Hantja
3. Valentina Sumolang
4. Likius Manori
5. Rivina Ramisan

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
TAHUN 2020

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera
cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30
tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari
setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh
lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan selama
transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih
dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan
lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan. Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan
menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak
adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras. Penyebab
cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan
terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian
menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang
sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, dan otak. (Muttaqin, 2012 : 150)
Cedera kepala adalah sustu keadaan kehilangan fungsi neurologis sementara dan
tanpa kerusakan struktur. (Battiscaca, 2008 : 97)
Cidera kepala adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang menimbulkan
kematian pada manusia. (Hudak & Gallo, 2010 : 225)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Dari pengertian diatas cedera kepala adalah cedera karena tekanan yang
menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau menurunnya kesadaran
sementara, yang dapat menimbulkan gejala seperti pusing, nyeri  kepala, tanpa adanya
kerusakan lainnya.

B. Anatomi Kepala
1.      Kulit kepala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh-
pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah
yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit
kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio,
laserasi, atau avulasi.
2.      Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur
calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan
kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak
rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar
(tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia
meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.

3.      Lapisan Pelindung otak / Meninges


Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.
-     Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat
pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna.
Fungsi durameter :
1.   Melindungi otak.
2    Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa
jaringan vaskuler ).
3.   Membentuk periosteum tabula interna.
-     Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara
durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial.
Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks
serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah cedera dan  robek pada trauma kepala.
-     Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur
penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan parameter
terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan
memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
4.      Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada
trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium
terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan
keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.
  Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian
tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5.      Tekanan Intra Kranial (TIK).
  Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan
normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang
kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa
Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup
tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.

 JENIS-JENIS CEDERA KEPALA


1.      Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan
otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh
pemberian kekuatan yang amat  berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur
tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius
karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2.      Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan
suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat
pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa
menit saja  dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang
menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran
pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang
konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat. Cedera otak serius dapat terjadi yang
menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi.
3.      Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama
beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan
amnesia atau disonentasi.
4.      Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan
adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post
truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5.      Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara
tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda
diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi
karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6.      Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering  disebabkan
oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan
aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau
kronik.
-          Hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau lasersi.
-          Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada
pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
-          Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
7.      Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan
diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering
kali bersifat kronik.
8.      Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada
parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan
akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.
B. Klasifikasi Cedera Kepala
 Klasifikasi menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua :
1.      Cedera kepala Primer
Adalah kelainan patologi tak yang timbul akibat langsung pada mekanisme dinamik
(acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyeybabkan gangguan pada jaringan pada cedera kepala
primer dapat terjadi
 Komosio Serebri/gegar otak
Berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras dan menggoyangkan otak,
menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak termasuk kemungkinan kehilangan
kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera kepala.
Tanda-tanda gegar otak; hilangnya kesadaran, sakit kepala berat, hilangnya ingatan (amnesia)
pening, lemah, pandangan ganda.
 Kontusio serebri/memar otak
Memar otak lebih serius, diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak
menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak
pecah dan pendarahan. Pasien pingsan pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari
bahkan berminggu-minggu.
2.      Cedera Kepala Sekunder
Adalah kelainan patologik otak disebabkan kelaianan brokimia, metabolisme, fisiologi yang
timbul setelah trauma. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala seperti:
 Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya bersamaan dengan
cedera kepala. Adanya obstruksi saluran napas, atelektasis, aspirasi, pneumonia, gangguan
pernapasan sehingga pasien mengalami kesulitan bernapas, pada akhirnya mengalami
hipoksia.
 Hipotensi sistemik
Biasanya hipotensi bukanlah disebabkan oleh cedera otak itu sendiri kecuali pada stadium
termnal di mana kelak terjadi kerusakan dan kegagalan medula ablogata. Hipotensi sering
merupakan suatu tanda adanya pendarahan hebat, di mana pendarahannya kadang-kadang
tidak tampak jelas. Hipotensi juga direncanakan oleh adanya cedera medula spinalis, kontusio
jantung ataupun tension  pneumototaks.
 Edema Serebral
Tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan odema serebral akan mengakibatkan
bertambahnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang tengkorak sehingga terjadi
peningkatan TIK, dan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan otak.
 Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko terjadinya
infeksi sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya.
 Hiperkapnea & Komplikasi pernapasan

 Klasifikasi berdasarkan mekanismenya


·         Trauma kepala tertutup: gegar otak, memar otak
·         Trauma kepala trbuka: faktur tulang tengkorak

 Klasifikasi berdasarkan morfologinya


·         Faktur tengkorak
·         Lesi intrakranial, perdarahan meningeal, sub arachnoid

 Klasifikasi perdarahan intrakranial


·         Intrasubdural hematoma (ICH)
·         Subdural hematoma (SDH)
·         Epidural hematoma (EDH)

Hematoma intrakranial adalah kumpulan darah di dalam tengkorak yang paling sering
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di dalam otak. Seseorang biasanya mengalami
kondisi tersebut akibat kecelakaan mobil atau terjatuh. Kumpulan darah pada hematoma
intrakranial bisa terjadi di dalam jaringan otak atau di bawah tengkorak yang berpotensi
menekan otak.

Nah, hematoma subdural merupakan bagian dari hematoma intrakranial. Hematoma bisa
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu hematoma subdural, hematoma epidural, dan hematoma
intraparenchymal. 

Hematoma subdural terjadi ketika pembuluh darah pecah di antara dura (lapisan terluar otak)
dan lapisan berikutnya, yaitu arachnoid. Hematoma subdural dibagi lagi menjadi tiga jenis,
yaitu akut, subakut, dan kronis. Hematoma subdural jenis akut adalah yang paling berbahaya
dari ketiganya.

 Klasifikasi cedera kepala berdasarkan nilai skala Glasgow (GCS)


Berdasarkan buku Advanced Trauma Life Support, GCS berguna untuk menentukan derajat
trauma/cedera kepala (trauma capitis), derajat cedera kepala berdasarkan GCS:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma.
DERAJAT KESADARAN
1. Compos Mentis. (GCS 14-15) kesadaran normal
2. Apatis (GCS 12-13) sikapnya acuh tak acuh
3. Somnolen (GCS 10-11) mudah tertidur(mudah dibangunkan)
4. Delirium (GCS 9-7) gelisah, disorientasi, memberontak, berteriak-teriak
5. Stupor (Soporos Coma) (GCS 4-6) tertidur lelap, ada respon terhadap nyeri
6. Koma (GCS 3) tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
Cara menghitung GCS :
Ada 3 respon dalam penilaian :
1. Eyes (Mata), E 4
2. Verbal (Suara), V 5
3. Motor (Motorik), M 6

Singkatan E_V_M

1. Eye (Mata), E 4

 Nilai (4) spontan


 Nilai (3) suara
 Nilai (2) nyeri
 Nilai (1) tidak ada respon

2. Verbal (Suara), V 5
 Nilai (5) terorientasi
 Nilai (4) disorientasi
 Nilai (3) kata-kata tidak jelas
 Nilai (2) mengerang
 Nilai (1) tidak ada respon

3. Motor (Motorik), M 6
 Nilai (6) mengikuti perintah
 Nilai (5) menjangkau atau menepis terhadap (nyeri)
 Nilai (4) menghindari atau menarik terhadap (nyeri)
 Nilai (3) dekortikasi (abnormal flexion) terhadap (nyeri)
 Nilai (2) deserbasi (abnormal extension) terhadap (nyeri)
 Nilai (1) tidak ada respons

C. Etiologi

- Kecelakaan lalu lintas


- Jatuh
- Cedera akibat kekerasan
- Kecelakaan saat olahraga

Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam. Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda tumpul,
Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak
adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam
pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm
sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung
kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.

D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat
atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan
adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
bahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
F. Komplikasi
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal
dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema
paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan
tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila
keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke
paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya
cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan
menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel
lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga
peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan
obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara
intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien
untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea

G. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan
memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi.
Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut penanganan
masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya.Beberapa
kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali
masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun
kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita
sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan
jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang
sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga
menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatanadalah
membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan ikatan
yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila
perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya disebabkan
karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih
berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu
lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.Pencegahan
tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan
pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi
terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui
rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan
atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan
memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.Ancaman kerusakan
atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial
serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan
paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak
ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial
hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio
dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

I. Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-Brething-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung memper-
hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan
pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
 Penanganan Cedera Kepala Ringan
Pasien dengan CT Scan normal dapat keluar dari UGD dengan peringatan apabila
mengantuk atau sulit bangun (bangunkan setiap 2 jam), mual dan muntah, kejang,
perdarahan/keluar cairan dari hidung atau telinga, nyeri kepala hebat,
kelemahan/gangguan sensibilitas pada ekstrimitas, bingung dan tingkah laku aneh,
pupil anisokor, penglihatan dobel/gangguan visus, nadi yang terlalu cepat/terlalu
pelan, pola nafas yang abnormal.
 Penanganan Cedera Kepala Sedang
Beberapa ahli melakukan skoring cedera kepala sedang dengan Glasgow Coma
Scale Extended (GCSE) dengan menambahkan skala Postrauma Amnesia(PTA)
dengan sub skala 0-7 dimana skore 0 apabila mengalami amnesia lebih dari 3
bulan,dan skore 7 tidak ada amnesia. Bachelor (2003) membagi cedera kepala sedang
menjadi :
1.Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness
2.Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma
3.Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah.
Penanganan cedera kepala sedang sering kali terlambat mendapat penanganan
Karena gejala yang timbul sering tidak dikenali . Gejala terbanyak antara lain : mudah
lupa, mengantuk, nyeri kepala, gangguan konsentrasi dan dizziness. Penatalaksanaan
utamanya ditujukan pada penatalaksanaan gejala, strategi kompensasi dan modifikasi
lingkungan (terapi wicara dan okupasi) untuk disfungsi kognitif ,dan psiko edukasi.
 Penanganan Cedera Kepala Berat
Diagnosis dan penanganan yang cepat meliputi:
Primary survey : stabilisasi cardio pulmoner
Secondary survey : penanganan cedera sistemik, pemeriksaan mini
neurologi dan ditentukan perlu penanganan pembedahan atau perawatan di ICU.

J. Konsep Peningkatan Tekanan Intrakarnial


 Pengertian
Tekanan intrakranial adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial, dan
cairan serebrospinal (CSS) di dalam tengkorak.  Pada satu-satuan waktu keadaan normal dari
tekanan intrakranial bergantung pada posisi pasien dan berkisar kurang atau sama dengan 15
mmHg.
 Etiologi
a.  Aliran darah serebral
Peningkatan TIK secara signifikan menurunkan aliran darah dan menyebabkan istemia. Bila
terjadi iskemia komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang
tidak dapat diperbaiki.
Pada keadaan iskemia serebral, pusat vasom ator terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat
untuk mempertahankan aliran darah. Keadaan ini selalu disertai dengan lambatnya denyutan
pembuluh darah pernapasan yang tidak teratur.
b.  Edema serebral
Edema atau pembengkakan serbral terjadi bila air yang ada peningkatan di dalam sistem saraf
pusat. Adanya tumor otak dihubungkan dengan produksi yang berlebihan dari hormon anti
diuretik, yang hasilnya terjadi retensi urin. Bahkan adanya tumor kecil dapat menimbulkan
PTIK yang besar.
 Manifestasi Klinis
·         Tanda paling dini dari peningkatan TIK adalah letargi. Lambatnya bicara dan
lambatnya respons verbal bahkann hal ini menjadi indikator awal.
·         Adanya perubahan tiba-tiba pada kondisi pasien seperti gelisah (tanpa penyebab yang
nyata), terlihat konfusio, atau menunjukkan peningkatan mengantuk.
Tanda-tanda ini dapat diakibatkan diri kompresi otak, karena pemngkakan akibat hemoragi
atau edema atau meluasnya lesi intrakranial (hematoma atau tumor) atau kombinasi
keduanya.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A.          Pengkajian

Tanggal Pengkajian        : 1 November 2020


Tanggal Masuk               : 1 November 2020
Ruang                              : Melati
Nomor Register              : 10775609
Diagnosa Medis             : Cedera Kepala Ringan (CKR)
1.      Identitas Klien
Nama Klien              : Tn. A
Jenis Kelamin          : Laki - laki
Usia                          :  25 tahun
Status Perkawinan    : belum menikah
Agama                      : Kristen Protestan
Pendidikan               : SMA
Bahasa                     : Bahasa Indonesia
Pekerjaan                 : Swasta
Alamat                    : Mapanget barat
Sumber biaya           : Pribadi
Sumber informasi  : Klien dan keluarga
2.      Riwayat keperawatan
a.       Riwayat kesehatan sekarang.
1)      Keluhan utama : Pusing
b.      Riwayat kesehatan masa lalu.
1)      Riwayat penyakit sebelumnya         : tidak ada
2)      Riwayat alergi                                : tidak ada
3)      Riwayat pemakaina obat                  : tidak ada
c.       Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor resiko:

Tidak ada
d.      Riwayat psikososial dan spiritual
1)      Orang terdekat dengan klien : kakak klien
2)      Masalah yang mempengaruhi klien : tidak dapat bekerja
3)      Mekanisme koping terhadap stress : tidur
4)      Persepsi klien terhadap pemyakitnya : ingin cepat sembuh agar dapat bekerja kembali
5)      System nilai kepercayaan : berdoa, beribadah
6)      Kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini :
Kondisi lingkungan baik
3.      Pengkajian Fisik
a.       Pemeriksaan fisik umum
1)      Berat badan              : 50 kg             (sebelum sakit:) 50 kg
2)      Tinggi badan            : 167 cm
3)      Keadaan umum        : ringan
4)      Pembesaran kelenjar getah bening   : tidak

b.      System penglihatan       
1)      Posisi mata                           : simetris
2)      Kelopak mata                       : normal
3)      Pergerakan bola mata           : normal
4)      Konjungtiva                         : merah muda
5)      Kornea                                 : normal
6)      Sclera                                   : anikterik
7)      Pupil                                    : isokor
8)      Otot-otot mata                     : tidak ada kelainan
9)      Fungsi penglihatan             : baik
10)  Tanda-tanda radang              : tidak ada
11)  Pemakaian kaca mata           : tidak
12)  Pemakaian lensa kontak       : tidak
13)  Reaksi terhadap cahaya        : normal
c.       System pendengaran
1)      Daun telinga                         ; normal
2)      Karakteristik serumen          : tidak ada
3)      Kondisi telinga tengah         : normal
4)      Cairan pada telinga              : tidak ada
5)      Perasaan penuh di telinga    : tidak
6)      Titinus                                  : tidak ada
7)      Fungsi pendengaran             : normal
8)      Gangguan keseimbangan     : tidak ada
9)      Pemakaian alat bantu           : tidak ada

d.      System wicara    : normal

e.       System pernafasan        
1)      Jalan nafas                : bersih
2)      Pernafasan                : sesak
3)      Penggunaan otot bantu : tidak
4)      Frekuensi                  : 34x/menit
5)       Irama                       : teratur
6)      Jenis pernafasan       : kusmaul
7)      Kedalaman               : dangkal
8)      Batuk                       : tidak
9)      Sputum                     : tidak
10)  Konsistensi                : tidak
11)  Terdapat darah          : tidak
12)  Palpasi dada              : tidak ada nyeri
13)  Perkusi dada             : redup
14)  Suara nafas                : vesikuler
15)  Penggunaan alat bantu nafas : ada
f.       System kardiovaskular
1)      Sirkulasi perifer
a.       Nadi                               :  102 x/ menit
b.      Tekanan darah                : 110/70 mmHg
c.       Distensi vena jugularis   : tidak
d.      Temperature kulit           : hangat
e.       Warna kulit                    : kemerahan
f.       Pengisian kapiler            : < 3 detik
g.      Edema                            : tidak ada
2)      Sirkulasi jantung
a)      Kecepatan denyut apical:  102 x/menit
b)      Irama                              : teratur
c)      Kelaianan bunyi jantung: tidak ada
d)     Sakit dada                       : tidak
g.      System hematologi
1)      Pucat            : tidak
2)      Perdarahan   : tidak

h.      Sisitem saraf pusat


1)      Keluhan sakit kepala            : tidak
2)      Tingkat kesadaran                : somnolent
3)      GCS                                     : E: 3    M: 6     V: 5
4)      Tanda-tanda PTIK               : tidak ada
5)      Pemeriksaan reflex               : positf
i.        System pencernaan
1)      Gigi              : terdapat caries
2)      Penggunaan gigi palsu : tidak
3)      Stomatitis     : tidak
4)      Lidah kotor  : ya
5)      Salifa            : normal
6)      Muntah         : tidak
7)      Nyeri daerah perut : tidak
8)      Bising usus : 15x/menit
9)      Hepar           : tidak teraba
10)  Abdomen      : distensi

j.        System endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid         : tidak ada
Nafas bau keton                          : tidak

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedem otak
2. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hipoventilasi
3. Asupan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mualmuntah

C. Intervensi Keperawatan
1. Dx : Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan sumbatan
pembuluh darah otak
Pemantauan Tekanan Intrakarnial.
Observasi
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK
 Monitor peningkatan TD
 Monitor penurunan frekuensi jantung
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor kadar CO² dan pertahankan dalam rentang yg diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
Terapeutik
 Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sistem pemantauan, jikaperlu
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. Dx: Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hipoventilasi


Manajemen Jalan Napas.
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dgn head-tiit dan chin-lift
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jikaperlu
 Berikan oksigen, jikaperlu
Edukasi
 Anjurkan asupan nutrisi cairan 2000 ml/hari, jika tdk kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jikaperlu

3. Dx: Asupan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mualmuntah
Manajemen Nutrisi.
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yg disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan lab
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jikaperlu
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu dan sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jikaperlu
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jikamampu
 Ajarkan diet yg diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sblum makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi

D. Soal Kasus
Contoh soal:
1. Tn.A mengalami kecelakaan, langsung dilarikan ke IGD, dalam perjalanan klien muntah,
kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi < 24 jam, mengalami fraktur tengkorak,
disorientasi ringan (bingung). Menurut tanda dan gejala Tn.A mengalami?
a. Cedera kepala berat (CKB), GCS: 3-8
b. Cedera kepala sedang (CKS), GCS: 9-12
c. Cedera kepala terbuka
d. Cedera kepala tertutup
e. Cedera kepala ringan (CKR), GCS: 13-15
Pembahasan soal:
Berdasarkan buku Advanced Trauma Life Support, GCS berguna untuk menentukan derajat
trauma/cedera kepala (trauma capitis), derajat cedera kepala berdasarkan GCS:
a. Ringan
4. GCS = 13 – 15
5. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
6. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
d. Sedang
4. GCS = 9 – 12
5. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
6. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
e. Berat
4. GCS = 3 – 8
5. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
6. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Jawaban : Tn. A mengalami Cedera Kepala Sedang (CKS), GCS: 9-12

2.Seorang pasien perempuan umur 27 tahun dengan hematoma ditemporal dextra akibat
dipukuli suami, dirawat di UGD dengan kondisi kesadaran menurun, korban membuka mata
dengan cubitan di kelopak mata, dan mampu menepis cubitan tersebut dengan tangan
kanannya dan saat diajak bicara hanya erangan kesakitan yang keluar dari mulut korban.
Berapakah skor GCS pada pasien tersebut?
Pembahasan soal:
 Nilai (4) spontan
E  Nilai (3) suara
 Nilai (2) nyeri
 Nilai (1) tidak ada respon

V  Nilai (5) terorientasi


 Nilai (4) disorientasi
 Nilai (3) kata-kata tidak jelas
 Nilai (2) mengerang
 Nilai (1) tidak ada respon

M  Nilai (6) mengikuti perintah


 Nilai (5) menjangkau atau menepis (nyeri)
 Nilai (4) menghindari atau menarik (nyeri)
 Nilai (3) (abnormal flexion) (nyeri)
 Nilai (2) (abnormal extension) (nyeri)
 Nilai (1) tidak ada respons

Membuka mata dengan cubitan dikelopak mata 2


Hanya suara erangan kesakitan 2
Menepis cubitan dengan tangan kanan 5
Jawaban:
GCS 9

Anda mungkin juga menyukai