Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA THORAX/DADA

Mata Kuliah : Askep Kegawatdaruratan II


Dosen : Ns. Angelia Pondete, S.Kep
Kelompok 5 :

1. Tesalonika Karundeng
2. Nathasya G Lanawaang
3. Fabrizio Sampel
4. Nadya S.K Lengkong
5. Theresia Rori
6. Vanda V Wulur

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN


INDONESIA MANADO 2020
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Semakin berkembangnya jaman maka semakin maju pula pola pikir manusia misalnya,
manusia dapat menciptakan tranportasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, tapi selain segi positif timbul pula segi negatif misalnya
dengan alat tranportasi yang digunakan untuk beraktifitas dapat menyebabkan
kecelakaan, salah satu contohnya adalah fraktur pada tulang dan dapat pula terjadi trauma
pada dada.

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota


besar di dunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per
tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita
traumatoraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari
dankematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% . Dan hanya 10-
15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi
sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhan untuk menolong korban dari
ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun
pada "UrbanTrauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak
96.3% dariseluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma
tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh korban
kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang
disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma
toraks(12.8%). Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan
lalulintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus
rongga paru-paru. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan  mendadak merasa
sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Kartono,M. 1991).

BAB II
ISI
A. DEFINISI
    Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera (Dorland, 2002 ). Pada
kenyataannya, trauma adalah kejadian yang  bersifat holistic dan dapat menyebabkan
hilangnya produktivitas seseorang.

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
tajam atau tumpul (Hudak,1999 ).
            Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponadejantung,perdarahan,pneumothoraks, hematothoraks,hematopneumothoraks.Trauma
thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa
tajam atau tumpul. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai
alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa
mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.

B. Anatomi Dan Fisiologi


1.      Dinding dada.

Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah
tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak
yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah
intrerkostalis dan torakalis interna.

2.      Dasar torak

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma


mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus

3.      Isi rongga torak

Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan
parietalis.

 Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;

1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )

2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)

3. Rongga dada tengah (mediastinum).

 Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :


1.      Mediastinum superior, batasnya :

a.       Lateral : Pleura mediastinalis

b.      Anterior : Manubrium sterni.

c.       Posterior : Corpus Vth1 – 4

2.      Mediastinum inferior terdiri dari :

a.       Mediastinum Anterior batasnya :

1.      Anterior : Sternum ( tulang dada )

2.      Posterior : Pericardium ( selaput jantung )

3.      Lateral : Pleura mediastinalis

4.      Superior : Plane of sternal angle

5.      Inferior : Diafragma.

b.      Mediastinum Medium batasnya :

1.    Anterior : Pericardium

2.    Posterior ; Pericardium

3.    Lateral : Pleura mediastinalis

4.    Superior : Plane of sternal angle

5.    Inferior : Diafragma

c.      Mediastinum posterior, batasnya :

1.      Anterior : Pericardium

2.      Posterior : Corpus VTh 5 – 12

3.      Lateral : Pleura mediastinalis

4.      Superior : Plane of sternal angle

5.      Inferior : Diafragma.
Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru. Pleura
terdiri dari 2 lapis yaitu ;

1.      Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.

2.      Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.

Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang
disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang
diproduksi oleh selaput tersebut.

C. ETIOLOGI
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a.       Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi
mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.
b.      Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel
flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
c.       Tusukan paru dengan prosedur invasif.
d.      Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda
berat.
e.       Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
f.       Fraktu tulang iga
g.      Tindakan medis (operasi)
h.      Pukulan daerah torak.

D. KLASIFIKASI
      Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan tumpul
1.      Trauma tembus (tajam).
a.       Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
b.      Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
c.       Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
Trauma tajam

 Pneumothoraks terbuka  
 Hemothoraks
 Trauma tracheobronkial
 Contusio Paru
 Ruptur diafragma
 Trauma Mediastinal

2.      Trauma tumpul
a.       Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
b.      Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
c.       Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
d.      Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
Trauma tumpul

 Tension pneumothoraks  
 Trauma tracheobronkhial
 Flail Chest
 Ruptur diafragma
 Trauma mediastinal
 Fraktur kosta

E. PATOFISIOLOGI
            Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga
thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau
kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan
dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan
akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia
( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus )
dan perubahan dalam tekanan intra tthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax
terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik
disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
            Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga
terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang
tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan
pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan
pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma
tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru.
            Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak
mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas
menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi
membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko.
Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap,
dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
            Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada
penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko
terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest
tube Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks.

F. Tanda dan gejala


1.      Ada jejas pada thorak

2.      Nyeri pada tempat trauma

3.      Pembengkakan lokal

4.      Sesak napas

5.      Takikardi

6.      Kulit pucat

7.      Insomnia

8.      Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri

9.      Kelemahan

10.  Anoreksia

11.  Perubahan kesadaran

G. PATHWAY
H. MEKANISME TRAUMA DADA
1.      Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya
perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi) sesuai dengan hukum
Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima
gaya perusak dari trauma tersebut.
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata
dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat
akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar
lubang masuk peluru.
2.      Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi
pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena
pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ
visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding
toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
3.      Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi
organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti
Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-
tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik
tumpu atau porosnya.
Blast injury
a.       Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan
penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
b.      Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRAUMA DADA


1.      Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat
menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada
bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang
dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk
atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
2.      Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan,
terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
3.      Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam
memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia.
Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan
peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena
sulit diperkirakan.
 
J. EPIDEMIOLOGI
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan
dengan trauma di Amerika serikat dan sangat berkaitan dengan 50% kematian yang
berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem multipel. Trauma dada
diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul dada adalah
lebih umum, pada trauma ini sering timbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan
kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan rancu. Pasien mungkin tidak segera
mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat mempersulit masalah. Kecelakaan tabrakan
mobil, terjatuh dari sepeda motor adalah mekanisme yang paling umum dari tauma dada.
Mekanisme yang paling umum untuk trauma tembus dada termasuk luka tembak dan luka
tusuk.
            Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu atau lebih
mekanisme patologi berikut :
a.       Hipoksemia akibat gangguan jalan napas, cidera pada parenkim paru, sangkar iga, dan
otot pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
b.      Hipovolemia akibat kehilangan cairan aktif dari pembuluh besar, ruptur jantung atau
hemotoraks.
c.       Gagal jantung akibat temponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan intratoraks
yang meningkat. Mekanisme ini sering kali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi
yang mengarah pada gagal nafas akut, syok hipovolemia, dan kematian.

K. KOMPLIKASI
1.         Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan
keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b.    Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali.
Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya
membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c.    Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d.   Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak
nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian
mendadak maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan
dalam rongga pleura maka terjadi tanda – tanda :
a)      Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi
dypsnea.
b)      Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
c)      Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
d)     Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e.         Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f.          Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

L. MANIFESTASI KLINIS
1.      Tamponade jantung :
 Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
 Gelisah.
 Pucat, keringat dingin.
 Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
 Pekak jantung melebar.
 Jantung melemah.
 Bunyi
 Pulse pressure.
 Terdapat tanda-tanda paradoxical
 ECG terdapat low voltage seluruh lead.
 Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2.      Hematotoraks :
 Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
 Gangguan pernapasan.

3.      Pneumothoraks
 Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
 Gagal pernapasan dengan sianosis.
 Kolaps sirkulasi.
 Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
 Pada auskultasi terdengar bunyi klik.
 Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta
yang ruptur.
 Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal.
M. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Radiologi : foto thorax (AP).
2.      Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3.      Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4.      Hemoglobin : mungkin menurun.
5.      Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6.      Pa O2 normal / menurun.
7.      Saturasi O2 menurun (biasanya).
8.      Toraksentesis : menyatakan darah
9.      Diagnosis fisik :
a)      Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b)      Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c)      Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi.
d)     Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.

N. PENATALAKSANAAN
1.Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Pasien  yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat
darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang
tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan
harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan
oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui
dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap
darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
a.      Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan
jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh
benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut
dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak
sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink,
inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver
Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b.      Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding
dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan
sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan
metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c.       Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah,
vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami
kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam
maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai /
melukai pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan perdarahan diberikan
dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah,
hingga prosedur operatif.Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak
menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan
sebagainya.
d.      Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan
dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang
biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit,
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif
yang bersifat darurat.

2.Konservatif
a.       Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian
sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap
diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti
Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai
bagian organ jantung.
b.      Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan
penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c.       Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas
kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad
spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d.       Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki
indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program
pengobatan konservatif.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges,
1999) meliputi :
a.       Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.      Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c.       Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d.       Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e.       Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan   nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
f.       Pernapasan : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru
kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks
spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun
atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit
pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ;
penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g.      Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a.        Sistem Pernapasan :
1.      Sesak napas
2.      Nyeri, batuk-batuk
3.      Terdapat retraksi klavikula/dada
4.      Pengambangan paru tidak simetris
5.      Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6.      Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7.      Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8.      Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9.      Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10.  Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b.      Sistem Kardiovaskuler :
1         Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2        Takhikardia, lemah
3        Pucat, Hb turun /normal
4        Hipotensi
c.       Sistem Persyarafan :
1        Tidak ada kelainan
d.      Sistem Perkemihan :
1        Tidak ada kelainan
e.       Sistem Pencernaan :
1        Tidak ada kelainan
f.       Sistem Muskuloskeletal – Integumen
1        Kemampuan sendi terbatas
2        Ada luka bekas tusukan benda tajam
3        Terdapat kelemahan
4        Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g.      Sistem Endokrine :
1        Terjadi peningkatan metabolisme
2        Kelemahan.
h.      Sistem Sosial / Interaksi
1        Tidak ada hambatan.
i.        Spiritual :
1        Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.  Nyeri akut berhubungan dengan adanya trauma.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yg tidak maksimal karena
trauma.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan.

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.) Nyeri akut berhubungan dengan adanya trauma
Manajemen nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik pengurangan nyeri nonfarmakologis
 Kontrol lingkungan yg mempererat rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

2.) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yg tidak


maksimal karena trauma.
Manajemen Jalan Napas
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dgn head-tiit dan chin-lift
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jikaperlu
 Berikan oksigen, jikaperlu
Edukasi
 Anjurkan asupan nutrisi cairan 2000 ml/hari, jika tdk kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jikaperlu
3.) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
masukan
Manajemen nutrisi

Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yg disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan lab
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jikaperlu
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu dan sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jikaperlu
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jikamampu
 Ajarkan diet yg diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sblum makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi

Anda mungkin juga menyukai