Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU KEBIDANAN VETERINER

Fisiologi Partus

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Arief Purnama Cipta (1802101010085)
Qorry Aulia Putri (1902101010010)
Khairunnisa (1902101010017)
Sukma Prasasti Pertiwi (1902101010019)
Devy Ayu P. Harahap (1902101010018)
Hartia Earlia Hady (1902101010022)
M Rizky Ramadhan (1902101010030)
Aqil Mahfudz (1902101010069)
Zuldya Marzona (1902101010070)
Dinda meilinda Br Sitepu (1902101010076)
M Ridho Afriandi (1902101010081)
Raja Nur Hilal (1902101010090)
Alfi Syahri Ridhwani (1902101010100)
Raihanul Efendi (1902101010114)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021
DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................ ........... 3


PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
BAB III ....................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ......................................................................................... 7
3.1 Gejala Menjelang Partus ..................................................................................... 7
3.2 Tahap-tahap Kelahiran........................................................................................ 8
3.3 Presentasi, Posisi dan Postur Foetus .................................................................... 8
3.4 Perubahan Hormonal ........................................................................................ 11
3.5 Estrus Post Partum............................................................................................ 12
BAB IV ................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................ 13
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 13
4.2 Saran ................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelahiran atau partus merupakan proses fisiologik yang berhubungan dengan pengeluaran
foetus dan plasenta dari induk. Persalinan normal ditandai oleh adanya aktivitas myometrium
yang paling lama dan besar kemudian melemah kearah serviks. Dimana fundus mengalami
perubahan organ lunak selama kehamilan menjadi berkontraksi sehingga dapat mendorong
janin keluar melalui jalan lahir. Sebelum partus, induk harus sudah memperoleh makanan yang
cukup dan seimbang sehingga pada saat melahirkan, hewan tidak terlalu kurus atau terlalu
gemuk dan juga hewan harus diberi kesempatan untuk bergerak secara cukup.

Seorang dokter hewan harus mengetahui tentang fisiologi dari partus sehingga ia dapat
segera mengetahui gejala patologik. Pertolongan kelahiran diperlukan untuk menyelamatkan
foetus atau induk harus dilalukan pada waktu yang tepat kerena waktu partus merupakan waktu
kritis dalam hidup setiap hewan. Waktu partus dapat mempengaruhi efesiensi reproduksi dan
produksi hewan dikarenakan periode tersebut tidak hanya anak tetapi juga induk dapat
menderita berat karena partus. Oleh karena itu fisiologi partus sangat penting diketahui oleh
dokter hewan maupun peternak agar dapat dilakukan perlakuan yang tepat di waktu yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa itu fisiologi partus ?

1.2.2 Apa gejala menjelang partus ?

1.2.3 Bagaimana proses perubahan hormonal pada saat partus ?

1.2.4 Bagaimana tahap tahap partus ?

1.2.5 Apa itu estrus post partum ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Memahami pengertian dari fisiologi partus

2
1.3.2 Mengetahui gejala gejala menjelang partus

1.3.3 Mengetahui proses inisiasi partus

1.3.4 Mengetahui tahap-tahap partus

1.3.5 Mengetahui pengertian dari estrus post-partum

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Reproduksi merupakan proses perkembangan suatu makhluk hidup yang dimulai


sejak bersatunya sel telur dan sel mani menjadi individu baru yang disebut 2 zigot yang
disusul dengan kebuntingan dan diakhiri dengan kelahiran (Radiyanti et al, 2020).Kelahiran
atau partus adalah proses fisiologik yang berhubungan dengan pengeluaran foetus dan plasenta
dari induk. Partus mungkin ditimbulkan oleh suatu mekanisme yang menyebabkan penurunan
kadar LH dan progesterone (Biantii, 2020).Kelahiran (partus) pada sapi adalah proses
keluarnya anak dari rahim (uterus) induknya setelah melewati masa bunting yang normal
sekitar 275 sampai 285 hari (Paputungan et al, 2019).
Days Open atau masa kosong merupakan lama waktu yang dibutuhkan induk kambing
setelah melahirkan sampai bunting kembali. panjang pendeknya jarak beranak dipengaruhi
oleh interval antara munculnya birahi pertama dengan terjadinya kebuntingan, lama
kebuntingan, kegagalan perkawinan, kematian embrio dan days open (Harahap et al,
2021).Anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu.
Sedangkan dampak anemia secara langsung terhadap bayi yaitu bisa menyebabkan
berat badan lahir rendah, prematuritas, skor APGAR yang buruk dan kematian neonatal
(Widoyoko dan Septiano, 2020).
Pemeriksaan siklus reproduksi ternak betina pada umur produktif untuk mengetahui
kenormalan siklus estrus ternak betina mupun untuk mendeteksi kebunting, dapat diketahui
dengan catatan atau informasi dari peternak tentang siklus estrus, maupun dengan mengukur
kadar hormone. Hormon reproduksi dalam tubuh ternak betina yang berperan untuk
menentukan siklus reproduksi yang sedang dialami oleh ternak betina dan biasa diukur
adalah hormon progesterone, karena level progesteron dalam serum darah, berhubungan
dengan pertumbuhan dan regresicorpus luteum. Sesudah partus, hewan betina biasanya
memasuki fase laktasi dan selama stadium awal proses laktasi, sekresi hormone
trofik kelenjar hipofisis ditujukan lebih banyak untuk mendukung sintesis susu
ketimbang untuk memulai kembali aktivitas ovarium. Situasi ini mengakibatkan terjadinya
periode anestrus laktasi bila ternak betina tidak bunting dan pada umumnya betina tidak
mau dikawini. Pada masa ini terjadi pemulihan kembali saluran reproduksi pasca
partus khususnya uterus (involusi uterus) dan servix. Faktor anestrus laktasi dan involusi uterus
ini, dianggap sebagai faktor pembatas reproduksi, karena dapat menyebabkan terjadinya
periode tak subur yang lama. Uterus kembali pada ukuran dan posisi semula (involusi)
dan masa persiapan untuk kebuntingan berikut pada ternak sapi adalah antara 50-60 hari
atau 35-40 hari bahkan lebih cepat lagi pada hewan yang baru pertama partus atau
hewan primipara. Pada selang waktu ini biasanya tidak terjadi ovulasi. Setelah masa post
partus estrus (50-60 hari / 2 bulan), seharusnya telah terjadi kebuntingan pada ternak yang
bersiklus (Sawo, 2017).
Proses kelahiran melibatkan berbagai faktor seperti peran hormon, saraf dan faktor
lainnya. Hormon yang terlibat pada proses kelahiran di antaranya hormon kortisol, estrogen,
progesteron, prolaktin, dan relaksin. Kondisi stres dapat muncul akibat adanya respons atau
stimulus baik dari dalam maupun luar tubuh seperti defisiensi zat-zat makanan, temperatur
lingkungan, atau perubahan fisiologi tubuh. Stres atau cekaman merupakan suatu tekanan yang

4
berlebihan baik eksternal maupun internal terhadap sistem tubuh yang cenderung
menyebabkan gangguan keseimbangan fisiologi. Stres menggambarkan kondisi terganggunya
homeostasi hingga berada di luar batas normalnya serta perlu proses pemulihan untuk
memperbaikinya (Widhyari et al ., 2011).
Tingginya tingkat kematian induk berdampak pula pada tingkat kematian anak yang
dilahirkan. Kematian induk pada saat melahirkan (partus) karena kesulitan melahirkan biasa
disebut distoskia. Distoskia dapat diakibatkan oleh berbagai faktor seperti adanya penyakit
pada rahim, kesulitan melahirkan yang dialami oleh induk. akibat fetus yang sangat besar
(Syam et al ., 2018).

5
BAB III
PEMBAHASAN

Persalinan normal ditandai oleh adanya aktifitas miometrium yang paling lama dan
besar kemudian melemah kearah serviks. Dimana fundus mengalami perubahan organ yang
lunak selama kehamilan menjadi berkontraksi sehingga dapat mendorong janin keluar melalui
jalan lahir.
Proses persalinan dapat terjadi dengan adanya perubahan hormone estrogen,
progesteron, prostagladin, uterus yang menjadi besar dan meregang. Tekanan pada gangllion
cervicale dan penurunan fungsi plasenta. Selain hal tersbut, persalinan huga dipengaruhi oleh
3 faktor, yaitu:
1. Power (Tenaga)
2. His (kontraksi otot rahim). Dimana menurut faalnya, His persalinan dapat dibagi atas:
 His pembukaan: His yang menimulkan pembukaan pada servik
 His pengeluaran: His yang mendorong anak keluar, biasanya disertai keinginan
untuk mengejan.
3. Passage (jalan lahir). Terdiri atas tulang panggul dan jaringan-jaringan lunak.

3.1 Gejala-Gejala Menjelang Partus


Gejala-gejala menjelang partus hampir sama pada semua ternak, tetapi tidak konstan
antara individu ternak dan antara partus yang berurutan. Oleh karena itu gejala-gejala ini tidak
dapat dipakai untuk meramalkan secara tepat waktu partus pada seekor ternak tertentu tetapi
dapat merupakan indikasi yang baik terhadap perkiraan waktu kelahiran yang diharapkan.
Seorang dokter hewan harus mengekang diri dalam menentukan waktu partus yang tepat.
Waktu perkawinan, jika diketahui sangat membantu dalam mempirkirakan waktu
partus. Pada peternakan yang dikelola secara baik, catatan perkawinan merupakan suatu
keharusan. Segera sebelum melahirkan kebanyakan hewan cenderung memisahkan diri dari
kelompoknya.
Pada sapi dan kerbau, ligament-ligament pelvis, terutama ligament sacroischiadicus
sangat mengendur, menyebabkan penurunan ligament dan urat daging pada bagian belakang.
Relaksasi ligament-ligament pelvis, cervik dan struktur di sekitar perineum disebabkan oleh
oedema dan perubahan dalam serabut kolagen pada jaringan ikat karena peningkatan estrogen
dari placenta dan kelenjar endokrin lainnya seperti adrenal. Relaxin juga memegang peranan
penting. Pada kebanyakan sapi pengenduran ligament-ligament ini menandakan bahwa partus
mungkin akan terjadi dalam waktu 24-48 jam. Relaksasi ligament juga jelas terlihat dengan
peninggian pangkal ekor. Vulva menjadi sangat oedematous, melonggar dan mencapai 2
sampai 6 kali ukuran normal.
Ambing membesar dan oedamatous. Pada sapi dara pembesaran ambing dimulai pada
bulan keempat periode kebuntingan. Pada sapi pluripara pembesaran ambing mungkin tidak
nyata 2 sampai 4 minggu sebelum partus. Pada sapi berproduksi susu tinggi, terutama sapi
muda, oedema ambing yang sangat besar dapat mengakibatkan kesulitan berjalan. Oedema

6
dapat mengembang ke depan pada dasar abdomen sampai daerah xiphoid dan tebalnya dapat
mencapai 5-15 cm. Pada daerah pusar ia dapat menyerupai hernia umbilicalis. Ia dapat
menyebar ke belakang sampai daerah vulva. Segera sebelum partus sekresi kelenjar susu
berubah dari warna dan konsistensi seperti madu kering menjadi kering menjadi kuning, keruh
dan gelap yang disebut dengan kolostrum.
Suatu lendir putih, kental dan lengket keluar dari bagian cranial vagina mulai bulan ke
tujuh masa kebuntingan. Lendir tersebut makin banyak keluar menjelang kelahiran. Segera
sebelum partus jumlah lendir sangat meningkat dan penyumbat cervix mencair.
Selama beberapa jam sebelum partus hewan memperlihatkan anorexia dan
ketidaktenangan. Sapi dara memperlihatkan kesakitan abdominal dengan menendang perutnya,
menyentak-nyentakkan kaki, mengibaskan ekor, berbaring dan bangkit kembali.
3.2 Tahap-Tahap Kelahiran
Walaupun aktivitas partus merupakan suatu proses yang berkesinambungan, tetapi
sebagai gambaran deskriptif dapat dibagi atas 3 tahap, yakni:
1. Tahap Pertama
Tahap pertama adalah persiapan untuk kelahiran. Tahap ini ditandai oleh kontraksi aktif
serabut-serabut urat daging longitudinal dan sirkuler pada dinding uterus dan dilatasi cervix.
Kontraksi ini timbul karena penyingkiran hambatan terhadap progesterone dan peningkatan
kadar estrogen. Oxytocin jarang dilepaskan dari hipofisa sebelum tahap kedua partus hingga
dianggap tidak penting untuk menginduksi partus. Peristalsis uterus yang dimulai pada apex
cornua uteri diawali oleh kontraksi urat daging sirkuler yang diserentakkan dengan penyebaran
rangsangan kontraksi melalui urat daging longitudinal. Kontraksi uterus menangani 90%
kegiatan partus dan kontraksi ini berbanding lurus dengan ketahanan foetus. Aktivitas
muskuatur uterus sangat meningkat satu sampai dua jam sebelum kelahiran.
Selama tahap pertama partus, kontraksi uterus terjadi setiap 10 sampai 15 menit dan
berlangsung 15 sampai 30 detik. Dengan melanjutnya tahap kelahiran, kontraksi uterus
berlangsung lebih sering, lebih kuat, dan lebih lama setiap 3 sampai 5 menit (Gillete dan Holm,
1963). Kontraksi dimulai pada apex cornua, sedangkan bagian pangkal uterus tidak
berkontraksi, melainkan berdilatasi karena tekanan foetus dan cairan yang terdorong ke
belakang. Pada akhir stadium ini cervix terbuka secara sempurna.
Tahap pertama partus nampak berlangsung lebih lama pada primipara daripada
pluripara. Menjelang akhir tahap ini allantochorion pecah karena dipaksa melewati cervix yang
berdilatasi ke vagina. Sesudah allantochorion pecah, amnion terdorong ke dalam cervix, dan
foetus karena pemendekan kontraksi uterus dan dilatasi cervix – berlalu ke dalam cervix dan
vagina. Sekali sebagian foetus memasuki pelvis, rangsangan reflex menimbulkan perejanan
yang disebabkan oleh kontraksi urat daging perut dan diafragma dan penutupan glottis. Tahap
kedua akan segera menyusul.
3.3 Presentasi, Posisi dan Postur Foetus
Kedudukan foetus perlu ditentukan secara teliti sewaktu ia memasuki saluran kelahiran dan
pelvis. Deskripsi ini dipakai pada kelahiran normal maupun abnormal. Presentasi mencakup:

7
1. Hubungan antara sumbu spinal foetus terhadap sumbu panjang tubuh induk. Presetasi dapat
longitudinal atau transversal.
2. Bagian foetus yang mendekati atau memasuki rongga pelvis atau saluran kelahiran. Bagian
foetus tersebut adalah anterior dan posterior pada presentasi longitudinal, dan dorsal atau
ventral pada presentasi transversal.
Pada presentasi longitudinal sumbu spinal foetus sejajar dengan sumbu induk,
sedangkan pada presentasi transversal sumbu panjang foetus terletak menyilang atau tegak
lurus terhadap sumbu panjang induk. Pada presentasi longitudinal, bagian foetus dapat terletak
anterior atau kepala muncul terlebih dahulu dan dapat pula terletak posterior atau bagian ekor
foetus muncul terlebih dahulu. Presentasi transversal dapat menjadi ventral yaitu bagian bawah
tubuh foetus menghadap ke luar saluran kelahiran san dapat terjadi dorsal dengan bagian
punggung foetus menghadap keluar.
Posisi adalah hubungan antara dorsum atau punggung foetus pada presentasi longitudinal atau
kepala pada presentasi transversal, terhadap sisi pelvis induk, yaitu sacrum, pubis, ilium kiri
atau ilium kanan.
Postur menunjukkan hubungan ekstremitas, yaitu kepala , leher dan kaki, terhadap tubuh
foetus. Ekstremitas tersebut dapat membengkok, lurus, terletak di bawah, di samping kiri,
samping kanan, atau diatas feotus.
Pada keadaan normal foetus terletak pada prsentasi longitudinal anterior, posisi
dorsodorsal atau dorsosakral dengan kepala bertumpu pada tulang-tulang metacarpal dan lutut
pada kaki depanyang melurus. Kelahiran dapat pula berlangsung normal bila foetus berada
dalam presentasi longitudinal posterior, posisi dorso-sakral. Kecuali pada keadaan foetus yang
kecil, posisi lainnya berakhir dengan distokia.

2. Tahap Kedua
Tahap ini ditandai dengan pemasukan foetus ke dalam saluran kelahiran yang
berdilatasi, ruptura kantung allantois, kontraksi abdominal atau perejanan dan pengeluaran
foetus melalui vulva. Menurut Gillete dan Holm (1963) kontraksi abdominal hanya terjadi
sesudah kaki-kaki foetus berada di dalam cervix atau vagina. Selama tahap kedua perejanan,
uterus berkontraksi 4 sampai 8 kali setiap 10 menit dan berlangsung 80 sampai 100 detik.
Perejanan berulang-ulang berlangsung terus dan kaki foetus terlihat di vulva. Sewaktu kaki
foetus melewati vulva, kantung amnion pecah. Peningkatan kontraksi abdominal terjadi pada
waktu kepala, bahu dan pinggul foetus memasuki pelvis. Kepala foetus mulai memasuki vulva
dan pada saat ini terjadilah perejanan abdominal yang terkuat dalam proses partus. Pada waktu
kepala didorong ke dalam vulva, dada memasuki saluran pelvis. Sesudah kepala foetus
melewati vulva, induk beristirahat untuk beberapa menit sebelum kembali merejan dengan kuat
sewaktu dada foetus berlalu melewati saluran kelahiran dan vulva. Pinggul segera menyusul
memasuki saluran kelahiran. Sewaktu foetus memasuki saluran kelahiran dan sewaktu vagina
berdilatasi, kadar oxytocin di dalam darah jugularis lebih tinggi daripada selama tahap pertama
dan permulaan tahap kedua partus. Kadar oxytocin di dalam plasma darah sapi selama tahap
kedua partus adalah kira-kira 1000 mikrounit per ml.

8
Segera sesudah perejanan dimulai biasanya induk berbaring. Kadangkala anak sapi
dapat lahir dari induk yang sedang berdiri. Pada kerbau kebanyakan partus berlangsung dalam
keadaan berdiri. Induk sapi berbaring dan menumpukan tubuhnya pada sternum. Selama tahap
ini, dinding uterus yang berkontraksi dan memendek memaksa dan mengarahkan foetus ke
dalam saluran kelahiran dan pelvis dan kontraksi abdominal atau perejanan mendorong foetus
melalui saluran kelahiran. Uterus perlu untuk mengarahkan foetus ke jalan yang paling sedikit
memiliki rintangan – saluran pelvis. Foetus yang sehat, dinding perut yang utuh dan uterus
yang sehat perlu untuk kelahiran normal.
Foetus keluar melalui jalur yang berbentuk busur dari rongga perut ke atas ke dalam
dan melalui pelvis dan ke bawah lagi melalui vulva. Arah foetus yang seperti busur ini sewaktu
ia bergerak melalui pelvis menyebabkan perentangan urat-urat daging dorsal dan pelvis, dan
relaksasi linea alba dan urat daging perut. Hal terakhir tersebut peting untuk memperkecil
diameter sakro-pubis pelvis foetus. Bagian depan foetus yang mengarah ke bawah sewaktu
melewatu vulva cenderung mendorong pelvis foetus tinggi di dalam pelvis induk, dimana
diameter bisiliaca lebih besar. Hal ini membantu mencegah kondisi berhentinya pinggul yang
sering ditemukan pada waktu penarikan dilakukan secara tidal tepat.
Tahap kedua proses kelahiran berlangsung 0,5 sampai 3 atau 4 jam. Pada sapi yang
sudah sering beranak, pada tahap ini hanya memerlukan waktu setengah sampai satu jam.
Primipara membutuhkan waktu yang lebih lama, sampai 3 jam atau lebih. Fase pengeluaran
foetus pada kerbau berkisar antara 23 sampai 60 menit atau rata-rata 42,5 menit.
Apabila chorda umbilicalis atau tali pusar putus, kedua arteri umbilicalis bersama
dengan urachus berkerut ke dalam rongga abdomen foetus. Dengan kontraksi arteria tersebut
ke dalam jaringan tubuh, terjadi pencegahan perdarahan melalui umbilicus. Vena umbilicalis
menciut, darah keluar dari vena tersebut dan cairan di dalam chorda umbilicalis keluar, sering
dibantu dengan penjilatan induk. Chorda umbilcalis akan nekrotik, mengering dan luluh dalam
waktu 7 sampai 21 hari.

3. Tahap Ketiga
Tahap terakhir proses kelahiran adalah pengeluaran selaput foetus dan involusi uterus.
Pengeluaran selaput foetus secara normal selesai dalam waktu beberapa jam setelah
pengeluaran foetus. Dengan lahirnya foetus, pembuluh darah placenta foetalis mengempis dan
vili mengecil serta menciut. Sesudah pengeluaran foetus uterus tetap berkontraksi secara kuat
selama 48 jam dan melemah tetapi lebih sering sesudah itu. Hal ini penting untuk menghambat
perdarahan dan membantu pengeluaran selaput foetus. Gelombang-gelombang peristaltic dan
kontraksi ini, di samping mengurangi ukuran foetus ke dalam saluran kelahiran, mungkin
sangat mengurangi jumlah darah yang beredar di dalam endometrium. Pengurangan peredaran
darah pada endometrium yang menyebabkan dilatasi atau relaksasi kripta maternal yang
memegang peranan penting dalam pemisahan trophoblast foetalis dan epitel kripta pada
placenta induk. Tidak ada jaringan induk yang dikeluarkan sesudah partus. Arteria uterina
media segera berkontraksi sesudah partus. Dinding arteria tersebut menebal dan fremitus
menghilang walaupun involusi ke ukurannya yang normal baru terjadi beberapa minggu
kemudian. Kontraksi uterus selama tahap ketiga partus menghasilkan pergerakan dinding
uterus dan karunkel yang membantu membebaskan placenta foetalis. Berat amnion dan bagian

9
allantois di dalam saluran kelahiran cenderung membantu menanggalkan placenta foetalis dari
uterus.
Pemisahan placenta merupakan suatu proses yang relative lambat, sehingga tahap
kedua perejanan dapat diperpanjang tanpa membahayakan foetus. Chorda umbilcalis foestus
segera putus sewaktu foetus melewati saluran kelahiran. Lama waktu yang diperlukan untuk
pengeluaran selaput foetus pada sapi secara normal adalah 0,5 sampai 8 jam dan pada kerbau
rata-rata 3,5 jam. Makin sehat hewan, makin cepat selaput foetusnya ke luar.

3.4 Perubahan Hormonal


Estrogen
 Memiliki peran terhadap pematangan plasenta dan pengeluarannya.
 Plasenta mampu mensintesis progesteron dan estrogen (10x) pada bulan terakhir
 Estrogen meningkat secara bertahap sampai minggu terakhir, lalu meningkat tajam
pada saat partus.
 Penurunan drastis estrogen dalam plasma dimulai setelah 24-36 jam.

Progesteron
 Disintesis oleh plasenta selama 1/3 kebuntingan terakhir
 Corpus luteum tetap sebagai sumber utama progesteron dalam sirkulasi, dan
disekresikan oleh plasenta
 Konsentrasi progesteron induk menurun selama minggu-minggu akhir kebuntingan dan
merosot tajam saat menuju partus

Pengendoran Serviks
 Proses Kontraksi => peningkatan jumlah estrogen dan penurunan progesteron
 Dipengaruhi oleh relaksin dan estrogen ketika progesteron mulai menurun dan juga
peningkatan prostaglandin

10
 Fase ini diakhiri membuka dan meluasnya serviks dan menyamai luas vulva

Pengeluaran Fetus
 Kelahiran dikontrol oleh fetus
 Hipotalamus fetus menghasilkan ACTHRH (pelepas hormon ACTH)
 ACTH meningkat mengakibatkan peningkatan sekresi kortisol
 Kortisol yang melewati plasenta mengakibatkan peningkatan PGF2α, estrogen dan
penurunan progesteron
 PGF2α => penyebab kontraksi miometrium
 Relaksin dan PGF dilepaskan ke serviks untuk proses kelahiran
 Reflfleksi serviks dan vagina yang meluas => refleks ferguson (menyebabkan kontraksi
perut) => mendorong fetus keluar

3.5 Estrus Post Partum


Corpus luteum yang lampau beregresi secara cepat. Interval antara partus dan estrus
pertama berkisar antara 30 sampai 72 hari pada sapi perah dan 46 sampai 104 hari pada sapi
potong. Interval ini diperpanjang bila anak disusui dan frekuensi pemerahan ditingkatka.
Pemisahan anak dari induk dapat memperpendek interval ini.ovulasi pertama postpartum
biasanya terjadi terlebih dahulu dari estrus yang pertama yang dapat diamati. Pada sapi perah
yang berproduksi tinggi estrus pertama postpartum umumnya pendek karena produksi
progesterone yang rendah.aktivitas ovarium sesdauh partus lebih sering terjadi pada ovarium
sisi uterus yang tadinya tidak bunting. Kecenderungan ini menurun apabila interval antara
partus dan ovulasi meningkat.

11
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kelahiran atau partus adalah proses fisiologik yang berhubungan dengan pengeluaran
foetus dan plasenta dari induk. Gejala menjelang partus adalah hewan cenderung memisahkan
diri dari kelompoknya, sacroischiadicus sangat mengendur, menyebabkan penurunan ligament
dan urat daging pada bagian belakang, ambing membesar dan oedamatous, suatu lendir putih,
kental dan lengket keluar menjelang kelahiran. Walaupun aktivitas partus merupakan suatu
proses yang berkesinambungan, tetapi sebagai gambaran deskriptif dapat dibagi atas tahap,
yaitu tahap pertama(stadium persiapan, dilatasi), tahap kedua (pengeluaran foetus), dan tahap
ketiga (pengeluaran plasenta).

4.2 Saran
Agar seluruh membaca dengan seksama, agar dapat memahami fisiologi partus ini.

12
DAFTAR PUSTAKA
Biantii, D. (2020). Fisiologi kelahiran ternak. Jurnal Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. 4 (6) : 1
- 15.
Harahap, R. R. Z., Harahap, M. F. dan Sipahutar, L. W. (2021). Status reproduksi dan estimasi
kelahiran pada peternakan kambing di Kota Padangsidempuan. Jurnal Peternakan. 5 (2)
: 107 – 108.
Paputungan, U., Hendrik, M. J. dan Siswosubroto, S. E. (2019). Seleksi bobot badan induk dan
evaluasi kesulitan partus anak (Dystocia) sapi bali hasil persilangan pejantan sapi local
unggul Sulawesi Utara. Jurnal Zootoz. 39 (2) : 486 – 504.
Radiyanti., Jiyanto. Dan Anwar. (2020). Perfomans reproduksi natural conception dan lama
bunting kambing di peternakan PT. Boncah Utama. Jurnal of Animal Center (JAC). 2 (1)
: 12 – 18.
Sawo, K. (2017). Evaluasi efisiensi reproduksi ternak sapi bali betina di distrik Makimi.
JURNAL FAPERTANAK, 2(2): 20-29.
Syam, J., Nur, Z. dan Junaedi. (2018). Mortalitas induk dan anak sapi saat partus pada program
inseminasi buatan (studi kasus program inseminasi buatan di Kecamatan Sinjai Barat).
JIIP, 4(2): 178-189.
Widhyari, A.D., Widodo, S., Wibawan, I.W.T., Sutama, I.K. dan Esfandiari, A. (2011). Profil
kadar kortisol dan seng pada kambing peranakan etawah saat melahirkan yang diberi
tambahan seng dalam pakannya. Jurnal Veteriner, 12(3) : 220-228.
Widoyoko, A. P. H. dan Septiano, R. (2020). Pengaruh anemia terhadap kematian meternal.
Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 2 (1) : 1 - 6.

13

Anda mungkin juga menyukai