Anda di halaman 1dari 44

PSIKOLOGI DAKWAH

DISUSUN OLEH:
ISTAULA IZALATUL RAHMA
3022019029

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LANGSA, 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas pembahasan materi mata kuliah psikologi dakwah tepat waktu. Tugas
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psi Dakwah. Selain itu, bertujuan menambah
wawasan tentang Psikologi dakwah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mawardi Siregar, MA. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya tugas ini.
Penulis menyadari tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan tugas ini.

Peureulak, 1 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
PENGERTIAN, OBJEK, DAN HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN DAKWAH ...... 1
MENGENAL PENDAKWAH DAN ITRA DAKWAH ..................................................... 5
MENGENAL PENDAKWAH DAN MITRA DAKWAH ................................................. 11
PEMILIHAN METODE DAKWAH; TINJAUAN PSIKOLOGIS .................................. 17
MENGEMAS PESAN DAKWAH; TINJAUAN PSIKOLOGIS ...................................... 20
MENGEMAS PESAN DAKWAH; TINJAUAN PSIKOLOGIS ............................................... 24
ALIRAN PSIKOLOGIS DAN PENGGUNAANNYA DALAM
KEGIATAN DAKWAH ....................................................................................................... 30
INTERAKSI PSIKOLOGI DA’I DENGAN ,MAD’U ....................................................... 34
ISLAM DAN GLOBALISASI .............................................................................................. 36

ii
PENGERTIAN, OBJEK DAN HUBUNGAN PSIKOLOGI
DENGAN DAKWAH

1. Pengertian
- Pengertian Secara Etimolog
Psikologi Dakwah menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
yakni psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara bahasa
dapat berarti ilmu jiwa. Sehubungan jiwa itu bersifat abstrak, tidak bisa diamati secara empiris,
maka yang dikaji adalah tingkah laku manusia yang merupakan tampilan dari jiwa. Bahkan
perkembangan definisi-definisi psikologi itu sendiri masih berlanjut hingga saat ini, di antaranya
menurut aliran behaviorisme, bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau
menyelidiki tentang tingkah laku manusia atau binatang yang tampak secara lahir. Dengan
demikian maka dapat dirumuskan bahwa dakwah merupakan usaha mempengaruhi orang lain
agar mereka bersikap bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan oleh Da‟i 1

- Pengertian Secara Terminologi


Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan dan mendefinisikan
kata dakwah, hal ini disebabkan oleh perbedaan mereka dalam memaknai dan memandang kata
dakwah itu sendiri. psikologi dakwah adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan
mengendalikan tingkah laku manusia yang terkait dalam proses dakwah 2. Psikologi dakwah
berusaha menyingkap apa yang tersembunyi di balik perilaku manusia yang terlibat dalam
dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan itu untuk mengoptimalkan pencapaian
tujuan dari dakwah itu sendiri. Ruang lingkup kajian psikologi dakwah yang merupakan
psikologi terapan yakni berada dalam proses berlangsungnya kegiatan dakwah, dimana
sasarannya adalah manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Proses itu melibatkan
sikap dan kepribadian para da‟i dalam mengajak dan mengajari mad‟u yakni manusia yang
tentunya juga memiliki sikap serta kepribadian sendiri.
1
Abdul Munir Mulkhan. Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993.
2
Faizah dkk,, Psikologi Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group, 2015.

1
2. Objek Psikologi Dakwah
Obyek psikologi dakwah sebagaimana umumnya ilmu pengetahuan yang lain, selalu
terdiri dari dua objek kajian, yaitu objek material dan objek normal. objek material yaitu objek
yang menjadi pokok bahasan sebuah ilmu, sedangkan objek formal yaitu sudut pandang sebuah
ilmu dikaji, seperti apakah dari segi epistemologi, ontologi ataukah aksiologi 3. Oleh karena itu
objek material psikologi dakwah adalah manusia sebagai objek dakwah. Sedangkan objek
formalnya yaitu segala hidup kejiwaan, tingkah laku/ manusia yang terlibat dalam proses
dakwah. Dalam kamus ilmiah populer objek berarti sasaran, hal, perkara, atau orang yang
menjadi pokok pembicaraan.
Objek merupakan syarat mutlak bagi suatu ilmu pengetahuan. Berdasarkan objek inilah
ilmu pengetahuan menentukan langkah-langkahnya lebih lanjut dalam mengkhususkan
masalahnya, atau objeklah yang membatasi masalah atau persoalannya. Secara otonom, psikologi
dakwah mempunyai teori serta prinsipprinsip dan sudut pandang khusus yang berbeda dengan
ilmu-ilmu lain4. Suatu sudut pandang yang spesifik terhadap suatu masalah biasanya disebut
dengan “objek formal ilmu pengetahuan”, sedangkan mengenai fakta-fakta yang diselidiki atau
yang dipelajari suatu ilmu merupakan “objek material”.
Objek penelaah didalam ilmu dakwah ada dua, yaitu objek material dan objek formal.
Objek material adalah tentang tingkah laku manusia. Sedangkan objek formalnya adalah usaha
manusia untuk menyeru/mengajak manusia lain dengan ajaran Islam agar menerima, meyakini,
dan mengamalkan ajaran Islam bahkan memperjuangkannya. Dapat disimpulkan bahwa objek
dakwah adalah manusia dengan segala sikap tingkah lakunya yang berkaitan dengan aktifitas
dakwah, psikologi dibedakan menjadi dua golongan yaitu, psikologi yang menyelidiki dan
mempelajari manusia dan psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan, yang umumnya
lebih tegas disebut psikologi hewan. Dapat dikatakan bahwa objek dari psikologi adalah manusia
5
.

3
M Arifin, Psikologi Dakwah suatu pengantar studi, Bumi Aksara: Jakarta. 1990
4
Faizah, Muchsin EffendI, 2006, Psikologi Dakwah, Jakarta: Prenadamedia Group.
5
Mubarok, Achmad, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pusat Firdaus, 1997.

2
3. Hubungan Psikologi dengan Dakwah
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan
individu, dimana individu tersebut dapat dilepaskan dari lingkungannya. Pelaksanaan ilmiah dari
psikologi dilakukan dengan jalan mengumpulkan damencatat secara teliti tingkah laku manusia
selengkap mungkin, dan berusaha menjauhkan diri dari segala prasangka6. Sedangkan dakwah
menurut epistemologi yang berasal dari bahasa Arab, kata dakwah berbentuk Isim Masdar yaitu
panggilan panggilan, ajakan atau seruan. Istilah dakwah berarti mendorong atau memotivasi
manusia untuk melakukan kebajikan dan mengikuti petunjuk, memerintahkan mereka untuk
makruf dan mencegah kepada yang munkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Di samping itu, psikologi memberikan cara-cara bagaimana yang lebih tepat dalam
masalah-masalah kemanusiaan, baik ia sebagai individu atau sebagai kelompok masyarakat,
begitu pula dapat diterapkan dalam masalah agama, khususnya sebagai acuan metodologi
dakwah, merupakan suatu yang tidak dapat ditanggapi.
Jadi psikologi dengan Dakwah itu sangat berhubungan karena dari segi psikologi bahwa
dakwah dalam prosesnya dipandang sebagai pembawa perubahan, atau suatu proses. Dari segi
dakwah, psikologi banyak memberi jalan pada perumusan tujuan dakwah pemilihan materi dan
penetapan metodenya. Bagi seorang Da'i atau pendakwah dengan mempelajari metode psikologi
yang mana psikologi dapat mendukung mengenal berbagai aspek atau prinsip yang dapat
menolongnya menelaah tingkah laku manusia dengan lebih kritis dan juga dapat memberikan
pengertian yang lebih mendalam tentang tingkah laku dan juga psikologi memberikan jalan
bagaimana menyampaikan materi dan menetapkan metode dakwah kepada individu manusia
yang merupakan makhluk totalitas (psikofisik) dan memiliki kepribadian baik dari faktor dalam
maupun pengaruh dari luar 7.
Psikologi dakwah merupakan kesatuan analisis terhadap tingkah laku manusia melalui
pendekatan psikologi dan dakwah geologis yang terdisipliner. Sebagai pembahasan yang
mempedomani psikologi, maka psikologi dakwah ini termasuk di dalam ruang lingkup

6
http://nurhafani.blogspot.com/2012/05/psikologi-dakwah.html
7
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993.

3
pembicaraan psikologi teoritis khusus, dan juga dalam psikologi praktis aplikaitif 8. Seperti yang
telah melandasi bahwa psikologi dakwah merupakan perpaduan dari dua disiplin ilmu yang
berbeda, maka untuk memberi makan tentang obyek psikologi dakwah ini, kita coba terlebih
dahulu untuk meletakkan dasar pertemuan dengan jalan meminjam data dari kedua lapisan ilmu
tersebut kemudian atas dasar itu maka kita dapat menemukan obyek pembahasan.

8
Mahmud Yunus, Pedoman Dakwah Islamiyah, Jakarta: Hidakarya Agung, 1980.

4
MENGENAL PENDAKWAH DAN ITRA DAKWAH

1. Manusia dalam Pandangan Psikologi Baratdan Islam beberapa pandangan psikologi


barat mengenai hakikat manusia:
- Pandangan Psikoanalitik
Dalam pandangan psikoanalitik diyakini bahwa pada hakikatnya manusia digerakkan
olehdorongan-dorongan daridalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini menyebabkan tingkah
laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang memangada dalam diri
manusia9. Terkait hal ini diri manusia tidak memegang kendali atau tidak menentukan atas nasib
nya seseorang tapi tingkah laku seseorang itu semata-mata diarahkan untuk mememuaskan
kebutuhan dan insting biologisnya.
- Pandangan Humanistik
Para humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari dalam
dirinya untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang positif. Mereka menganggap manusia
itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Halini membuat manusia itu terus berubah
dan berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna. Manusia dapat pula
menjadi anggota kelompok masyarakat dengan tingkah laku yang baik.Mereka juga mengatakan
selain adanya dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam hidupnya juga digerakkan oleh rasa
tanggung jawab social dan keinginan mendapatkan sesuatu10. Dalam hal ini manusia dianggap
sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.

Ada beberapa dimensi manusia dalam pandangan Islam,yaitu:


 Manusia Sebagai Hamba Allah
Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta
karena adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan. Bentuk pengabdian manusia
sebagai hamba Allah idak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan saja,melainkan juga harus
9
Fauziah, Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 43-45.
10
Rachmat Imampuro, Mengungkap Dakwah K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. MTs Hasyim Asy'ari Kalipucang
Wetan Welahan Jepara, Semarang: Badan Penerbitan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.

5
dengan keikhlasan hati, seperti yang diperintahkan dalam surah Bayinah:“Padahal meerka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus.,”(QS:98:5). Dalam surah adz-Dzariyat Allah menjelaskan:
“Tidak lahA ku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah
Aku.”(QS51:56). Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan menjadi manusia yang
taat, patuh dan mampu melakoni perannya sebagai hamba yang hanya mengharapkan ridha Allah.
 ManusiaSebagaial-Nas
Manusia didalam al-Qur’an juga disebut dengan al-nas. Konsep al-nas ini cenderung
mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan masyarakat disekitarnya.
Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial. Dalam hidupnya manusia membutuhkan
pasangan,dan memang diciptakan berpasang-pasangan seperti di jelaskan dalam surahan-
Nisa’,“Hai sekalian manusia, bertaqwalah akepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istirinya, dan daripada keduanya Alah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
dengan (mempergunakan) Namanya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah
hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasikamu.”(QS:4:1). dari
dalil diatas bisa dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang dalam hidupnya
membutuhkan manusia dan hal lain diluar dirinya untuk mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya agar dapat menjadi bagi anda rilingkungan soisal dan masyarakatnya.
 Manusia Sebagai khalifah Allah
Hakikat manusia sebagai khalifah Allah dibumi dijelaskan dalam surahal- Baqarah ayat
30: “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah dimukabumi. ”Mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkandarah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”(QS:2:30), dan surah
Shadayat 26, “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (peguasa) dimuka
bumi, makaberilah keputusan diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa

6
nafsu .Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah . . . .” (QS:38:26). Dari kedua ayat
diatas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu merupakan anugerah dari Allah kepada
manusia, dan selanjutnya manusia diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut
sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan. Sebagai khalifah dibumi manusia
wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi Kebutuhan hidupnya sekaligus
bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini11.
 Manusia Sebagai Bani Adam
Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan dalam al-
Qur’an yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan bukan berasal dari hasil
evolusi dari makhluk lain seperti yangd ikemukakan oleh Charles Darwin. Konsep bani Adam
mengacu pada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusiaan. Konsep ini menitik bertakan
pembinaan hubungan persaudaraan antars esama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia
berasal dari keturunan yang sama12. Dengan demikian manusia dengan latar belakang sosia
kultural, agama, bangsa dan Bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama,dan harus diperlakukan
dengan sama. Dalam surahal-A’raf di jelaskan: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian taqwaitulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda -tanda
kekuasaan Allah , semoga mereka selalu ingat Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh
syaitan sebagai man ai atelah mengeluarkan kedua ibu bapa mu dari surga,.”(QS:7;26-27).
 Manusia Sebagaial-Insan
Manusia disebu tal-insan dalam al-Qur’an mengacup ada potensi yang diberikan Tuhan
kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara (QS:55:4), kemampuan menguasai
ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS:6:4-5), dan lain-lain. Namun selain memiliki
potensi positif ini, manusia sebagai al-insan juga mempunyai kecenderungan berprila kunegatif
(lupa). Misalnya dijelaskan dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu

11
Syarif Anwar dan Amin Maki, Islam Agama Dakwah Materi Dakwah Yang Merakyat, Yogyakarta: UII Press,
2004.
12
Zafry Zamzam, Pengantar Ilmu Dakwah Etika, Banjarmasin: Fakultas Publistik UNISAN, 1963

7
rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak
berterimakasih.”(QS:11:9).
 Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al-Basyar)
Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai makhluk biologis manusia terdiri atas
unsur materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh kasar(ragawi). Dengan kata lain
manusia adalah makhluk jasmaniah yang secara umum terikat kepada kaedah umum makhluk
biologis seperti berkembangbiak, mengalami fase pertum buhan dan perkem bangan,serta
memerlukan makanan untuk hidup,dan pada akhirnya mengalami kematian. Dalam al-Qur’an
surah al-Mu’minūn dijelaskan: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
saripati tanah. Lalu Kami jadikan sari pati itua irmani yang disimpan dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging,
dan segumpal daging itu kemudian Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain, maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”(QS:23:12-14).

2. Tipologi Kepribadian Manusia


- Sanguinis
Orang dengan tipe kepribadian sanguinis cenderung hidup, optimis, ringan, dan riang.
Tipe ini juga menyukai petualangan dan memiliki toleransi tinggi akan risiko 13. Selain itu, tipe
sanguin biasanya lemah dalam menoleransi kebosanan, serta akan mencari variasi dan hiburan.
Secara alami,sifat ini kadang-kadang negative dalam memengaruhi hubungan percintaan dan
lainnya. Karena kepribadian ini berperilaku mencari kesenangan, banyak orang dengan
kepribadian sanguinis cenderung berjuang dengan kecanduan (ingin suatu hal dengan terus-
menerus). Orang sanguin juga dikenal sangat kreatif dan bisa menjadi seniman serta penghibur
yang hebat dan akan berhasil jika memilih karier diindustri hiburan.Kemampuan alam iorang
sanguinis sangat cocok jika memilih pekerjaan yang berhubungan dengan marketing, travel,
fashion, memasak/kuliner, atau olahraga.

13
Al-Rasyidin (Ed), Kepribadian & Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media, 2006), hal. 22.

8
- Koleris
Manusia dengan kepribadian koleris memiliki kemampuan memimpin yang bagus
karena bisa dengan mudah mengambil sebuah keputusan. Orang-orang koleris memiliki tujuan
yang baik untuk ke depannya serta selalu produktif dan dinamis. Koleris pun adalah pribadi yang
menyukai kebebasan dan selama hidupnya akan selalu bekerja keras. Hanya saja, tipe koleris
suka memerintah karena sifat kepemimpinannya, susah untuk mengalah, menyukai pertentangan,
mudah terpancing emosi, tidak mudah untuk disuruh sabar, dan termasuk tipe yang keras kepala
karena kemauannya yang keras.
- Melankolis
Individu dengan pribadi melankolis adalah tipe manusia yang memiliki sifat analitis,
suka memerhatikan orang lain, perfeksionis, hemat, tidak begitu menyukai perhatian, serius,
artistik, sensitif dan senantiasa rela berkorban. Hanya saja tipe pribadi melankolis biasanya
berfokus pada 12 sebuah cara atau proses ketimbang tujuan14. Mereka yang melankolis pun
kurang bisa menyuarakan opininya, seringkali juga memandang masalah dari sisi buruknya, serta
kurang mampu bersosialisasi dengan baik. Banyak orang yang melankolis berbakat menjadi
seorang pengusaha yang hebat dan sukses.
- Phlegmatis
Phlegmatis adalah jenis kepribadian individu yang selalu cinta damai dengan menjadi
netral dalam segala kondisi konflik tanpa ingin memilih kubu. Dalam kehidupan sosialnya,
individu plegmatis akan lebih senang menjadi pendengar yang baik daripada sebagai pelaku
cerita. Manusia berkepribadian plegmatis mempunyai selera humor yang bagus walau sarkatik
(sifat humor yang menyinggung atau mengejek), menyukai keteraturan, mudah bergaul, serta
suka mencari jalan pintas. Individu ini juga tidak suka dipaksa, suka menunda sesuatu hal dan
memiliki antusias yang kurang terhadap hal-hal baru.
Empat tipe kepribadian tersebut diperoleh dari pemilihan 40 karakter sifat dasar manusia
dari 160 karakter sifat dasar manusia 15. Terdapat 160 macam karakter sifat dasar manusia yang

14
Thoha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, Jakarta, Wijaya,1967. -----. Ilmu Dakwah, Jakarta, Wijaya, 1981.
15
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pertama, 1997.

9
dibedakan menjadi 2 jenis tipe sifat (80 sifat berdasarkan kekuatan dan 80 sifat berdasarkan
kelemahan).

10
MENGENAL PENDAKWAH DAN MITRA DAKWAH

1. Atraksi Antara Pendakwah Dengan Mitra Dakwah


- Pengertian Metode Dakwah
Dewasa ini dalam menyebarkan dakwah Islam bertambah lama bertambah berat.
Banyaknya tantangan multidimesional terhadap keyakinan Islam semakin bertambah besar. Hal
ini dapat menimbulkan pergeseran aqidah, sikap hidup acuh tak acuh serta menurunnya harkat
dan martabat manusia. Dakwah Islam sebagai wujud menyeru dan membawa umat manusia ke
jalan Allah pada dasarnya dimulai dari diri dan pribadi umat Islam itu sendiri sebagai pelaku
dakwah16. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui ajakan kepada kebaikan (amr bi al-ma’ruf),
mencegah berbuat munkar (nahy ‘an al-munkar), dan mengajak untuk beriman (tu’minuna bi
Allah) guna terwujudnya umat yang terbaik (khairu ummah).
Mengajak dan menyeru orang lain untuk menerima dan meyakini ajaran Islam
memerlukan cara tersendiri. Cara penyampaian dan menyeru tersebut haruslah sesuai dengan
masyarakat sebagai mad’unya. Itulah sebabnya sering terjadi saat kegiatan dakwah dimulai cara
penyampaian 25 terkadang lebih menentukan keberhasilan dakwah dari pada materi yang
disampaikan. Gambaran tersebut memperlihatkan ungkapan bahwa tata cara atau metode lebih
penting dari materi17. Sebagaimana diketahui aktivitas dakwah awalnya hanyalah merupakan
tugas sederhana yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima dari Rasulullah SAW
“Ballighu ‘anni walau ayat”, inilah yang membuat kegiatan dakwah boleh dan harus dilakukan
siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan dan kemampuan untuk menyebarkan nilai-nilai
Islam. Oleh sebab itu, memilih cara dan metode yang tepat, agar dakwah menjadi aktual, faktual
dan kontekstual, menjadi sebahagian strategis dari kegiatan dakwah itu sendiri. Tanpa ketepatan
metode dan keakuratan cara, kegiatan dakwah akan sia-sia.
Aktivitas dakwah akan berputar dalam pemecahan permasalahan tanpa solusi yang tidak
jelas ujung pangkal penyelesaiannya. Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani
metodos yang artinya cara atau jalan Dalam bahasa Arab disebut minhaj atau manhaj yang
16
Abdullah, Dzikron, Metodologi dakwah, Semarang : Fakultas Dakwah IAIN Walisongo,1992.
17
Arifin, 1993, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksar

11
artinya jalan atau cara yang jelas . Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki
pengertian suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai
dan menyelesaikan tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia. Dengan demikian metode dakwah
dapat dipahami sebagai jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran
materi dakwah (Islam)18 .
Teknik 26 yang digunakan dalam berdakwah sangatlah fleksibel dan kontekstual sesuai
dengan kondisi masyarakat dimana dakwah itu diterapkan. Ajaran yang benar dan baik harus
disebarkan dengan cara yang baik pula. Tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respon
yang luar biasa karena disampaikan dengan kemasan yang menarik dan dengan cara yang
menyenangkan. Sesuatu yang biasa namun melalui sentuhan metode yang tepat menjadi luar
biasa. Maka dari itu dakwah memerlukan metode agar dapat diterima oleh mitra dakwah dan
metode yang dipilih haruslah benar, agar Islam dapat dimengerti dengan benar dan menghasilkan
pencitraan Islam yang benar pula).
- Prinsip-Prinsip Metode Dakwah
Kewajiban berdakwah didasarkan atas suatu ajaran, bahwa Islam adalah agama risalah
untuk umat manusia. Apabila memperhatikan Al- Qur’an dan As-Sunnah maka akan terlihat
sesungguhnya dakwah menduduki tempat dan posisi utama (Didin Hafidhuddin, 2001: 67).
Keindahan dan kesesuaian Islam dengan perkembangan zaman baik dalam sejarah maupun
praktiknya sangat ditentukan oleh kegiatan dakwah yang dilakukan umatnya. Metode dakwah
yang tidak tepat sering memberikan gambaran dan persepsi yang keliru tentang Islam. Ketika
seorang da’i melangkahkan jalan hidupnya untuk berdakwah, tentu akan menjumpai berbagai
macam corak manusia. Dari masing-masing corak manusia harus dihadapi dengan cara yang
sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut. Oleh karena itu seorang da’i 27 hendaknya
mengetahui konsep serta prinsip-prinsip dakwah yang sesuai dan tepat untuk diterapkan dalam
masyarakat yang berbeda.

Prinsip-prinsip dakwah jika ditinjau dari da’i makna persepsi masyarakat luas pada
umumnya adalah:
18
Albar, Ragwan, Ilmu Dakwah, Surabaya: Fakultas Dakwah, 1997.

12
a. Dakwah sebagai tabligh, wujudnya adalah ketika mubaligh menyampaikan pesan
dakwah kepada masyarakat sebagai mad’u.
b. Dakwah sebagai ajakan.
c. Dakwah sebagai pekerjaan menanam, yaitu dakwah dalam arti mendidik manusia agar
mereka bertingkah laku sesuai dengan hukum Islam.
d. Dakwah sebagai akulturasi nilai.
e. Dakwah sebagai pekerjaan membangun.

Prinsip- prinsip dakwah Islam tidaklah mewujudkan kekakuan, akan tetapi menunjukkan
fleksibelitas yang tinggi. Ajakan dakwah tidak mengharuskan cepatnya keberhasilan dengan satu
metode saja, melainkan dapat menggunakan bermacam-macam cara yang sesuai dengan kondisi
dan situasi mad’u sebagai objek dakwah19. Dalam hal ini kemampuan masing-masing da’i
sebagai subjek dakwah dalam menentukan penggunaan metode dakwah amat berpengaruh bagi
keberhasilan suatu aktivitas dakwah.

2. Macam-Macam Metode Dakwah


Metode dakwah (Kafiyah ad-Da’wah Methode) yaitu cara-cara penyampaian dakwah ,
baik individu, kelompok, maupun masyarakat luas agar pesan-pesan dakwah tersebut mudah
diterima. Metode dakwah hendaklah menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan kondisi
mad’u sebagai penerima pesan-pesan dakwah. Sebuah materi dakwah yang akan disampaikan
kepada objek dakwah membutuhkan metode yang tepat dalam menyampaikannya. Mengenai
metode dakwah ini Al-Qur’an telah memberikan petunjuk secara garis besar dalam QS. An-Nahl
ayat 125 yang artinya sebagai berikut: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. 29 Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”20 .

19
Kafie, Jamaluddin, 1993, Psikologi Dakwah, Indah, Surabaya.
20
Fadhlullah, Muhammad Husain, 1999, Metodologi dakwah dalam al-Qur'an, Lentera, Jakarta.

13
- Bi Al-Hikmah
Pengertian kata hikmah atau bijaksana semacam ini perlu dipahami dan diperkokoh dalam
diri seorang juru dakwah, sebab ia bukan hanya sekedar memberikan ceramah atau membaca
khutbah, tetapi juga sebagai seorang penasehat, pembimbing, pemberi petunjuk dan pencari jalan
keluar terhadap suatu permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Selain itu, seorang juru
dakwah juga bertindak sebagai tokoh panutan dan suri tauladan bagi masyarakat dalam seluruh
dimensi kehidupannya
- Mau’idzah al-hasanah
Yaitu nasehat yang baik, berupa petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang
dapat mengubah hati agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenaan di hati, enak didengar,
menyentuh perasaan, lurus di pikiran, menghindari sikap kasar dan tidak boleh
mencaci/menyebut kesalahan audience sehingga objek dakwah 30 dengan rela hati dan atas
kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah. Seorang da’i
sebagai subjek dakwah harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan pesan dakwah sesuai
dengan tingkat berpikir dan lingkup pengalaman dari objek dakwahnya, agar tujuan dakwah
sebagai ikhtiar untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam kehidupan pribadi atau
masyarakat dapat terwujud.
- Mujadalah atau diskusi
Apabila dua metode di atas tidak mampu diterapkan, dikarenakan objek dakwah yang
mempunyai tingkat kekritisan yang tinggi maka metode mujadalah ini perlu diterapkan Apabila
dicermati tipologi objek dakwah, maka tampaknya tidak semua orang dapat menerima dakwah
serta merta mendengar seruan itu. Ada sekelompok manusia yang merasa perlu untuk
menanyakan kebenaran materi-materi dakwah yang disampaikan kepadanya. Di era
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pola pikir manusia semakin kritis,
terutama bagi golongan masyarakat terpelajar. Mereka biasanya tidak tertarik pada ceramah-
ceramah atau pengajian-pengajian yang bersifat umum yang cenderung monoton bahkan
terkadang mereka mengkritik penjelasan-penjelasan agama yang di rasakan tidak rasional 21. Atas

21
Rahmat, Jalaluddin, 1996, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

14
fenomena tersebut, maka konsep dakwah 31 mujadalah merupakan alternatif dakwah yang sesuai
dengan kemajuan zaman dan perkembangan masyarakat sebagai daya kritis objek dakwah.
Secara umum dakwah Islam dapat dikategorikan ke dalam tiga macam, diantaranya:
a. Dakwah bi Al-lisan (ceramah) yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan. Metode
dakwah ini sudah sering dilakukan oleh juru dakwah, baik ceramah di majelis ta’lim,
khutbah jum’at atau ceramah pengajian-pengajian. Metode ini termasuk dalam kategori
metode dakwah ceramah.
b. Dakwah bi Al-Hal yaitu dakwah dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan.
Misalnya dengan tindakan amal karya nyata dan dari karya nyata tersebut hasilnya
dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat sebagai objek dakwah. Metode
dakwah ini dapat berupa metode pemberdayaan masyarakat dan metode kelembagaan.
c. Dakwah bi Al-Qalam yaitu dakwah melalui tulisan. Jangkauan jenis dakwah ini lebih
luas demikian pula metode yang digunakan tidak membutuhkan waktu secara khusus
untuk kegiatannya, kapan saja dan dimana saja mad’u (objek dakwah) dapat menikmati
sajian dakwah bi al-qalam ini. Metode dakwah ini dapat berupa karya tulis seperti
stiker, spanduk, karya ilmiah dan lain sebagainya yang berbentuk tulisan.

Adapun metode dakwah lainnya yaitu sebagai berikut22:


a. Metode Konseling merupakan wawancara secara individual dan tatap muka antara
konselor sebagai pendakwah dan klien sebagai mitra dakwah untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya. Metode konseling dalam dakwah diperlukan mengingat
banyaknya masalah yang terkait dengan keimanan dan pengalaman keagamaan yang
tidak bisa diselesaikan dengan metode ceramah ataupun diskusi. Ada masalah yang
secara khusus secara individual dan dengan tatap muka antara pendakwah dan mitra.
b. Metode propaganda yaitu suatu upaya untuk menyiarkan Islam dengan cara
mempengaruhi dan membujuk massa secara masal, persuasif, dan bersifat otoritatif
(paksaan).

22
KH. Saifuddin Zuhri, Paradigma Dkwah Humanis: Strategi dan metode dakwah, Semarang: Rasail, 2005.

15
c. Metode Drama yaitu suatu cara menyampaikan materi dakwah dengan mempertunjukkan
dan mempertontonkan kepada mad’u agar dakwah dapat tercapai sesuai yang di
tergetkan
d. Metode Silaturahim (Home Visit) yaitu dakwah yang dilakukan dengan kunjungan
kepada suatu objek tertentu dalam rangka menyampaikan isi dakwah kepada penerima
dakwah. Metode dakwah di atas bukan sesuatu yang final. Metode dakwah terus
mengalami perkembangan. Bisa saja, masih banyak metode dakwah yang belum
terungkap. Metode dakwah memiliki fungsi yang berarti bilamana menggunakan
teknik yang tepat.

16
PEMILIHAN METODE DAKWAH; TINJAUAN PSIKOLOGIS

1. Dakwah fardiyah Dari Tinjauan Psikologis


- Dakwah Fardiyah dan Komunikasi Interpersonal
Secara etimologi (bahasa) dakwah fardiyah berasal dari dua term, yakni dakwah dan
fardiyah23. Dakwah berasal dari bahasa Arab da 'watun dari kata da'a-yad'u yang berarti
"panggilan, ajakan, seruan. Sedangkan istilah fardiyah dalam bahasa Arab faroda-yafrodu-fardan-
fardiyan yang berarti seorang diri24. Dari pemaparan di atas nampak, bahwa dakwah fardiyah
layaknya melakukan komunikasi antar individu atau interpersonal, di mana seorang da 'i sebagai
komunikator akan menyampaikan pesan verbal maupun non verbal terhadap seorang mad'u atau
komunikan dalamjumlah kecil secara langsung. Namun demikian, pembagian tugas tersebut tidak
formal, di mana akan terjadi proses diadik. Komunikator suatu saat akan menjadi komunikan dan
sebaliknya. Sehingga dalam proses dakwahpun terdapat istilah mitra yang serasi dan selaras
dalam mengungkapkan perasaan, kemampuan menerima materi, dan menyelesaikan problem. Ini
berarti dakwah fardiyah dapat dimisalkan sebagai model komunikasi interpersonal yang secara
epistemology, aksiologi dan ontologytelah mapan di bawah bidang ilmu komunikasi 25.
Komunikasi interpersonal adalah salah satu disiplin ilmu komunikasi, selain komunikasi
kelompok, komunikasi massa, komunikasi organisasi, komunikasi antar budaya dan sebagainya.
Setiap disiplin ilmu tentunya memiliki karakteristik tersendiri, yang membedakan ilmu satu
dengan ilmu lainnya, baik objek material maupun objek formalnya 26. Demikian juga komunikasi
interpersonal.

2. Dakwah Fardiyah dalam Tinjauan Psikologis


Aktifitas menyeru dan mengajak sesama pada agama Islam adalah sebuah kemulian.
Tentunya, misi mulia ini disempurnakan dengan paradigma dakwah yang muliajuga. Salah

23
Munir Amin, Samsul, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2013.
24
Aziz, Moh Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group, 2004.
25
Ilahi, Wahyu, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
26
Effendy, Onong Uncjana. 2002. Dinamika Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.

17
satunya, memuliakan sasaran dakwah yang telah beragama 27. Beragama adalah sebuah pilihan,
Selaras dengan penganugrahan Allah SWT kepada manusia berupa potensi akal, qalb, ruh,
basyirah.

- Fungsi qalbu adalah sebagai alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai.
- Dalam perspektif nafs, sistem ruh menjadi faktor penting bagi aktivitas nafs manusia ketika
hidup di muka bumi ini, sebab tanpa ruh manusia sebagai totaltas tidak lagi dapat berpikir
dan merasa
- Basyirah atau hati nurani Akal yang sehatjika digunakan secara optimal memungkinkannya
mencapai kebenaran, karena ia memiliki kekuatan yang sama dengan pandangan mata batin.
Dakwah fardiyah dilakukan guna menjalin hubungan komunikasi yang serasi; marnpu
saling memahami, mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat dan jelas,
mampu saling menerima dan memberi dorongan, mampu memecahkan konflik yang terjadi 28.
Karena itu, dakwah fardiyah diperlukan sikap yang sama antara da 'i dan sasaran dakwah seperti
sikap percaya, pembukaan diri, keinsafan diri dan penerimaan diri. Sehingga melahirkan dakwah
yang efektif. Dakwah efektif adalah proses dakwah yang dilakukan dengan cepat, cermat dan
dapat diketahui atau dievaluasi proses dakwah yang sedang berlangsung. Demikian juga dakwah
fardiyah mampu memberi kebahagian hidup dan kesehatan mental.

3. DAKWAH JAM’IYAH
Dakwah jam’iyah adalah proses dakwah yang dilakukan oleh da’i yang
mengidentifikasikan dirinya dengan atribut suatu lembaga atau organisasi dakwah tertentu,
kemudian mendakwahi anggotanya atau orang lain di luar anggota suatu organisasi tersebut.
Term jam’iyah diadopsi dari QS al-maidah ayat 56. Termasuk dakwah 29 jam’iyah diantaranya
dakwah yang berlangsung pada kalangan organisasi NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain.
Dakwah jam’iyah dipahami juga sebagai upaya dakwah melalui organisasi atau lembaga

27
Arifin. 1971. Psikologi Dakwah. Jakarta: Bulan Bintang.
28
Munir, M, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group, 2009.
29
Syabibi, Ridho, Metodologi Ilmu Dakwah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

18
keislaman, dalam pemahaman in dakwah jam’iyah merupakan upaya yang dilakukan oleh
sekelompok orang dalam upaya mengarahkan mad’u pada perubahan kondisi yang lebih baik
sesuai dengan syariat islam.

19
MENGEMAS PESAN DAKWAH; TINJAUAN PSIKOLOGIS

1. Pengertian Pesan
Pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada khalayak baik itu pesan
verbal maupun non verbal. Pesan verba adaalah suatu pesan yang disampaikan melalui lisan
maupun tulisan seperti pidato, seminar, spanduk, pamphlet, film, sandiwara dan masih banyak
lagi. Sementara itu pesan nonverbal adalah pesan yang disapaikan tanpa melalui llisan maupun
tulisan, tetapi mealui bahasa tubuh dan sebagainya.

2. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa “dakwah” yang berarti : panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk
perkataan tersebut dalam bahasa arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi`il)nya
adalah: memanggil, menyeru atau mengajak. Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai
ajakan, baik berbentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya30. Yang dilakukan secara 18
sadar dan berencana dalam usaha mempegaruhi orang lain secara individu maupun kelompok
agar timbul dalam dirinya satu pengertian, kesadaran sikap, penghayatan serta pengalaman
terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan.
Secara terminologis dakwah bisa didefinisikan sebagai ishlah, yaitu memperbaiki
keadaan kaum muslimin dan memberi petunjuk kepada orang-orang kafir agar mau memeluk
Islam atau proses memindahkan kepada situasi lebih baik 31. Dakwah juga merupakan suatu
proses penyampaian, ajakan atau seruan kepada orang lain agar mau memeluk, mempelajari dan
mengamalkan ajaran agama secara sadar, sehingga menjadikanya bangkit dan kembali kepotensi
fitrinya, yang tujuuanya adalah bahagia dunia akhirat.
Menurut pendapat Syekh Ali Mahfudz yang dijelaskan oleh Yogi Ridho Firdaus, dakwah
adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh
mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbauatan buruk. Agar mereka mendapat

30
Albar, Ragwan, Ilmu Dakwah, Surabaya: Fakultas Dakwah, 1997.
31
Kafie, Jamaluddin, Psikologi Dakwah, Surabaya: Indah, 1993.

20
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dakwah merupakan sebuah kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh seluruh umat muslim. Terkait kewajiban berdakwah dapt disandarka pada
beberapa dalil berikut: 19 Allah SWT befirman “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan terbantahlah mereka dengan cara yang baik,
sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dia-lah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk” (Qs. An-Nahl 125).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau aktivitas
mengajak manusia kepada kebaikan. Melaksanakan amar ma‟ruf dan menjauh mungkar, agar
kehidupan manusia menjadi lebih baik, damai, sejahtera, bahagia dunia akhirat dan mendapatkan
ridho-Nya.

3. Pengertian Pesan Dakwah


Pesan dakwah yaitu isi pesan yang akan disampaikan kepada mad‟u (Penerima) berupa
ajakan untuk menyeru kepada kebajikan dan menjauhi larangan atau amar makruf nahi munkar.
Dalam istilah komunikasi pesan disebut dengan istilah message, content, atau informasi.
Berdasarkan cara penyampaiannya, pesan dakwah dapat dilakukan lewat tatap muka langsung
ataupun tidak langsung dengan menggunakan sarana melalui media 32. Komunikasi dakwah terdiri
atas isi pesan, akan tetapi lambang yang biasa digunakan dapat bermacam-macam 33. Lambang
yang biasannya digunakan dalam komunikasi dakwah berupa, bahasa, gambar, visual dan
lainnya. 20 Pesan dakwah tidak hanya cukup dengan memperhatikan timing dan placing, tetapi
juga harus mampu mengidentifikasikan isi pesan dakwah yang akan menentukan jenis pesan apa
yang akan disampaikan. pesan dakwah dapat berupa informational massage, instructional
massage, atau motivational massage. Pemahaman mengenai sifat-sifat komunikan dan pesan
komunikasi dakwah akan dapat menentukan jenis media apa yang akan dipergunakan, dan teknik
komunikasi apa yang akan digunakan agar pesan tersebut dapat tersampaikan34.

32
Rahmat, Jalaluddin, 1996, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
33
Ilahi, Wahyu, Dkk. 2013. Komunikasi Dakwah Surabaya. Jurnal IAIN Sunan Ampel.
34
Cangara, Hafied. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

21
4. Pembagian Pesan Dakwah
Dakwah merupakan usaha aktif untuk mengembangkan dan menyebarluaskan agama.
Karena itu di dalam dakwah terkandung sifat dan sikap yang aktif, positif dan dinamis. Dikatakan
dinamis karena dakwah memerlukan daya cipta, kreasi, inisiatif, konkret, simpati dan terus-
menerus tanpa mengenal ruang, waktu, dan keadaan35. Pembagian dakwah menurut Muhammad
Natsir meliputi: Hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan manusia lainya,
mengadakan keseimbangan antara keduanya, dan mengaktifkan keduanya seirama.
Menurut Bahroni pesan dalam dakwah merupakan hasil pengolahan manusia terhadap
data, fakta, dan peristiwa yang terjadi di alam semesta ini, dan atas kehendak manusia itu sendiri
disampaikanya kepada orang lain dengan 21 tujuan memberi tahu, menyampaikan informasi,
mendidik, dan lain sebagainya. Serta tujuanya agar orang lain itu berubah sikap, sifat, pendapat,
dan perilakunya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Pada dasarnya pesan dakwah
islam juga tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun secara umum dapat
diartikan bahwa pesan dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, masalah keimanan
(aqidah), masalah keislaman (syariah), dan masalah budi pekerti (akhlak).

- Masalah Aqidah (keimanan)


Aspek aqidah adalah yang akan membentuk moral (akhlak) manusia, oleh karena itu yang
pertama kali dijadikan materi dalam dakwah islam adalah masalah aqidah atau keimanan. Orang
yang memiliki iman yang benar (hakiki) akan cinderung untuk berbuat baik dan akan menjauhi
perbuatan jahat, karena perbuatan jahat akan mengkonsekuensi pada hal-hal yang buruk. Iman
inilah yang berkaitan dengan dakwah islam dimana amar ma‟ruf nahi munkar dikembangkan
yang kemudian menjadi tujuan utama dari suatu proses dakwah36. Aqidah dapat diartikan sebagai
iman atau kepercayaan. Intisari dari keimanan adalah ikatan pengakuan terhadap adanya
hubungan manusia dengan Tuhannya yang 22 harus dipatuhi. Pengakuan terhadap Tuhan yang
menguasai manusia, mengikat diri dengan kewajiban-kewajiban yang di yakini. Aqidah dalam

35
Widjaja. 2008. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
36
Yunan Yusuf , Menejemen Dakwah. Jakarta: Kencana, 2006.

22
Islam sendiri meliputi semua rukun iman yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul,
hari kiamat serta iman kepada qada dan qadar.

- Masalah Syariah Menurut Rahayuni (2016: 19)


Syariat adalah suatu ketetapan hukum yang dtetapkan Allah dengan disertai dalil yang
bersumber pada kitab Allah, sunah rosul, ijma, qiyas, dan dalil yang lainya. Dalam aspek syarat
berisi tentang susunan peraturan, hukum-hukum, dan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT
kepada umat manusia sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan manusia. Syariah
mencangkup ibadah manusia kepada Allah SWT meliputi shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah-
ibadah lainya. Selain mencangkup hubungan dengan Allah, syariah juga mengatur hubungan
dengan saudara seagama, hubungan sesama manusia, serta hubunganya dengan alam dan seluruh
aspek kehidupan. Materi dakwah yang satu ini sangatlah luas dan mengikat seluruh umat Islam.
Disamping mencangkup kemaslahatan moral dan sosial, materi dakwah ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran yang benar dan 23 kejadian secara cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil
dalam melihat persoalan pembaruan, sehingga umat tidak terperosok ke dalam kejelekan, karena
yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan.
- Masalah Akhlak Secara etimologis,
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang berarti budi pekerti,
perangai, atau tingkah tabiat. Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlak berkaitan
dengan masalah tabiat atau kondisi temperatur batin yang mempengaruhi perilaku manusia.
Berdasarkan pengertian ini, maka ajaran akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas
perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaanya. Islam mengajarkan kepada
manusia agar berbuat baik dengan ukuran yang bersumber dari Allah SWT. Akhlak merupakan
suatu perilaku yang menggambarkan seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya
keluar perbuatan yang mudah serta otomatis, tanpa berfikir sebelumnya.

23
MENGEMAS PESAN DAKWAH; TINJAUAN PSIKOLOGIS

1. Peranan Bahasa dalam Pengembangan Dakwah


Sebelum menguraikan tentang peranan bahasa dalam pengembangan dakwah, terlebih
dahulu akan dikemukakan tentang pengertian dakwah. Pada bagian pendahuluan dikatakan
bahwa dakwah merupakan suatu proses penyampaian pesan atau informasi kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa sebagai sarana penyampaiannya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dakwah diartikan sebagai penyiaran atau propaganda; penyiaran agama dan
pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan
mengamalkan ajaran agama. Selanjutnya, menurut definisi Alquranul Karim, dakwah adalah
undangan menuju kepada semua yang baik dan harus dilaksanakan dengan rendah hati, bijaksana,
dan penuh santun.
Dalam tulisan ini, dakwah dimaksudkan sebagai kegiatan penyampaian pesan-pesan atau
seruan agama kepada pemeluknya, baik secara lisan maupun secara tertulis 37, agar pemeluk
agama bersangkutan dapat mengambil hikmah dan menaati aturan agamanya. Upaya
penyebarluasan seruan agama kepada pemeluknya tidak dapat lepas dari bahasa sebagai medium
utamanya. Beberapa peristiwa sejarah penyebaran agama telah membuktikan besarnya peranan
bahasa dalam kegiatan dakwah.
Penyebaran agama Kristen misalnya. Pada tahun 1622 Paus Gregorius XV  membentuk
sebuah komisi yang disebut Komisi Kardinal yang bertujuan menumbuhkan keimanan Kristiani
di beberapa negara. Secara khusus misionaris itu ditugasi untuk menyebarkan doktrin Kristiani
tersebut supaya bisa menarik beberapa ribu pemeluk baru. Kegiatan ini tentu saja memanfaatkan
bahasa untuk menjamin keberhasilan misinya. Para misionaris dalam kegiatan ini
memaksimalkan peranan bahasa dalam fungsinya sebagai alat propaganda. Bahasa sebagai alat
propaganda dapat digunakan untuk mempengaruhi seseorang agar menganut suatu aliran, sikap,
atau arah tindakan tertentu.

37
Abidin Ass, Djamalul. Komunikasi dan Bahasa Dakwah. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

24
Begitu pula dalam penyebaran agama lain, seperti agama Islam pada zaman Nabi
Muhammad Saw. Pada mulanya agama Islam hanya disebarkan di kalangan keluarga dan kerabat
Nabi Muhammad, kemudian secara berangsur-angsur menyebar ke seluruh pelosok tanah Arab,
dan bahkan ke luar wilayah Arab. Penyebaran itu berkat adanya bahasa yang berfungsi sebagai
sarana penyampai pesan atau informasi.
Peranan bahasa sebagai sarana pengembangan dakwah juga dapat diamati dalam sejarah
penyebaran agama di Indonesia, terutama dalam penyebaran agama Islam. Agama Islam masuk
di Indonesia diperkenalkan oleh pedagang-pedagang Parsi dan Gujarat. Mereka memperkenalkan
agama Islam  di daerah-daerah pantai yang menjadi pusat-pusat perdagangan pada waktu itu.
Dalam perkembangannya, agama Islam telah menyebar hampir ke seluruh pelosok nusantara. Di
mana-mana berdiri kerajaan-kerajaan Islam. Akibatnya dapat dilihat sekarang, Indonesia
berpenduduk mayoritas muslim. Penyebaran Islam yang begitu cepat dan menjangkau wilayah
yang sangat luas itu, tentu saja karena peranan bahasa.
Di Indonesia khususnya, peranan bahasa dalam pengembangan dakwah terlihat semakin
meningkat. Hal itu dibuktikan oleh semakin banyaknya tayangan acara televisi tentang penyiaran
agama, misalnya mimbar agama Islam, mimbar agama Kristen, mimbar agama Hindu, dan
Mimbar agama Budha. Bukti lain yaitu, semakin banyaknya penerbitan buku keagamaan yang
diterbitkan setiap tahunnya. Kedua hal ini semakin menunjukkan betapa besarnya peranan bahasa
dalam kegiatan dakwah. Dengan bahasalah dakwah disampaikan secara lisan dan secara tertulis,
seperti disebutkan di atas. Memang, tanpa bahasa tak ada yang terpikirkan dan tak ada yang
terkatakan.
Selanjutnya, penggunaan bahasa pulalah yang sangat berperan dalam menentukan
keberhasilan dakwah. Sebagai gambaran, dapat dilihat dan diamati bagaimana para da’i kondang,
seperti Zainuddin MZ, Abdullah Gymnastiar, Arifin Ilham, dan Jefri Albukhari dalam
meyampaikan pesan-pesan kebenaran dalam agama Islam. Bagaimana para pendeta Kristiani,
Hindu, dan Budha dalam berupaya memberikan pemahaman tentang agamanya kepada khalayak.
Mereka semua tentu saja berupaya mengemasnya dengan bahasa yang menarik dan dengan gaya
masing-masing.   

25
Para remaja lebih tertarik kepada gaya penyampaian dakwah Ustad Jefri, kalangan orang
tua lebih senang kepada gaya penyampaian dakwah Arifin Ilham, semua tingkatan usia
menyenangi gaya penyampaian dakwah Aa Gym (Abullah Gymnastiar), dan lain-lain. Perbedaan
itu lebih dikarenakan oleh teknik pemanfaatan bahasa yang bermacam-macam. Keberhasilan
mereka dalam menarik perhatian khalayak tentu saja tidak dapat dipungkiri. Semua itu karena
kelihaian mereka dalam “memainkan” bahasa.

2. Dakwah sebagai Sarana Pembinaan dan Pengembangan Bahasa


Sebagai kegiatan yang menggunakan bahasa sebagai media utamanya, dakwah dapat
dijadikan sebagai sarana pembinaan dan pengembangan bahasa38. Hal itu dimungkinkan karena
dalam kegiatan dakwah terjadi interaksi antara seseorang dengan orang lain. Untuk membina dan
mengembangkan suatu bahasa, maka peggunaan bahasa dengan baik dan benar dalam interaksi
tersebut secara tidak langsung akan menjadi model atau pajanan berbahasa bagi orang lain yang
mendengarkan penggunaan bahasa tersebut.
Sejarah perkembangan bahasa Melayu pada jaman sebelum kemerdekaan misalnya dapat
dijadikan contoh. Awalnya, bahasa Melayu hanya dikuasai oleh kelompok masyarakat Melayu
sendiri. Oleh karena bahasa Melayu digunakan terus-menerus oleh mereka dalam kegiatan
perdagangan pada waktu itu, maka secara perlahan-lahan orang-orang yang turut terlibat dalam
kegiatan itu dapat memahami dan akhirnya menguasai bahasa Malayu. Bahasa Melayu kemudian
tidak hanya menjadi milik etnis Melayu, tetapi hampir seluruh nusantara telah menguasainya.
Demikian pula halnya, jika ingin menjadikan dakwah sebagai sarana pengembangan dan
pembinaan bahasa, misalnya bahasa Indonesia. Dalam kegiatan dakwah seyogyanya digunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan bahasa Indonesia secara serampangan
mestinya dihindari. Kesalahan berupa penggunaan kata depan, pilihan kata, pelafalan, dan kata-
kata berlebihan, mestinya tidak dianggap enteng.
38
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Basar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

26
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam dakwah yang disampaikan secara
lisan memang diakui sangat sulit diwujudkan secara penuh. Alasannya sangat jelas, yaitu karena
bahasa lisan adalah bahasa spontanitas. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar dalam dakwah yang disampaikan secara lisan kadang-kadang membuat khalayak jenuh dan
tidak tertarik.
Namun demikian, karena pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia merupakan
tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia, maka seyogyanya dalam dakwah pun perlu
diperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal itu sebagai cerminan sikap
positif terhadap bahasa Indonesia, bahwa sikap positif terhadap bahasa Indonesia adalah sikap
penutur bahasa Indonesia yang setia, bangga, dan sadar akan norma bahasa Indonesia39.

3. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pembicara atau Orang yang Menyampaikan
Dakwah
Berbicara di depan umum memerlukan teknik-teknik tertentu. Penguasaan teknik yang
digunakan dalam menyajikan pikiran atau gagasan secara lisan merupakan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh seorang pembicara atau orang yang akan menyampaikan dakwah40.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pembicaraan atau dakwah berhasil adalah
sebagai berikut.
a)   Pembicara harus Memiliki Keberanian dan Tekad yang Kuat
Keberanian merupakan hal yang sangat mendasar. Tanpa keberanian atau keberanian yang
setengah-setengah akan mengakibatkan kacaunya pembicaraan. Hal lain yang perlu dimiliki
oleh seorang pembicara adalah keberanian atau tekad yang kuat. Tekad yang kuat akan
menghilangkan keragu-raguan dan menambah kepercayaan terhadap diri sendiri. Seorang

39
Halim, Amran (Ed), Politik Bahasa Nasional (Jilid 1 dan 2). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976.
40
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.

27
pembicara akan mampu bersikap tenang, tidak kaku ataupun canggung di depan khalayak
jika memiliki tekad yang kuat dan kepercayaan terhadap diri sendiri.
b)  Pembicara harus Memiliki Pengetahuan yang Luas
Seorang pembicara atau orang yang akan menyampaikan dakwah harus menguasai materi
yang akan disampaikannya agar isi dakwahnya dapat disampaikan dengan lancar dan teratur.
c)   Pembicara harus Memahami Komunikasi Massa
Pemahaman pembicara terhadap proses komunikasi massa dapat diawali dengan
menganalisis pendengar dan situasi.
d)   Pembicara harus Menguasai Bahasa yang baik dan Lancar
Seorang pembicara yang menguasai bahasa yang baik dan lancar, tentu saja memiliki
perbendaharaan kosa kata yang memadai. Dengan kosa kata yang memadai, seorang
pembicara akan dapat menyampaikan isi dakwahnya dengan kata-kata yang bervariasi
sehingga tidak membuat khalayak bosan atau salah paham.

Selanjutnya, agar dakwah yang disampaikan itu bisa lebih efektif, seorang pembicara harus
mempersiapkan beberapa hal sebelum tampil di depan khalayak41. Hal-hal itu dikemukakan
berikut ini.
a. Menentukan Maksud atau tujuan Dakwah
Menentukan maksud atau tujuan dakwah perlu dilakukan karena hal itu yang
mengarahkan pembicara menentukan topik/pokok pembicaraan yang akan disampaikan.
Misalnya, jika tujuan yang diharapkan adalah agar khalayak memahami tentang
pentingnya sholat, maka pembicara harus berbicara tentang sholat dalam dakwahnya.
b. Menganalisis Pendengar dan Situasi
Agar tujuan pembicaraan dapat tercapai, seorang pembicara harus mengetahui situasi
yang melatari dan keadaan yang calon pendengar/khalayak. Sehubungan dengan analisis
pendengar ini, beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang pembicara tentang calon

41
Keraf, Gorys. Komposisi. Ende: Nusa Indah, 1980.

28
pendengarnya, yaitu: perkiraan jumlah pendengar, jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan
pendidikan pendengar.
Adapun analisis situasi meliputi lokasi, kondisi lingkungan, waktu, dan sarana yang akan
digunakan. Seorang pembicara yang melakukan analisis pendengar dan situasi sebelum
tampil di depan khalayak akan mampu mempengaruhi khalayak secara efektif.
c. Memilih Materi Dakwah
Materi dakwah yang dipilih harus actual, artinya materi harus disesuaikan dengan
persoalan yang banyak menyentuh khalayak atau disesuaikan dengan peristiwa tertentu.
d. Mengumpulkan Bahan Pembicaraan
Kegiatan mengumpulkan bahan pembicaraan sangat penting agar dapat menghasilkan
dakwah yang berbobot. Yang perlu diperhatikan dalam mengumpulkan bahan ini adalah
bahan pembicaraan harus benar-benar terpercaya dan didukung oleh bukti-bukti yang
kuat.
e. Membuat kerangka Uraian
Hal ini perlu dilakukan, karena secara umum sesuatu yang sudah direncanakan atau
diorganisasikan dengan baik akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada yang
tidak direncanakan lebih awal.
Beberapa hal di atas jika diperhatikan dengan cermat dan dilaksanakan dengan baik oleh
seorang pembicara akan menghasilkan pidato yang efektif, dan tentu saja khalayak akan tertarik
atau tidak jenuh.

29
ALIRAN PSIKOLOGIS DAN PENGGUNAANNYA DALAM
KEGIATAN DAKWAH

1. Psikoanalisa
Teori Psikoanalisa Tokoh dari teori ini adalah Sigmund Freud. Fokus perhatiannya
ditunjukan kepada struktur manusia, yakni kepada totalitas kepribadian manusia, bukan pada
bagian-bagiannya yang terpisah. Menurut teori psikoanalisa perilaku manusia merupakan hasil
inter-aksi dari tiga subsistem dalam kepribadian manusia, yaitu Id , Ego dan Superego 42. Manusia
dalam teori psikoanalisa disebut sebagai Homo Volens, artinya manusia berkeinginan, yaitu
makhluk yang perilakunya digerakkan oleh keinginan-keinginan yang terpendam.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai tiga subsistem kepribadian manusia menurut teori
Psikoanalisa43.
a. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia. Id
merupakan pusat instink, atau pusat hawa nafsu menurut bahasa agama. Menurut Freud ada dua
instink yang dominan yaitu Libido dan Thanatos. Libido merupakan instink reproduktif yang
menyediakan energi dasar untuk kegiatan kegiatan manusia yang konstuktif seperti seks dan hal-
hal yang lain yang mendatangkan kenikmatan, termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan dan
cinta diri (narcisisme) Thanatos merupakan instink destruktif dan agresif 44. Dorongan-dorongan
untuk melawan dan merusak bersumber dari instink ini, motif-motif manusia sebenarnya
merupakan gabungan antara eros dan thanatos, antara instink kehidupan dan instink kematian.
b. Ego, ego bekerja menjembatani nafsu yang tidak bermoral dan tidak perduli terhadap
realitas. Ego adalah subsistem yang berfungsi menembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia
luar. Ego menjadi penengah antara dorongan-dorongan hewani manusia dengan pertimbangan-
pertimbangan rasional dan realistic. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas.
c. Superego, supersitem yang ketiga ini dapat dikatakan mewakili hal-hal yang ideal.
Superego menyerap norma-norma social dan kultural masyarakat. Ia bukan hanya rasional tapi

42
Al-Rasyidin (Ed), Kepribadian & Pendidikan, (Bandung: Citapustaka Media, 2006.
43
Muhammad Syafa‟at Habib, Buku Pedoman Da‟wah, Jakarta: Penerbit Widjay, 1982.
44
Fauziah, Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009.

30
juga bekerja atas prinsip-prinsip nilai yang normative. Oleh karena itu superego dapat disebut
dengan hati nurani dan sebagai pengawas kepribadian.
2. Behaviorisme
Manusia oleh teori behaviourisme disebut sebagai Homo Mechanicus, artinya manusia
mesin. Mesin adalah suatu benda yang bekerja tanpa ada motif dibelakangnya. Mesin berjalan
tidak karena adanya dorongan alam bawah sadar tertentu, ia berjalan semata-mata karena
lingkungan sistemnya. Tingkah laku mesin dapat diukur, diramal dan dilukiskan. Manusia,
menurut teori behaviourisme juga demikan, selain instink seluruh perilakunya merupakan hasil
belajar. Belajar merupakan perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviourisme tidak mempermasalahkan apakah manusia itu baik atau jelek, rasionil atau
emosionil.
Behaviourisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh
lingkungan. Manusia dalam pandangan teori ini adalah makhluk yang sangat pastis, yang
perilakunya sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya. Manusia menurut teori ini
dapat dibentuk dengan menciptakan lingkungan yang relevan. Seorang anak misalnya dapat
dibentuk perilakunya menjadi seorang penakut jika secara sistematis ia ditakut-takuti. Demikian
juga manusia dapat dibentuk menjadi pemberani, disiplin,cerdas, dungu dan sebagainya dan
menciptakan lingkungan yang relevan.

3. Humanistik
Teori Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai mahkluk yang unik yang
memiliki cinta, kreativitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Pusat perhatian teori
humanism adlah makna kehidupan, dan masalah ini dalam psikologi Humanistik disebut Homo
Ludes, yaitu manusia yang mengerti makna kehidupan. Menurut teori ini , setiap manusia hidup
dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi (unik), dan kehidupannya berpusat pada dirinya
itu.
Perilaku manusia bukan dikendalikan oleh keinginan bawah sadarnya, bukan pula tunduk
pada lingkunganya, tetapi berpusat kepada konsep diri, yaitu pandangan atau presepsi orang
terhadap dirinya yang bias berubahubbah dan fleksibel sesuai dengan pengalamannya dengan

31
orang lain45. Psikologi Humanistik memandang positif manusia 46. Menurut teori ini, manusia
selalu berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas dirinya. Manusia juga
cenderung ingin selalu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermakna. Setiap individu
bereaksi terhadap situasi yang dihadapinya (Stimuli) sesuai dengan konsep diri yang dimilikinya,
dan dunia dimana ia hidup. Kecenderungan batiniah manusia selalu menuju kepada kesehatan
dan keutuhan diri. Jadi dalam keadaan normal maanusia cenderung berprilaku rasional dan
membangun (kontruktif). Ia juga cenderung memilih jalan (pekerjaan karir atau jalan hidup) yang
mendukung pengembangan dan aktualisai dirinya
4. Kognitif
Pada teori Kognitif ini manusia ditempatkan sebagai mahkluk yang bereakso secara
aktipnterhadap lingkungan, yakni dengan cara berpikir. Manusia berusaha memahami lingkungan
yang di hadapinya dan merespondnya dengan pikiran yang dimilikinya47. Oleh karena itu, maka
manusia di teori ini disebut sebagai Homo Sapiens, yakni manusia yang berpikir. Pusat perhatian
teori Kognitif adalah pada bagaimana manusia memberi makna kepdada Stimuli. Orang yang
selalu ditakuti-takuti, missalnya tidak mesti menjadi penakut. Seperti yang dikatakan dalam teori
Behaviourisme tetapi boelh jadi ia akan berpikir bahwa sesuatu yang menakutkan itu harus
dilawan. Iapun mungkin berpikir bahwa ia ingin membalik keadaan yanhg justru ingin membuat
takut kepada orang yang suka amenakut-nakuti.
Jadi, menurut teori ini, manusia tidak secara otomatis memberikan respon kepada Stimuli,
tidak otomatis takut jika ditakuti-takuti, dia otomatis senang jika ada orang tersenyum kepadanya.
Ia berpikir apakah orang yang menakuti itu memang orangnya kuat, apakah senyuman itu
senyuman kasih sayang atau hanya senyuman gombalan. Jadi secara psikologis manusia adalah
organisme yang aktif menafsirkan, bahkan mendistorsi lingkungan. Dalam pandangan teori
Kognitif, manusialah yang menjadi pemberi makna terhadap Stimuli, bukan Stimuli itu sendiri.
Jadi dalam interaksi terhadap Stimuli, manusia berpikir dan berusaha menemukan jati dirinya 48.

45
Muhammad Izzuddin Taufiq, 2006, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam,Jakarta:Gema Insani
46
Faizah dkk, 2015, Psikologi Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group
47
Munzier Suparta dan Harjani Hefni L.C, .metode dakwah, Jakarta: Jakarta Kencana, 2003.
48
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993.

32
Teori Kognitif memang telah menempatkan kembali manusia sebagai mahkluk yang berjiwa,
yang bukan hanya berpikir, tetapi juga bersaha menemukan identitas dirinya.

33
INTERAKSI PSIKOLOGI DA’I DENGAN MAD’U

1. Pengertian Motivasi Dakwah


Mc. Donald sebagaimana dikutip Wasty Soemanto mendefinisikan motivasi sebagai “
suatu perubahan tenaga di dalam diri/ pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan
reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan”. Dalam kesimpulannya Wasty Soemanto
berpendapat bahwa motivasi memiliki dua prinsip yaitu:
- Motivasi adalah suatu poses di dalam individu. Pengetahuan tentang proses ini membantu
kita untuk menerangkan tingkah laku yang kita amati dan meramalkan tingkah laku lain dari
seseorang.
- Kita menentukan diri dari proses ini dengan menyimpulkan dari tingkah laku yang dapat
diamati.

Hilgard melihat bahwa motivasi bukan sebagai suatu bagian dari situasi belajar tetapi inti
dari proses belajar itu sendiri. Sedangkan Fillmore H. Sanford, memandang bahwa motivasi
berasal dari kata motive. Fillmore berusaha memberi batasan motivasi sebagai sebuah kondisi
yang menggerakkan suatu organisme atau makhluk hidup yang mengarahkannya pada suatu
( toward the goal ) atau beberapa tujuan tertentu. Sartain menggunakan kata motivasi dan drive
untuk pengertian yang sama. Penggunaan istilah drive untuk pernyataan-pernyataan seperti:
lapar, haus, pemuasan seksual, dan sebagainya, yang semuanya menunjukkan pernyataan tentang
physiological drive untuk semua pernyataan baik yang bersifat fisiologis ataupun psikis 49.
Sedangkan kata “dakwah” berasal dari bahasa arab yang berarti: ajakan, seruan panggilan,
undangan50. Dakwah adalah suatu kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak, dan memanggil
orang untuk beiman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari‟at dan akhlak51.

2. Peran Motivasi dalam Berdakwah


49
Muhammad Syafa‟at Habib, 1982, Buku Pedoman Da‟wah, Jakarta: Penerbit Widjay
50
Munzier suparta dan Harjani Hefni L.C., Metode dakwah,jakarta:jakarta Kencana, 2001.
51
Faizah dkk, Psikologi Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group, 2015.

34
Dalam motivasi, setidaknya ada dua hal yang mendasari timbulnya motivasi, yaitu
kebutuhan yang berupa (dorongan, seruan, dan kualitas) dan tujuan (goal) yang berupa
(kebahagiaan, ketenangan, kedamaian)52. Kedua hal inilah yang akan melatar belakangi segaa
tingkah laku manusia dalam segala hal. Sebagai contoh, orang yang ingin makan (nasi),
dorongannya adalah lapar dan tujuannya adalah ketenanngan karena kenyang. Lapar adalah
dorongan yang datang dari jasmani. Contoh lainnya seorang yang beribadah dan berbuat baik
agar menjadi orang yang bertaqwa dan tergolong muhsinin , maka dorongannya adalah rasa ingin
mendapat cinta kasih Allah SWT dan tujuannya adalah kebahagiaan karena jika cinta kasihNya
telah didapat, tentu segala permintannya akan di kabulkan 53. Cinta kasih Allah SWT adalah
seruan rohani. Dengan demikian lapar terhadap cinta kasih Allah SWT adalah dorongan yang
termasuk kedalam kategori motivasi.
Motivasi sendiri ruang lingkupnya tidak terlepas dari Allah SWT, manusia, dan
lingkungannya. Ketiganya merupakan mata rantai dari kesinambungan hidup manusia. Motivasi
bisa berupa pendorong yang ada dibelakang setiap tindakan54. Motivasi juga bisa berupa tujuan
yang hendak dicapai. Banyak para ahli motivasi mengatakan dasar motivasi ialah menghindari
apa yang tidak disukai dan mengejar yang diinginkan. Namun dalam Islam tidak hanya sekedar
itu, tetapi bertindak karena Allah SWT dan juga untuk Allah SWT. Jadi hanya satu motivasi yang
ada yaitu Allah SWT Motivasi tertinggi adalah karena Allah SWT yang terakumulasi dalam
niat55. Jika seseorang melakukan kegiatan tanpa didasari oleh niat karena-Nya, maka hilanglah
motivasinya, dan jika manusia kehilangan motivasi, maka perbuatanya akan hampa dan tidak
memiliki nilai. Sebaliknya, jika motivasi ini selalu hadir dalam dirinya, maka manusia akan
selalu berada dalam ruanglingkup yang utuh, karena kegiatanya selalu termotivasi. Motivasi ini
muncul karena sebagai akibat dari proses psikologis yang disebabkan karena faktor dalam diri
seseorang yang disebut intrinsik dan faktor dari luar diri seseorang yang disebut faktor ekstrinsik.
Jadi dalam proses berdakwah motivasi bisa mempengaruhi da‟i dan mad‟u.

52
Muhammad Izzuddin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Jakarta:Gema Insani, 2006.
53
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993.
54
Al-Rasyidin (Ed), Kepribadian & Pendidikan Bandung: Citapustaka Media, 2006.
55
Fauziah, Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009.

35
ISLAM DAN GLOBALISASI

Umat Islam dan globalisasi adalah dua faktor yang senantiasa berkembang, sedangkan umat
Islam sendiri adalah bagian yang integral dalam era globalisasi, maka hubungan di antara
keduanya berkembang sebagai hubungan saling mempengaruhi. Dalam konteks hubungan saling
mempengaruhi seperti itu akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan: sejauh mana umat Islam
dipengaruhi oleh perkembangan global, dan sebaliknya sejauhmana umat Islam mampu
mempengaruhi perkembangan global sesuai dengan yang dicita-citakan oleh umat Islam itu
sendiri56. Globalisasi bukanlah istilah asing bagi dunia Islam, Al-Qur’an sendiri telah
mengajarkan pandangan secara global melalui ajarannya mengenai keberadaan Tuhan sebagai
Rabb al-‘âlamîn (Tuhan seluruh alam) dan kerasulan Muhammad sebagai rahmat li al-‘âlamîn,
juga mengenai Al-Qur’an sebagai ‫داللناس‬ZZ‫ )ه‬petunjuk manusia) sejak lima belas abad silam.
Menurut Samsul Munir Amin globalisasi selalu dihubungkan dengan modernisasi dan
modernisme. Namun menurut pakar budaya bahwa ciri khas modernisasi dan manusia modern
adalah tingkat berpikir, iptek, dan sikapnya terhadap penggunaan waktu dan perghargaan
terhadap karya manusia. Lalu berdasarkan pandangan itu, muncullah penilaian yang membuat
klasifikasi kemjuan dan kemunduran. Namun menurut Islam, maju atau mundur itu diukur
berdasarkan nilai-nilai islami, bukan menurut ukuran-ukuran yang lain. Yang dinilai kemajuan
menurut Islam mungkin kemunduran menurut yang lain, sebaliknya yang dikatakan kemajuan
menurut yang lain mungkin kemunduran menurut Islam.
Globalisasi dapat dipahami dengan makna ganda. Pada satu sisi, globalisasi yang mencakup
globalisasi sistem ekonomi, sistem politik, telekomunikasi, dan transportasi memang akhirnya
menjadi global. Tetapi pada sisi yang lain, globalisasi dalam bidang kebudayaan, globalisasi
budaya dan gaya hidup Barat yang memiliki pretensi-pretensi universal justru mendorong
semakin kuatnya resistensi budaya lokal dan regional. Dengan demikian, pada bidang
kebudayaan ini terdapat dua kecenderungan sekaligus; pada satu sisi menguatnya ekspansi

56
Th. Sumarta, “Pluralisme, konflik dan Dialog: Refleksi tentang Hubungan Antar-Agama di Indonesia” dalam
Th. Sumarta, dkk., Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Interfidei, 2001.

36
budaya global barat, dan pada sisi yang lain meningkatnya kesadaran budaya lokal dan regional
nonBarat. Lebih jauh lagi, globalisasi memang menghasilkan perubahan-perubahan struktur yang
sulit dielakkan, baik dalam kehidupan politik maupun ekonomi. Dengan kata lain, struktur-
struktur dalam bidang-bidang ini dapat menjadi global dan universal. Akan tetapi, nilai-nilai
(values) yang bersumber dari tradisi lokal ataupun agama, dalam banyak hal berkaitan erat
dengan realitas lokal dan, karena itu, sulit untuk bisa betul-betul menjadi universal. Di sinilah
akhirnya bisa terjadi konflik di antara budaya atau peradaban yang memiliki pretensi-pretensi
global, seperti budaya Barat yang ekspansif dengan budaya lokal dan regional yang memiliki
nuansa keagamaan tertentu.

1. Dakwah dan Perubahan Sosial


Dalam konsep Islam, perubahan sosial (social change) pada sebuah masyarakat
merupakan sunnatullah. Perubahan sosial yang terjadi pada masa sekarang sangat kompleks.
Perubahan yang terjadi begitu cepat ini, selain menimbulkan hal-hal positif, juga menimbulkan
hal yang negatif. Bukan hanya di bidang ekonomi dan politik, tetapi lebih dari itu, ia merambah
pada bidang lainnya seperti hukum, budaya, dan moral57. Perubahan sosial merupakan cara untuk
mengubah tatanan kondisi masyarakat yang menyimpang, dari yang salah dan buruk menjadi
kondisi masyarakat yang terarah, benar, dan baik. Dalam Al-Qur’an, istilah ini teridentifikasi,
antara lain dalam Surat Ar-Ra’d: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum hingga
mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri mereka. Cara ini telah dipraktikkan oleh Nabi
saw. dalam misi dakwahnya. Dalam waktu relatif singkat, yaitu kurang lebih dua puluh tiga
tahun, Beliau berhasil melakukuan perubahan sosial yang sangat signifikan terhadap kondisi
sosial masyarakat Arab.
Tentang teori perubahan sosial, Tonies mengkontraskan hubungan-hubungan natural dan
organis keluarga, desa dan kota kecil (gemeinschaft) dengan kondisi yang “artificial” dan
“terisolasi” dari kehidupan kota dan masyarakat industri. Di sini, hubungan-hubungan asli dan
natural manusia satu sama lain telah dikesampingkan, dan setiap orang berjuang untuk
keuntungannya sendiri dalam suatu semangat kompetisi.
57
Samsul Munir Amin, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta: Amzah, 2008.

37
Menguraikan lebih jauh dikotomi Tonnies itu, mengutip dari Samsul Munir Amim,
Talcott Parsons mengembangkan suatu teori yang terkenal dengan pattern variables. Menurut
teori Parsons ini, perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri dan modern, juga
berarti perubahan dari:
1. Affectivity ke affective, yaitu perubahan dan sikap bertindak karena hendak mendapatkan
kesenangan segera, kesikap bertindak dengan kesediaan menunda atau meninggalkan kesenangan
jangka pendek. Sasarannya adalah hendak mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Pengaruh
langsung perubahan ini bagi proses industrialisasi ialah terbentuknya modal yang diperlukan
karena adanya kebiasaan menabung dan investasi akibat ditinggalkannya penggunaan pendapatan
untuk maksud-maksud konsumtif.
2. Partikularisme ke universalisme. Industrialisasi cenderung mengikis eksklusivitas partikularistis
seperti eksklusivitas rasial, warna kulit, dan keturunan. Partikularisme semacam itu tidak efisien
dan membawa kepenyiapan-penyiapan tenaga. Masyarakat yang paling tinggi tingkat
industrialisasinya, baik kapitalis maupun komunis, adalah masyarakat di mana pola-pola
universalistis tampak menonjol dan karier terbuka untuk berbagai bakat dan kemampuan.
3. Ascription keachievement. Demikian pula halnya achievement dan bukannya ascription, ia
cenderung menjadi dasar rekrut mendalam suatu masyarakat yang terindustrialisasi sepenuhnya.
Perubahan karena industrialisasi adalah perubahan dari sistem penghargaan karena prestise ke
sistem penghargaan karena prestasi.
4. Diffuseness ke specific. Yang dimaksud adalah perubahan dari hubunganhubungan sosial yang
memiliki ruang lingkup luas dan serba meliputi, ke hubungan-hubungan di mana seseorang aktor
atau pelaku tindakan membatasi perhatiannya mengenai orang lain pada hal-hal yang bersifat
khusus dan tidak mengizinkan masuk pertimbangan-pertimbangan lain. Contoh hubungan diffuse
ialah antara ayah dan anak, sedangkan contoh hubungan spesifik (specific) ialah antara guru dan
murid di sekolah umum. Seorang ayah akan berperan sebagai ayah terhadap anaknya dalam
segala situasi. Sedangkan seorang guru berperan sebagai guru terhadap muridnya hanya pada
situasi si sekolah, di kelas, atau situasi yang menyangkut kegiatan pengajaran dan pendidikan.

38
Terjadinya perubahan sosial membawa dampak juga kepada proses dakwah di kalangan
masyarakat. Cara pandang, cara berpikir, dan cara bertindak masyarakat berubah dengan drastis
terhadap fenomena keberagaman masyarakat. Dalam hal ini, dakwah harus mampu mengimbangi
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mengarahkan kepada hal-hal yang bersifat
positif58. Dari berbagai bentuk perubahan sosial yang diungkapkan di atas, justru dakwah atau
da’i perlu peduli dengan terus membaca perkembanganyang terjadi di lingkungan masyarakat.
Dari hasil membaca tadi, seorang da’i harus mampu memberikan solusi yang konstruktif, yang
sesuai dengan ajaran, norma, dan etika Islam yang dinamis, transformatif, kondisional. Dengan
begitu, da’i dapat menggerakkan masyarakat agar bangkit dari segala bentuk keterbelakangan
menuju cahaya iman dan kemajuan ilmu pengetahuan.

2. Problematika Dakwah
Seiring dengan perkembangan dakwah yang semakin meluas serta gerakan organisasi
dakwah yang semakin berkembang pesat, baik di masyarakat maupun di berbagai perguruan
tinggi Islam, tidak lantas membuat problematika dakwah hilang dari bayang-bayang majunya
pergerakan dakwah. Problematika kerapkali muncul mengiringi pergerakan dakwah tersebut.
Problematika dakwah yang mengemuka pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam,
yakni problematika internal dan problematika eksternal.
Problematika internal diklasifikasikan dalam dua kelompok. Pertama, kelemahan para
da’i terhadap pemahaman konsep-konsep agama sebagai substansi dakwah, metode yang dipakai
serta kualitas da’i itu sendiri. Kedua, kelembagaan dakwah yang kurang profesional dalam aspek
manajemen. Adapun problematika eksternal adalah suatu keadaan yang merintangi gerakan
dakwah yang datang dari faktor luar, baik struktur politik nasional maupun internasional yang
mengalami interdepedensi system maraknya ghazw al-fikr, imperialisme Barat, gerakan
pemurtadan yang dilakukan para misionaris, maupun melajunya sains dan teknologi. Faktor-
faktor inilah yang telah menggusur hampir seluruh potensi rohaniah manusia, menyisihkan dan
merusak etika, moral, serta akhlak, dan seharusnya menjadi fokus dalam dakwah Islam.

58
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2006.

39
Selain problematika internal dan eksternal dalam pelaksanaan dakwah, seringkali juga
ditemukan problematika lain. Pertama, permasalahan teknis. Kedua, permasalahan secara umum
yang menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia, yaitu aspek sosial budaya, ekonomi dan
politik merupakan. Kecenderungan sosial budaya yang terjadi di antaranya reifikasi, objektivikasi
manusia dan manipulasi. Kecenderungan ekonomi berkisar kepada masalah permodalan yang
menyangkut keterbatasan sumber modal, ketenagakerjaan, di mana jumlah pengangguran
semakin meningkat dikarenakan mereka tidak terlatih, sedangkan yang dibutuhkan adalah tenaga
kerja yang terlatih dan ahli. Kemudian keadilan ekonomi, di mana yang kuat dialah yang berhak
berkuasa. Sedangkan kecenderungan politik, di antaranya partai-partai politik yang berbasis
massa Islam belum bersatu untuk mengedepankan dakwah Islam dan lebih mengedepankan
kepentingan politik masing-masing59
Upaya untuk menjawab tantangan problematika dakwah di atas setidaknya ada dua hal
yang harus terpenuhi. Pertama, humanisasi yang berarti dakwah harus memberi kontribusi
terhadap nilai-nilai manusiawi dengan lingkungannya, yang pada gilirannya akan menjelmakan
struktur sosiokultural yang sehat dan dinamis serta sejahtera. Kedua, liberasi yaitu serangkaian
kegiatan yang dilakukan dalam rangka membebaskan manusia dari keterbelengguan berpikir,
kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan, dan nilai-nilai negatif dari struktur sosiokultural yang
kacau.
Sementara dalam konsep pemikiran yang praktis, Amin Rais menawarkan lima
“Pekerjaan Rumah” yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap
relevan, efektif, dan produktif. Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi
juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk
mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai pengusaan dalam ilmu-ilmu
teknologi informasi yang paling mutakhir. Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam
tugas-tugas dakwah perlu membangun labolatorium dakwah (labda). Dari hasil “labda” ini akan
dapat diketahui masalah-masalah rill di lapangan, agar jelas apa yang harus dilakukan. Ketiga,
proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan

59
Nurul Badruttamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005.

40
dakwah bil-hal, bil-kita>bah, bil-hikmah, dan bil-iqtisa>diyah (ekonomi). Yang jelas, actions.
Speak louder than word.
Keempat, media masa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan juga. Media
elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam.
Kelima, merebut para remaja merupakan tugas dakwah jangka panjang. Anakanak dan para
remaja adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib diselamatkan dari pengikisan akidah yang
terjadi akibat “invasi” nilai-nilai nonislami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam. Bila
anak-anak dan remaja memiliki benteng tangguh (alhususn al-hami>diyah) dalam era globalisasi
dan informasi sekarang ini.
Menghadapi objek dakwah yang berada dalam kondisi transisi, maka para da’i harus
mampu menginterpretasikan dakwah sebagai gerakan moral dan gerakan kebudayaan60.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. empat belas abad yang silam, dakwah
berfungsi sebagai transformator sosial budaya yang berakar pada keyakinan adanya Tuhan Yang
Maha Esa dan mempunyai tujuan secara kuantitatif, dengan penciptaan masyarakat yang sadar
akan perlakuannya selama ini adalah hasil dari mereduksi budaya Barat, sehingga perlu
ditransformasikan ke etika Islam.

60
Syarif Anwar dan Amin Maki, Islam Agama Dakwah Materi Dakwah Yang Merakyat, Yogyakarta: UII Press,
2004.

41

Anda mungkin juga menyukai