Disusun Oleh:
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah
“Sumber Hukum Islam” dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
membahas sumber-sumber hukum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh umat
Islam. Dengan makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat
memilki pengetahuan yang lebih luas mengenai sumber hukum Islam.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan
kami sendiri khususnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan..................................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
2.1 Macam-macam sumber ajaran Islam........................................................................2
2.2 Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam.........................................................2
2.2.1 Pengertian Al-Qur’an........................................................................................2
2.2.3 Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an..........................................................................6
2.2.4 Fungsi dan tujuan Al-Qur’an.............................................................................9
2.3 Hadits sebagai sumber hukum Islam........................................................................9
a. Dalil Al-Qur’an................................................................................................10
b. Dalil al-hadits...................................................................................................10
c. Kesepakatan ulama (ijma’)...............................................................................11
2.3.1 Tingkatan Hadits.............................................................................................13
2.3.2 Istilah-istilah dalam Hadits..............................................................................15
2.4 Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits........................16
2.4.1 Pengertian Ijtihad............................................................................................16
2.4.2 Macam-macam Ijtihad.....................................................................................17
BAB III...........................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan............................................................................................................20
3.2 Saran......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah
SWT yang diturunkan melalui Roh al-Amin (Jibril) kepada nabi
Muhammad SAW. Dengan bahasa arab, isinya dijamin kebenarannya,
dan sebagai hujah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia
dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam
membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat
al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada kita
dengan jalan mutawatir.
c. Muhammad abduh mendefinisikan Al-Qur’an sbagai kalam mulia
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi yang paling smpurna
(Muhammad SAW) ajarannya mencakup keseluruhan ilmu
pengetahuan, ia merupakan sumber yang mulia yang esensinya tidak
dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa suci daan berakal cerdas.
2.2.3 Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an
Alqur’an diturunkan kepada nabi Muhammad kurang lebih
selama 23 tahun, dalam dua fase yaitu 13 tahun pada fase sebelum
beliau hijrah ke Madinah (Makiyah) dan 10 tahun pada fase sesudah
hijrah ke Madinah (Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri dari 114 surat,
6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf. Proporsi masing-masing
fase tersebuut adalah 86 surat untuk ayat-ayat Makiyah dan 28 surat
untuk ayat-ayat Madaniyah.
Dari keseluruhan isi Al-Qur’an itu, pada dasarnya mengandung
pesan-pesa sebagai berikut; masalah tauhid, termasuk didalamnya
masalah kepercayaaan pada yang gaib; masalah ibadah, yaitu egiatan-
kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan
menghidupkan didalam hati dan jiwa; masalah janji dan ancaman
yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan
sebaliknya ancaman siksa bagi mereka yang berbuat jahat; jalan
menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa ketentuan-ketentuan yang
hendaknya dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah SWT; riwayat
dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu baik sejarah bangsa-
bangsa, tokoh-tokoh maupun Nabi dan Rosul.
Selanjutnya Abdul Wahab Khalaf lebih memerinci pokok-
pokok kandungan Al-Qur’an ke dalam 3 ktegori, yaitu:
a. Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah), yang berhubungan dengan
rukun iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari
kebangkitan dan taqdir.
b. Masalah etika (khuluqiyah) berkaitan dengan hal-hal yang
dijadikan perhisan bagi seseorang untuk berbuat keutamaan
dan meninggalkan kehinaan.
c. Masalah perbuatan dan ucapan (‘amaliyah) yang terbagi dalam
dua macam yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah berkaitan
dengan rukun Islam, nazar, sumpah dan ibadah-ibadah yang
lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.
4
Mu’amalah berkaitan dengan akad, pembelanjaan, hukuman,
jual-beli dan lainnnya yang mengtur hubungan manusia dengan
sesama.
5
hidupnya di dunia dan di akhirat. Sebaliknya Tuhan akan
mengancam kepada siapa saja yang ingkar kepada tuhan dan
memusuhi nabi/rasul-Nya serta melanggar perintah-perintah dan
larangan-laranga-Nya, akan mendapat kesengsaraan hidup di dunia
maupun akhirat.
3. Ibadah
Tujuan hidup manusia didunia ini adalah untuk meribaddah
kepada Tuhan.pengertian ibadah menurut Islam adalah cukup
luas,sebab tidak hanya berbatas padaslat,puasa, haji dan
semacamnya. Tetapi semua aktifitas yang dilakukan manusia denga
motivasi niat yang baik seprti untuk mencari ridlo Allah, semuanya
dipandang ibadah.
Ibadah bagi manusia adalah berfungsi sebagai manifestasi
manusia bersyukur kepada tuhan pencipta atas segala nikmat dan
karunia. Dan juga berfungsi sebagai relisasi dan konsekwensi
manusia atas kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Jalan dan cara mencapai kebahagiaan
Setiap orang yang breagama pasti bercita-cita ingin mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat. Untuk bisa mencapai
cita-citanya, Tuhan dalam Al-Qur’an memberikan petunjuk-
petunjuk-Nya bahwa manusia harus menempuh jalan yang lurus
dengan cara menghayati dan mematuhi segala aturan agam yang
ditetapkan Allah dan rasul-Nya.
5. Cerita-cerita/sejarah-sejarah umat manusia sebelum Nabi Muhammad
SAW
Didalam Al-Qur’an terdapat cerita-cerita tentang para nabi dan
umatnya masing-masing. Cerita-cerita tersebut diungkapkan kembali
didalam al-quran dengan maksud agar dijadikan pelajaran bagi
manusia sekarang tentang bagiamna nasib manusia yang taat kepada
tuhan. Disamping itu juga sebagai hiburan bagi Nabi Muhamad dan
umat Islam pada permulaan Islam, agar nabi dan sahabat-sahabatnya
tetap berteguh hati , tidak berkecil hati dalam menghadapi segala
macam hambatan-hambatan dan tantangan-tantangan yang sama
bahkan yang lebih.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa pada hakikatnya
Al-Qur’an adalah kitab keagamaan, dan bukan suatu kitab atau
ensiklopedi ilmu pengetahuan yang ddidlamnya membahas atau
berisitentang teori-teori ilmiah.
b. Dimensi keilmuan
Al-Qur’an adalah sumber segala pelajaran dan pengetahuan,
didalamnya pembicaraan-pembicaraan dan kandungan isinya tidak
semata-mata terbatas pada bidang-bidang keagamaan, ia meliputi
berbagai aspek hidup dan kehidupan manusia.
Menurut Dr. Muhammad Ijazul Khatib dari Universitas
Damaskus, tak ada yang lebih menekankan pentingnya sains dari pada
kenyataan bahwa: berbeda dengan bagian legislatif yang hanya 250 ayat
saja, sedangkan 750 ayat Al-Qur’an –hampir seperdelapannya- menegur
orang-orang mukmin untuk mempelajari alam semesta, untuk berfikir,
6
untuk menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya, untuk menjadikan
kegiatan ilmiah ini sebagai bagian dari kehidupan umat.
Sekarang banyak ditemukan orang yang mencoba menafsirkan
beberapa ayat Al-Qur’andalam sorotan ilmiah modern. Dengan tujuan
untuk menunjukkan mu’jizat Al-Qur’an dalam lapangan keilmuan untuk
meyakinkan orang-orang non-muslim akan keagungan dan keunikan Al-
Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki kitab
seperti itu.
Pandangan mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ilmu
pengetahuan bukanlah merupakan sesuatu yang baru, karena banyak
ulama besar kaum muslimin yang berpandangan demikian.
Dari keterangan diatas, para ulama berkeyakinan bahwa Al-
Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi kemajuan manusia, dan
mencakup apa yang diperlukan manusia dalam wilayah iman dan amal.
Al-Quran juga mengandung rujukan-rujukan pada sebagian fenomena
alam.
7
b. Al-furqan (pemisah). Dalam al-quran dikatakan bahwa ia adalah ugeran
untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan batil.
c. Asy-syifa (obat). Al-quran dikatakan berfungsi sebagai obat bagi
penyakit-penyakit dalam dada. Yang dimaksud penyakit dalam dada
adalah penyakit-penyakit psikologis.
d. Al-mauizhah (nasihat). Al-quran berfungsi sebagai nasihat orang-orang
yang bertakwa.
َُول فَإ ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَإ ِ َّن هَّللا َ ال يُ ِحبُّ ْال َكافِ ِرين
َ قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرس
8
Artinya: “"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang
kafir'." – (QS. Al- ‘Imran 3:32)
b. Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan
keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur;an
sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
(روه تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة النبيه صلى هللا عليه وسلم
)مالك في موطأ
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada kalian dua perkara,
kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh denga dua perkara ini,
yaitu Kitab Allah (Alqur’an) dan Sunnah Nabi SAW (Al-Hadist)
9
Untuk mengukuhkan validitas sunnah sebagai otoritatif hukum Islam.
Al-syafi’i mengajukan analisis terhadap kata al-hikmah dalam Al-Qur’an.
Dalam banyak Al-Qur’an, kata tersebut selalu bergandengan dengan kata al-
kitab (Al-Qur’an).
Namun al-syafi’i menyimpulkan bahwa yang dimaksud al-kitab adalah
Al-Qur’an, sedangkan yang dimaksud al-hikmah adalah sunnah atau al-hadits.
Dalam sejarah tercatat, ada sekelompok kecil umat Islam yang menolak
adanya sunnah atau hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam. Dikenal
sebagai inkar al-sunnah dan munkir al-sunnah. Adanya kelompok tersebut
diketahui melalui tulisan al-syafi’i yang dikelompokkan dalam tiga golongan:
1. Golongan yang menolak sunnah secara keseluruhan
2. Golongan yang menolak sunnah kecuali jika sunnah itu
memiliki kesamaan denga petunjuk Al-Qur’an
3. Golngan yang menolak sunnah yang berstatus ahad
Ketika timbul gerakan hadits pada paruh kedua abad hijriyah sunnah
diekspresikan sebagai hadits, sehingga pada tahap berikutnya hadits identik
dengan sunnah. Namun jalaluddin Rahmat membantah bahwa yang pertama
kali beredar dikalangan umat Islam untuk menunjuk pada Nabi adalah hadits
bukanlah sunnah.
Kondisi kemudian berubah setelah dua khalifah mengadakan gerakan
“penghilangan” hadits yang kemudian melahirkan keenggangan para sahabat
menuliskan hadits. Ini mengakibatkan hilangnya sebagian besar hadits dan
adanya kesempatan untuk pealsuan hadits yang mengakibatkan merebaknya
periwayatan dalam makna (riwayat bi al ma’na). Dan karena orang hanya
menerima hadits lewat lisan, maka ketika menyampaikannyapun hanya
menyampaikan maknanya, sehingga dalam periwayatan hadits dapat berubah-
ubah. Mengingat makna redaksi hadits itu berkembang sesuai orang yang
meriwayatkannya. Dan inilah yang menimbulkan banyaknya perbedaan
pendapat dalam penafsiran hadits. Kemudian memunculkan ra’y atau oleh
Rahman diidentifikasi sebagai sunnah. yangmana orang lebih cenderung
mencari petunjuk pada ra’y karena hilangnya sejumlah hadits akibat
perbedaan pendapat.
Ketika terjadi suasana yang tidak ada acuan universal, maka munculah
gerakan massif untuk membawa konsep sunnah kedalam konsep hadits. hadits
-hadits kemudian dihidupkan kembali, namun upaya ini mengalami kesulitan
yang besar menyangkut pengujian hadits yang dapat dipertanggungjawabkan
validitasnya yang kemudian dirumuskan kaidah-kaidah kesahihan hadits
(‘ulum al-hadits).
10
Dengan demikian jika ada pernyataan mengenai hadits nabi telah ada
sejak awal perkembangan Islam itu adalah sebuah kenyatan yang tidak dapat
diragukan lagi dan mematahkan pernyataan bahwa hadits adalah produk
belakangan. Perkembangan hadits berjalan pararel dengan praktek para
sahabat dan umat. Dalam hal ini hadits mengalami tahapan yang panjang
sebelum ia ditetapkan sebagai sentral keputusan hukum Islam. Memang dulu
pada masa-masa awal sunnah menjadi standar bagi manifestasi sunnah ideal
Nabi, akan tetapi pada masa al-Syafi’iy dan seterusnya haditslah yang
kemudian menjadi manifestasi teladan Nabi.
1) Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi
dan dari banyak perawi
sampai waktu dituilskannya sehingga, karena banyaknya, tidak
memungkinkan mereka untuk
melakukan kebohongan.
2) Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu hadis yang pada awalnya diriwayatkan secara
seorang-perseorang tetapi
11
pada tingkat akhirnya diriwayatkan oleh banyak perawi.
3) Hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ke seseorang
hingga ditulisnya.
b. Hadits Hasan
Yaitu hadis yang sanadnya berkesinambungan, disampaikan oleh
perawi yang „adil tetapi kurang
kedhabitannya (kekuatan hafalannya), terbebas dari cacat dan tidak
bertentangan dengan riwayat
yang lebih kuat.
c. Hadits Dha’if
Yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis hasan,
baik dalam sanad, rawi,
atau mengandung catat dan bertentangan dengan riwayat yang lebih
kuat. Ada beberapa jenis
hadis dha‟if di antaranya:
1). Hadits Mursal: hadis yang tidak menyebut sahabat dalam rangkaian
perawinya.
4). Hadits Munkar: hadis yang matannya tidak dikenal, kecuali dari
seorang rawi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan
hafalannya.
5). Hadits Matruk : hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui
suka berbohong, atau
sering salah, atau fasik (berbuat dosa), atau teledor, sedangkan
12
haditsnya hanya didapat dari perawi ini saja.
13
4) Rijalul Hadits
Rijalulhadis adalah orang-orang yang terlibat dalam periwayatan
suatu hadits, yaitu para perawi
hadis itu sendiri. Sahih tidaknya suatu hadis banyak ditentukan
oleh rijalulhadits-nya dari segi
kecermatan dan ketelitianya (dhabit) dan keterpercayaanya. Untuk
menentukan apakah
para perawi itu berkwalitas atau tidak, ada ilmu yang khusus untuk
ini, disebut Ilmu Rijalul Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji
biografi setiap orang yang terlibat dalam periwayatan hadis,
disebut juga Ilmu Tarikhur Ruwat (Ilmu Sejarah Hidup Para
Perawi).
2.4 Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits
14
2.4.2 Macam-macam Ijtihad
a. Ijmak.
Ijmak berarti menghimpun, mengumpulkan, atau bersatu
dalam pendapat, dengan kata lain ijmak merupakan consensus
yang terjadi di kalangan para mujtahid terhadap suatu masalah
sepeninggal Rasulullah SAW. Ahli ushul fikih mengemukakan
bahwa ijmak adalah kesepatan para mujtahid kaum muslimin
dalam suatu masa sepeninggal Rasulullah SAW terhadap suatu
hukum syariat mengenai suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu
peristiwa yang memerlukan ketentuan hukum yang tidak
ditemukan dalam kedua sumber sebelumnya (Al-Quran dan
sunnah) maka para mujtahid mengemukakan pendapatnya
tentang hukum suatu peristiwa dan jika disetujui atau
disepakati oleh para mujtahid lain, kesepakatan itulah yang
disebut ijmak.
Ijmak merupakan salah satu sumber hukum Islam yang
memiliki posisi kuat dalm menetapkan hukum dari suatu
peristiwa. Bahkan telah diakui luas sebagai sumber hukum
yang menempati posisi ketiga dalam hukum Islam. Sejumlah
ayat dan hadits nabi menjadi pembenaran teologis kekuatan
ijmak sebagai sumber hukum dalam Islam. Pemberian warisan
kepada nenek laki-laki (jadd) ketika ia berkumpul dengan laki-
laki orang yang meninggal dunia yang dalam keadaan seperti
ini nenek laki-laki tersebut menggantikan ayah (orang yang
meninggal) untuk menerima seperenam dari harta warisan atau
harta peninggalannya merupakan contoh penetapan hukum
berdasarkan ijmak sahabat.
Dalam transaksi jual beli, misalnya istishna’ atau
pemesanan barang yang baru akan dibuat yang seharusnya
tidak boleh,karena dinilai sama seperti halnya membeli barang
yang tidak ada, merupakan contoh hukum yang bersumber dari
hasil ijmak sahabat (Hanafi, 1995: 61) Penggunaan ijmak
sebagai sumber hukum dalam menetapkan hukum suatu
peristiwa secara historis terjadi pasca wafatnya Nabi SAW.
Selama beliau hidup, setiap peristiwa yang muncul selalu
diminta untuk ditetapkan hukumnya sehingga tidak mungkin
terjadi perlawanan hukum terhadap suatu masalah. Ijmak yang
memiliki kehujahan sebagai sumber hukum didasarkan pada
sejumlah argumentasi teologis terutama ayat 59 surah An-nisa’
yang didalamnya terdapat anjuran untuk taat pada ulil amri
setelah taat pada Allah SWT dan Rosul-Nya. Ulil amri dalam
ayat tersebut dipahami sebagai pemegang urusan dalam arti
luas mencakup urusan dunia ( seperti kepala Negara, menteri,
legislative, dan lain-lain) dan pemegang urusan agama seperti
para mujtahid, mufti, dan ulama. Karena itu, apabila ulil amri
telah sepakat dalam status hukum suatu urusan maka wajib
15
ditaati, diikuti, dan dilaksanakan sebagaimana mentaati,
mengikuti, dan melaksanakan perintah Allah SWT dan Rosul-
Nya dalam (QS. An-nisa’ [4] : 83 ):
ول َوإِلَى ِ ‡َّس ُ ُ‡وا بِ‡ ِه َولَ‡وْ َر ُّدوهُ إِلَى الر ْ ف أَ َذاع ِ َْوإِ َذا َجآ َءهُ ْم أَ ْم‡ ٌر ِّمنَ االٌّ ْم ِن أَ ِو ْالخَ‡ و
ُأُوْ لِى االٌّ ْم ِر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َمه
ُض‡‡‡ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُ‡‡‡ه
ْ َالَّ ِذينَ يَ ْس‡‡‡تَ ْنبِطُونَهُ ِم ْنهُ ْم َولَ‡‡‡وْ الَ ف
ًالَتَّبَ ْعتُ ُم ال َّش ْيطَـنَ إِالَّ قَلِيال
Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita
tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu
menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang
yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau
tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu,
tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja
(di antaramu). (QS. An-nisa’ 4: 83)
Argumentasi yang kedua yang dijadikan pembenaran
kehujahan ijmak sebagai sumber hukum Islam adalah sejumlah
hadis Nabi SAW yang menjelaskan terpeliharanya umat Islam
dari bersepakat membuat kesalahan dan kesesatan separti hadis
Nabi SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah, yang mengatakan :
“umatku tidak sepakat untuk membuat kekeliruan.” Hal ini
berarti bahwa kesepakatan yang telah dicapai oeh para
mujtahid memiliki kehujahan yang kuat sebagai sumber hukum
dalam Islam dan wajib diikuti oleh umat Islam pada umumnya.
b. Qiyas
Secara harfiah berarti analogi atau mengumpamakan.
Adapun menurut pengertian para ahli fikih, qiyas adalah
menetapkan hukum tentang sesuatu yang belum ada nash atau
dalilnya yang tegas, dengan sesuatu hukum yang sudah ada
nash atau dalilnya yang didasarkan atas persamaan illat antara
keduanya. Misalnya, menetapkan haramnya minuman bir yang
tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an dengan khamar yang ada
hukumnya di dalam Al-Quran. Menyamakan atau
menganalogikan bir dengan khamar ini didasarkan pada adanya
persamaan illat antara keduanya, yaitu memabukkan.
c. Al-mashlahat al-mursalah
Secara harfiah berarti sesuatu yang membawa kebaikan
bagi orang banyak. Adapun menurut para ahli hukum Islam,
Al-mashlahat al-mursalah adalah sesuatu yang didalamnya
mengandung kebaikan bagi masyarakat, sehingga walaupun
pada masa lalu hal tersebut tidak diberlakukan, namun dalam
keadaan masyarakat yang sudah makin berkembang, keadaan
tersebut dianggap perlu dilakukan. Misalnya, pembukuan Al-
quran dalam bentuk mushaf seperti yang ada sekarang perlu
dilakukan, mengingat jumlah para penghafal Al-Quran makin
sedikit karena meninggal dunia, serta pertentangan dalam
membaca Al-Quran sering terjadi.
16
d. ‘Urf
Secara harfiah berarti sesuatu yang berlaku atau yang sudah
dibiasakan. Adapun menurut para ahli hukum Islam, ‘urf
adalah sesuatu yang berlaku dimasyarakat atau tradisi yang
mengandung nilai-nilai kebaikan bagi masyarakat. Contonya
kebiasaan merayakan hari raya yang pada zaman sebelum
Islam, namun dinilai mengandung kebaikan, maka tetap
dilanjutkan.
e. Istihsan
Secara harfiah berarti memandang sesuatu sebagai yang
baik. Menurut Islam, istihsan artinya segala sesuatu yang
dipandang manusia pada umumnya sebagai hal yang baik, dan
tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah. Penggunaan
istihsan ini antara lain didasarkan pada sabda Rasulullah
SAW : Artrinya : “segala sesuatu yang dinilai oleh kaum
muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka yang demikian itu
disisi Allah dipandang sebagai hal yang baik.”
f. Qaul al-shahabat
Secara harfiah berarti ucapan sahabat. Dalam pengertian
umum, Qaul al-shahabat adalah pendapat, pandangan, pikiran,
dan perbuatan para sahabat yang sejalan denganAl-Quran dan
sunnah. Penggunaan Qaul al-shahabat sebagai dasar hukum,
mengingat para sahabat selain sebagai orang yang dekat,
bergaul dan ikut berjuang dengan Rasulullah SAW, juga
memang memiliki pemikiran, gagasan, dan karya-karya yang
layak untuk dijadikan bahan renungan dan pertimbangan dalam
mengembangkan ajaran Islam pada masa selanjutnya.
g. Syar’un man qablana
Secara harfiah berarti agama sebelum kita. Dalam
pengertian yang lazim, Syar’un man qablana adlah ajaran yang
terdapat didalam agama yang diturunkan Tuhan sebelum Islam
yang terdapat di dalam kitab Zabur, Taurat, Injil yang masih
asli yang tidak bertentangan dan masih sesuai dengan
kebutuhan zaman. Di dalam kitab Taurat yang ditinggalkan
Nabi Musa misalnya terdapat ajaran mengesakan Tuhan,
larangan menyekutukan-Nya, memuliakan kedua orang tua,
memiliki kepedulian terhadap kerabat, orang miskin, ibnu sabil,
bersikap boros, membunuh anak, berbuat zina, memakan harta
anak yatim, mengurangi timbangan, menjadi saksi palsu, dan
larangan bersikap sombong. Ajaran yang dibawa Nabi Musa ini
terus dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana
terdapat dalam QS. Bani Israil (17) ayat 23 sampai dengan ayat
37. Ajaran yang pernah berlaku pada zaman Nabi Musa itu,
masih tetap diberlakukan dimasa sekarang, karena masih
dianggap cocok dan dibutuhkan untuk zaman sekarang dan
yang akan datang.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran islam
ada tiga macam yaitu,Al-qur’an,hadist,dan ijtihad. Al-qur’an sebagai.
Sumber hukum islam yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua
kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang
murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam. Sedangkan
Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-qur’an mengajarkan
kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah disampaikan oleh Rasul
untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu dalam hadits juga terdapat
pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib, bahkan juga terdapat dalam
salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup
setelah Al-qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran
karena melalui konsep ijtihad, setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan
hukumnya Dari pemaparan makalah kami tersebut kita tahu bahwa sumber ajaran
islam sangat penting sebagai pedoman hidup untuk itu hendaknya apabila kita
melenceng dari salah satu sumber ajaran tersebut,maka akan menjadikan hal yang
fatal.
3.2 SARAN
18
DAFTAR PUSTAKA
docs.google.com/document/d/15g-
FHTwQi9AVl13Inmn04z12vZYSyoruskn8mxrbh2o/preview?pli=1 [14 Desember
2015]
19