Anda di halaman 1dari 5

Tugas 6

“Studi Kasus Kebijakan Selama Pandemi”

Untuk memenuhi nilai tugas pada Mata Kuliah Kebijakan & Manajemen Kesehatan

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Amran Razak, S.E., M.Sc
Disusun Oleh:
Syamsia
K012202057
KELAS E / NO URUT 10

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN


MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Analisis Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Tekait Covid-19
(Study Kasus : Efektivitas Pembentukan dan Mekanisme Kerja Tim Detector Makassar Recover)

Pendahuluan

Wabah virus corona merubah kebiasaan hidup, pola interaksi dan perilaku
masyarakat. Dampaknya sangat besar dan massif, tidak hanya menyasar aspek kesehatan
tetapi juga bidang ekonomi, psikologi, sosial, politik, pendidikan, budaya, keagamaan, dan
lain sebagainya, sehingga perlu ditangani dengan kebijakan pemerintah yang tepat dan
efesien bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam situasi pandemic seperti saat ini.

Berbicara kebijakan pemerintah baik skala nasional maupun daerah, tidak bisa lepas
dari struktur kelembagaan yang ada dalam sistem pemerintahan tersebut. Dimana struktur ini
akan berkaitan satu sama lain dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah sesuai dengan
kebutuhan yang ada di wilayah masing-masing. Untuk mewujudkan tujuan dari negara
kesejahteraan, tugas eksekutif sebagai pelaksana sangat penting. Sebab tugas ini berkaitan
dengan makin luasnya lingkup kesejahteraan masyarakat berdasarkan perkembangan jaman.
Sama halnya dengan wabah covid-19 hari ini, maka tugas pemerintah baik nasional maupun
daerah adalah membawa kesejahteraan masyarakat secara umum terkhusus dalam lingkup
kesejahteraan kesehatan, kesejahteraan social dan kesejahteraan ekonomi selama wabah
covid-19 melanda Indonesia.

Dengan demikian, penggunaan wewenang pemerintah diperlukan terutama setelah


berkembangnya wabah corona virus disease 2019 (Covid-19) yang kemudian menjadi
epidemic dan sekarang menjadi pandemic yang secara global. Pemerintah Kota Makassar
dalam hal ini telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan terkait Pandemi
Covid-19 salah satunya adalah dikeluarkannya Peraturan Walikota Makassar Nomor 5 tahun
2021 tentang Makassar Recover.

Pembahasan

Virus corona yang melanda hampir seluruh dunia telah membawa begitu banyak
pekerjaan rumah bagi pemerintahan termaksud pemerintah kota Makassar. Sejak terjadinya
peningkatan kasus covid-19 pada Maret 2021 lalu, pemerintah kota Makassar telah
mengesahkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 5 tahun 2021 tentang Makassar Recover
pada 15 Maret 2021 sebagai sebuah langkah taktis dalam program penanggulangan wabah
covid-19 yaitu imunitas kesehatan, adaptasi social, dan pemulihan ekonomi di kota Makassar.

Selain itu, Makassar Recover juga mengatur terkait pendataan warga secara digital melalui
aplikasi yang sudah disiapkan Pemkot. Dimana data tersebut digunakan sebagai acuan untuk
mengetahui kesehatan masyarakat dan melakukan tracing, juga sebagai dasar penetapan
imunitas kesehatan warga masyarakat. Masyarakat diminta untuk turut serta secara sadar dan
bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut dengan melibatkan tim Makassar
Recover, tokoh masyarakat hingga RT/RW. Namun, diduga para ketua RT/RW tidak
mendukung penuh program tersebut (Laporan Kumparan, 8/4/2021).

Langkah berani Walikota terpilih yaitu Muhammad Ramadhan Pomanto dalam


pembentukan Makassar recover serta mekanisme kerja tim ini di masyarakat telah menuai
banyak pro dan kontra diantaranya adalah permasalahan pelanggaran protocol kesehatan
dalam situasi darurat covid-19 pada saat launcing tim detector Makassar recover pada 2 Juli
2021 di lapangan Karebosi Makassar yang menimbulkan kerumunan tanpa adanya batasan
jarak antara satu dengan lainnya. Hal ini semakin diperparah karena jumlah tim detector
Makassar Recover yang hadir kurang lebih dihadiri hamper 10.000 orang. Permasalahan
lainnya yang tak kalah rumitnya adalah pelaksanaan pendataan dan pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan oleh tim detector, banyak yang melanggar protocol kesehatan seperti ada tim
yang tidak memakai masker. Hal ini jelas melanggar protocol kesehatan dan menimbulkan
kegelisahan serta kekhawatiran di tengah masyarakat. Kekhawatiran ini berupa adanya
interaksi dengan orang baru dalam situasi wabah tanpa protocol kesehatan yang berefek pada
tingginya risiko penularan covid-19.

Kebijakan ini dinilai kurang efektif di masyarakat, hal ini disebabkan oleh banyaknya
penolakan yang dilakukan oleh masyarakat terutama oleh para tokoh masyarakat dan pejabat
lingkup rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) di kota Makassar dalam pelaksanaan
pendataan dan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh tim detector Makassar recover.

Penolakan ini juga sejalan dengan kritik akibat adanya kerumunan massa tanpa
penerapan protocol kesehatan pada saat launching tim detector Makassar recover di lapangan
Karebosi. Hal ini jelas akan member efek pada minimnya penerimaan masyarakat terhadap
tim detector. Sebab seyogiyanya, kita sebagai tenaga kesehatan harus mengayomi masyarakat
agar tetap aptuh pada protocol kesehatan yang berlaku.
Besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk pelaksanaan program ini pun masih perlu
dipertanyakan dengan efektivitas program yang sangat minim dilapangan. Pemerintah Kota
Makassar telah menghabiskan anggaran Rp. 50,2 milliar dari total anggaran recofusing yang
disediakan yaitu Rp. 380 milliar. Menurut Juru Bicara Pemkot Makassar, Indira Muliyasari
dalam konferensi Pers terkait perkembangan Makassar Recover menyatakan bahwa belanja
dari anggaran tersebut diantaranya adalah mensuporting biaya pengamanan TNI-Polri,
keterlibatan dari PPNI, ikatan dokter paru Indonesia (IDPI) dan tenaga kesehatan lainnya.
Anggaran yang dibelanjakan pun untuk kebutuhan keperluan awal mulai dari vaksinasi,
perekrutan tim detector, fasilitas alat kedokteran, peralatan computer dan pengadaan
container laboratorium yang dipasang pada setiap kelurahan (Antara News, 7/5/2021).

Transparansi anggaran yang disebut oleh Jubir Pemkot Makassar ini sangat jauh dari
data perincian anggaran yang harus dilaporkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan program
terkait. Kebijakan terkait Makassar recover ini, dalam pelaksanaannya dinilai sebagai
pemborosan anggaran belanja daerah dalam situasi kesenjangan social, krisis ekonomi serta
krisis kesehatan yang terjadi di masyarakat akibat pandemic global yang semakin mewabah.
Untuk itu, efektivitas pengendalian covid-19 yang dilaksanakan oleh tim detector covid-19
sangat minim. Terlebih lagi, dalam pelaksanaannya telah menimbulkan keributan di
masyarakat dengan adanya penolakan dari masyarakat akibat adanya pelangaran protocol
kesehatan (tidak menggunakan masker) dilapangan selama bertugas.

Pada dasarnya, pemerintah harus memperhatikan lebih jauh bahwa dalam perumusan
kebijakan harus didasari oleh adanya pertimbangan terkait pengembangan kebijakan yang
efektif dan dapat diterima untuk mengatasi masalah apa yang telah ditetapkan dalam agenda
kebijakan terkait. Pelaksanaan wewenang pemerintah dalam bentuk kebijakan-kebijakan
tersebut tentunya juga harus disertai pertimbangan mengenai langkah dan akibat yang
mungkin ditimbulkan dari kebijakan terkait. Diharapkan kebijakan yang diambil dapat
dilaksanakan dengan langkah yang terukur dan dengan akibat yang dikehendaki yaitu
mencegah penyebaran covid-19 di Indonesia khususnya di Kota Makassar.

Pro dan kontra kebijakan Makassar recover ini sudah beredar di banyak media massa,
namun dalam hal ini, kita harus melihat lebih jauh tentang efektivitas dari
pengimplementasian program ini, guna mengkaji lebih dalam terkait manfaat dan kerugian
yang didapatkan dari pelaksanaan kebijakan tersebut ditengah melonjaknya kasus covid-19 di
kota Makassar.
Penutup

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan percepatan penanggulangan


wabah covid-19 di kota Makassar melalui program Makassar recover (dalam hal ini
disebarnya tim detector di berbagai wilayah kelurahan) dinilai kurang efektif dalam
pelaksanaannya. Hal ini terlihat dari banyaknya penolakan masyarakat yang disertai dengan
rendahnya pencapaian target penanggulangan covid dari tim detector Makassar recover.
Disamping itu, banyaknya pelanggaran protocol kesehatan di lapangan oleh tim detector
sendiri menjadi bukti bahwa kebijakan yang hendak dijalankan tidak terealisasi secara
maksimal. Bukti lainnya adalah adanya pemborosan anggaran yang dinilai kurang efektif
dalam pemanfaatan alat dan bahan yang telah diadakan dalam pelaksanaan program ini.
Misalnya adalah container tim detector yang ada disetiap kelurahan kurang dimanfaatkan
dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai