Anda di halaman 1dari 10

Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP

“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”


ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA


LONGSORLAHAN BERDASARKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS DAN ANALISIS SWOT
Studi Kasus: Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

Khusna Furoida dan Muhammad Fakhri

Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta


Jl. Ahmad Yani, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo 57162, Jawa Tengah, Indonesia
Email: khusnaf@gmail.com, muhfakhri27@gmail.com

ABSTRAK
Kecamatan Tawangmangu merupakan salah satu wilayah dengan intensitas kejadian
longsorlahan yang cukup tinggi. Terdapat beberapa faktor yang mendorong
longsorlahan terjadi seperti curah hujan, kemiringan, ketinggian, jenis tanah dan
penutupan lahan. Faktor-faktor tersebut dapat diwujudkan dalam penggunaan Sistem
Informasi Geografis sehingga wilayah yang rawan terhadap longsorlahan dapat
diidentifikasi. Selain itu, penggunaan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, dan Threats) dalam kasus ini dapat diterapkan untuk mengetahui
seberapa besar pengetahuan masyarakat tentang bencana longsorlahan di wilayah
tersebut. Dari kedua pendekatan tersebut dapat menghasilkan suatu strategi
penanggulangan bencana yang tepat. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa
peta tingkat kerawanan longsorlahan dan data primer berdasarkan hasil kuisioner yang
ditujukan kepada masyarakat yang berada di kawasan rawan longsorlahan. Tujuan dari
penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu strategi penanggulangan bencana
longsorlahan yang sesuai dengan kondisi wilayah tersebut.

Kata Kunci: Longsorlahan, Sistem Informasi Geografis, Analisis SWOT

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada kawasan pacific ring of
fire. Pacific ring of fire merupakan daerah yang sering mengalami gempa bumi dan
letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik (Anonim dalam
Maulina, 2014). Terdapat banyak gunung berapi di Indonesia, salah satunya yaitu
Gunung Lawu. Gunung Lawu berada diantara propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Salah satu kecamatan yang berada di lereng Gunung Lawu merupakan Kecamatan
Tawangmangu. Kecamatan Tawangmangu merupakan kecamatan yang berada di
Propinsi Jawa Tengah. Pada bulan Maret 2019, terjadi adanya longsor yang
mengakibatkan satu korban yang meninggal dunia (Isnanto, 2019). Hal tersebut
menunjukan bahwa Kecamatan Tawangmangu merupakan salah satu daerah yang rawan
akan bencana salah satunya yaitu bencana longsor.

Bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Sedangkan longsor merupakan salah satu bentuk dari gerak masa tanah,

260
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah
yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur di atas suatu lapisan kedap yang
jenuh air (bidang luncur) (Paimin, 2009).

Dampak-dampak negatif adanya bencana dapat diminimalisir dengan adanya


strategi penanggulangan bencana yang tepat. Penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi (UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana). Strategi
bencana dapat dilakukan dengan memaksimalkan penggunaaan teknologi untuk
manajemen bencana. Salah satu teknologi yang dapat digunakan yaitu sistem informasi
geografis (SIG). SIG merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan untuk
memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data
yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan
pemetaan dan perencanaan (Burrough,1986 dalam Aini).

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui daerah di Kecamatan Tawangmangu


yang sangat rawan longsor. Selain itu, evaluasi melalui analisis SWOT dilakukan untuk
dijadikan pertimbangan dalam strategi penganggulangan bencana sehingga dapat
dipakai untuk pemangku kepentingan tertentu seperti aparat pemerintah maupun
masyarakat didaerah tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tawangmangu. Kecamatan ini berada di


Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kecamatan
Tawangmangu adalah 70,03 km2 dengan ketinggian rata-rata 1000 mdpl (BPS 2018).
Sebelah timur kecamatan ini berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Timur.

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Tawangmangu

261
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu modelling melalui SIG dan
analisis SWOT. Modelling melalui SIG menggunakan ArcGis 10.2 dilakukan dengan
overlay atau penampalan beberapa data shapefile yang menjadi faktor-faktor penyebab
tanah longsor seperti curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian, jenis tanah, dan
penutup lahan menjadi sebuah data shapefile baru melalui adanya intersect untuk
menunjukkan kawasan rawan longsor di Kecamatan Tawangmangu. Berdasarkan hasil
modelling melalui SIG tersebut menghasilkan beberapa kasifikasi sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Curah Hujan


No Klasifikasi Nilai (mm/tahun)
1 Rendah 2000-25000
2 Tinggi 2500-3000
Sumber: Olah data modelling melalui SIG

Tabel 2. Klasifikasi Kemiringan Lereng


No Klasifikasi Nilai (%)
1 Rendah 0 – 79
2 Agak Rendah 80 – 159
3 Sedang 160 – 239
4 Agak Tinggi 240 – 319
5 Tinggi 320 - 400
Sumber: Olah data modelling melalui SIG dengan modifikasi penulis

Tabel 3. Klasifikasi Ketinggian


No Klasifikasi Nilai (m)
1 Rendah 0 – 399
2 Agak Rendah 400 - 899
3 Sedang 900 – 1599
4 Agak Tinggi 1600 – 3000
5 Tinggi > 3000
Sumber: Olah data modelling melalui SIG dengan modifikasi penulis

Tabel 4. Klasifikasi Jenis Tanah


No Klasifikasi
1 Distropepts
2 Dystrandepts
Sumber: Olah data modelling melalui SIG

262
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Tabel 5. Klasifikasi Penutup Lahan


No Klasifikasi
1 Belukar
2 Hutan
3 Perkebunan
4 Pemukiman
5 Lahan Terbuka
Sumber: Olah data modelling melalui SIG dengan modifikasi penulis

Analisis SWOT merupakan analisis dengan pertimbangan berdasarkan


Strength/kekuatan (S), Weakness/kelemahan (W), Opportunities/Peluang (O), dan
Threats (Ancaman). Analisis SWOT dilakukan menggunakan purposive random
sampling melalui kuesioner dengan skala Guttman. Metode purposive random sampling
merupakan gabungan dari 2 metode yaitu purposive sampling dan random sampling.
Purposive sampling merupakan salah satu teknik sampling non random sampling
dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri
khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
permasalahan penelitian (Hidayat, 2017) sedangkan random sampling atau probability
sampling adalah teknik pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2001
dalam Hidayat, 2018). Penerapan kuesioner dengan Skala Guttman pada penelitian ini
ditujukan untuk mendukung adanya purposive random sampling berupa didapatnya
jawaban yang tegas (Sugiyono, 2018). Jawaban tegas tersebut berupa “ya-tidak”. Skala
Guttman dibuat dalam bentuk pilihan ganda melaui Google Form. Pendekatan melalui
analisis SWOT ini dibatasi dengan S-W atau faktor internal berupa pihak yang
menyelenggarakan adanya penanggulangan bencana yaitu pemerintah setempat
sedangkan O-T atau faktor eksternal pada masyarakat yang bertempat tinggal di
Kecamatan Tawangmangu yang menjadi penerima strategi penanggulangan bencana
yang dilakukan pemerintah setempat. Sehingga dari analisis SWOT tersebut dapat
dijadikan sebagai evaluasi atas pihak-pihak terkait untuk dapat dilakukan perbaikan
sebagai strategi penanggulangan bencana yang akan dilakukan.

Alur dari penelitian ini yaitu:

Olah data Distribusi Analisa data dan


menggunakan kuesioner analisis penyajian hasil
SIG SWOT penelitian

263
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Peta Ketinggian

Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng

Ketinggian tempat menurut hasil olah data modelling melalui SIG menggunakkan
ArcGIS 10.2 menujukkan bahwa daerah timur Kecamatan Tawangmangu memiliki nilai
ketinggian antara 1600-3000 & >3000 mdpl dengan klasifikasi klas agak tinggi & tinggi
dikarenakkan letaknya berbatasan langsung dengan lereng Gunung Lawu. Berbeda

264
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

dengan kemiringan lereng di Kecamatan Tawangmangu yang berada pada klasifikasi


kemiringan mayoritas rendah dengan tingkat kemiringan sebesar 0-79 %, sedangkan
kawasan yang memiliki klasifikasi kemiringan yang tinggi hanya ada dibeberapa titik
seperti di desa Nglebak dan Tawangmangu.

Gambar 4. Peta Curah Hujan

Gambar 5. Peta Penutup Lahan

265
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Gambar 6. Peta Jenis Tanah

Kecamatan Tawangmangu memiliki Curah Hujan yang terbagi menjadi 2 klasifikasi


yaitu rendah dan tinggi, rendah dengan nilai 2000-2500 mm/tahun dan tinggi dengan
nilai 2500-3000 mm/tahun. Kecamatan Tawangmangu memiliki penutup lahan paling
banyak berupa Hutan, sedangkan penutup lahan paling sedikit ialah lahan kosong. Hal
ini dapat dikarenakan adanya curah hujan yang cukup tinggi dengan kondisi
geografisnya yang baik untuk ditumbuhi tanaman. Jenis Tanah yang terdapat di
Kecamatan Tawangmangu memiliki 2 klasifikasi. Pada bagian barat lebih dominan
dengan Jenis Tanah Dystropepts dan bagian timur Kecamatan Tawangmangu dominan
dengan Jenis Tanah Dystrendepts.

266
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Gambar 7. Peta Kawasan Rawan Longsor

Kawasan Rawan Longsor di Kecamatan Tawangmangu memiliki klasifikasi yang


beragam, Kawasan tertinggi dengan kondisi rawan longsornya terdapat dibeberapa desa
antara lain desa Plumbon, Nglebak, Sepanjang dan Tawangmangu. Hal ini berkaitan
dengan kondisi kemiringan lereng didaerah tersebut. Daerah rawan longsor tersebut
justru terletak jauh dari lereng Gunung Lawu. Banyaknya kawasan yang masuk dalam
klasifikasi tidak rawan longsor dapat menunjukkan adanya ketidakakuraan data yang
telah diolah melalui modelling SIG dengan kondisi di lapangan. Namun, hasil dari
pemetaan ini dapat digunakan sebagai early warning system untuk meminimalisir
dampak yang akan diakibatkan oleh longsor.

Selain itu, peta pada data-data yang menjadi faktor penyebab terjadinya longsor
dapat digunakan untuk identifikasi kawasan yang paling rawan terjadi longsor sehingga
penanggulanan melalui pengelolaan kawasan tersebut dapat dilakukan semaksimal
mungkin seperti daerah dengan curah hujan tinggi yaitu Desa Gondosuli, Blumbang,
Tawangmangu, Kalisoro, Sepanjang, dan sebagian besar Desa Tengklik dapat dikelola
dengan adanya sistem drainase pada penutup lahan didaerah-daerah tersebut. Drainase
tersebut dapat dipertimbangkan melalui peta penutup lahan Kecamatan Tawangmangu
yang sebagian besar berupa belukar, hutan, dan perkebunan yang terisi dengan vegetasi.
Vegetasi adalah salah satu penyerap air yang baik maka dari itu pengelolaan jenis dan
teknik dalam penanaman vegetasi yang baik dan benar dapat meminimalisir adanya
longsor didaerah-daerah tersebut.

267
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Tabel 6. Identifikasi analisis SWOT


Adanya kepercayaan masyarakat terhadap aparat
Strength
pemerintah yang menangani bencana
Faktor - Belum adanya penyuluhan tentang potensi longsor di
Internal Kecamatan Tawangmangu
Weakness
- Pemanfaatan teknologi yang kurang dalam pengelolaan
lahan
- Masyarakat mengetahui potensi Kecamatan
Opportunities Tawangmangu yang rawan longsor
Faktor - Masyarakat mengetahui faktor-faktor penyebab longsor
Eksternal
Threats Pengelolaan lahan oleh masyarakat yang kurang tepat
Sumber: Dokumen Penulis

Analisis SWOT yang dilakukan sebagai evaluasi atas apa yang telah dilakukan oleh
faktor internal kepada faktor eksternal menunjukkan bahwa penyuluhan tentang potensi
longsor di Kecamatan Tawangmangu belum tersampaikan kepada masyrakat. Perlu
adanya penyuluhan yang dilakukan secara masif dan merata pada seluruh daerah di
Kecamatan Tawangmangu mengingat adanya potensi longsor di kecamatan tersebut.
Selain itu, masyarakat kepercayaan masyarakat akan kinerja aparat pemerintah dalam
menangani bencana dan pemahaman masyarakat akan adanya faktor-faktor yang dapat
menyebabkan potensi longsor akan mendukung adanya pelaksanaan penyuluhan
tersebut. Masyarakat akan lebih paham dan antusias terhadap kegiatan tersebut.

Penggunaan teknologi untuk penanggulangan bencana longsor belum sepenuhnya


dilakukan oleh pemerintah setempat sehingga pengelolaan lahan belum dapat dilakukan
secara maksimal. Padahal dengan adanya pemanfaatan teknologi seperti SIG dapat
memberikan manfaat berupa pengelolaan yang tepat pada daerah tersebut dengan
memperhatikan faktor-faktor penyebab longsor.

KESIMPULAN

Strategi penanggulangan bencana longsor Kecamatan Tawangmangu dapat


dimaksimalkan dengan penggunaan teknologi sistem informasi geografis (SIG). SIG
melalui modeling dapat menunjukkan kawasan dengan tingkat rawan longsor yang
tinggi. Kawasan tersebut didapatkan dari hasil overlay atau penampalan data faktor-
faktor yang mendukung adanya longsor seperti curah hujan, jenis tanah, ketinggian,
kemiringan lereng, dan penutup lahan. Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana,
dapat memperhatikan data-data tersebut sehingga penemuan pengelolaan yang tepat
dapat dilakukan secara maksimal.

Evaluasi melalui analisis SWOT dapat digunakan sebagai perbaikan atas


penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Penyuluhan yang telah dilakukan oleh
pemerintah setempat belum tersampaikan dengan baik ataupun belum terlaksana kepada
beberapa masyarakat. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan respon
masyarakat yang percaya terhadapa kinerja pemerintah dalam hal kebencanaan.

Penelitian ini dapat digunakan oleh pemangku kepentingan seperti aparat


pemerintah dan masyarakat daerah tersebut untuk meminimalisir dampak terjadinya
longsor. Modelling melalui SIG ini akan semakin akurat apabila didukung dengan

268
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

faktor-faktor real time seperti karakteristik tanah lebih lanjut berupa struktur dan tekstur
tanah, tingkat permeabilitas tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah dalam
menyerap air terutama air hujan, dan faktor-faktor lainnya. Selain itu, tidak adanya
penggunaan faktor real time pada penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian
lanjutan sehingga dapat menjadikan modelling kawasan rawan longsor yang semakin
akurat dengan kondisi daerah tersebut.

Analisis SWOT merupakan evaluasi terhadap aparat pemerintah dari masyarakat


yang dapat dijadikan sebagai perbaikan atas penanggulangan bencana yang belum
maupun telah dilakukan sehingga penanggulangan yang akan dilakukan dapat mudah
untuk tersampaikan kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2018. Kecamatan Tawangmangu dalam Angka. Karanganyar: BPS Kabupaten


Karanganyar.

Aini, A. Sistem Informasi Geografis Pengertian dan Aplikasinya. Yogyakarta: STMIK


AMIKOM Yogyakarta.

Hidayat, A.. 2017. Penjelasan Teknik Purposive Sampling Lengkap Detail, 2 Juni 2017.
Diunduh dari https://www.statistikian.com/2017/06/penjelasan-teknik-purposive-
sampling.html pada 4 Agustus 2019.

Hidayat, A.. 2018. Pengertian Simple Random Sampling, Jenis dan Contoh, 16 Februari
2018. Diunduh dari https://www.statistikian.com/2018/02/pengertian-simple-
random-sampling.html/amp pada 4 Agustus 2019.

Isnanto, B. A. 2019. Pohon Tumbang dan Tanah Longsor di Tawangmangu, 1 Orang


Tewas, 6 Maret 2019 . Diunduh dari https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-
4456977/pohon-tumbang-dan-tanah-longsor-di-tawangmangu-1-orang-tewas pada
25 Juli 2019.

Maulina. 2014. Model Kearifan Lokal Dalam Penanggulangan Bencana Lesson Learnt
Dari Nangroe Aceh Darusalam. Yogyakarta: UGM.

Paimin; dkk. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos
International Indonesia Progamme.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana.

269

Anda mungkin juga menyukai