Anda di halaman 1dari 21

Evaluasi:

1. Hukum monro kellie: parenkim, vascular, CSF


2. Kompensasi vascular: vasokonstriksi  TIK menurun
3. Bila volume otak meningkat  tjd pemindahan CSF
4. CO2 meningkat  tembus BBB  H+ di otak meningkat  rangsang kemoreseptor sentral
 rangsang ventilasi mekanik  RR meningkat  PCO2 turun

Tinjauan Pustaka

PENERAPAN HUKUM MONRO KELLIE

DALAM PENGELOLAAN KASUS BEDAH SARAF

Oleh :

dr. Ade Mayasari

Pembimbing :

Dr.dr. M. Sofyan Harahap, SpAn KNA

1
BAGIAN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FK UNDIP / RSUP Dr. KARIADI

SEMARANG

2020

Penerapan Hukum Monro Kellie dalam Pengelolaan Kasus Bedah Saraf

Pendahuluan

Otak merupakan jaringan tubuh yang mempunyai tingkat metabolisme tinggi, hanya
dengan berat kurang dari 2% dari berat badan, memerlukan 15% cardiac output dan menyita
20% oksigen yang beredar ditubuh, serta membutuhkan 25% dari seluruh glukosa dalam tubuh.
Pada keadaan emergensi dan kritis akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan-bahan
metabolisme tersebut. Dengan demikian apabila suplai bahan-bahan untuk metabolisme otak
terganggu tentunya akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak yang dapat berakibat
kematian dan kerusakan permanen.1

Ruang didalam kepala dibatasi oleh struktur yang kaku, semua kompartemen intrakranial
ini tidak dapat dimampatkan, hal ini dikarenakan volume intrakranial yang konstan (Hukum
MonroKellie). Oleh karena itu bila terdapat kelainan pada salah satu isi yang mempengaruhi
peningkatan volume didalamnya akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial setelah batas
kompensasi/komplains terlewati.2,3

Tekanan intrakranial normal berkisar pada 8-10 mmHg untuk bayi, nilai kurang dari 15
mmHg untuk anak dan dewasa, sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam
waktu lebih dari 20 menit dikatakan sebagai hipertensi intrakranial. Efek peningkatan tekanan
intrakranial sangatlah kompleks, oleh karena itu perlu penanganan segera agar penderita tidak
jatuh dalam keadaan yang lebih buruk. Tiga puluh enam persen penderita dengan cedera otak

2
yang disertai koma, datang dalam keadaan hipoksia dan gagal nafas yang membutuhkan
ventilator mekanik. 2,3

Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Pusat

1. Anatomi

Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon,
pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan, di bawah lapisan
arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks
serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil
yang disebut lobus.4

Gambar 1. Bagian-bagian Otak

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:4

1. Serebrum (Otak Besar) Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer

3
kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri
dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal,
lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal

a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal
bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari
sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi
untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala
bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatic.

b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari serebrum.
Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini
terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca
sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.

c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis
yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan
penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.

d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

2. Serebelum (Otak Kecil). Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.
Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di
bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh
dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan
gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian
gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

4
3. Batang Otak. Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa
pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu
maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.

Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan
dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla
oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan
dengan pons.

c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan
berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior.
CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada
perhubungan dari pons dan medulla.

Otak memperoleh darah melalu dua sistem, yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan
dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina. Akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi
lobus frontalis, parientalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebralis dibentuk
oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak
melalui kranium transversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada

5
batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan tiga kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir
sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan
bagian medial lobus temporalis. Circulus willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis basis
crania. Circulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua arteri carotis interna dan kedua
arteria vertebralis. Arteri communicans anterior, arteri cerebri anterior, arteri carotis interna,
arteri comunicans posterior, arteri cerebri posterior, dan arteri basilaris ikut membentuk circulus
willisi, memungkinkan darah yang masuk melalui arteri carotis interna dan vertebralis dapat
menyuplai darah ke semua bagian dari kedua hemisferium cerebri. Cabang-cabang kortikal dan
sentral berasal dari circulus dan menyuplai jaringan otak.4

2. Fisiologi

Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20%
curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilo kalori energi
setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak
sangat rentan terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah yang berhenti 10 detik
saja dapat menghilangkan kesadaran manusia. Apabila aliran darah tersebut berhenti dalam
beberapa menit, maka dapat merusak otak secara permanen. Hipoglikemia yang berlangsung
berkepanjangan juga dapat merusak jaringan otak. Kecepatan aliran darah serebral normal yang
melalui otak pada orang dewasa, rata-rata sekitar 50 sampai 65 mililiter per 100 gram jaringan
otak permenit. Untuk keseluruhan otak, berjumlah 750 sampai 900 ml/menit, atau 15 persen dari
curah jantung pada keadaan istirahat. Autoregulasi otak adalah sifat sirkulasi otak sehat yang
sangat penting untuk melindungi otak dari peningkatan atau penurunan mendadak dari tekanan
darah arteri. Tanpa pengendalian tekanan ini, maka perubahan tekanan yang mendadak dapat
menimbulkan iskemia otak atau kerusakan kapiler akibat tingginya tekanan. Sedikitnya terdapat
tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral: (1)
konsentrasi karbondioksida, (2) konsentrasi ion hidrogen, (3) konsentrasi oksigen.5

6
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan serta terdiri
terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus
dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus,
dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentrasmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur
oleh sistem saraf dalam tiga ciri utama : 1) Input sensorik, sistem syaraf menerima sensasi atau
stimulus melalui reseptor, yang terletak ditubuh baik eksternal maupun internal; 2) Aktivitas
integratif, resptor mengubah stimulus manjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf
sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi
stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi; 3) Output motorik, input dari otak dan
medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kalenjar tubuh, yang disebut
dengan efektor.5

Patofisiologi Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK/ICP)

Prinsip ICP diuraikan pertama kali oleh Profesor Monroe dan Kellie pada tahun 1820.
Orang dewasa normal menghasilkan sekitar 500 mL cairan serebrospinal (CSF/LCS) dalam
waktu 24 jam. Setiap saat, kira-kira150 mL ada didalam ruang intrakranial. Ruang intradural
terdiri dari ruang intraspinal ditambah ruang intrakranial. Total volume ruang ini pada orang
dewasa sekitar 1700 mL, dimana sekitar 8% adalah cairan serebrospinal, 12% volume darah, dan
80% jaringan otak dan medulla spinalis. Karena kantung dura tulang belakang tidak selalu penuh
tegang, maka beberapa peningkatan volume ruang intradural dapat dicapai dengan kompresi
terhadap pembuluh darah epidural tulang belakang. Setelah kantung dural sepenuhnya tegang,
apapun penambahan volume selanjutnya akan meningkatkan salah satu komponen ruang
intrakranial yang harus diimbangi dengan penurunan volume salah satu komponen yang lain.6

Dalam keadaan normal, kondisi fisiologis, ICP stabil tergantung dari faktor-faktor
berikut:

1. Volume produksi CSF


2. Resistensi terhadap absorpsi CSF
3. Tekanan vena di ruang intrakranial

7
Pertambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat terjadi jika terdapat penekanan
(kompresi) pada kompartemen yang lain. Satu-satunya bagian yang memiliki kapasitas dalam
mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi
perpindahan CSF ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atas sudah maksimal maka
terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan volume pada kompartemen (seperti pada massa
di otak) akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.6 Dalam keadaan kronis, parenkim
berubah bentuk dikarenakan kehilangan cairan ekstraselular, sel saraf, dan sel glial.

Gambar 2. Doktrin Monroe-Kellie.7

Doktrin Monro-Kellie

Kondisi normal ruang intrakranial meliputi parenkim otak, darah arteri dan vena, CSF.
Jika terdapat massa, terjadi pendorongan keluar darah vena dan CSF untuk mencapai kompensasi
ICP. Namun, kompartemen parenkim tidak dapat memberikan kompensasi untuk peningkatan
ICP yang tiba-tiba, dan karenanya CBV (cerebral blood volume) dan CSF akan bertanggung
jawab untuk menyerap kenaikan itu. CSF adalah sistem kompensasi utama dengan memindahkan
ke ruang subaraknoid hingga aliran CSF mengalami hambatan. Kemampuan kompartemen

8
vaskular untuk mengompensasi ICP terjadi pada tahap selanjutnya, dengan cara memindahkan
darah ke bagian luar tengkorak oleh drainase jugular.

Nilai normal ICP masih ada perbedaan diantara beberapa penulis, dan bervariasi sesuai
dengan usia, angka 8-10 mmHg masih dianggap normal untuk bayi, nilai kurang dari 15 mmHg
masih dianggap normal untuk anak dan dewasa, sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah
menetap dalam waktu lebih dari 20 menit dikatakan sebagai hipertensi intrakranial. Tekanan
intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral (CPP / Cerebral perfusion pressure).
CPP dapat dihitung sebagai selisih antara rerata tekanan arterial (MAP) dan tekanan intracranial
(ICP).4,7

CPP = MAP ± ICP atau MAP ± JVP

JVP = tekanan vena jugularis. Ini dipakai ketika kranium sedang terbuka (saat operasi)
dan ICP-nya nol. Jadi perubahan pada tekanan intrakranial dapat menurunkan suplai darah dan
selanjutnya menimbulkan penurunan tekanan perfusi cerebral (CPP), dimana ini akan berakibat
terjadinya iskemia otak. Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini
tidak akan cepat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Sebab volume yang meninggi
ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari rongga tengkorak ke
kanalis spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena
berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan
compliance. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi,
maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah peningkatan tekanan intrakranial.4,6,7

Interaksi antara tekanan arterial dan tekanan intrakranial dibedakan dalam 3 situasi. Pada
tahap pertama, peingkatan volume intracranial (IV) tidak mempengaruhi ICP dikarenakan CSF
dan pendarahan otak dipindahakan untuk mengimbangi perubahan volume. Pada tahap kedua,
sistem regulasi ini terjadi kelebihan beban dan tidak dapat lagi mengompensasi peningkatan
tekanan intrakranial sekunder dari peningkatan volume. Pada tahap ketiga, sistem pengaturan
berhenti berfungsi dan bahkan perubahan kecil dalam volume dapat sangat meningkatkan ICP.8

ICP berubah dengan posisi (berdiri vs berbaring) dan juga berfluktuasi dengan tekanan
arteri sistemik dan pernafasan. Manuver valsava, dimana meningkatkan tekanan intra toraks dan
intra abdominal (batuk, mengejan), mengakibatkan peningkatan tekanan vena jugular dan/atau

9
pleksus vena epidural. Mengingat pembuluh darah vena otak tidak memiliki katup, peningkatan
tekanan vena ini ditransmisikan ke ruang intrakranial, menghasilkan peningkatan dari tekanan
intra kranial.

Aliran Darah Otak

Nilai aliran darah otak / cerebral blood flow (CBF) ditentukan oleh tingkat metabolisme
otak dalam mengonsumsi oksigen / cerebral metabolic rate oxygen (CMRO2), yang dalam
pengertiannya ditentukan oleh autoregulasi otak melalui resistensi pembuluh darah otak /
cerebral vascular resistance (CVR). Empat puluh persen dari CMRO 2 sesuai dengan
pengeluaran energi dasar (terutama untuk memelihara membran potensial). Sisanya 60% sesuai
dengan pengeluaran energi fungsional. Sembilan puluh persen dari CMRO 2 berhubungan dengan
jaringan saraf dan hanya 10% yang berhubungan dengan jaringan pendukung atau sel glial.
CMRO2 berkisar antara 4 – 6 ml/100gr jaringan otak/menit. Oleh karena itu, keadaan patologis,
termasuk anemia dan hipoksia, menurunkan oksigen konten arterial yang dapat menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen ke otak.

Fungsi autoregulasi otak dengan memodifikasi CVR (vasodilatasi atau vasokonstriksi)


sehingga dapat memelihara CBF di tingkat yang cukup untuk metabolisme otak. Autoregulasi
otak sangat ditentukan oleh tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2), MAP, dan pada
tingkat yang lebih rendah oleh tekanan parsial oksigen arteri, adenosine, pH, dll. Oleh karena itu,
ketika PaCO2 otak tinggi (peningkatan kerja metabolisme), CVR turun (vasodilatasi) dan suplai
CBF dan oksigen ke otak meningkat. Yang sebaliknya, ketika PaCO2 menurun (berkurangnya
kerja metabolism), CVR akan meingkat (vasokonstriksi). Dalam keadaan normotensif, CBF
diperkirakan berfluktuasi sebesar 4% untuk setiap mmHg dari CO2. Hal serupa juga terjadi
dengan MAP, dimana CBF diatur untuk melindungi jaringan otak dari lonjakan maupun
penurunan tekanan mendadak yang membahayakan CDO2 (cerebral delivery oxygen). Namun,
ketika batas atas atau bawah dari mekanisme autoregulasi ini terlampaui, CBF menjadi sangat
tergantung pada MAP.8

10
Tekanan Perfusi Serebral

CPP didefinisikan sebagai tekanan yang diperlukan untuk perfusi jaringan saraf sehingga
mencapai fungsi metabolik yang adekuat. CPP dibawah 50 mmHg menyebaban penurunan CBF
yang berat dan resiko iskemia otak. Sebaliknya, CPP diatas 60 hingga 70 mmHg dianggap aman
untuk orang dewasa.

Hubungan antara ICP dan IV

Hasil bagi dari perbedaan volume (dV) dan tekanan intrakranial (dP), yaitu volume yang
diperlukan untuk memenuhi perubahan dari tekanan, yang dikenal sebagai komplians otak. Hasil
terbalik dari dP/dV dikenal sebagai elastansi otak (tekanan yang dihasilkan dari perubahan
volume). Ini dipahami sebagai resistensi yang melawan peningkatan dari IV.

Sistem buffer ICP digambarkan dari kurva tekanan-volume intrkranilal, menampilkan


hubungan antara perubahan dari ICP dan IV. Hal ini terdiri dari 3 tahap:

- Tahap awal (tahap 1): adalah tahap yang didominasi oleh komplians tinggi dan ICP
rendah. Meskipun ada peingkatan volume, hampir tidak ada peningkatan dari ICP (CSF
dan CBV menyerap peningkatan dari volume)
- Tahap transisi (tahap 2): tahap ini ditandai dengan komplians rendah dan ICP rendah,
tetapi terakhir ICP mulai meningkat perlahan
- Tahap naik (tahap 3): tahap komplians rendah atau nol dan ICP tinggi (dekompensasi
awal). Mekanisme kompensasi berhenti dan perubahan kecil dari volume menimbulkan
peningkatan tekanan yang besar

11
Gambar 3. Hubungan tekanan intrakranial dan volume.6

Kurva ICP-IV menunjukkan perubahan tekanan yang besar ditimbulkan oleh peningkatan
kecil pada IV. Karena distensibilitas otak dan kapasitas buffer, perubahan volume akan
memberikan peningkatan sepuluh kali lipat pada nilai numerik ICP. Ini terlihat pada intracranial
pressure-volume index (PVI). Karena itu, PVI >18 ml menunjukkan resiko rendah dari hipertensi
intrakranial, sedangkan PVI <13 ml menunjukan nilai ICP yang tidak dapat diolah. Dalam
praktik klinis, peningkatan volume yang menimbulkan peningkatan ICP lebih dari 25 mmHg
dianggap dimulainya tahap dekompensasi.9

Metode Pemantauan

Metode standar untuk memonitor ICP terdiri dari penempatan kateter dalam sistem
ventrikel. Sistem ini juga memungkinkan penanganan dari ICP tinggi dengan mengurangi CSF.
Beberapa perangkat saat ini tersedia, dengan lokasi intrakranial yang berbeda dan menggunakan
tip tranduser yang berbeda.

Indikasi paling jelas untuk memantau ICP adalah hipertensi intrakranial berat (Glasgow
Coma Scale ≤ 8). Pasien yang mendapatkan manfaat dari pemantauan ICP adalah mereka yang
beresiko hipertensi intrakranial seperti dibawah ini:10

12
1. Pasien dengan CT scan kranial yang patologis, kecuali untuk individu dengan lesi difus
aksonal memiliki resiko hipertensi intrakranial yang sangat rendah
2. Ketika 2 dari kondisi berikut terpenuhi:
- Usia >40 tahun
- Postur deserebrasi unilateral dan bilateral
- Kelainan pupil

Hanya 13% dari pasien dengan hipertensi intrakranial dan CT scan kranial tidak
menunjukkan lesi yang terjadi peningkatan ICP yang memerlukan pengobatan. Kenyataannya,
pada pasien ini, pemeriksaan CT scan kranial harus diulang dalam 8 jam berikutnya.

Pasien yang membutuhkan sedasi untuk alasan yang tidak berhubungan dengan otak, atau
mereka yang berpontesi menyebabkan hipertensi intrakranial (trauma tertutup pada perut
mengakibatkan hipertensi perut, distress pernafasan berat yang membutuhkan ekstrinsik tekanan
akhir ekspirasi positif (PEEP), dll) juga bisa mendapat manfaat dari pemantauan ICP.

Gambar 4. Patofisiologi dari tekanan intrakranial.11

Etiologi Peningkatan TIK

13
Peningkatan volume kompartemen intrakranial yang progresif dapat menyebabkan
peningkatan TIK/hipertensi intrakranial. Peningkatan TIK merupakan kasus emergensi dimana
cedera otak irreversibel atau kematian dapat dihindari dengan intervensi tepat pada waktunya.
Mekanisme umum dan penyebab hipertensi intrakranial adalah sebagai berikut:12

1. Edema otak dengan berbagai sebab mengakibatkan peningkatan jumlah air di parenkim otak.
Ada berbagai macam penyebab edema otak bergantung pada mekanisme patofisiologi yang
mendasarinya meliputi :

a. Edema sitotoksik : edema intraseluler, biasanya disebabkan oleh transpor ion dan
cairan di seluler terganggu sebagai akibat dari gangguan metabolisme

b. Edema vasogenik : edema ekstraseluler sekunder karena peningkatan permeabilitas


sawar darah otak

c. Edema interstisial : edema jaringan karena adanya perbedaan osmotik antara plasma
dan jaringan otak

2. Peningkatan CBV (cerebral blood volume) disebabkan karena inflow dan outflow tidak
sebanding, seperti:

a. Menurunnya outflow vena : obstruksi mekanis pada struktur vena intrakranial atau
ekstrakranial, posisi kepala dibawah (head-down), obtruksi ventilasi, collar neck yang
ketat.

b. Peningkatan CBF (cerebral blood flow) : hilangnya autoregulasi vaskular pada CPP
rendah atau tinggi, peningkatan PaCO2, hipoksia.

3. Peningkatan volume cairan serebrospinal intrakranial (hidrosefalus). Penyebab umum


peningkatan volume cairan serebrospinal adalah :

a. Menurunnya absorbsi cairan serebrospinal di villi arakhnoidalis, dikenal dengan


hidrosefalus komunikan (perdarahan subarakhnoid, infeksi)

b. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal, dikenal dengan hidrosefalus obstruktif


(neoplasma, perdarahan spontan dan trauma, infeksi)

14
c. Peningkatan jumlah produksi (meningitis, tumor pleksus khoroid)

4. Massa intra dan ekstra aksial menyebabkan peningkatan TIK karena langsung meningkatkan
volume intrakranial. Beberapa penyebab umum meliputi :

a. Neoplasma

b. Perdarahan

c. Trauma (hematom intraserebral, epidural, dan subdural, kontusio, higroma)

d. Infeksi (abses, empiema subdural)

Tabel 1. Penyebab peningkatan tekanan intrakranial13

Gejala Peningkatan TIK

Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK :12

1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi
karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala yang berat
pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.

2. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.

15
3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang
berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis yang baik
untuk hipertensi intrakranial.

4. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah,


iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik.

5. Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan
gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekuensi kejang akan
meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya
terlihat pada stadium yang lebih lanjut

6. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran


jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tandatanda umum Cushing’s triad
(hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu melokalisasi
level cedera.

Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena
perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma, onset yang bertahap karena tumor, hidrosefalus yang
sudah lama, atau abses. Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya berat badan, merokok,
penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit iskemik dapat berguna dalam
mencari etiologi.

Manajemen Peningkatan TIK

Hipertensi intrakranial adalah besarnya TIK >15 mmHg. Sedangkan literatur lain
hipertensi intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan TIK > 20 mmHg dan menetap lebih
dari 20 menit. Peningkatan progresif dari batas ini atau TIK yang terus menerus >20 mmHg,
disarankan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan. Peningkatan progresif dari TIK dapat
mengindikasikan memburuknya hemoragik/hematom, edema, hidrosefalus, atau kombinasinya
dan merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan CTscan. Peningkatan terus menerus TIK
akan memperparah resiko terjadinya cedera sekunder (komplikasi) berupa iskemik dan
herniasi.2,6

16
Penanganan konvensional:

- Elevasi kepala dan mencegah terjadinya obstruksi vena


- Peningkatan MAP (jika perlu) Pa CO2 30-35 mmHg, atau 25-30 mmHg jika terdapat
tanda-tanda herniasi.
- Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan
penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang rendah)
akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen,
sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila
hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini
justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian
strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan
sampai turun dibawah 30%.2,6
- Manitol 0,5 – 1,0 g/kg tiap 6 jam (jika perlu). Terapi osmotik menarik air ke ruang
intravaskuler, baik mannitol maupun salin hipertonik memiliki manfaat dalam
menurunkan viskositas darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah.
a. Salin hipertonik : loading dose 30 ml salin 3% diberikan dalam 10- 20 menit melalui
CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155
mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan
edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema
rebound. 2,6
b. Mannitol 20% (dosis 0,5-1,0 gr/kg) : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis
pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm.
Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi
terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam. Mekanisme
mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih kontroversial,
tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut:2,6
1. Menurunkan TIK :
a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah
dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan
TIK dalam beberapa menit.

17
b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema
cairan dari parenkim otak.

2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah. Namun, ada


beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu sebagai
berikut :

a. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi


sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak.
Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering) untuk
mencegah rebound TIK.

b. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan


jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana dapat
mencetuskan herniasi daripada mencegahnya.

c. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut


khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-
obatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya.

- Ventrikulostomi untuk drainase LCS


- Pemberian obat sedasi dengan opiate, benzodiazepine dan / atau propofol
- Penyesuaian kadar PEEP
- Mempertahankan normovolemia, awasi CVP

Penanganan agresif (pada pasien yang gagal dengan penanganan konvensional):

- Induksi hipotermi pada 33-340 C Supresi EEG maksimal dengan induksi propofol atau
barbiturate
- Hiperventilasi PaCO2 20-25 mmHg. Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis
respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan
vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK.
Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg.
Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%. Tindakan hiperventilasi
merupakan tindakan yang efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan

18
menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam keadaan
emergensi saja. Pemberian larutan salin hipertonik (3% atau 7,5% 25-50 ml/jam);
monitor kadar natrium. Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma
sehingga akan terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan
lisisnya sel-sel neuron.2,6

Penanganan ekstrim:

- Kraniektomi dekompresi. Dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap


terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.
- Eksisi jaringan infark (lobektomi)

Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga
agar CPP > 60 - 70 mmHg, menghindari hipoksia (PaO2 < 60 mmHg) dengan mengoptimalkan
oksigenasi (saturasi O2 >94% atau PaO2 >80 mmHg) dan menghindari hipotensi (tekanan darah
sistol ≤ 90 mmHg).13

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolfe TJ, Torbey MT. Management of intracranial pressure. Curr Neuro Neurosci
Reports 2009;9:477-85.
2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Neurophysiology & Anesthesia, in Clinical
Anesthesiologi. 4th ed. USA : 2006
3. Timofeev I. The Intracranial Compartement and Intracranial Pressure in Essentials of
Neuroanasthesia and Neurointensive Care. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2008; 26-30.
4. Moore, Keith L dan A. M. R. Agur. Clinically Oriented Anatomy. Philladhelpia:
Lippincott Williams & Wilkins. 2013.
5. Tortora, Gerard.J, and Derrickson, B. Principles Of Anatomy And Physiology – 12th ed.
USA: John Wiley & Sons, Inc.2009.
6. Mayer SA, Chong JY. Critical care management of increased intracranial pressure. J
Intensive Care Med 2002;17:55-67.
7. Nakagawa K, Smith WS. Evaluation and management of increased intracranial pressure.
Continuum Lifelong Learning Neurol 2011;17(5):1077-93.
8. Anonymous. Guidelines for the management of severe traumatic brain injury. VIII.
Intracranial pressure thresholds. J Neurotrauma. 2007;24:S55—8.
9. Torbey MT, Bhardwaj A. Cerebral blood flow physiology and monitoring. In: Suárez JI,
editor. Critical care neurology and neurosurgery. New Jersey: Human Press; 2004. p.23
—37.

20
10. Cremer OL, van Dijk GW, van Wensen E, Brekelmans GJ, Moons KG, Leenen LP, et al.
Effect of intracranial pressure monitoring and targeted intensive care on functional
outcome after severe head injury. Crit Care Med. 2005;33:2207—13.
11. Drummond JC, Patel PM. Neurosurgical anesthesia, in: Miller’s Anesthesia. Seventh
Edition, ed. Ronald DM, Elsevier : 2010
12. Seubert C N, Mahla M E, Neurologic Monitoring, In : Miller’s Anesthesia
Seventh Edition, ed. Ronald D M, Elsevier : 2010.
13. Mark S Greenberg. Intracranial Pressure in Handbook of Neurosurgery. 6th ed. Thieme.
New York. 2006; 647-663

21

Anda mungkin juga menyukai