Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. BENTENG SUROSOWAN

Sebenarnya tak banyak yang bisa saya sampaikan mengenai sisa peninggalan
dari benteng dan keraton surosowan ini karena mengingat waktu itu keterbatasan
waktu kunjungan yang tentunya tidak bisa berlama-lama karena terhalang kegitan
perkuliahan juga penyampaian sejarahnya yang terlampau singkat ditambah daya
ingat saya yanga terbilang buruk karenanya jika hanya melalu proses mendengar
tanpa adanya waktu leluasa untuk berdiskusi saya gampang terlupa, namun mungkin
disini saya tidak akan membahas banyak mengenai sejarah dari surosowan itu sendiri
karena hal itu mudah saja bisa diakses di internet dan juga beberapa buku yang
khusus membahas masalah kebantenan wlaupun amat disayangkan sampai saat ini
tulisan mengenai sejarah kebantenan khususnya surosowan itu sendiri terbilang
sedikit sehingga hal ini menjadi terbatsanya literatur yang ada apabila ingin mengenai
segala seluk beluk mengenai kebantenan terutama sisa peninggalan kesultanan di
Banten ini. Kebanyakan memang buku-buku yang ada alebih menitik beratkan padda
sejarah keislamannya saja dan bagaimana awal mula berdirinya kesultanan Banten
yang dulunya bernama “Kemaulanaan” karena memang islam dan kesultanan Banten
ini tidak bisa dipisahkan, Kesultanan Banten ini tergolong uniik memang karena
justru orang yang mendirikannya bukan asli orang banten sendiri yaitu Sultan
Maulana Hasanudin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Djati dari kerajaan
kediri yang merupakan salah satu dari kesembilan wali sembilan atau yang kita kenal
sebagai wali songo, bahkan Sunan Gunung Djati ini merupakan anak dari Nyai Rara
Santang (Syarifah Muda’im) yang juga merupakan anak dari Raja Padjajaran yang
terkenal yaitu Prabu Siliwangi, namun yang akan saya coba bahas disini adalah

1
terkait dari sejarah kesultanan Banten itu sendiri dengan nama Keartonnya
Surosowan yang mana terdiri dari kata Suro (tempat berkumpul, tempat ibadah,
mushola dsb) dan Sowan (saling bertemu atau bersilaturahmi), jadi bisa dikatakan
bahwa Surosowan ini merupakan tempat berkumpul untuk bermusyawarah dalam
rangka menjalankan segala proses roda pemerintahan pada waktu itu. Kesultana
Banten ini awalnya didirikan semata-mata untuk proses penyebaran agama islam
yang dibawa oleh Sultan Maulana Hasanudin, hal ini pulala yang kemudian menjadi
ciri khas karakter dari orang Banten itu sendiri yaitu bersifat terbuka dalam
menyambut dan menerima orang asing atau diluar daerah Banten walaupun memang
jelas pada waktu itu belum ada daerah Banten karena Banten itu sendiri merupakan
Provinsi termuda yang merupakan bagian dari jawa barat namun pada tahun 2000
memisahkan diri dan menjadi Provinsi yang mandiri. Kembali lagi kepada
Kesultanan Banten tadi, yang mana selain terbuka orang Banten juga mempunyai
karakter teguh dan pantang menyerah hal ini bisa dilihat dari sisa peninggalan
benteng Surosowan yang sekarang sudah runtuh dan hanya menyisakan puing-puing
dari sisa kejayaan masalalu yang mana ketika masa penjajahan kolonial Belanda yang
pada waktu itu juga menguasai daerah Banten ketika Kesultanan Banten dipimpin
oleh Sultannya yang terkenal dan mengalami masa kejayaan semasa
kepemimpinannya yang bahkan namanya dinisbatkkan menjadi nama perguruan
tinggi negeri di Banten yaitu Sultan Ageng Tirtayasa, Karena Sultan Ageng Tirtayasa
tidak mau menyerah terhadap Belanda yang pada waktu itu di pimpin oleh Daendles
sehingga akhirnya Surosowan itu dibumi hanguskan sebagai bentuk dari sikap
perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa. Mengingat pada waktu itu memang sedang
terjadi perpecahan di internak kersultanan itu sendiri sehingga memudahkan Belanda
untuk mengadu domba dengan menggunakan politik devid et impera akibat perebutan
kekuasaan. Namun sejarah menatat dibawah kepemimpinan Sultan ageng Tirtayasa
Kesultanan Banten mengalami kejayaan bahkan daerah kekuasannyanya pun
menakup Provinsi Lampung karena mengingat pada waktu itu Banten merupakan
salah satu daerah pengahsil rempah-rempah terbaik di Nusantara.

2
Jadi selama saya dan kawan-kawan lain mengunjungi sisa reruntuhan benteng dan
keraton Surosowan disitu pemandangan yang saya temui adalah aset sejarah yang
tidak terawat dan terbengkalai padahal jika pemerintah dan dinas terkait serius
menjaga kekayaan sejarah tersebut akan menjadi destinasi wisata yang luar biasa
namun sayang malah oleh masyarakat sekitar sendiri disalah gunakan menjadi tempat
tongkrongan anak-anak muda yang tidak seharusnya, walaupun banyak masyarakat
dari luar daerah Banten yang berkuunjung namun mereka lebih tertarik untuk
melakuan wisata keagamaan saja yaitu dengan ziarah kemakam Sultan, yang lagai-
lagi juga sekarang berubah fungsi menjadi mata pencaharian yang tidak seharusnya.
Sedikit saya mengamati sisa benteng tersebut yang walaupun banyak ditumbuhi
ilalang disana-sini tapi tidak mengurangi keindahan dari sisa kejayaan masalalu
tersebut yang masih kokoh walau termakan usia dan juga disekelilingnya terdapat
aliran air yang mana padda waktu itu digunakan sebagai pengairan dan juga agar
udara disekitar kearaton lebih sejuk.

B. BENTENG SPEELWIJK

Untuk benteng Spelwijk ini sebenarnya saya lebih buta lagi karean yaitu tadi daya
ingat saya mengenai penjelasan dosen saya begitu buruk ditambah memang tidak
terlalu banyak juga yang bisa saya catat selain bahwa tidak jauh berbeda dengan
benteng Surosowan bahwa Spelwijk juga merupakan sisa dari peninggalan di zaman
kolonial hanya saja yang membedakan dengan Surrosowan benteng spelwijk ini lebih
dekat kearah laut didirikan sekitar tahun 1680-an yang sekelilingnya dikelilingi parit
kurang lebih setinggi sepuluh meter yang konon katanya dibangun oleh orang
tionghoa sehingga tak heran jika di depan benteng tersebut juga terdapat vihara
Avalkitesvara. Selain itu juga ditiap sisinya terdapat ruang yang berguna untuk
mengintai, dan satu lagi yang menarik bahwa enteng speelwijk ini tidak seperti
benteng surosowan yang mana dipagari benteng speelwijk ini terbuka lebar bagi para

3
pengunjung yang ingin menjelajahinya. Jalan menuju ke benteng speelwijk ini
melewati sungai yang sekarang tampak begitu padat dan hamoir seperti daratan biasa
padahal menurut warga sekitar dulu pernah ada pengerukan sebanyak tiga kaali
namun nampaknya sekarang hal itu tidak berfungsi lagi. Masih menurut warga dulu
disekitar benteng tersebut masih banyak sisa-sia peninggalan meriam namun sekrang
sudah tidak ada satupun entah karena dibawa ke musium atau malah oleh orang tak
bertanggung jawab diambil lalu dijual, sekali lagi saya merasa miris dengan
masyarakat banten ini yang begitu kurang akan kesadaran dalam menjaga aset budaya
dan sejarah lokal dan daerahnya sendiri. Selain itu juga ketika saya turun kebawah
saya dan kawan-kawan menemukan sebuah kuburang orang-orang belanda yang
sayangnya ditembok kuburannya tidak terantu siapakah nama dari orang belanda
tersebut, dan lagi-lagi kejadian yang sama saya temui dibenteng ini seperti ketika
mengunjungi benteng surosowan yaitu banyaknya anak-anak muda yang nongkrong
bukan dalam keadaan kunjungan kegiatan sekolah atau kampus, dan nampaknya
warga sekitar seakan membiarkan hal tersebut dan seperti sudah menjadi kebiaaan
seharusnya lagi-lagi pemerintah harus membuat suatu peraturan bukan saja untuk
merawat cagar budaya atau peninggalan sejarah banten saja tapi juga sekaligus
sebagai alat kontrol sosial masayarakat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di
inginkan.

C. Manfaat Kunjungan

Selain memberikan pemahaman dan pengetahuan yang lebih penting lagi adalah
memberikan kesadaran kepada kita akan betapa pentingnya menjaga dan merawat
khazanah budaya dan sejarah sebagai salah satu kearifan lokal bukan hanya untuk
dikenang tapi juga sebagai tolak ukur di masa sekarang dan menjadikannya
pembelajaran di masa mendatang, apalagi hal ini juga sebagai salah satu metode yang
tepat bahwa tidak melulu pelajaran atau mata kuliah yang berkiatan dengan sejarah

4
itu harus selalu dikelas mendengakan guru atau sehingga enderung membuat kantuk
dan menjemukan.

Anda mungkin juga menyukai