A. Latar Belakang
Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah)
dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya
tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu
(Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang
memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada
manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan
hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka
memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan
ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya.
Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah
sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.
Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah
bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu
tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah
mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara
golongan yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan
ibadah ghoiru mahdhoh.
Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan
kesimpulan yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang
terpelajar menyikapinya?
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah.
Sebagai berikut :
1. Bagaimana Penafsiran dari Surat Luqman Ayat 13 – 17 dan 22 – 23, Surat Al-Zariyat ayat
56 dan Al-Bayyinah ayat 5 menurut beberapa tafsir.
C. Tujuan
1. Untuk mempelajari tentang penafsiran dari para mufassir terhadap Surat Luqman
Ayat 13 – 17 dan 22 – 23, Adz-Dzariyat ayat 56 dan Al-Bayyinah ayat 5.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surat Luqman Ayat 13 – 17
Artinya:
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun [1]. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu
1. Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua
tahun.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
1. Tafsir
a. Surat Luqman ayat 13
Asbabun Nuzul Surat Al-Luqman ayat 13
Ketika ayat ke-82 dari surat Al-An’am diturunkan,para sahabat merasa keberatan.
Maka mereka datang menghadap Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai Rasulullah,
siapakah diantara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan
zalim ?”.Jawab beliau “ Bukan begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan wasiat Lukman
Hakim kepada anaknya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. ( 2 )
( HR.Bukhori dari Abdillah )
Makna Ayat
Surat Al Luqman adalah termasuk surat Makkiyah, terdiri dari 34 ayat, surat ini
diturunkan setelah surat Ash – Shaffat.
Luqman adalah seorang yang Sholeh dan memiliki akhlaq yang mulia, yaitu akhlaq
yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya diabadikan oleh Allah dalam salah
satu surat di dalam Al Qur an, yakni surat ke 31.
Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan pelajaran kepada kita akan kesholehan
Luqman dalam memberikan nasehat kepada anaknya, yakni nasehat yang mengandung unsur
“keilmuan” yang mendalam, “keihklasan” yang suci dan “kecintaan”yang tinggi.
atau anak.” Beliau menafsirkan عَظِ ي ٌم ظ ْل ٌم َ ْإِنَّ ال ِّشر dengan menyatakan, “Perbuatan
ُ ك َل
syirik merupakan sesuatu yang buruk dan tindak kezaliman yang nyata. Karena itu, siapa saja
yang menyerupakan antara Khalik dengan makhluk, tanpa ragu-ragu, orang tersebut bisa
dipastikan masuk ke dalam golongan manusia yang paling bodoh. Sebab, perbuatan syirik
menjauhkan seseorang dari akal sehat dari hikmah sehingga pantas digolongkan ke dalam
sifat zalim, bahkan pantas disertakan dengan binatang.
ُ َيع terambil dari kata عظو yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan
Kata ِظ ُه
dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikan sebagai ucapan yang
mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini yakni tidak membentak, tetapi
penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesra kepada anak.
Sedangkan ulama memahami kata و9 عظ dalam arti ucapan yang mengandung
peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak
Luqman itu adalah seorang musyrik, sehingga sang ayah menyandang hikmah it uterus
menerus menasihatinya sampai akhirnya sang anak mengakui Tauhid.[3]
Kata َّ ُب َني adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya
dalah ابني ibny,dari kata ا9بن ibn yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan
kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat diatas sumber isyarat bahwa mendidik
hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
Pada ayat 13 diperintahkan untuk merenungkan anugrah Allah kepada Luqman itu
dan serta mengingatkan kepada orang lain. Ayat ini berbunyi :
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya dalam keadaan pada saat ke
saat menasihatinya bahwa wahai anakku sayang! Janganlah engkau mempersekutukan Allah
dengan apapun, dan jangan juga mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir
maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun tersembunyi adalah syirik yakni
mempersekutukan Allah.[4]
Luqman menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum
melaksanakan yang baik. Memang “ At-takhiyah muqaddamun ‘ala at-tabliyah”
(menyingkirkan keburukan lebih utama dari pada menyandang perhiasan).[5] Dari ayat ini
pula dapat dipahami bahwa antara kewajiban orang tua kepada anak-anaknya adalah member
nasihat dan didikan. Orang tua harus memperhatikan pendidikan bagi anak-anaknya. Orang
tua tidak boleh menganggap cukup apabila telah menyediakan segala kebutuhan fisik seperti
sandang, pangan, papan, kesehatan dan kesenangan lahiriyah lainnya. Justru yang lebih
penting adalah memperhatikan kebutuhan rohani berupa pendidikan agama maupun
pendidikan keilmuan lainya dan keterampilan.
Tidak ada satu pun ungkapan lain yang dapat menggambarkan tentang ketelitian dan
keluasan ilmu Allah yang meliputi segalanya, tentang kekuasaan Allah, dan tentang hisab
yang teliti dan timbangan yang adil melebihi gambaran yang dilukiskan oleh ungkapan ayat
16 surat Luqman ini. Inilah salah satu keistimewaan al-Qur’an sebagai mukjizat, dimana
susunannya sangat indah dan
sentuhannya sangat dalam.(9)
Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila mereka telah berusia tujuh tahun., dan
pukullah mereka jika meninggalkannya bila mereka telah berusia sepuluh tahun dan
pisahkanlah tempat tidur mereka. (H.R. Ahmad dan Abu Daud)51
Atinya:
22. Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya
kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
23. Dan barangsiapa kafir maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada
Kami-lah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka
kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
1. Tafsir
a. Surat Luqman ayat 22
Menurut ayat diatas mempunyai maksud bahwa seorang hamba dalam
penghambaannya menyerahkan segala urusan kepada Allah. Dan dalam melakukan segala
ibadah berdasarkan karena Allah semata.
Seorang hamba yang melakukan kebaikan dikarenakan mencari ridho Allah, maka
berarti hamba tersebut berpegang pada aturan-aturan yang berlaku dalam hokum Islam.
Sedang yang
dimaksud “buhul Tali” di sini dimaksudkan adalah agama Islam yang memang satu-satunya
Agama yang diridhoi oleh Allah. Dan segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
hanyalah akan terjadi karena izin Allah Swt.
Asbabun Nuzul
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam,
Dia memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud kepadanya,
bukan dengan tujuan mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka.
Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka
bahwa Dia akan menjadikan seorang hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan
mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakan di muka
bumi dan menumpahkan darah di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci mengalami
kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya, namun
mengapa khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari mereka? Apa rahasia hal tersebut,
dan apa hikmah Allah dalam masalah ini? Kebingungan melaikat dan keinginan mereka
untuk mendapatkan kemuliaan sebagai khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka tentang
penghormatan Adam dengannya, dan masih banyak segudang pertanyaan yang tersimpan
dalam diri mereka. Namun Allah SWT segera menepis keraguan mereka dan kebingungan
mereka, dan membawa mereka menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. al-
Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para
malaikat, yang karenanya mereka dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak
Allah. Kita tidak membayangkan terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat
sebagai bentuk pengultusan terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-Nya.
Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan dengan
keinginan mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah SWT
memberitahu mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat
mulia di alam wujud, namun khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal itu. Ia
membutuhkan karakter yang lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan lumrah
baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dialog yang terjadi dalam jiwa para
malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini layak bagi para
malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab, meskipun kedekatan
mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya serta penghormatan-Nya
kepada mereka, semua itu tidak menghilangkan kedudukan mereka sebagai hamba Allah
SWT di mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya yang tersembunyi,
serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan
sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah
ciptaan baru, di mana dia berbeda dengan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan
Allah, dan dia pun berbeda dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di
dalamnya yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya Nabi
Adam akan menjadi ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang tinggi
yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:[17]
Para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka
bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di
17. Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahannya. CV. Pustaka Agung Harapan.
Surabaya : 2006.
dalamnya, para malaikat harus bersujud kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud
tersebut adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya
diperuntukkan kepada Allah SWT.[18]
Ayat di atas menyatakan “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia” untuk satu
manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan
atau kesudahan aktivitas mereka adalah beribadah kepada-Ku.
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah).
Ibadah murni adalah iabadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya
seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah segala
aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktivitas manusia
dilakukannya karena Allah semata, yakni sesuai dan sejalan dengan tuntunan petunjuk-Nya.
[19]
Dengan demikian ibadah yang dimaksud di sini lebih luas jangkauan maknanya
daripada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan termasuk dalam makna ibadah dan
dengan demikian hakikat dari ibadah mencakup dua hal pokok, yaitu:
18. M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Volume 15. Penerbit Lentera Hati. Jakarta : 2009
19. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Volume 13. Penerbit Lentera Hati. Jakarta : 2009.
1. Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insane.
Kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada Tuhan, hamba yang patuh dan
Tuhan yang disembah (dipatuhi), tidak selainnya. Tidak ada dalam wujud ini kecuali
satu Tuhan dan selain-Nya adalah hamba-hamba-Nya.
2. Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan
dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus,
melepaskan diri dari segala perasaaan yang lain dan dari segala makna penghambaan
diri kepada Allah. Dengan demikian, terlaksana makna ibadah. Dan menjadilah setiap
amal bagaikan ibadah ritual dan setiap ibadah ritual serupa dengan memakmurkan
bumi, memakmurkan bumi serupa dengan jihad di jalan Allah dan jihad seperti
kesabaran menghadapi kesulitan dan ridha menerima ketetapan-Nya, semua itu adalah
ibadah, semuanya adalah pelaksanaan tugas pertama dari penciptaan Allah terhadap
jin dan manusia dan semua merupakan ketundukan ketetapan Ilahi yang berlaku
umum yakni ketundukan segala sesuatu kepada Allah bukan kepada selain-Nya.[20]
D. Surat Al – Bayyinah ayat 5
Artinya:”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus”.
Ayat ini menjelaskan tentang sikap Ahli Kitab dan kaum musyrikin itu adalah bahwa
mereka enggan percaya serta berselisih satu sama lain padahal mereka tidak
diperintahkan, yakni tidak dibebai tugas, baik yang terdapat dalam kitab-kitab yang lurus itu
maupun melalui Rasul yang menyampaikannya, juga dalam kitab-kitab suci disampaikan
oleh nabi-nabi yang mereka imani,kecuali supaya mereka menyembah, yakni beribadah
kepada Allah yang Maha Esa denganmemurnikan secara bulat untuk-Nya semata-
mata ketaatan sehingga tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan sedikit
persekutuan pun dalam menjalankan agama lagi bersikap
20. M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Qur’an. Mizan Media Utama. Bandung : 2001.
secara lurus secara mantap dengan selalu cenderung kepada kebajikan dan juga mereka
diperintahkan supaya mereka melaksanakan shalat secara baik dan bersinambung dan
menunaikan zakat secara sempurna sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, dan yang
demikian itulah agama yang sangat lurus bukan seperti yang selama ini mereka lakukan.
pada ayat ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan
kecuali untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah untuk
kebaikan dunia dan agama mereka, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang
berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada Allah dan membersihkan amal perbuatan
dari syirik serta mematuhi agama Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran
kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlaskan ibadat kepada Allah SWT.
Ayat ini menjelaskan ayat sebelumnya bahwa mengapa mereka berpecah belah
setelah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam datang kepada mereka? bukankah dia adalah
Rasul yang mereka tunggu-tunggu? Padahal (sebenarnya) mereka tidak diperintahkan baik di
dalam kitab-kitab
mereka dan seruan para Rasul mereka, maupun di dalam al- Qur’an dan seruan Rasûlullâh
shallallâhu ‘alaihi wasallam, kecuali untuk beribadah kepada Allâh Ta’âla semata dan
mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya, dengan meninggalkan semua agama yang mereka
ikuti dan memeluk agama Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan
hati yang tulus dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba
membutuhkan terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan
tetapi perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa
tulus ikhlas kita dalam beramal.
Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan kepada
kebesaran dan kekuasaan Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-
Nya, jika demikian maka ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik
dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya
karena sebatas memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan
bentuk ibadah. Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol.
Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat dan akhlak
orang yang beribadah tersebut.
B. Pelajaran Dalam Ayat
Pentingnya menjaga Tauhid dan kejinya dosa Syirik
Menjelaskan arti hikmah, yaitu bersyukur kepada Allah Swt dengan cara taat dan selalu
ingat
kepadaNya. Dan orang yang bersyukur itu pasti orang memiliki akal sehat
Pentingnya memberi nasehat yang baik, sekaligus memberi solusi (irsyad) kepada siapa
saja
Buruknya dosa musyrik dan jeleknya orang yang memusyrikan Allah Swt
Keharusan taat kepada orang tua dan mempelakukan mereka dengan lembut dan sayang
Pengukuhan pedoman, “ Tidak boleh patuh kepada seseorang jika menyuruh berbuat dosa
kepada
Allah Swt.” Dan ini berlaku kepada orang tua untuk tidak taat atas kemauan mereka
ketika
diperintah melakukan keburukan.
Wajib mengikuti jalan yang benar sesuai Al-Qur’an dan Sunnah dan haramnya mengikuti
jalan yang tidak berdasar kepada kedua pusaka itu
Suatu hal yang menjadi asas dalam ajaran Islam, yaitu mengapa manusia hidup.
Merupakan satu pertanyaan yang memerlukan satu jawaban yang tepan. Karena jika manusia
yang hidup di muka bumi Tuhan ini tidak dapat memberi jawaban yang betul, manusia itu tak
pandai hidup. Mereka sekedar pandai maju, pandai berkebudayaan tapi tak pandai hidup. Jika
manusia gagal hidup di dunia, maka manusia akan gagal hidup di akhirat.
Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah,
termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri,
taat, tunduk, serta menyembah hanya kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai
khalifah di muka bumi (fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba
yaitu menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah
karena sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abu Zakariyya, Ayusarutl at-Tafasir, Syeikh Al-Jazairi
2. Abdurahman As-Sa’di, Taysirul Karim ar-Rahman
3. Mustapha al-Adawi, At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil
4. Az-Zamakhsyari, Al-Kasyaf
5. Ibnu Jarir ath-Thabari, Tafsir Thabari Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an
6. Syeikh Muatawali Asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi
7. Prof. Dr. Wahbah Zuhayli, Tafsir al-Wasith
8. Dr. Hikmat Ibn Yasin, Tafsir as-Sahih
9. Dr. Muhammad Thayib Ibrahim, I’rabul Qur’an
10. A.Mudjab Mahali,2002,Asbabun Nuzul : studi pendalaman Al-quran surat Al-
Baqarah- Annas,Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,halm : 660
11. Tafsir Al-Maragi,Ahmad Mustafa Al Maragi,1993,semarang:CV Toha putra,halm 152-
154.
12. Shihab, M. Quraish, Logika Agama Kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal Dalam
Islam, Jakarta : Lentera Hati, 2005
13. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003,halm : 121
14. Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jakarta, 2000
15. Departemen agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan Al-Jumanatul 'Ali, Bandung: CV
penerbit ART, 2005