Anda di halaman 1dari 15

KERANGKA BERFIKIR KALAM KONTEPOLER

HASAN HANAFI

MAKALAH

Disusun Dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah: Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi,S.Ag, M.S.I

Oleh:

1. Aviana Lestari (1323301091) 6. Restu Setiawan (1522401078)


2. Yohan Abdurahman (1323301070) 7. Rizal Abdul Ghani (1522401081)
3. Eli Puji Astuti (1522401055) 8. Siti Maryati (1522401083)
4. Ferisia Apriliani (1522401057) 9. Yusuf Al-Ikhwan (1522401091)
5. Nur Fatimah (1522401076) 10.Restu Waskitowati (1522401094)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2016
KERANGKA BERFIKIR KALAM KONTEMPORER HASAN HANAFI

1
A. PENDAHULUAN
Islam adalah ideologi agama yang muncul untuk peradaban manusia menuju
kepada hidup yang lebih baik (Islam Rahmatan lil ‘alamiin). Persoalan kehidupan
umat Islam semakin komplek seiring berjalannya waktu, dan kemudian dari Islam
mulai banyak lahir pemikir-pemikir garda depan. Para tokoh di kalangan umat
muslim mulai belajar dari bangsa Barat. Berangkat dari hal itul dimulailah
peradaban “pemikiran modern” di kalangan masyarakat muslim.
Masa Modernisme masyarakat muslim bermula semenjak bangsa Barat
mulai melakukan penetrasi ataupun asimilasi militer, kultural, dan intelektual di
berbagai kawasan muslim, dengan mengandung unsur fenomena epistemologi dan
sosiologis semacam rasionalisme, antroposentris dan bahkan sekularisme yang
bersumber dari barat. Perkembangan baru yang diakibatkan oleh persentuhan
dengan budaya Barat yang mengakibatkan umat Islam tersisih pada sendi-sendi
keterbelakangan.
Kemudian para tokoh pemikir Islam mulai memposisikan dirinya sebagai
pencerah untuk peradaban Islam di masa depan, mereka membawa misi untuk
menuntaskan keterbelkangan umat Islam yang tengah terjadi. Pemikiran Modern
muncul atas akibat dari adanya penafsiran baru atas ayat al-Qur’an dan hadist nabi
yang coba di sesuaikan dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan yang di bawa bangsa Barat. Wacana pemikiran tokoh Islam ada yang
mencoba menggagas pemikiran bebas dengan melepaskan diri dari ikatan nash
seperti yang di gagas oleh Hasan Hanafi.
Tokoh intelektual yang akan kita bahas dalam makalah ini yakni tentang
Hasan Hanafi tampil sebagai tokoh reformis untuk membebaskan masyarakat
muslim dari keterbelakangan dan determinasi baik dalam internal dan eksternal.
Dan upaya tokoh tersebut di implikasikan dalam peradaban masyarakat muslim
yang lebih progresif, kita sebagi generasi muslim, haruslah mampu mempunyai
pemikiran yang kritis untuk menganalisis permasalahan umat yang kian hari
semakin rumit, apalagi di dunia global yang penuh dengan hegemoni teknologi
dan adab dari barat kita haruslah benar-benar teliti dengan keadaan umat saat ini.

2
Jangan sampai bangsa jahiliyah terulang lagi di kehidupan kedepan. Menurut
kami penting untuk mempelajari pemikiran Hasan Hanafi sebagai pencerahan
intelektual kita.
Dalam makalah ini kami akan mengusung beberapa rumusan masalah yakni,
biografi, karya, pemikiran, serta gerakan reformis dari Hasan Hanafi. Kami
mengusung rumusan masalah tersebut untuk mengembangkan pola pikir serta
sebagai kajian tematik untuk membangun khazanah intelektual muslim menuju
peradaban umat yang lebih baik.

B. PEMIKIRAN KALAM HASANA HANAFI


1. Biografi Hasan Hanafi
Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Febuari 1935 di kairo. Ia berasal dari
keluarga musisi. Pendidikannya diawali pada tahun 1945 dengan menamatkan
pendidikan tingkat dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah
Khalil Agha, Kairo yang diselesaikan selama empat tahun dan mendapat gelar
sarjana filsafat dari Universitas Kairo tahun 1956. Semasa di tsanawiayh, ia
aktif mengikuti diskusi kelompok Ikhwan Al-Muslimin. Oleh karena itu, sejak
kecil ia telah mengetahui pemikiran yang dikembangkan kelompok itu dan
aktivitas sosialnya. Hanafi tertarik juga untuk mempelajari pemikiran Sayyid
Qutub tentang keadilan sosila dalam islam. Ia berkonsentrasi untuk mengalami
pemikiran agama, revolusi, dan perubahan sosial.1
Di waktu-waktu luangnya, Hanafi mengajar di Universitas Kairo dan
beberapa universitas di luar negeri. Ia sempat menjadi Profesor tamu di
Perancis (1969) dan Belgia (1970). Kemudian antara tahun 1971 sampai 1975
ia mengajar di Universitas Temple, Amerika Serikat. Kepergiannya ke
Amerika, berawal dari adanya keberatan pemerintah terhadap aktivitasnya di
Mesir, sehingga ia diberikan dua pilihan apakah ia akan tetap meneruskan
aktivitasnya itu atau pergi ke Amerika Serikat. Pada kenyataannya,
aktivitasnya yang baru di Amerika memberinya kesempatan untuk banyak
menulis tentang dialog antaragama dengan revolusi. Baru setelah kembali dari

1
A.H Ridwan, Reformasi Intelektual Islam, Ittaqa Press, Yogyakarta, 1998, hlm 23

3
Amerika ia mulai menulis tentang pembaruan pemikiran Islam. la kemudian
memulai penulisan buku Al-Turats wa al-Tajdid. Karya ini, saat itu, belum
sempat ia selesaikan karena ia dihadapkan pada gerakan anti-pemerintah
Anwar Sadat yang pro-Barat dan “berkolaborasi” dengan Israel. la terpaksa
harus terlibat untuk membantu menjernihkan situasi melalui ulisan-tulisannya
yang berlangsung antara tahun 1976 hingga 1981. Tulisan-tulisannya itulah
yang kemudian tersusun menjadi buku Al Din wa AI- Tsaurah. Sementara itu,
dari tahun 1980 sampai 1983 ia menjadi profesor tamu di Universitas Tokyo,
tahun 1985 di Emirat Arab. Ia pun diminta untuk merancang berdirinya
Universitas Fes ketika ia mengajar di sana pada tahun-tahun 1983-1984.
Dari sekian banyak tulisan atau karya Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-
Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak
revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema pokok dari
proyek besar Hanafi, karya ini telah memformulasikan satu kecenderunagan
pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama bagi
kesejahteraan umat manusia.2 Selain itu, Hasan Hanafi adalah seorang
intelektual yang dalam dasawarsa terakhir ini nalar kritisnya banyak mewarnai
gerak pemikiran intelektual muda Islam Indonesia. Dan ia adalah pemikir
muslim terkemuka dengan proyek pembangunan peradaban Islam mendatang.3
2. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
Hasan Hanafi di kenal sebagai pemikir dan tokoh pembaharu Kiri Islam,
Hasan Hanafi menulis jurnal Kiri Islam yang hanya pernah terbit sekali pada
Januari 1981 di Kairo, Mesir. Walaupun hanya terbit sekali tetapi khazanah
intelektual Hasan Hanafi terus mencuat dalam peradaban umat sebagai seorang
cendikia intelektual muslim. Menurut Hasan Hanafi khazanah terdiri dari tiga
macam ilmu pengetahuan yakni ilmu-ilmu normatif rasional (ushul fiqih dan
tasawuf), ilmu-ilmu rasional, ilmu normatif tradisional (al-Qur’an dan al-
Hadits).4 Pada awal dasawarsa 1960-an pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh

2
Roshion Anwar, Ilmu Kalam (Pustaka Setia, Bandung, 2001), hlm 233-234
3
Hasan Hanafi, Islamologi 1: Dari Statis ke Anarkis, (Yogyakarta: LKIS, 2013), hlm Viiii
4
M. Chalil, Biografi: Empat Serangkai Imam Madzhab (Jakarta: Bulan Bintang, 1995)
,hlm. 77

4
paham-paham dominan yang berkembang di Mesir, yaitu nasionalistik-
sosialistik populistik yang juga dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme,5
dan oleh situasi nasional yang kurang menguntungkan setelah kekalahan Mesir
dalam perang melawan Israel pada tahun 1967.
Dengan karya intelektual akademis yang luar biasa telah membuktikan
eksisitensi dari seorang Hasan Hanafi, Pemikiran Hasan Hanafi senantiasa
mempresentasikan hubungan dialektis antara subjek diri (al-Anâ) dan yang lain
(al-Âkhar) dalam proses sejarah,6 Hasan Hanafi merupakan seorang reformis
pemikiran yang berusaha mengakumulasikan antara fakta fenomenalogis
dengan metodologi dialektika. Menurut John L.Elposito, Hasan Hanafi
membagi proyek pemikirannya menjadi tiga agenda besar, mengenai sikap
terhadap warisan lama, sikap terhadap warisan barat, dan sikap tehadap
realitas. Pemikiran Hasan Hanafi lebih condong bercorak pada kaum
Mu’tazilah,7 yakni dengan ciri-ciri dalam kritikannya tentang:
a. Teologi Tradisional Dan Teologi Pembebasan
Pemikiran Hanafi sendiri, menurut Isaa J. Boulatta dalam Trends and
lssues in Contemporary Arabs Thought bertumpu pada tiga landasan: tradisi
atau sejarah Islam, metode fenomenologi, dan analisis sosial Marxian.8
Menurut Hasan Hanafi bahwa ilmu teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan,
melainkan suatu produk hasil pemikiran manusia dan teologi terbuka untuk
kritik dan bukan merupakan ilmu yang suci, melainkan ilmu sosial yang
tersusun secara kemanusian, karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu. 9
Melainkan Tuhan tercermin dalam istilah logology.10

5
Lihat, Abdurrahman Wahid, “Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya” dalam Kazuo
Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme: Telaah Kritis Pemikiran Hasan
Hanafi, terj. M. Imam Aziz dan M. Jadul Maula, (Yogjakarta: LkiS, 2007), Cet. Ke-7,hlm. xi.
6
Lihat pengantar Miftah Faqih dalam buku Hasan Hanafi, Islamologi 1: Dari Statis ke
Anarkis, (Yogyakarta: LKiS.2003).hlm. xix
7
Didin Saefudin. Pemikiran Modern dan Post Modern Islam: Biografi Intelektual 17
Tokoh.( Jakarta: PT Grasindo, 2003) hlm. 189
8
Issa J. Boullatta, Hasan Hanafi Terlalu Teoritis Untuk Dipraktekkan, terj: Saiful Mujani,
dalam Islamika, Edisi, I, Juni-Sept, 1993, hlm. 21
9
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar.. Ilmu Kalam untuk IAIN, STAIN, dan PTAIS (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2006). hlm.235
10
Didin Saefudin, Pemikiran, hlm. 193

5
Menurut Hasan Hanafi bahwa akal mampu memecahkan segala
permasalahan kehidupan masusia, karenan akal mampu membedakan antara
yang benar dan salah. Hasan Hanafi secara tegas mengatakan “andaikata ada
kemungkinan pertentangan antara akal dan wahyu, maka akal harus
dimenangkan, sementaraitu teks wahyu harus ditafsirkan sesuai dengan
akal”11, alasannya karenan wahyu tidak akan pernah bertentangan dengan
keputusan rasional. Dalam hal ini wahyu di fungsikan sebagai penolong akal
dan manusia tidaklah harus otomatis tunduk dan patuh pada perintah wahyu
(taqlid buta) melainkan harus dengan kesadaran manusia dan dengan
kehendak bebas serta pemikiran akal. Dalam artian manusia harus
memahami dengan mendalam mengenai perintah Tuhan baru kemudian
melaksanakannya.
Menurut Hasan Hanafi teologi tradisional lahir ketika inti
kepercayaan keislaman mulai di serang oleh wakil dari sekte dan
kebudayaan lama dan di maksudkan untuk mempertahankan doktrin lama
yang telah mengakar. Oleh karena itu, kerangka konseptual masa
permulaan, harus di ubah menjadai konseptual baru yang berasal dari
kebudayaan modern,12 menurut Hasan Hanafi bahwa manusia mempunyai
kehendak bebas untuk menentukan perbuatan dalam hidupnya, menurutnya
bila di kaitkan dengan pembangunan dengan kehendak bebaslah manusia
dapat memperlancar kreatifitas pribumi dan mobilisasi massa tanpa
menuggu bantuan luar atau kehendak Tuhan. Dan manusia pulalah yang
bertanggung jawab atas perbuatannya di dunia ia berpendapat bahwa
kebaikan dan keburukan berasal dari manusia sebagai hasil tindakan-
tindakannya dari akal independen dan kehendak bebasnya.
Kehidupan di dunia akan di gantikan dengan surga dan neraka,
menurut Hasan Hanafi bahwa surga dan neraka tidak abadi dan
nantinyapula akan berakhir karena yang abadi adalah hanya Tuhan yang
Esa. Menurut Hasan Hanafi bahwa tulang belulang manusia akan di
11
Hasan Hanafi, From Faith to Revolution, (dalam Makalah Seminar Lebanon, 1985), hlm.
23
12
A.H. Ridwan, Reformasi, hlm. 15

6
bangkitkan kelak untuk di mintai pertanggung jawaban seperti yang di kutip
Didin Saefudin dengan memperbandingkann pada pemikiran Fazlur
Rahman dan perbandingan buku Major Themes of Quran. Pandangan Hasan
Hanafi tentang adanya Nabi bukanlah sesuatu yang wajib, karena kenabian
itu ada pada masa lalu sebagai alat pendidikan kemanusian untuk
mempercepat derap pembanguan manusia.
Teologi pembebasan Hasan Hanafi mendorong umat islam dalam
melakukan transformasi mendasar dalam kehidupan mereka melalui
pengikisan segala bentuk penindasan dan feodalisme. Menurut Haasan
Hanafi kesengsaran umat muncul dari penindasan dan feodalisme,
sehinggan munculah rekonstruksi pemikiran tradisonal misal dalam hal
tasawuf Hasan Hanafi merubah paradigma penafsiran etika sufi dari
meditasi menyendiri menuju tindakan terbuaka, dari organisasi sufi ke
gerakan sosial politik, dan dari etika individual ke politik sosial. Hampir
setiap bidang pemikiran tradisional di rekontruksi menjadi pemikiran yang
dapat di wujudakan menjadi kemaslahatan kemanusian, dalam makalah
seminarnya di Tokyo (Global Ethics Human Solidarity,1987) bahwa Islam
menjadikan dirinya sebagai sebuah teori sosial politik untuk masyarakat
atau ideologi politik bagi negara.13
Teologi dapat berperan sebagai suatu ideologi pembebasan bagi yang
tertindas atau sebagai suatu pembenaran penjajahan oleh para penindas.
Teologi memberikan fungsi legitimatif bagi setiap perjuangan kepentingan
dari masing-masing lapisan masyarakat yang berbeda. Karena itu, Hanafi
menyimpulkan bahwa tidak ada kebenaran obyektif atau arti yang berdiri
sendiri, terlepas dari keinginan manusiawi. Kebenaran teologi, dengan
demikian, adalah kebenaran korelasional atau, dalam bahasa Hanafi,
persesuaian antara arti naskah asli yang berdiri sendiri dengan kenyataan
obyektif yang selalu berupa nilai-nilai manusiawi yang universal. Sehingga
suatu penafsiran bisa bersifat obyektif, bisa membaca kebenaran obyektif
yang sama pada setiap ruang dan waktu. Rekonstruksi itu bertujuan untuk

13
Didin Saefudin, Pemikiran, hlm. 194

7
mendapatkan keberhasilan duniawi dengan memenuhi harapan-harapan
dunia muslim terhadap kemendekaan, kebebasan, kesamaan sosial,
penyatuan kembali identitas, kemajuan dan mobilisasi massa. Teologi baru
itu harus mengarahkan sasarannya pada manusia sebagai tujuan perkataan
(kalam) dan sebagai analisis percakapan. Karena itu pula harus tersusun
secara kemanusiaan.14

b. Delapan Strategi Perubahan


Hasan Hanafi memandang dirinya sebagai “penyulut obor” bagi
zamanya dalam rangka memberi pencerahan (Renaisance), Hasan Hanafi
merupakan seorang pemikir yang tetap mengedapankan rasio dan aspek
perasaan manusia, pemikirannya mempunyai relevansi dengan jalan
pemikiran manusia, tetapi juga mempertimbangkan kemaslahatan manusia,
aspek rasio (akal) dan konteks tuntutan umat harus menjadi starting point
bagi sebuah pemikiran, Hasan Hanafi menawarkan delapan model
rekonstruksi untuk mengubah keadaan umat untuk menghadapi peradaban
zaman modern yakni: Pertama kepercayaan kepada Tuhan harus di
implementasikan dalam bentuk pengelolaan bumi sebagai sumber
kehidupan manusia (dari Tuhan ke bumi), kedua menurut Hasan Hanafi
bahwa setiap muslim haruslah bisa memanage waktu dan disiplin dalam
menggunakannya, menurutnya keabadian adalah kehidupan pasca dunia,
yang menjadi tujuan akhir setiap pemeluk agama, ketiga dari takdir ke
kehendak bebas (free will) manusia mempunyai kuasa untuk mengatur
kehidupannya, keempat dari otoritas ke akal, akal sama dengan wahyu dan
keduanya sama dengan alam, kelima dari teori ke tindakan, menurut Hasan
Hanafi negara dunia ketiga tidak hanya mengandalakan jargon-jargon dan
slogan mereka, melainkan mereka harus memikirkan pula cara untuk
merealisasikannya, iman tanpa tindakan adalah omong kosong. Keenam dari
kharisma ke partisipasi massa, menurut Hasan Hanafi partisipasi massa juga
penting untuk di pertimbangkan supaya diarahkan menuju pada kesatuan

14
Hasan Hanafi, Pandangan Agama tentang Tanah: Suatu Pendekatan Islam, dalam
Prisma 4, April 1984, hlm. 39-40

8
dan persatuan dengan menganalogikan melalui sholat berjamaah. Ketujuh
dari jiwa ketubuh menurutnya manusia tidak lepas dari kondisi tubuh
dimana masalah kelaparan menjadi fakta sosial yang harus di selesaikan.
Kedelapan dari eskalogi (ilmu tentang akhirat) ke futurologi, setiap manusia
haruslah mempersiapkan diri mengahadapi masa depan dengan sebaik-
baiknya menurut Hasan Hanafi.15

c. Paradigma Kiri Islam


Untuk dapat memahami pengertian kiri dalam pemikiran Hasan
Hanafi, kita perlu mengetahui latar belakang penggunaan istilah kiri. Secara
umum, konsep kiri selalu diartikan secara politis-ideologis yang cenderung
radikal, sosialis, reformis, progresif atau bahkan liberal. Dengan demikian,
secara garis besar kiri selalu menginginkan adanya progresifitas untuk
menolak status quo. Ini pulalah, tampaknya, yang ingin dikembangkan oleh
Hasan Hanafi melalui “kiri Islam”-nya yang dikenalkannya melalui jurnal
Kiri Islam yang terbit untuk yang pertama dan terakhir.Hasan Hanafi
memperkenalkan istilah kiri islam, menurutnya kiri islam adalah penerus
al-‘Urwatul al-Wudsqa dan al-Manar tujuannya adalah menyajikan tulisan-
tulisan keislaman, tulisan-tulisan sekitar perjuangan menentang
kolonialisme dan keterbelakangan, menyerukan kebebasan adan keadilan
sosial, serta penyatuan kaum muslimin dalam blok geografis islam
dimanapun. Hasan Hanafi ingin membangun pan-Islamisme yang gagal di
bangun pada abad ke 19, analisis Jhon Obert Vololl bahwa setiap pemikian
yang muncul di kalangan pemikir muslim memiliki kaitan mistoris dengan
para pendahulunya untuk menghadirkan perubahan dengan cara yang serius
kiri islam di asosiasikan dengan ideologi sosial-komunis namun di
maksudkan sebagai terminlogi akademis, kiri islam berangkat pada
perbedaan yang ada pada umat isalam “yang satu” itu antara yang kaya dan
miskin, kuat dan lemah, yang di tindas dan menindas, yang memilki segala
hal dan yang tidak memiliki apa-apa, orang-orang yang eksis dan yang tidak

15
Didin Saefudin, Pemikiran, hlm. 188

9
eksis.16 Kebangkitan Islam yang di sebut Hasan Hanafi “kiri Islam”, yakni
memiliki tujuan:
a) Menumpas Hegemoni Barat
Hasan Hanafi tampaknya ingin memperlihatkan bahwa Liberalisme
dari Barat memiliki sisi buruk terhadap Islam, hanya melayani
kepentingan kolonial dan kalangan elite serta hanya melibatkan rakyat
dalam proses produksi tanpa adanya pemerataan kesejahteraan. Kritik
Hanafi terhadap Liberalisme tersebut didasari pada kecenderungan
penelitiannya terhadap barat, selain sebagai seorang pemikir modernis
Islam  Hanafi juga dikenal sebagai tokoh oksidentalisme yang meneliti
barat. Bahkan dalam karya monumentalnya yang berjudul Muqaddimah
fi 'Ilmi Istighrab, mengajak umat Islam mengkritisi hegemoni kultural,
politik, dan ekonomi Barat, yang dikemas di balik kajian orientalisme.17
Penerapan modernisasi pada umat Islam berarti sama dengan
mensubordinasikan Islam ke dalam hegemoni Barat. Karena hegemoni
adalah universalisasi atau totalisasi seluruh lapisan dan kelompok
masyarakat hingga menganut satu ideologi tertentu. Maka hegemoni
Barat atas umat Islam berada pada sistem ideologi Barat, yaitu
kapitalisme. Inilah penyebab keterbelakangan umat Islam dewasa ini.
Salah satu ancaman eksternal umat islam adalah kapitalisme yang di
bangun atas landasan perilaku ekonomi bebas, yang di ikuti ersaingan
bebas, laba, dan riba. Kapitalisme akan menumbuhkan nilai-nilai
destruktif dan hedonisme utilitarian yang nantinya akan terjdi
pengelompokan kelas-kelas sosial dan kesenjangan sosial serta
nanatinya akan terjadi pemusatan modal pada satuu pihak. Dalam firman
Alloh SWT QS. al-A’raf: 59.
Beberapa isu utama dalam kiri islam adalah melawan
kolonialisme, kapitalisme, yang mengepung dunia islam luar, serta

16
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme: Telaah Kritis
Pemikiran Hassan Hanafi, terj. M. Imam Aziz dan M. Jadul Maula, (Jogjakarta: LKiS, 2007, Cet.
Ke-7), hlm. 110
17
Kazuo Shimogaki, Kiri, hlm. 179.

10
kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan di dunia islam. Pertanyaan
seperti ini yang coba di jawab Hasan Hanafi,18 dengan membebaskan dan
menudkung gerakan revolusioner kaum tertindas dan tersingkir atas
dominasi kaum penguasa dalam lapisan sosial ekonomi politik, menurut
Hasan Hanafi konteks sosio-politik sekarang sudah berubah. Islam
mengalami berbagai kekalahan di berbagai medan pertempuran
sepanjang periode kolonisasi. Karena itu Hasan Hanafi, mengatakan
kerangka konseptual lama masa-masa permulaan yang berasal dari
kebudayaan klasik harus diubah menjadi kerangka konseptual baru, yang
berasal dari kebudayaan modern.19 Permasalahan penindasan kemanusian
ini kemudian menjadi sorotan tajam dalam dunia islam karena dalam
Islam prinsip kemaslahatan umat manusia adalah kewajiban yang haru di
penuhi setiap manusia, dan permaslahan seperti ini yang mencoba di
jawab Hasan Hanafi dalam Kiri Islam.
kemudian kritik Hasan Hanafi terhadap marxisme, yang dicetuskan
oleh Karl Marx hanya menajnjikan keadilan sosial, namun mengkebiri
kebebasan rakyat dan tidak diikuti oleh pengembangan khazanah
kerakyatan, hal yang membuat sulit untuk mewujudkan tujuan-tujuan
nasional, situasi yang memang tampak di negara-negara sosialis pada
saat itu. Kiri Islam bukanlah revolusi yang di bungkus Marxis karena hal
itu akan menafikan makna Revolusioner dari dunia Islam sendiri, bukan
pula aliran Marxis yang berbaju Islam karena pertautan yang seperti ini
tidak mengakar dan tercerabut dari realitas rakyat. Tidak ada pengaruh
Marxisme dalam Kiri Islam baik dari bentuk maupun substansi.20
b) Revolusi Tauhid
Salah satu misi Kiri Islam yakni melakukan revolusi Tauhid untuk
mengahsilkan perilaku iman yang di arahkan pada perubahan
masayarakat. Misi ini juga prnah di gagas oleh M. Abduh (1323 H),
seruan pembaharuan menuju kemasa depan dan transformasi keyakian-
18
Kazuo Shimogaki, Kiri, hlm. 14
19
Hassan Hanafi, Agama, hlm. 6
20
Kazuo Shimogaki, Kiri, hlm. 137

11
keyakinan religius dalam ideologi revolusioner terus berlangsung,
sehingga masyarakat muslim mampu menghadapi permasalahan-
permasalahan yang muncul dalam kehidupan mereka, menyatukan
mereka melalui prinsip Tauhid.21 Prinsip Ketauhidan dapat diartikan
sebagai prinsip “keesaan Tuhan” sebagai lawan argumentasi trinitas
agam Kristen, dalam hal ini kita tidak serta merta memahami ketauhidan
yang parsial saja melainkan mengerti tentang esensi ketauhidan secara
radikal.22 Secara kata benda istilah Tauhid berasal dari kata Wahhada
yang berarti menyatukan atau membuat menjadi satu, atau secara
Harfiah kita dapat mengartikan Tauhid sebagai penyatuan atau unifikasi.
Dalam dunia sosial umat muslim Tauhid dapat diartikan bahwa
penciptaan Tuhan adalah Esa, berarti adanya keesaan kehidupan dalam
artian tidak ada pemisahan antar spiritualitas dan kewadagan atau anatara
keagamaan dan keduniawian. Karena kehidupan ini diatur oleh suatu
hukum dan tujuan seluruh muslim bersatu dalam kehendaka Alloh. SWT.
Aspek Tauhid mencangkup aspek-aspek keagamaan dan keduniawian,
spiritual dan material, sosial dan individual. Dan seluruh aspek
kehidupan umat islam harus diinegrasikan berdasarkan prinsip Tauhid.
Jaringan Relasional Islam dalam syariat islam tidak semata-mata
merangkum kemauan rakyat, tetapi juga tetap berpijak pada landasan al-
Qur’an. Revolusi tauhid ilahiyah merupakan konsekuensi logis yang
membebaskan manusia dari penghambaan, pengultusan dan penyakralan
terhadap mitos-mitos politik, ekonomi, sosial dalam struktur sosial
kemasyarakatan. Sedangkan revolusi tauhid al-ummah menekankan pada
aspek transformasi pembebasan kehidupan manusia dalam sistem
kemasyarakatan yang tanpa dibatasi kelas, egalitarianisme dan tidak
eksploratif dalam segala dimensi pada kehidupan kemasyarakatan.
c) Penerus Gerakan al-Afghani

21
Hasan Hanafi, Islamologi 1: dari Teologi Statis ke Anarkis, (Yogyakarta: LKiS.2003),
hlm. 8
22
Philip K. Hitti, History of The Arabs, (London: Macmillan.1946), hlm. 546

12
Hanafi juga mengkritik nasionalisme yang pada saat itu
berkembang di Mesir, semangat yang didengungkan oleh Ghamal Abdul
Nasser yang ujungnya hanya menimbulkan kontradiksi dan polemik di
dalam situasi politik Mesir itu sendiri. Kemudian hanya menjadi sekedar
slogan maka tercetuslah pemikiran Kiri Islam yang menurutnya
merupakan realisasi tujuan-tujuan pergerakan nasional dan prinsip-
prinsip revolusi sosialis. Dan terakhir latar belakang terlahirnya Kiri
Islam adalah munculnya Revolusi Islam di Iran yang berhasil
menggulingkan Syiah dan mengganti sistem pemerintahan dari sistem
monarki menjadi teokrasi. Jurnal Kiri Islam pun muncul beberapa saat
setelah keberhasilan Revolusi Islam tersebut, tampaknya Hanafi ingin
memanfaatkan situasi politik yang ada pada saat itu dan mengambil
momentum untuk menyebarkan gagasannya.
Pada intinya latar belakang pemikiran Kiri Islam secara umum
adalah realitas umat Islam yang berada dalam keterbelakangan dan
ketertinggalan di berbagai aspek terhadap Barat. Kiri Islam hadir sebagai
solusi yang kritis dalam menyikapi realitas tersebut. Jurnal kiri Islam
hadir untuk memberikan pencerahan dan penyadaran kepada umat Islam
diseluruh dunia.Untuk menjaga identitas diri islam dari kepunahan
peradaban zaman akibat pengaruh westernisasi, Hasan Hanafi
menawarkan solusi yakni :
1. Bahwa al-Qur’an melarang keloyalan (muwalah) pada orang lain
(nonmuslim), melarang mendekat kepada musuh-musuh Islam.
2. Membuang budaya latah (taqid wa tab’iyah) baik dalam perbuatan
maupun keyakinan, dari manapun datangnya, serta memberikan
tanggung jawab kepada setiap individu. Seseungguhnya imanya orang
muqalid itu tidak di terima.
3. Meneladani pemikiran Islam klasik yang mampu menciptakan budaya
besar tanpa harus kehilangan identitas diri dan daya kritisnya.
4. Pemikiran Islam banyak diwarnai budaya barat terutama dalam
masalah pemerintahan (kritik al-Afghani dan Hasan Hanafi.

13
5. Memperhatikan gerakan-gerakan Islam sekarang yang berada di Barat.
6. Memperhatikan sikap para pendahulu yang gigih dalam
mempertahankan diri dari serangan luar (kaum Salibis dari Barat,
Mongol, dan Tartar dari Timur).23

C. KESIMPULAN
Hasan Hanafi merupakan tokoh pembaharu Islam yang lahir di Kairo pada
tahun 1935. Sejak kesil Hasan Hanafi sudah aktif mulai mengikuti diskusi
kelompok ikhwan al-muslimin. Sehingga Hasan Hanafi tahu tentang pemikiran
yang dikembangkan kelompok itu dan akifitas sosialnya. Salah stu karyanya yang
terkenal adalah al-Yasar al Islami atau yang lebih dikenal dengan kiri Islam.
Hasan Hanafi memiliki dua pemikiran kalam yang utama yaitu tetang kritik
terhadap teologi tradisional dan rekontruksi teologi. Dalam gagasannya mengenai
rekontruksi teologi tradisuonal ia menegaskan perlu adanya perubahan orientasi
perangkat konseptual system kepercayaan. Sedangkan dlam rekontruksi teologi ia
mengajukan saran untuk mengajukan rekontruksi teologi dengan mengfungsikan
teologi menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini.

DAFTAR PUSTAKA

23
Hasan Hanafi, dkk, Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah,
(Bandung: Mizan, 2001), hlm.232

14
A.H Ridwan, 1998, Reformasi Intelektual Islam, Yogyakarta: Ittaqa Press.
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar. 2006. Ilmu Kalam untuk IAIN, STAIN, dan
PTAIS Bandung: CV Pustaka Setia
Anwar,Roshion. 2001. Ilmu Kalam. Pustaka Setia, Bandung.
Boullatta, Issa J. 1993. Hasan Hanafi Terlalu Teoritis Untuk Dipraktekkan, terj:
Saiful Mujani, dalam Islamika, Edisi, I
Hanafi, Hasan. 1984. Pandangan Agama tentang Tanah: Suatu Pendekatan
Islam, dalam Prisma 4
1985. From Faith to Revolution dalam Makalah Seminar Lebanon.
2013. Islamologi 1: Dari Statis ke Anarkis. Yogyakarta: LkiS.
Hanafi, Hasan. dkk. 2001. Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur
Tengah. Bandung: Mizan
M. Chalil. 1995. Biografi: Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta: Bulan
Bintang
Philip K. Hitti. 1946. History of The Arabs, London: Macmillan.
Saefuddin, Didin. 2003. Pemikiran Modern dan Post Modern Islam: Biografi
Intelektual 17 Tokoh. Jakarta: PT Grasindo,
Shimogaki, Kazuo. 2007. Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme:
Telaah Kritis Pemikiran Hassan Hanafi, terj. M. Imam Aziz dan M.
Jadul Maula. Jogjakarta: LkiS, Cet. Ke-7
Wahid, Abdurrahman. 2007. “Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya” dalam
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme:
Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi, terj. M. Imam Aziz dan M. Jadul
Maula, Yogjakarta: LkiS. Cet. Ke-7.

15

Anda mungkin juga menyukai