Anda di halaman 1dari 9

FITRA, Vol. 1, No.

2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

FORMULASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KLASIK

(Pertumbuhan dan Perkembangan)

Marsuni1

Email: marsuni_syafran@yahoo.co.id

Info Artikel Abstrak


__________ ___________________________________________________________________

Sejarah Artikel: Pembahasan mengenai pendidikan Islam, tidak dapat dilepaskan dari
Dipublikasi Juli 2015 fondasi kesejarahan yang diletakkan pada masa Nabi; baik dalam
periode Makkah maupun periode Madinah. Pada masa inilah, berbagai
landasan penting dibentuk dan menjadi acuan dalam perkembangan
pendidikan pada masa selanjutnya. Sebagai figur sentral dalam sejarah
Islam, Nabi Muḥammad Saw senantiasa bergelut dan memberi respons
aktif terhadap berbagai persoalan yang mengemuka dan sekaligus
menjadi acuan dalam rekayasa sosial (social engineering) melalui
pendidikan. Pada masa peselanjutnya, perkembangan sistem
pendidikan Islam berkembang, pendidikan Islam dilaksanakan di
lembaga seperti kutāb dan mesjid dengan materi pengajarannya
berkisar tentang pendidikan agama, menulis dan membaca al-Qur’ān
dan pendidikan yang sifatnya vokasional seperti berenang, memanah
dan sebagainya. Setelah Islam tersebar luas, maka lahirlah pusat-pusat
pendidikan Islam, seperti di Mekkah, Madinah, Basrah, Kufah, Damsyik
dan Fustat, yang diajarkan tentang materi pelajaran al-Qur’ān, pokok-
pokok agama Islam dan juga materi yang sifatnya vokasional dan
sebagainya.

Kata Kunci : Pendidikan Islam Pertumbuhan dan Perkembangan

p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

Alamat Korespondensi:
Kampus STAI Tapaktuan, Jalan T. Ben Mahmud, Lhok Keutapang, Aceh Selatan,
Email: jurnal.staitapaktuan@gmail.com

_______________
1Marsuni, MA, merupakan Dosen Tetap pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah

Tinggi Agama Islam (STAI) Tapaktuan, Aceh Selatan.


54
FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

PENDAHULUAN perkembangan pendidikan Islam. Adapun


Secara historis, pendidikan Islam yang menjadi permasalahan adalah
memang telah berkembang semenjak Nabi bagaimana proses pendidikan Islam yang
Adām as, Nūh as, Ibrāhīm, Dāud as, Sulaīmān terjadi pada periode pertumbuhan dan
as, Yūsūf as, Isā as dan sampai kepada perkembangan?
Muḥammad Saw. Para rasul tersebut diutus
oleh Allah bukan hanya untuk menyampaikan PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
ajaran-ajaran agama (mengembangkan al-
asmā al-husnā) saja, tetapi juga berkaitan Landasan Filosofis
dengan pengembangan al-asmā secara
Pada dasarnya, pendidikan Islam bila
keseluruhan, yaitu untuk mengembangkan
dilihat secara filosofis, dapat dikaji dari tiga
sosial budaya manusia.2
kosakata, yaitu: “tarbīyah. ta’dīb dan ta’līm.”5
Pada hakikatnya, fungsi seorang rasul Dari ketiga istilah pendidikan tersebut, maka
adalah untuk menyempurnakan dan perlu dilihat satu persatu, baik dari tinjauan
meluruskan kembali ajaran Islam yang telah epistimoilogis, ontologis maupun aksiologis.
diselewengkan oleh ummat sebelumnya.
Pendidikan Islam bila ditinjau secara
Dalam rangkaian penyempurnaan ini, maka
epistimologis tidak hanya mengacu pada
Islam menjadi sempurna dengan diutusnya
pengembangan ilmu yang sifatnya rasional
Muḥammad Saw sebagai Rasul yang terakhir,
(kecerdasan akal) saja, melainkan juga
dan ajaran Islam terabadikan dalam al-Qur’ān
mencakup ilmu yang mengacu ke arah
yang disampaikan oleh Muḥammad Saw.3
pensucian diri (kecerdasan spiritual) serta
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ilmu untuk kestabilan dalam bertindak
pendidikan Islam merupakan suatu proses
(kecerdasan emosional). Sedangkan ditinjau
pewarisan dan pengembangan budaya
dari secara aksiologis, pendidikan Islam lebih
manusia di bawah sinar dan bimbingan
menekankan pada nilai al-akhlāq al-karîmah
ajaran Islam itu sendiri sebagaimana yang
yakni nilai yang berkaitan dengan nilai
termaktub dalam al-Qur‘ān dan terjabar
insānîyyah dan ilāhiyyah. Sementara dilihat
dalam sunnah.
secara ontologis, pendidikan Islam pada
Dalam perkembangan sistem hakikatnya lebih mengacu pada keterpaduan
pendidikan Islam terbagi ke dalam beberapa antara ilmu, iman dan amal shalih.6 Jadi,
periode. Dalam kaitan ini, Zuhairini membagi pembicaraan tentang pendidikan Islam bila
dalam lima periode, yaitu: (1) Periode ditinjau dari segi filosofis tidak terlepas
pembinaan pendidikan Islam, (2) periode kajiannya dari ketiga konsep tersebut.
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Landasan Historis
Islam, (3) periode kejayaan pendidikan
Islam, (4) periode kemunduran pendidikan Secara historis, budaya pendidikan
Islam dan (5) periode pembaharuan Islam dari masa Rasulullah Saw sampai pada
pendidikan Islam.4 Karena begitu luasnya masa kejayaan Islam terlihat tetap
kajian terhadap perkembangan pendidikan berorientasi pada pilar aqīdah, syarī’ah dan
Islam, maka dalam tulisan ini hanya akhlāq.7 Ketiga pilar tersebut merupakan satu
difokuskan pada masa pertumbuhan dan kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam
_______________ mengkaji sistem pendidikan Islam. Jadi,
2M. Nasir Budiman dan Warul Walidin AK, _______________
Pemikiran Pendidikan Islam, (Banda Aceh: 5M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam
Fakultas Tarbiyah, 1999), hal. 20; Zuhairini, Perspektif al-Qur’an. (Jakarta: Madani Press,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2002), hal. v; dan juga lihat, Yusuf Amir Faisal,
1991), hal. 10-11. Reorientasi Pendidikan Islam. (Jakarta: Gema
3Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam. Insani Press, 1995), hal. 108.
(Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Perguruan 6M. Nasir Budiman, “Pengembangan Sistem

Tinggi Agama IAIN, 1986), hal. 11-12. Pendidikan Islam dalam Konteks Pelaksanaan
4Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam. Syari’at Islam di Aceh”, Islam Futura. (Banda Aceh,
(Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Perguruan PPs IAIN Ar-Raniry, 2000), hal. 30-33.
Tinggi Agama IAIN, 1986), hal. 11-12. 7Ibid, hal. 30.

Marsuni, MA |55
FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

pengkajian tentang periode pertumbuhan seperti yang kita kenal sekarang ini, tetapi al-
dan perkembangan pendidikan Islam Qur‘ān masih berupa lembaran-lembaran
semenjak Rasulullah Saw sampai pada masa (shuhuf).
sahabat dan periode seterusnya, tidak
terlepas kajiannya dari ketiga pilar tersebut. Suatu peristiwa penting dalam
sejarah pendidikan Islam di masa setelah
Pendidikan Islam pada Masa Sahabat Rasulullah Saw wafat, yakni munculnya
peristiwa pemberontakan dari orang-orang
Setelah Nabi Saw wafat dan Islam murtad yang enggan membayar zakat, serta
telah berkembang dengan pesatnya dan timbulnya nabi-nabi palsu pada awal
diterima oleh bangsa-bangsa di luar bangsa pemerintahan Abubakar Shiddiq. Para
Arab, maka situasi pun mulai berubah. pemberontak tersebut adalah dari kalangan
Sumber pengajaran pada saat itu adalah para orang-orang yang baru masuk Islam, dengan
sahabat dan mereka pula yang bertanggung sendirinya mereka belum mantap
jawab untuk mengajarkan serta memberi keIslamannya. Mereka masih perlu mendapat
pendidikan Islam kepada mereka yang baru bimbingan lebih lanjut dalam melaksanakan
memeluk agama Islam. ajaran-ajaran Islam.11

Pada dasarnya, pertumbuhan dan Untuk mengatasi pemberontakan


perkembangan sistem pendidikan Islam pada tersebut, maka khalifah Abubakar mengirim
masa sahabat, tidaklah jauh berbeda dengan pasukan yang terdiri dari para sahabat,
masa pembinaan, yaitu pendidikan sehingga terjadilah pertempuran yang cukup
berlangsung dalam bentuk halaqah di rumah- sengit, sehingga di kalangan sahabat banyak
rumah sahabat, masjid, al-kutāb rumah yang mati syahid, yang menyebabkan
penguasa (istana) dan sebagainya dengan berkurangnya penghafal-penghafal al-Qur‘ān,
materi pelajaran yang diberikan berkisar guru dan pendidik Islam.12 Problema ini
tentang pendidikan agama, menulis dan mula-mula disadari oleh Umar bin Khatab
membaca al-Qur‘ān.8 Bahkan Muḥammad sebelum ia menjadi khalifah, maka para
Faḍīl al-Jamalī, sebagaimana yang dikutip sahabat pun bermusyawarah di bawah
oleh M. Nasir Budiman mengatakan bahwa pimpinan Khalifah Abubakar untuk
“al-Qur‘ān dapat dikatakan sebagai kitab mengatasi masalah tersebut.
pendidikan, kemasyarakatan, akhlak dan
spiritual.”9 Setelah wafatnya khalifah Abubakar,
lembaran-lembaran (ṣuḥūf) al-Qur’ān yang
Adapun problema pertama yang telah dihimpun oleh Zaid bin Sabit disimpan
dihadapi oleh para sahabat dalam oleh ‘Umār bin Khatāb yang menggantikan
memberikan pendidikan Islam (pengajaran Abubakar sebagai khalīfah. Pada masa
al-Qur‘ān) kepada masyarakat yang baru khlaifah‘Umār bin Khatāb tidak terjadi
memeluk Islam ataupun mereka yang sudah perkembangan yang berarti terhadap shuhuf
lama memeluk Islam adalah menyangkut al- tersebut, hal ini dikarenakan tugas menjaga
Qur‘ān itu sendiri. Pada umumnya, al-Qur‘ān al-Qur’ān dianggap sudah selesai sampai
secara lengkap dan sempurna ada dalam akhir Khalīfah ‘Umār bin Khatāb wafat.
hafalan para sahabat, tentunya tidak semua
sahabat hafal sepenuhnya al-Qur‘ān. Di Wafatnya khalifah Umar bin Khatab
samping itu, al-Qur‘ān masih dalam bentuk- selanjutnya digantikan oleh Usman bin Āffan.
bentuk tulisan-tulisan yang berserakan, yakni Sewaktu Usman menjadi khalifah, wilayah
yang ditulis oleh para sahabat yang pandai Islam sudah menjadi luas, sehingga penduduk
menulis atas perintah Nabi Saw selama Islam dari masing-masing daerah telah
proses penurunan al-Qur‘ān.10 Pada masa itu, menggunakan bahasanya sendiri dalam
al-Qur‘ān belum merupakan sebuah mushaf membaca al-Qur’ān.
yang tersusun secara rapi dan sistematis _______________
_______________ 11Yunus, Ibid, hal. 70.
8Budiman, Pengembangan Sistem ... 33. 12Muḥammad Husīn Haikal, Abubakar Ṣidīq.
9Zuhairin, dkk., Sejarah ... hal. 67. terj. ‘Alī ‘Audāh (Jakarta: Lintera Antar Nusa,
10Zuhairini, Sejarah ... hal. 76. 2001), hal. 317.
56| Formulasi Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Klasik
FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

Dari perbedaan dalam membaca Umayyah hancur. Namun demikian,


dalam membaca al-Qur‘ān tersebut, maka perkembangan pendidikan Islam pada masa
timbullah berbagai persoalan di kalangan Bani Umayyah dapat dikatakan tidak begitu
ummat Islam tentang cara membaca al- maju, sekalipun ada terlihat kemajuan seperti
Qur‘ān yang terbaik. Suatu hal yang penting pada masa pemerintahan Maḥmud II dan
dicatat dalam periode ini, bahwa khalifah ‘Umār bin ‘Abdūl ‘Azīz yakni terjadinya
Ustman bin Āffan menemukan ide cemerlang pembukuan ḥadīṭs sebagai perkembangan
untuk membukukan mushaf sekaligus yang sangat monumental. Namun, bila dilihat
menyatukan model tulisan dan bacaan al- secara umum perkembangan pendidikan
Qur‘ān, sehingga umat Islam, di kemudian Islam pada masa pemerintahan Bani
hari, menjadi seragam dalam cara membaca Umayyah dapat dikatakan masih jauh
al-Qur‘ān dan penulisannya. Ini pulalah yang tertinggal pada masa pemerintahan Bani
menjadi cikal bakal adanya perpustakaan Abbas, hal ini disebabkan oleh orientasi
sebagai tempat rujukan ummat yang akan pemerintahan Bani Umayyah pada waktu itu
datang.13 lebih terfokus pada ekspansi wilayah
(perluasan wilayah), sehingga membuat
Pada dasarnya, ada beberapa manfaat mereka kurang perhatian terhadap
dari pembukuan al-Qur‘ān tersebut, antara perkembangan pendidikan Islam.
lain: a) menyatukan ummat Islam pada satu
macam muṣhaf yang seragam ejaan Dari uraian di atas, dapat dipahami
tulisannya, b) menyatukan bacaan dan bahwa pendidikan Islam pada masa
kendatipun masih ada perbedaan, namun pertumbuhan dan perkembangan
harus tidak berlawanan dengan ejaan Muṣhaf mempunyai dua sasaran, yaitu: Pertama,
Ustmān, dan c) menyatukan tertib susunan memberikan pengajaran kepada generasi
surat-surat, menurut tertib urutan surat muda (sebagai generasi penerus) dan
sebagaimana yang kelihatan pada mushaf- masyarakat lain yang belum menerima ajaran
mushaf sekarang ini.14 Islam, yakni pewarisan budaya Islam kepada
generasi penerus. Kedua, menyampaikan
Setelah wafatnya khalifah Ustmān bin ajaran Islam serta usaha internalisasinya ke
Āffān, pucuk pimpinan digantikan oleh dalam masyarakat bangsa yang baru
Khalīfah ‘Alī bin Abī Ṭalīb. Nampaknya, menerimanya ajaran Islam. Dengan
perkembangan pendidikan Islam pada masa demikian, jelaslah bahwa sistem pendidikan
ini, tidak terjadi perkembangan yang berarti, Islam pada masa periode pertumbuhan dan
hal ini disebabkan oleh suasana politik pada perkembangan (masa Rasulullah, para
waktu pemerintahan ‘Alī bin Abī Ṭalīb yang sahabat sampai pada masa Banī Umayyah)
tidak menguntungkan sebagaimana pada sangat identik dengan pendidikan Islam pada
masa khalifah sebelumnya. Perselisihan itu masa pembinaan atau periode pertama.
terjadi antara kelompok ‘Alī bin Abī Ṭalīb dan
kelompok Muawiyah bin Abū Sufyān, hal Pusat Pendidikan Islam
inilah menyebabkan perkembangan
pendidikan Islam pada waktu itu dapat Setelah Islam tersebar luas, maka
dikatakan terjadinya kemandekan. lahirlah kota-kota yang menyebarkan dan
memperluas pengetahuan bagi umat Islam,
Pendidikan Islam Masa Banī Umaiyah sehingga banyaklah di antara para sahabat
yang datang ke daerah lain untuk memberi
Selanjutnya, setelah pemerintahan Ali pelajaran kepada umat Islam, seperti: Mu'adz
bin Abi Thalib berakhir, maka pucuk bin Jabal pergi ke Palestina, 'Ubadah
pimpinan ummat Islam berada di bawah mengajar di Hims sedangkan Abu Dardak
kekuasaan Muawiyyah bin Abū Sufyan. mengajar di Damaskus15 dan sahabat-sahabat
Semenjak itulah pemerintahan Islam berada lainnya. Dari usaha-usaha mereka muncullah
di bawah kekuasaan Bani Umayyah secara daerah-daerah terkenal yang dijadikan
turun menurun sampai akhirnya Bani sebagai pusat-pusat pendidikan, seperti:
_______________
13Budiman, Pengembangan ... hal. 34. _______________
14Zuhairini, dkk., Sejarah ... hal. 80. 15Yūnūs, Sejarah .. hal. 37.
Marsuni, MA |57
FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

Mekkah dan Madinah di Hejaz, Basrah dan bin Āffan. Sedangkan ‘Abdullāh bin ‘Umār
Kufah di Irak, Damsyik di Syam (wilayah adalah seorang ahli ḥadiṭ dan beliau dianggap
Sriya dan sekitarnya) dan Fustat di Mesir.16 sebagai pelapor mazhab al-ḥadīṭs yang
berkembang pada masa-masa berikutnya.
Di pusat-pusat pendidikan tersebut, Setelah ulama-ulama tersebut wafat, maka
para sahabat memberikan pelajaran agama digantikan oleh murid-murid (tabi’īn) yang
Islam kepada para muridnya, baik yang terkenal antara lain: Sa’ad bin Muasyayab dan
berasal dari penduduk setempat maupun Urwāh bin al-Zubīr, sementara pada generasi
yang berasal dari daerah lain. Di pusat-pusat berikutnya muncul seorang ahli ḥadīṭ dan
pendidikan Islam tersebut, lahirlah berbagai fiqh yakni Ibn Syihab al-Zuhrī.18
aliran pemikiran. Adapun aliran tersebut, 3. Aliran pemikiran Basrah
antara lain: Di antara guru aliran pemikiran yang
1. Aliran Pemikiran Makkah ada di Basrah ini yang terkenal adalah Hasan
Dalam periode perkembangan ini, al-Basri dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri di
Mu'aḍ bin Jabāl dianggap guru pertama yang samping ahli fiqh, pidato dan kisah, juga
mengajar di Mekkah. Ia mengajar al-Qur’ān terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli
dan hukum-hukum yang menyangkut tentang tasawuf bahkan ia dianggap sebagai pelapor
persoalan halal dan haram dalam Islam. Pada ahl as-Sunnah dalam larangan ilmu kalam.
masa Khalīfah ‘Abdul Mālik bin Marwān (65- Sedangkan Ibnū Sirīn adalah seorang ahli
86 H), ‘Abdulāh bin ‘Abbās pergi ke Mekkah, hadist dan fiqh yang belajar langsung dari
lalu ia mengajar ilmu tafsir, ḥadiṭ, fiqh dan Zaid bin Sabit dan Anās bin Mālik. 19
sastra di sana. Pada dasarnya, ‘Abdulāh bin 4. Aliran pemikiran Kufah
‘Abbās merupakan pembangun aliran Dari kalangan sahabat yang tinggal di
pemikiran Makkah yang kemudian menjadi Kufah ini adalah ‘Alī bin Abī Ṭalīb dan
termasyhur ke seluruh penjuru negeri Islam. ‘Abdullāh bin Mas’ud. Dalam hal ini, ‘Alī bin
Di antara murid-muridnya Ibnū ‘Abbās yang Abī Ṭalīb mengurus masalah politik dan
menggantikannya sebagai guru di aliran urusan pemerintahan, sedangkan ‘Abdullāh
pemikiran Makkah ini, kemudian lahir bin Mas’ud adalah sebagai guru agama yang
muncul lagi Mujahīd bin Jabbar seorang ahli merupakan utusan resmi dari Khalīfah ‘Umār
tafsir al-Qur’ān , 'Attak bin Abū Rabāh, yang bin Khaṭab di Kufah. Beliau adalah seorang
termasyhur keahliannya dalam bidang fiqh ahli tafsir, fiqh dan juga banyak
dan Ṭawus bin Kaisār yang menjadi fuqaha meriwayatkan ḥadīṭ Nabi Muḥammad Saw.
dan mufti di Mekkah. Kemudian diteruskan Adapun di antara murid-murid Ibnu Mas’ud
oleh murid-muridnya yang terkenal, seperti: yang terkenal di Kufah dan sekaligus menjadi
Sufyān bin 'Uyainnah, Muslīm bin Khalīd al- guru di sana adalah Alqamah, al-Aswād,
Janzī dan Imam Syafi’ī sebelum berguru ke Masruq al-Ḥarīs bin Qais dan ‘Amrū bin
Madinah, ia pernah belajar di madrasah Syurahbil. Kemudian dari madrasah Kufah ini
Makkah kepada kedua ulama tersebut.17 akan melahirkan para pemikir yang terkenal
2. Aliran Pemikiran Madinah seperti Abu Hanifah, yang merupakan salah
Aliran pemikiran yang ada di seorang imam mazhab yang terkenal dengan
Madinah itu lebih termasyhur, karena di menggunakan ra’yu dalam berijtihad. 20
sanalah tempat Khalīfah Abubakar, ‘Umār dan Dengan kata lain, beliau dalam berijtihad
Utsmān, dan di sana pula banyak tinggal tentang sesuatu lebih banyak menggunakan
sahabat-sahabat Nabi Saw yang lainnya. Di rasio.
antara sahabat yang mengajar di madrasah 5. Aliran Pemikiran Damsyik
ini adalah ‘Umār bin Khaṭab, ‘Alī bin Abī Ṭalib, Setelah wilayah ini menjadi bagian
Zaid bin Sabit dan ‘Abdullāh bin ‘Umār. Zaid dari negara Islam pada masa khalifah Umar
bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan fiqh, bin Khatab, maka khalifah mengutus tiga
dan beliaulah yang mendapat tugas orang guru agama ke sana., yakni: Mu'aḍ bin
memimpin penulisan al-Qur’ān baik pada Jabāl diutus ke Palestina, 'Ubadāh mengajar
masa Abubakar maupun pada masa Utsmān
_______________
_______________ 18Ibid, hal. 34-35;.
16Ibid,
hal. 32. 19Ibid, hal. 35.
17Yunus, Sejarah .. hal. 34. 20Ibid, hal. 36.

58| Formulasi Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Klasik


FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

di Ḥims sedangkan Abū Dardak mengajar di tertentu, misalnya: ilmu tafsīr, ḥadīṭ, fiqh, dan
Damaskus. Melalui mereka inilah, maka sebagainya.
lahirlah ulama-ulama yang terkenal luas
ilmunya, seperti: Abū Idrīs al-Khailanī, Lembaga Pendidikan Islam
Makhul al-Dimasykī, ‘Umār bin ‘Abdūl ‘Azīs, Pada masa khalīfah-khalīfah
Raja’ bin Ḥaiwaḥ. Sementara dari kalangan Rasyiddin dan Umaiyah sebenarnya telah ada
tabi’īn muncullah ‘Abdurrahmān al-Auza’ī tingkat pendidikan, yakni: tingkat pertama
yang setaraf ilmunya dengan Imam Mālik dan adalah al-kutāb tempat anak-anak belajar
Abā Hanīfah.21 Hanya saja dalam ilmu fiqh, menulis dan membaca al-Qur’ān serta
Mazhab al-Auza’ī tidak ada yang belajar pokok-pokok agama Islam. Setelah
meneruskannya, sehingga mazhab ini hanya tamat al-Qur’ān mereka melanjutkan
bertahan tidak begitu lama. Namun pelajarannya ke mesjid. Pelajaran di mesjid
demikian, pendapat-pendapatnya tersebar itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat
luas dalam kitab-kitab fiqh dan ḥadīṭs. 22 tinggi. Pada tingkat menengah gurunya
6. Aliran Pemikiran Fustat belumlah ulama besar, sedangkan tingkat
Sahabat yang pertama mendirikan tinggi gurunya ulama yang dalam ilmunya
dan sekaligus mengajar pada aliran dan termasyhur ke’aliman dan
pemikiran Fustat ini adalah ‘Abdullāh Amr keshalehannya.25 Di samping itu, khususnya
bin Ash. Ia adalah seorang ahli ḥadīṭs dan pada masa Banī Umayyah pusat pendidikan
juga termasuk salah seorang sahabat yang juga berkembang di istana. Mungkin saja,
mendengarkan langsung ḥadīṭs dari Nabi pendidikan ini diperuntukkan bagi anak-anak
Muḥammad Saw dan sekaligus menulisnya penjabat dan penguasa pada Banī Umayyah.
dalam catatan, sehingga ia tidak lupa atau Bila diperhatikan tingkat pendidikan
khilaf dalam meriwayatkan hadits-ḥadīṭ itu yang berkembang pada masa itu, sebenarnya
kepada murid-muridnya. Adapun guru hampir sama dengan masa sekarang ini. Hal
berikutnya yang termasyhur adalah Yazīd ini terlihat jelas pada tingkat pendidikan
bin Abū Habīb al-Nubī dan ‘Abdillāh bin Abū dasar (SD/MI), menegah (SMP/MTsN atau
Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazīd yang SMU/MAN) dan perguruan tinggi (PT).
terkenal adalah ‘Abdullāh bin Lahi’ah dan al- Adapun guru yang mengajar di tingkat
Lais bin Said.23 pendidikan tersebut berbeda-beda taraf
Sistem pendidikan Islam yang keahliannya dan sesuai dengan taraf
diterapkan pada masa sahabat sampai pendidikan yang ditempuh, tentu saja, guru
Umaiyah, sedikit banyaknya akan menjadikan yang ilmunya masih dianggap belum
cikal bakal terjadinya pembidangan disiplin mendalam mengajar di tingkat dasar
ilmu dalam Islam, misalnya: ilmu agama, (tamatan PGA/SPG atau D2), sementara guru
seperti ilmu tafsīr, ḥadīṭs., fiqh dan disiplin yang agak mendalam sedikit ilmunya
ilmu vokasional seperti keterampilan mengajar di tingkat menengah (tamatan D-3
berenang, memanah, menunggang kuda, atau S-1), sementara guru yang dalam
membaca serta membuat sya’īr-sya’īr yang ilmunya biasanya mengajar di perguruan
indah.24 Jadi, dapat dipahami bahwa sistem tinggi (tamatan S-1, S2 atau S-3).
pendidikan pada masa Nabi saw sifatnya Pada dasarnya, ada beberapa pusat
multi inter disipliner (komperehensif), pendidikan yang sifatnya non-formal yang
sedangkan pada masa sahabat sampai pada berkembang pada masa periode sahabat
masa Bani Umayyah sistem pendidikan yang sampai Umaiyyah, antara lain:
diterapkan sifatnya sudah mulai menjurus 1. Al-Kutāb
kepada spesialisasi dalam bidang ilmu Mengenai keberadaan al-kutāb ini
para pakar berbeda pendapat. Dalam hal ini,
_______________ Aḥmad Sallabī dalam bukunya, Sejarah
21Ibid, hal. 37. Pendidikan Islam, yang mengatakan al-kutāb
22Ibid, hal. 37. itu ada dua yakni al-kutāb pada masa
23Ibid, hal. 37-38. sebelum Islam yang hanya dipergunakan
24Ḥanūm Asroḥah, Sejarah Pendidikan

Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu , 1999), _______________


hal. 18. 25Yunus, Sejarah ... hal. 39.
Marsuni, MA |59
FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

untuk membaca dan menulis, sedangkan al- mengendarai kuda, memanah, membaca dan
kutāb sesudahnya difungsikan untuk menghafal sya’ir-sya’ir yang mudah. Instruksi
mengajar al-Qur’an dan pokok-pokok ‘Umār ini kebanyakan dilaksanakan oleh para
pendidikan Islam kepada anak-anak. Aḥmad guru yang mengajar di al-kutāb. Misalnya
Sallabī, membagi al-kutāb itu kepada dua berenang dapat dilaksanakan di kota-kota
bagian, yaitu: Pertama, al-kutāb yang yang mempunyai sungai seperti: Irak, Syam,
berkembang lebih awal daripada masa Mesir dan sebagainya.31 Demikianlah,
perkembangan Islam adalah al-kutāb yang kurikulum yang diterapkan di lembaga
khusus mengajarkan membaca dan menulis. pendidikan al-kutāb semenjak masa ‘Umār
Kedua, al-kutāb yang mengajarkan al-Qur’ān sampai pada masa Umaiyyah.
tumbuh pada masa selanjutnya.26 Sementara 2. Mesjid
Goldzihir, sebagaimana yang dikutip oleh Secara historis, mesjid dapat
Sallabī, mengatakan bahwa “Timbulnya al- dianggap sebagai lembaga ilmu pengetahuan
kutāb yang bertugas pokok mengajarkan al- yang tertua dalam Islam, pembangunannya
Qur’ān dan dasar-dasar agama Islam berasal telah dimulai semenjak Nabi saw hijrah.
dari permulaan sejarah Islam yaitu pada Adapun mesjid yang pertama dibangun
zaman pemerintahan Khalīfah Abū Bakar adalah mesjid al-Taqwa di Qubā pada jarak
Ṣidīq”.27 Pendapat senada juga diperkuat oleh perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota
Asmā Ḥasān Fahmi mengatakan bahwa al- Madinah ketika Nabi Saw berhijrah dari
kutāb sebagai lembaga pendidikan Islam Mekkah.32 Di samping itu, mesjid merupakan
tertua yang didirikan oleh orang Arab pada sebagai lembaga pendidikan pertama setelah
masa Abū Bakar dan ‘Umār bin Khaṭab.28 rumah al-Arkām bin Arkām dan mesjid juga
Sedangkan ‘Alī al-Jumbulatī berpendapat berfungsi sebagai tempat ibadah dan juga
bahwa “Munculnya al-kutāb pada masa abad digunakan untuk tempat berkumpulnya
ke-2 Ḥijriah.”29 kaum muslimin yang membahas berbagai
Dari berbagai pendapat di atas, saya macam persoalan sejak dari persoalan politik,
lebih cenderung kepada pendapat Aḥmād agama, kebudayaan, kemasyarakatan bahkan
Sallabī yang mengatakan bahwa al-kutāb itu tak kalah pentingnya dijadikan sebagai
lahir sebelum Islam yang hanya tempat menuntut ilmu pengetahuan, di mana
dipergunakan untuk membaca dan menulis para pelajar mendiskusikan dan mengkaji
saja, sedangkan al-kutāb sesudahnya ilmu-ilmu tersebut bersama-sama dengan
difungsikan untuk mengajar al-Qur’ān dan gurunya yang terkenal pada zaman itu.33 Pada
pokok-pokok ajaran Islam kepada anak-anak. dasarnya, mesjid pada masa periode sahabat
Adapun ilmu-ilmu yang diajarkan di berfungsi ganda yakni sebagai tempat ibadah
al-kutāb tersebut sangat sederhana, yaitu: dan juga digunakan sebagai tempat menuntut
belajar membaca dan menulis, membaca al- ilmu pengetahuan.34 Pada periode ini, mesjid
Qur’ān dan menghafalnya, pokok-pokok dijadikan sebagai lembaga pendidikan tingkat
agama Islam seperti cara berwudhu’, shalat, menengah dan tinggi.
puasa dan sebagainya.30 Sedangkan pada Adapun kurikulum pada tingkat ini,
masa Khalifah Umar bin Khatab, ditambah dengan pelajaran al-Qur’ān dan
mengintruksikan kepada penduduk- tafsirnya,35 hadist36 dan mengumpulkannya
penduduk kota, agar kurikulum al-kutāb _______________
ditambah lagi, seperti: berenang, 31Ibid, hal. 40.
_______________ 32Lihat, Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan
26Aḥmad Sallabī, Sejarah Pendidikan Filsafat Pendidikan Islam. terj Ibrahim Husein,
Islam. terj. Mukhtar Yahya dan Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 33
(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 33. 33Ali al-Jumbulati, Perbandingan
27Ibid, hal. 38-39. Pendidikan Islam. terj. M. Arifin, (Jakarta; Rineka
28Lihat, Asmā Ḥasan Fahmi, Sejarah dan Cipta, 1994), hal. 28.
Filsafat Pendidikan Islam. terj Ibrahim Husein, 34Sallabī, Sejarah ... hal. 92.

(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 30, 35Ahli tafsir pada masa sahabat yang
29‘Alī al-Jumbulatī, Perbandingan terkenal antara laian: Ali bin Abi Thalib, Abdullah
Pendidikan Islam. terj. M. Arifin, (Jakarta; Rineka bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud ubaiya bin Ka’ab.
Cipta, 1994), hal. 29. Kemudian diikuti oleh murid-muridnya (di
30Yunus, Sejarah ... hal. 40. kalangan tabi’in) seperti: Mujahīd, ‘Attak bin
60| Formulasi Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Klasik
FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

dan fiqh (tasyri’).37 Sedangkan mata pelajaran rumah penduduk, al-kutāb dan mesjid
yang sifatnya duniawi dan filsafat belumlah dengan sistem halaqah.
ada dalam rencana pengajaran pada masa itu, 2. Sistem pendidikan pada masa
sebab ulama-ulama pada masa itu adalah perkembangan, ada yang bersifat formal
ulama-ulama yang titik kajiannya pada studi dan non-formal. Pendidikan formal
Islam (ulama-ulama agama). Pada masa itu dilaksanakan di kutab dan mesjid,
kebudayaan Yunani dan Romawi telah sementara pendidikan non-formal yakni
tersebar di Mesir, Syam dan Irak. Tetapi pendidikan masih dilaksanakan di rumah-
semuanya itu diam, tak bergerak dan tunduk rumah penduduk, sahabat, ulama, istana
di bawah kekuasaan pergerakan agama Islam dan sebagainya. Sementara materi
yang maha dahsyat.38 Kemudian pada masa pengajarannya berkisar tentang
akhir Umaiyah dan permulaan Abbasiyah pendidikan agama, menulis dan membaca
kebudayaan itu sudah mulai agak berubah. al-Qur’ān dan pendidikan yang sifatnya
vokasional seperti berenang, memanah
KESIMPULAN dan sebagainya. Setelah Islam tersebar
Dari pembahasan di atas, dapat luas, maka lahirlah pusat-pusat
disimpulkan dalam beberapa hal, yaitu: pendidikan Islam, seperti di Mekkah,
1. Sistem pertumbuhan pendidikan Islam Madinah, Basrah, Kufah, Damsyik dan
pada masa Nabi Muḥammad Saw masih Fustat, yang diajarkan tentang materi
sangat sederhana, baik pada periode pelajaran al-Qur’ān, pokok-pokok agama
Mekkah maupun pada periode Madinah. Islam dan juga materi yang sifatnya
Pada periode Mekkah sistem pendidikan vokasional dan sebagainya.
diorientasikan pada pemantapan iman ke
dalam diri umat Islam, sedangkan pada SARAN-SARAN
masa Madinah sistem pendidikan Berdasarkan hasil kajian, ada
diorientasikan pada pengamalan nilai- beberapa saran yang dapat diajukan sebagai
nilai tersebut ke dalam kehidupan tindak lanjut, yaitu:
masyarakat. Di samping itu, sistem 1. Konsep tentang sistem pendidikan Islam
pendidikan yang diterapkan pada masa pada masa pertumbuhan sangat penting
ini masih bersifat non-formal, yakni untuk ditelaah kembali oleh para pakar
pendidikan masih dilaksanakan di rumah- pendidikan Islam saat ini, sehingga ada
sisi-sisi positif yang dapat dipertahankan
dan dikembangkan dalam sistem
pendidikan Islam saat ini;
2. Bagi para peneliti berikutnya,
Abū Rabah, ‘Ikrimah, Said bin Jubaīr, Qatadah dan diharapkan dapat melakukan kajian
sebagainya. Untuk keterangan lebih jelas lihat, lanjutan dengan mengungkapkan fakta-
Yunus, Sejarah ... hal. 41. fakta terbaru tentang sistem pendidikan
36Ahli ḥadīṭ pada masa sahabat yang
Islam pada masa lalu untuk perbaikan
terkenal antara lain: Abū Ḥuraīrah, Āisyah,
‘Abdulāh bin ‘Umār, ‘Abdullāh bin ‘Abbās, Jabīr bin sistem pendidikan yang akan datang.
‘Abdulāh dan Anas bin Mālik. Kemudian hadist-
hadist tersebut diriwayatkan oleh murid-murid
sahabat, yaitu tabi’in kepada tabi’in, bertali-tali
dan turun-temurun sampai kepada ulama hadist
yang termahsyur, seperti: Bukhari, Muslim dan
lain-lain. Lihat, Ibid, hal. 42.
37Ahli fiqh pada masa sahabat yang

terkenal antara laian: Abubakar, ‘Umār bin


Khaṭab, Usman bin Āffan, ‘Alī bin Abī Ṭalīb,
Āisyah, Zaid bin Sabīt dan sebagainya. Kemudian
di kalangan tabi’in, antara lain: Syuriah bin al-
Ḥarīs, al-Qamah bin Qais, Masruq al-Ajda’ dan
sampai kepada imam mazhab. Untuk lebih jelas
lihat, Ibid, hal. 43-44.
38Yunus, Sejarah ... hal. 40.

Marsuni, MA |61
FITRA, Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015 • p-ISSN 2442-725X • e-2621-7201

DAFTAR BACAAN

Al-Jumbulatī, ‘Alī. (1994). Perbandingan Pendidikan Islam. terj. M. Arifin, Jakarta; Rineka Cipta.
Asrohah, Hanum. (2009). Sejarah Pendidikan Islam. cet. I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Budiman , M. Nasir dan Warul Walidin. (1999). Pemikiran Pendidikan Islam. Banda Aceh: Fakultas
Tarbiyah.
Budiman, M. Nasir. (2002). Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an. Jakarta: Madani Press.
Budiman, M. Nasir. (2000). “Pengembangan Sistem Pendidikan Islam dalam Konteks Pelaksanaan
Syari’at Islam di Aceh”, Islam Futura. Banda Aceh, PPs IAIN Ar-Raniry.
Fahmi, Asma Hasan. (1979). Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. terj Ibrahim Husein, Jakarta:
Bulan Bintang.
Faisal, Amir Yusuf. (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Haikal, Muḥammad Husīn. (2001). Abubakar Ṣidīq. terj. ‘Alī ‘Audāh, Jakarta: Lintera Antar Nusa.
Sallabi, Ahmad. (1973). Sejarah Pendidikan Islam. terj. Mukhtar Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta:
Bulan Bintang.
Zuhairini. (1991). Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Perguruan
Tinggi Agama IAIN.

62| Formulasi Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Klasik

Anda mungkin juga menyukai