Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

POLITIK DAN KEBIJAKAN


(Gagasan Kesetaraan Gender Serta Metode Aplikasinya dalam Praktek
Pendidikan Islam)

Dosen Pengampu
Dr. Muslim Umar, M. Pd

Disusun Oleh
Nila Dia Rahma (801201075)

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


PASCA SARJANA PROGRAM MAGISTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. Pengertian Gender dan Kesetraan Gender...........................................2
B. Signifikansi Pendidikan Berbasis Kesetaraan Gender...........................8
C. Praktek Pembelajaran Yang Berbasis Kesetaraan Gender...................8
BAB III PENUTUP .................................................................................................9
A. Kesimpulan.............................................................................................9
B. Saran......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana paling strategis dalam
mentransformasikan nilai-nilai sosial dan budaya yang berkembang di
dalam masyarakat. Proses pendidikan yang sedemikian strategis dalam
mentransformasikan nilai-nilai sosial dan budaya tersebut, disadari
ataupun tidak telah turut serta mengembangkan ketidakadilan gender.
Budaya yang bias gender dapat berkembang dan tetap ada tidak lepas
dari proses pendidikan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Munculnya ketimpangan gender di masyarakat merupakan estafet dari
generasi satu ke generasi berikutnya melalui proses pendidikan yang tidak
berbasis pada keadilan dan kesetaraan gender. 1 Oleh karena itu perlu
adanya suatu usaha untuk membuka wawasan dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesetaraan dan keadilan gender sebagai
salah satu elemen penting untuk membentuk tatanan masyarakat madani,
yaitu tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi.
Pendidikan Islam yang secara sederhana dapat diartikan sebagai
pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana
tercantum dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, seharusnya terbebas
dari prinsip-prinsip ketidakadilan dalam segala hal termasuk ketidakadilan
gender atau perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Ciri otentisitas
ajaran Islam adalah bersifat menyeluruh (holistik), adil, dan seimbang.
Masa Rasulullah SAW merupakan masa yang paling ideal bagi kehidupan
perempuan, di mana mereka dapat berpartisipasi secara bebas dalam
kehidupan publik tanpa dibedakan dengan kaum laki-laki. Konsep
pendidikan Islami yang sebenarnya mengandung makna konsep nilai

1
Tobroni, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM, Civil Society, dan
Multikulturalisme. Malang: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat (PuSAPoM), 2007, h. 241.
yang bersifat universal seperti adil, manusiawi, terbuka, dinamis, dan
seterusnya sesuai dengan sifat dan tujuan ajaran Islam yang otentik
sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dalam pandangan
Islam, semua orang baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan
kewajiban yang sama serta seimbang termasuk hak dan kesempatan
dalam memperoleh dan dalam urusan pendidikan. 2
Dalam realitas aktual kehidupan masyarakat Muslim telah terjadi
proses ketimpangan dalam relasi gender yang betul-betul berlawanan
dengan semangat fitri Islam yang sangat menjunjung tinggi dan
mendambakan kesetaraan gender, kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Ketimpangan dimaksud seringkali dijustifikasi oleh tafsir ajaran agama,
sehingga untuk mengubahnya, sangat diperlukan kemauan secara kultural
dan struktural dalam mengubah paradigma pendidikan agama Islam
menuju equalitas gender.
Pada beberapa dekade ini, seiring dengan semakin meningkatnya
kesadaran bahwa secara substansial manusia adalah setara, maka
kesetaraan gender semakin gencar disuarakan, baik oleh kalangan laki-
laki maupun kaum perempuan. Wacana tersebut semakin semakin
penting untuk dikembangkan baik pada level akademis maupun aksi
sosial mengingat ketidakadilan gender seringkali dijustifikasi oleh nilai-nilai
keagamaan, sehingga untuk mengubahnya menjadi semakin riskan
karena acap kali mereka yang meneriakkan kesetaraan tersebut dianggap
telah melanggar nilai-nilai fitri agama.

2
Subhan, Zaitunah, Tafsir Kebencian-Studi Bias Gender dalam Tafsir2015
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender dan Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan


Islam
Gender merupakan analisis yang digunakan dalam
menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk
mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang egaliter. 3 Jadi gender
bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan
pengukuran (measurement) terhadap persoalan laki-laki dan
perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran sosial
yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya
ditujukan kepada perempuan semata tetapi juga kepada laki-laki.
Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan
sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih
ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan yang telah
diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial. Sebuah
kesalahan yang sering dipersepsikan oleh banyak kalangan bahwa
yang berhak membahas tentang gender itu adalah perempuan,
sehingga laki-laki dianggap ganjil jika membahas atau mebincangkan
tentang gender. Hal seperti ini sama sekali tidak benar dan tidak
beralasan. Gender bisa diperbincangkan dan dibahas oleh siapa saja
yang mempunyai semangat keperihatian terhadap keadilan dan
egaliter dalam segala bidang sosial kemasyarakatan. 4
Sehubungan dengan perspektif Islam tentang kesetaraan
gender, al-Qur’an menegaskan bahwa:
1. laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba,
2. laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah,
3
Lihat Zaitunah Subhan, “Gender dalam Perspektif Islam,” Akademika, Vol. 06, No. 2. Maret 2000,
h.128.
4
ibid
3. laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial,
4. Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis,
dan
5. laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. 5
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan, karena masing-masing akan
mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar
pengabdiannya (QS. al-Nahl : 97). Keduanya mempunyai potensi dan
peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal (QS. al-Hujurât : 19).
Kekhususan yang diperuntukkan kepada laki-laki seperti suami lebih
tinggi di atas isteri, laki-laki pelindung perempuan, laki-laki
memperoleh warisan lebih banyak dan diperkenankannya laki-laki
berpoligami, tidak serta merta menyebabkan laki-laki menjadi hamba-
hamba utama. Kelebihan-kelebihan tersebut diberikan kepada laki-laki
dalam kapasitasnya sebagai anggota masyarakat yang memiliki peran
publik dan sosial “lebih”ketika ayat-ayat al-Qur’ân tersebut diturunkan. 6
Demikian pula, dalam posisinya sebagai khalifah, al-Qur’ân
tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis
tertentu4.7 Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama
sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas
kekhalifahannya di bumi sebagaimana halnya mereka harus
bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan. Laki-laki dan perempuan
pun sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian
primordial dengan Tuhan (QS. al-A’râf : 172). Dalam al-Qur’ân tidak
ditemukan satu ayat pun yang menunjukkan keutamaan seseorang
karena faktor jenis kelamin atau karena keturunan suku bangsa
tertentu. Kemandirian dan otonomi perempuan dalam tradisi Islam

5
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, Perspektif al-Qur’ân. (Jakarta: Paramadina,
2001), hlm. 247-268.
6
ibid
7
Periksa QS. Al-Baqarah/2: 30, dan QS. Al-an’am/6: 165
sejak awal begitu kuat.8 Kemudian, ditinjau dari perspektif sejarah,
perilaku Muhammad saw. terhadap kesetaraan gender adalah pada
realitasnya Nabi Muhammad mendemonstrasikan persamaan
kedudukan laki-laki dan perempuan dalam aktivitas sosial, mulai dari
kewirausahaan, politik sampai kepada peperangan.

B. Signifikansi Pendidikan Berbasis Kesetaraan Gender Bagi


Pendidikan Islam.
Sejalan dengan teori femenisme liberal,13 analisis tentang
kesetaraan gender dalam pemikiran pendidikan Hamka berikut
didasari oleh suatu pemikiran bahwa semua manusia, laki-laki dan
perempuan diciptakan seimbang dan serasi dan semestinya tidak
boleh terjadi penindasan antara yang satu dengan yang lainnya.
Perempuan maupun laki-laki sama-sama memiliki
kehususankekhususan, namun secara ontologis mereka adalah sama,
sehingga dengan sendirinya semua hak laki-laki juga menjadi hak
perempuan. Dalam bidang pendidikan, laki-laki ataupun perempuan
memiliki hak, kewajiban, peluang dan kesempatan yang sama.
Pendidikan Islam berspektif kesetaraan gender adalah suatu sistem
pendidikan yang merujuk kepada nilai-nilai ajaran Islam yang pada
keseluruhan aspeknya tercermin azas keadilan dan kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan, menanamkan nilai-nilai yang menjujung
tinggi persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, dan
menanamkan sikap anti diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu.
Manusia dilahirkan merdeka. Ia lahir ke dunia dengan tidak
mengenal perbedaan. Oleh karena itu, dalam kehidupan jangan ada
belenggu perbudakan dan sikap diskriminatif. Setiap individu, baik
laki-laki maupun permpuan mempunyai kemerdekaaan untuk
menyatakan perasaan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya
8
Buktinya, perjanjian bay’at, sumpah dan nazar yang dilakukan oleh perempuan mengikat
dengan sendirinya sebagaimana halnya laki-laki. Periksa QS. Al-Ma’idah/5: 89 dan QS. Al-
Mumtahanah /60: 12.
sebagai anugerah dari Allah SWT. Selain harus disesuaikan dengan
tuntutan dan perkembangan zaman, pada dasarnya materi pendidikan
Islam itu berkisar antara ilmu, amal shalih, dan keadilan. 9
Kesetaraan dan keadilan gender dapat juga disebut dengan
istilah kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam
penddikan, artinya pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban,
kedudukan, peranan dan kesempatan yang sama dalam berbagai
bidang kehidupan terlebih dahulu dalam pendidikan dan
pembangunan. Semua itu dilandasi atas dasar saling menghormati,
saling menghargai, saling membantu, saling mengisi dan sebagainya
dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

C. Praktek Pembelajaran yang Berbasis Kesetaraan Gender dalam


Pendidikan Islam
Dalam ranah kebudayaan perempuan telah dipersepsi sebagai
manusia domestik, yang ruang geraknya sangat terbatas. Tidak heran
jika insiden kemiskinan dan buta huruf lebih banyak menimpa
perempuan. Salah satu pendekatan terhadap perempuan dalam
pembangunan yang melihat semua aspek kehidupan perempuan dan
semua kerja yang dilakukan perempuan baik kerja produktif,
10
reproduktif, pembantu rumah tangga dan lain sebagainya.
Ketimpangan gender yang terjadi diakibatkan karena masih
kentalnya pandanagan dalam masyarakat, bahwa anak laki-laki dan
perempuan memiliki nilai yang berbeda. Memiliki anak laki-laki
dianggap lebih penting dan bernilai daripada anak perempuan. Anak
laki-laki kelak diharapkan menjadi pemimpin bagi keluarga, tidak saja
dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam hal semua. Karena semakin
tinggi tingkat pendidikan laki-laki, maka akan semakin tinggi pula nilai
9
Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990, h. 160
10
Fakih Mansoer, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Putaka Pelajar 2006), h.
12. 178 | MUSAWA, Vol. 7 No.1 Juni 2015 : 158 - 182
dan kedudukan dalam masyarakat. Fakta-fakta yang menunjukan
kesenjangan gender berkaitan dengan banyak faktor antara lain:
perilaku masyarakat yang lebih mementingkan pendidikan anak laki-
laki ketimbang anak perempuan. Faktor budaya sangat berpengaruh
terutama pada pemilihan jurusan oleh peserta didik. Dalam setiap
masyarakat kaum laki-laki dan perempuan memiliki gender yang
berbeda. Terdapat perbedaan pekerjaan yang mereka lakukan dalam
komunitasnya, dan status maupun kekuasaan mereka di dalam
masyarakat. Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan
oleh banyak hal diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat,
bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui ajaran
keagamaan maupun negara. Persoalan budaya yang menghambat
aktivitas pendidikan dan prestasi anak-anak perempuan maupun laki-
11
laki harus dikaji secara mendalam.
Praktek-praktek budaya seperti pemisahan dan perbedaan
jenis kelamin seringkali menghalangi partisipasi anak perempuan
untuk bersekolah. Dalam banyak masyarakat, orang tua beranggapan
bahwa menyekolahkan anak perempuan kurang menguntungkan
dibandingkan menyekolahkan anak laki-laki.gender. Kesetaraan
gender seharusnya mulai ditanamkan pada anak sejak dari
lingkungan keluarga. Memang tidak mudah bagi orang tua untuk
Warni Tune Sumar, Ilmplementasi Kesetaraan Gender | 179 dalam
Bidang Pendidikan melakukan pemberdayaan yang setara terhadap
anak perempuan dan laki-laki. Karena di satu pihak mereka dituntut
oleh masyarakat untuk membesarkan anak-anaknya sesuai dengan
aturan anak perempuan dan laki-laki.

11
Fakih Mansoer, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Putaka Pelajar 2006), h.
12.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesetaraan gender seiring dengan perkembangan zaman yang
didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mendorong perkembangan ekonomi dan globalisasi informasi yang
memungkinkan kaum perempuan bekerja dan berperan sama dengan
kaum laki-laki. Gender adalah perbedaan peran dan tanggungjawab
antara lakilaki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial budaya
masyarakat. Tataran bias gender banyak terjadi dalam berbagai
bidang terutama bidang pendidikan, misalnya peran gender terjadi
dalam hal mengakses lembaga pendidikan yang menyebabkan
rendahnya partispasi perempuan.

B. Saran
Tantangan kedepan adalah membangun kembali pendidikan
sebagai bagian dari gerakan kultur (cultural force). Untuk menjamin
pemenuhan HAM dan implementasi, dimana perempuan dapat maju
bersama dan merasakan perlakuan yang sama dengan warga negara
laiinya yakni kaum laki-laki karena sesungguhnya juga manusia yang
memiliki hak asasi manusia yang sama. Dengan terbukanya akses
pendidikan yang lebih luas adalah satu kinci untuk meningkatkan
pemberdayaan perempuan agar dapat berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan di segala bidang kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Tobroni, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM, Civil


Society, dan Multikulturalisme. Malang: Pusat Studi Agama, Politik,
dan Masyarakat (PuSAPoM), 2007, h. 241.
Subhan, Zaitunah, Tafsir Kebencian-Studi Bias Gender dalam Tafsir2015
Lihat Zaitunah Subhan, “Gender dalam Perspektif Islam,” Akademika, Vol.
06, No. 2. Maret 2000, h.128.
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, Perspektif al-Qur’ân.
(Jakarta: Paramadina, 2001), hlm. 247-268.
Periksa QS. Al-Baqarah/2: 30, dan QS. Al-an’am/6: 165
Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas,
1990, h. 160
Fakih Mansoer, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:
Putaka Pelajar 2006), h. 12. 178 | MUSAWA, Vol. 7 No.1 Juni 2015 :
158 - 182
Fakih Mansoer, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:
Putaka Pelajar 2006), h. 12.

Anda mungkin juga menyukai