Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PAPER

MATA KULIAH PROBLEMATIKA REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN


“Pasca Panen Kubis”

Disusun Oleh:
1. Vera Nurhasanah 20200210078

2. M. Hatta Rajasa S 20200210099


3. Agi Rinaldi 20200210080

4. Muhammad Ilham A 20200210087

5. Alfan Habibi 20200210071

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
A. KASUS
Mba Vera membeli kubis di pasar tradisional. Penampakan kubis yang di beli mba Vera
terdapat bercak coklat dan mengalami kelayuan. Berdasarkan informasi, kubis berasal dari
Dieng dan sudah disimpan di pasar Gamping sekitar 2 hari yang lalu. Mba Vera masih
belum puas dengan kondisi kubis yang baru dibelinya, akhirnya mba Vera membeli lagi
kubis di supermarket. Kubis yang dibeli di supermarket memiliki kenampakan yang lebih
segar dan bersih tanpa adanya lubang coklat. Dari kasus tersebut, apa penyebab perbedaan
pada komoditas? Bagaimana solusinya?

B. IDENTIFIKASI KASUS
1. Penampakan kubis yang terdapat bercak coklat dan sudah layu
2. Kubis yang ada di supermarket memiliki kenampakan yang lebih segar dan bersih tanpa
adanya lubang coklat dibandingkan dengan kubis yang ada di pasar tradisional.

C. ANALISIS KASUS
1. Penampakan kubis yang terdapat bercak coklat dan sudah layu.
Kerusakan fisiologis pada kubis yang terdapat bercak coklat disebabkan oleh suhu
lingkungan dan penampakannya yang layu terjadi akibat banyaknya kehilangan air pada
komoditas. Menurut Saputri et al., (2020) menyatakan bahwa terdapatnya bercak coklat
pada kubis karena kubis terlalu lama di suhu lingkungan dan terkena paparan sinar
matahari.
Kondisi hilangnya air dari komoditas dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban nisbi
selama penyimpanan. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan
berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan dengan
terjadinya pelayuan dan pengkriputan. Jika air telah berkurang sebanyak 10% maka akan
mempengaruhi mutu dan akan berdampak pada kenampakan visual dan beberapa zat
dalam komoditas yang bersangkutan (Gardjito & Wardana, 2003).
Menurut Samad (2006) menyatakan bahwa jika kelembaban rendah maka akan
terjadi pelayuan atau pengkeriputan, dan jika kelembaban terlalu tinggi akan
merangsang proses pembusukan karena kemungkinan terjadi kondensasi air. Susut bobot
yang berlebihan dari komoditas juga menyebabkan pelayuan dan pengeriputan sehingga
kesegarannya pun berkurang (Ryall dan Lipton,1983).
Untuk mencegah terjadinya pelayuan dan kerusakan pada kubis maka perlu
dilakukan penanganan dengan menyimpanan komoditas pada suhu rendah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Samad (2006) bahwa penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk
mengurangi respirasi, memperlambat proses penuaan, memperlambat pelayuan,
mengurangi tingkat kerusakan akibat aktivitas mikroba dan mengurangi kemungkinan
pertumbuhan tunas atau akar.
Selain disebabkan oleh faktor lingkungan kubis yang terdapat bercak coklat tersebut
juga disebabkan karena adanya penyakit busuk basah. Penyakit busuk basah disebabkan
oleh bakteri Erwinia carotovora. Hal ini sesuai dengan pendapat Yos & Abdul (2020)
yang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora
dengan gejala seragannya dimulai dengan timbulnya bercak coklat kehitaman pada
permukaan kubis.
Pengendalian dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam, rotasi tanaman dengan
tanaman bukan keluarga terung-terunga dan mengaplikasikan fungisida yang
direkomendasikan.

2. Kubis yang ada di supermarket


Penyebab terjadinya perbedaan kenampakan kubis lebih segar dan bersih tanpa
adanya lubang coklat karena dipengaruhi oleh penyimpanan produk pada suhu rendah.
Penyimpanan kubis menggunakan suhu rendah adalah pilihan terbaik untuk
mempertahankan mutu kubis (Muchtadi, 1992). Kubis mempunyai suhu penyimpanan
0℃ dengan kelembaban 90-95% dengan umur simpan 3-6 minggu (Soesarsono, 1976)
Menurut David & Juliana (2016) menyatakan bahwa penyimpanan yang dimaksud
yaitu penyimpanan pada kondisi suhu dingin dan penyimpanan pada kondisi atmosfir
terkendali. Penyimpanan ini merupakan upaya dalam mempertahankan komoditas
produk agar tetap dalam kondisi segar dan masih memiliki kualitas yang baik. Cara
penyimpanan dilakukan agar dapat mengurangi laju respirasi dan metabolisme lainnya,
mengurangi proses penuaan, mengurangi kehilangan air dan pelayuan, mengurangi
kerusakan akibat aktivitas mikroba, dan mengurangi proses pertumbuhan yang tidak
dikehendaki seperti pertunasan (David & Juliana, 2016).
Kubis lebih segar penampakanya di supermarket dikarenakan kubis disimpan pada
suhu rendah. Menurut Muchtadi (1992) menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu
rendah merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur simpan bahan segar,
karena dengan cara ini dapat mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan, dan
pertumbuhan mikroorganisme.
Untuk lebih memperpanjang masa simpan sayuran kubis bisa dikembangkan dengan
cara penyimpanan pada atmosfir terkendali atau termodifikasi (controlled atmosphere
storage, CAS; dan modified atmosphere storage, MAS) (Samad, 2006). Prinsip dari
sistem penyimpanan CAS dan MAS dilakukan dengan cara menurunkan konsentrasi
oksigen dan meningkatkan konsentrasi gas karbon dioksida. Dalam hal ini, kondisi
penyimpanan sistem atmosfir terkendali pada kubis memiliki konsentrasi O 2 (1- 2,5%)
dan CO2 (5,5%) sehingga dapat menghambat penuan, kehilangan rasa dan bau serta
penguningan dan penurunan timbulnya bercak akibat virus (Pantastico, 1973).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kubis
Kata “kubis” diambil dari bahasa Perancis, chou cabus (secara harfiah berarti “kubis
kapala”). Kubis (Brassica oleracia) atau kol merupakan tanaman sayuran yang tergolong
keluarga Brassica seperti brokoli, kembang kol, dan kecambah Brussels. Keluarga kubis-
kubisan terdiri dari berbagai jenis, tetapi yang umum dibudidayakan di Indonesia antara lain
kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis rabi, dan kale. Jenis-jenis tersebut juga
termasuk kubis liar Brassica oleraceae var. sylvestris, yang tumbuh di sepanjang pantai
Laut Yengah, pantai Inggris, Denmark, dan sebelah Utara Perancis Barat.
Kubis dapat ditanam di dataran rendah atau dataran tinggi dengan curah hujan rata-
rata 850-900 mm. Tanaman kubis memiliki daun bulat, oval, hingga lonjong, berbentuk
roset akar yang besar dan lebat, warna daun beraneka ragam, anatara lain putih (forma alba),
hijau, dan merah keunguan (forma rubra). Pada mulanya, daun yang berlapis lilin tumbuh
lurus, daun-daun berikutnya membengkok, menutupi daun-daun muda yang terakhir
tumbuh. Daun akan berhenti tumbuh apabila krop atau telur (kepala) dan krop samping pada
tunas kubis (Brussel sprouts) mulai terbentuk. Selanjutnya, krop akan pecah dan malai
bunga yang bertangkai panjang, bercabang-cabang, berdaun kecil, dan bermahkota tegak
berwarna kuning akan keluar. Buah tanaman ini berupa buah polong berbentuk silindris,
panjang 5-10 cm serta berbiji banyak (Wansyah, 2013).

B. Panen dan Pasca Panen Kubis


Kubis sebagai salah satu produk hortikultura adalah produk yang mudah rusak.
Kubis seperti juga komoditi hortikultura lainnya walaupun sudah dipanen, masih melakukan
proses metabolisme yaitu respirasi dan terus melakukan transpirasi serta pematangan,
penuaan dan akhirnya layu. Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional
mengikuti laju respirasi. Daun kubis segar rasanya renyah dan garing sehingga dapat
dimakan sebagai lalapan saat masih mentah dan matang dalam campuran salad dan sayur.
Untuk itu mempertahankan kesegaran dari produk hortikultura merupakan hal yang sangat
penting (Valentine, 2016).
Kubis dipanen pada umur 2 – 3 bulan setelah tanam di lahan, ciri-ciri cukup umur,
krop mencapai ukuran maksimum, padat/ kompak, bila dijentik jari tangan berbunyi
nyaring. Pemanenan terlambat berakibat kropnya pecah/ retak-retak (busuk). Cara panen
dengan mematahkan daun-daun tua sebelah bawah krop, krop dipotong tepat dibagian
bawahnya dan dimasukkan ke keranjang, daun tua dan rusak dibersihkan. Waktu yang tepat
untuk panen kubis adalah siang hari dari jam 09.00 – 15.30 dan saat tidak hujan. Kubis yang
dipanen terlalu pagi masih berembun. Embun ini harus dihilangkan karena dapat memacu
tumbuhnya penyakit jamur (Swadianto, 2010).
Setelah panen, kubis diangkut ke tempat penampungan atau penyimpanan. Di
gudang penyimpanan harus tersedia rak-rak bertingkat, lingkungan cukup lembab, sirkulasi
udara baik, suhu udara relatif rendah. Untuk pengiriman jarak jauh selama di penyimpanan
dilakukan pelumuran pada pangkal krop dengan larutan kapur tohror (50 – 100%) untuk
mencegah penyakit busuk daun. Kubis dikemas dalam keranjang plastik 75 x 50 x 50 cm3 .
Penggunaan keranjang peti kayu atau karung plastik dapat menyebabkan peyusutan dan
kerusakan krop lebih besar dibanding keranjang plastic. Kemasan plastik merupakan bahan
kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya. Dan kemasan ini memiliki
berbagai keunggulan yakni fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan, tidak
mudah pecah atau robek, permukaannya halus dan harganya relatif murah (Valentine, 2016).

C. Mutu Segar Kubis


Penurunan mutu akan mulai terjadi ketika produk terpisah dari induknya, terlebih
lagi jika mengalami penundaan dalam pendistribusian ke konsumen yaitu penyimpanan
sementara produk lebih dari satu hari. Sayuran yang telah dipanen, masih melangsungkan
aktivitas hidupnya seperti respirasi, metabolisme dan transpirasi. Produk akan kehilangan
substrat dan air yang tidak dapat diganti sehingga terjadi proses kemunduran atau
deteriorasi, yaitu terjadinya pelayuan produk hortikultura. Pelayuan pada produk ini akan
berdampak pada perubahan warna serta bau produk yang kurang baik, sehingga kualitas
produk menjadi rendah dan menyebabkan nilai pasar menjadi menurun atau kehilangan nilai
jual saat sampai ke konsumen. Kehilangan (losses) karena proses pelayuan dan pembusukan
pada sayur-sayuran daun dilaporkan sangat tinggi yaitu mencapai 40 - 50% di negara –
negara sedang berkembang (Chyntia Saputri, 2020).
Muchtadi (1992) menyatakan penyimpanan bahan pada suhu rendah merupakan cara
yang efektif untuk memperpanjang umur simpan bahan segar, karena dengan cara ini dapat
mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan, dan pertumbuhan mikroorganisme.
Penyimpanan kubis menggunakan suhu rendah adalah pilihan terbaik untuk
mempertahankan mutu kubis. Pendinginan tidak akan meningkatkan kualitas produk hasil
panen. Karenanya produk hortikultura harus dipanen pada kondisi yang masih optimum dan
waktu yang paling baik.
Kesegaran merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh terhadap nilai
produk pascapanen seperti halnya kubis. Kesegaran kubis akan mempengaruhi harga kubis
dipasaran karena masyarakat dominan memilih kubis yang segar. Kerusakan mekanis yang
mungkin terjadi saat pemanenan dan serangan hama penyakit pada saat tanaman masih di
lahan akan sangat berpengaruh pada mutu produk kubis. Produk yang telah layu, kering, dan
telah berubah warna sering dikatakan sebagai akhir umur produk dan biasanya tidak disukai
oleh konsumen. Untuk menjaga mutu dari produk dapat dilakukan dengan mengatur kondisi
penyimpanan, yaitu dengan menggunakan penyimpanan dingin serta menghindari produk
terkena sinar matahari langsung. Karena suhu akan sangat berpengaruh terhadap laju
respirasi kubis, dengan suhu rendah maka respirasi semakin kecil dan umur simpan semakin
panjang (Chyntia Saputri, 2020).
Masalah utama dalam penyimpanan kubis bunga adalah masa simpan yang singkat.
Kubis bunga memiliki sifat sangat ringkih (perishable) dan cepat mengalami penurunan
mutu. Penurunan mutu pada kubis bunga dapat diketahui dari beberapa karakter seperti
terjadinya penurunan bobot, kesegaran dan kekompakan. Kubis bunga bila dibiarkan di suhu
ruang selama beberapa jam akan cepat mengalami kekuningan, jika di simpan di suhu
rendah dengan waktu yang relatif lama maka mutu kubis bunga dapat dipertahankan.
Penyimpanan produk dengan suhu 6℃-10℃ merupakan suhu yang relatif baik untuk
penyimpanan produk hortikuktura, suhu 11℃–15℃ merupakan suhu dimana produk akan
lebih cepat mengalami proses respirasi (Utama, 2006).

Dalam hal ini perlu penangan khusus pada sayuran segar khususnya kubis bunga
pada saat pascapanen agar kualitas dari produk segar tidak cepat mengalami kerusakan.
Salah satu contoh kerusakan pada kubis bunga adalah terdapat bercak coklat maupun bintik
hitam disekitar curd nya yang dikarenakan terlalu lama di suhu lingkungan dan terkena
paparan sinar matahari. Penyimpanan kubis bunga menggunakan suhu rendah adalah pilihan
terbaik untuk mempertahankan mutu kubis, penyimpanan tersebut dimaksudkan agar mutu
kubis bunga tidak menurun serta dapat menekan laju respirasi nya yang tergolong tinggi
(Chyntia Saputri, 2020).

D. Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pascapanen Kubis


Menurut Yuanita (2019) faktor-faktor yang mempengarhu penanganan pasca panen
sayuran antara lain :
1. Faktor biologi : respirasi, produksi etilen, perubahan komposisi kimia, dan transpirasi.
2. Faktor lingkungan : suhu, kelembaban, dan komposisi atmosfer.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kualitas dan susut panen
sayuran adalah turunnya kadar air, kerusakan mekanis, penguapan, dan mikroorganisme.
Kubis sendiri merupakan sayur yang memiliki laju respirasi tinggi, yaitu 20-40 mg
CO2/kg/hari, yang mana apabila sayuran ini telah dipanen, akan mengalami kemunduran
mutu, terlebih jika mengalami penundaan dalam pendistribusian ke konsumen yaitu
penyimpanan sementara prosuk lebih dari satu hari. Hal tersebut disebabkan karena setelah
dipanen, kubis masih mengalami respirasi dan transpirasi (Saputri, dkk., 2020).
Utama (2013) mengemukakan bahwa masalah terpenting selama penyimpanan kubis
adalah masa simpan yang singkat. Kubis bersifat sangat rentan (perishable) dan mutunya
cepat mengalami penurunan yang dapat diketahui dari beberapa cirri seperti penurunan
bobot, kesegaran, dan kekompakan. Kubis jika dibiarkan di suhu ruang selama beberapa jam
akan cepat menguning. Suhu 11℃–15℃ merupakan suhu dimana produk akan lebih cepat
mengalami proses respirasi.
BAB III
PEMBAHASAN

A. PENYELESAIAN KASUS
Solusi untuk adanya perbedaan penampakan sayuran kubis di supermarket dan di
pasar tradisional setelah 1 hari penyimpanan yang penampakannya layu akibat banyaknya
kehilangan air pada komoditas serta adanya bercak coklat pada kubis yang disebabkan
karena tingginya suhu lingkungan dan terkena paparan sinar matahari yang terlalu lama
dapat ditangani dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.
a. Penyimpanan pada kondisi suhu dingin.
Penyimpanan kubis bunga menggunakan suhu rendah adalah pilihan terbaik untuk
mempertahankan mutu kubis, penyimpanan tersebut dimaksudkan agar mutu kubis tidak
menurun serta dapat menekan laju respirasinya yang tergolong tinggi. Penyimpanan
pada suhu 6o C – 10o C merupakan suhu yang relatif baik untuk penyimpanan produk
hortikultura termasuk sayuran kubis. Untuk memperoleh hasil penyimpanan yang baik,
suhu suhu ruang pendingin harus dijaga agar tetap konstan dan tidak berfluktuasi. Selain
itu, kubis mengandung sekitar 92% air sehingga setelah dipanen kubis harus segera
didinginkan dengan tetap memperhatikan kelembabannya supaya tidak terjadi pelayuan
dan pengriputan. Kelembaban relatif untuk produk kubis yaitu berkisar antara 95-98%
(Winarno, 2002).
b. Penyimpanan kubis sederhana
Cara penyimpanan terbaik dan sederhana untuk para pedagang pasar dapat dilakukan
dengan meletakkan kubis secara terpisah dengan komoditi lainnya karena beberapa buah
dan sayuran akan melepaskan etilen selama penyimpanan sehingga memicu kubih untuk
lebih cepat mengalami kerusakan bahkan dapat menyebabkan lapisan daun pada kubis
terlepas. Kedua, kubis dapat diletakkan diatas peti kayu yang diberi alas sehingga tidak
bersentuhan langsung dengan kayu. Ketiga, sanitasi lingkungan perlu diperhatikan.
Keempat, tidak meletakkan kubis di ruang terbuka ruangan sehingga terlindung dari
panas dan hujan. Kelima, sirkulasi tempat penyimpanan juga harus diperhatikan, kubis
tidak boleh ditumpuk karena menyebabkan sirkulasi udara pada kubis yang berada
dibagian bawah menjadi tidak lancar (Wansyah, 2013).
c. Pengemasan
Kubis sebaiknya dibungkus dengan plastik dan disimpan dirak kulkas untuk
membatasi eksposur terhadap aliran udara sehingga akan mengurangi respirasi dan
mencegah pembusukan. Fungsi bungkus plastik juga untuk menjaga kelembaban
eksternal dan mempertahankan kelembaban internalnya yaitu menjaga keluarnya air dari
sel sehingga tidak terjadi pelayuan (Wansyah, 2013).
d. Penyimpanan pada kondisi atmosfir terkendali.
Untuk lebih memperpanjang masa simpan sayuran kubis,maka dikembangkan cara
penyimpanan pada atmosfir terkendali atau termodifikasi. Komposisi gas yang tepat
untuk kubis yaitu konsentrasi O2 (1 - 2, 5%) dan CO2 (5,5%) dapat menghambat
penuan, kehilangan rasa dan bau serta penguningan dan penurunan timbulnya bercak
akibat virus (Samad, 2006).
Selain itu, pada sayuran kubis yang ditujukan untuk penyimpanan jangka panjang
dapat digunakan penyimpanan Controlled Atmosphere sehingga kualitas dan harga
jualnya menjadi kompetitif. langkah yang harus dilakukan adalah menyimpan kubis
pada suhu 0-1ºC dengan kelembaban relatif 95-98%, dalam ruang penyimpanan
controlled atmosphere  dengan proporsi O2 3-5% dan CO2 5-7% (Agblor and Waterer,
2001). Keuntungan dari perlakuan ini diantaranya dapat mengontrol penyakit oleh
fungi, mengontrol kerusakan fisiologis, mempertahankan kerenyahan dan rasa yang
segar, serta mengurangi kerugian akibat susut dan pemangkasan (Saputra, 2017).

e. Pengendalian serangan penyakit pada kubis


Dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam, mengatur drainase yang baik agar air
tidak tergenang dan jika ditemukan serangangan dapat melakukan penyemprotan
fungisida yang berbahan aktif tembaga (Cu) (Yos & Abdul, 2020).
BAB IV

KESIMPULAN

Adanya perbedaan penampakan antara kubis di supermarket yang segar dan kubis di pasar
tradisional yang layu dan terdapat bercak coklat akibat banyaknya kehilangan, tingginya suhu
lingkungan serta paparan sinar matahari yang terlalu lama dapat diselesaikan dengan penyimpanan
pada suhu dingin, penyimpanan kubis sederhana, pengemasan, dan penyimpanan pada kondisi
atmosfir terkendali. Serta bercak coklat disebabkan karena adanya seragan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora.
DAFTAR PUSTAKA

Agblor, S. & D. Waterer. (2001). Cabbage: Post-Harvest Handling and Storage. Dept. of Plant
Sciences, University of Saskatchewan, Canada.
David, Jhon., & Juliana C. Kilmanun. (2016). Penanganan Pasca Panen Penyimpanan untuk
Komoditas Hortikultura. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian :1015-
1026.
Gardjito, M. & S,A. Wardana. (2003). Holtikultura Teknik Analisis Pasca Panen. Transmedia
Global Wacana. Yogjakarta.
Muchtadi, Deddy. (1992). Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan Dan Gizi IPB, Bogor.
Pantastico, E. B. (1973). Post-harvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and
Subtropical Fruits dan Vegetables. The AVI Publ.Co.Inc. Westport, Connecticut,
Ryall, A.L & Lipton, W.A. (1983). Handling, transportation and storage of fruits and vegetables.
AVI Publishing Company Inc., Westport
Samad, M.Y. (2006). Pengaruh Penanganan Pasca Panen terhadap Mutu Komoditas Hortikultura.
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 8(1), 31-36.
Saputra, S.N. (2017). Penanganan Pasca Panen Kubis.
http://blog.umy.ac.id/sundanesesaputra/2017/05/17/penanganan_pasca_panen_kubis/
Saputri, Chyntia Wulandari Eka., Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja & Pande Ketut Diah Kencana.
(2020). Pengaruh Perlakuan Waktu dan Suhu Penyimpanan Dingin terhadap Mutu Kubis
Bunga (Brassica oleracea L. var. botrytis). Jurnal Beta (BIOSISTEM DAN TEKNIK
PERTANIAN), 8(1), 138-144.
Soesarsono, W. (1976). Penyimpanan Dingin Buah, Sayur dan Bunga. Terjemahan USDA
Agricaltural Handbook. IPB- Bogor
Swadianto. (2010). Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Dan Produksi Etilena Pada Pascapanen
Buah Manggis (Garcinia Mangostana L). Anatomi Fisiologi, 6 (17), 39 – 45.
Utama. (2006). Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk Hortikultura dalam
Mendukung GAP. Jurnal Pasca Panen, 8 – 9.
Utama, I. M. S., & Antara, N. S. (2013). Pasca Panen Tanaman Tropika: Buah Dan Sayur.
Denpasar. Universitas Udayana, 8 -9.
Valentine. (2016). Kajian Perubahan Mutu Kubis (Brassica oleracea var gran 11) Dalam Kemasan
Plastik Selama Penyimpanan. Jurnal Sains Dan Teknologi, 1 (1), 1 – 11.
Wansyah, Rahmat Darma. (2013). Penanganan Pascapanen Kubis. Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam. Banda Aceh.
https://dokumen.tips/documents/penanganan-pascapanen-kubis.html
Winarno, F. G. (2002). Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M. Brio Press.Bogor.
Yuanita, Erika. (2019). Teknologi Pasca Panen Sayuran.
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/77379/Teknologi-Pasca-Panen-Sayuran/

Anda mungkin juga menyukai