Disusun Oleh:
1. Vera Nurhasanah 20200210078
B. IDENTIFIKASI KASUS
1. Penampakan kubis yang terdapat bercak coklat dan sudah layu
2. Kubis yang ada di supermarket memiliki kenampakan yang lebih segar dan bersih tanpa
adanya lubang coklat dibandingkan dengan kubis yang ada di pasar tradisional.
C. ANALISIS KASUS
1. Penampakan kubis yang terdapat bercak coklat dan sudah layu.
Kerusakan fisiologis pada kubis yang terdapat bercak coklat disebabkan oleh suhu
lingkungan dan penampakannya yang layu terjadi akibat banyaknya kehilangan air pada
komoditas. Menurut Saputri et al., (2020) menyatakan bahwa terdapatnya bercak coklat
pada kubis karena kubis terlalu lama di suhu lingkungan dan terkena paparan sinar
matahari.
Kondisi hilangnya air dari komoditas dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban nisbi
selama penyimpanan. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan
berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan dengan
terjadinya pelayuan dan pengkriputan. Jika air telah berkurang sebanyak 10% maka akan
mempengaruhi mutu dan akan berdampak pada kenampakan visual dan beberapa zat
dalam komoditas yang bersangkutan (Gardjito & Wardana, 2003).
Menurut Samad (2006) menyatakan bahwa jika kelembaban rendah maka akan
terjadi pelayuan atau pengkeriputan, dan jika kelembaban terlalu tinggi akan
merangsang proses pembusukan karena kemungkinan terjadi kondensasi air. Susut bobot
yang berlebihan dari komoditas juga menyebabkan pelayuan dan pengeriputan sehingga
kesegarannya pun berkurang (Ryall dan Lipton,1983).
Untuk mencegah terjadinya pelayuan dan kerusakan pada kubis maka perlu
dilakukan penanganan dengan menyimpanan komoditas pada suhu rendah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Samad (2006) bahwa penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk
mengurangi respirasi, memperlambat proses penuaan, memperlambat pelayuan,
mengurangi tingkat kerusakan akibat aktivitas mikroba dan mengurangi kemungkinan
pertumbuhan tunas atau akar.
Selain disebabkan oleh faktor lingkungan kubis yang terdapat bercak coklat tersebut
juga disebabkan karena adanya penyakit busuk basah. Penyakit busuk basah disebabkan
oleh bakteri Erwinia carotovora. Hal ini sesuai dengan pendapat Yos & Abdul (2020)
yang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora
dengan gejala seragannya dimulai dengan timbulnya bercak coklat kehitaman pada
permukaan kubis.
Pengendalian dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam, rotasi tanaman dengan
tanaman bukan keluarga terung-terunga dan mengaplikasikan fungisida yang
direkomendasikan.
A. Kubis
Kata “kubis” diambil dari bahasa Perancis, chou cabus (secara harfiah berarti “kubis
kapala”). Kubis (Brassica oleracia) atau kol merupakan tanaman sayuran yang tergolong
keluarga Brassica seperti brokoli, kembang kol, dan kecambah Brussels. Keluarga kubis-
kubisan terdiri dari berbagai jenis, tetapi yang umum dibudidayakan di Indonesia antara lain
kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis rabi, dan kale. Jenis-jenis tersebut juga
termasuk kubis liar Brassica oleraceae var. sylvestris, yang tumbuh di sepanjang pantai
Laut Yengah, pantai Inggris, Denmark, dan sebelah Utara Perancis Barat.
Kubis dapat ditanam di dataran rendah atau dataran tinggi dengan curah hujan rata-
rata 850-900 mm. Tanaman kubis memiliki daun bulat, oval, hingga lonjong, berbentuk
roset akar yang besar dan lebat, warna daun beraneka ragam, anatara lain putih (forma alba),
hijau, dan merah keunguan (forma rubra). Pada mulanya, daun yang berlapis lilin tumbuh
lurus, daun-daun berikutnya membengkok, menutupi daun-daun muda yang terakhir
tumbuh. Daun akan berhenti tumbuh apabila krop atau telur (kepala) dan krop samping pada
tunas kubis (Brussel sprouts) mulai terbentuk. Selanjutnya, krop akan pecah dan malai
bunga yang bertangkai panjang, bercabang-cabang, berdaun kecil, dan bermahkota tegak
berwarna kuning akan keluar. Buah tanaman ini berupa buah polong berbentuk silindris,
panjang 5-10 cm serta berbiji banyak (Wansyah, 2013).
Dalam hal ini perlu penangan khusus pada sayuran segar khususnya kubis bunga
pada saat pascapanen agar kualitas dari produk segar tidak cepat mengalami kerusakan.
Salah satu contoh kerusakan pada kubis bunga adalah terdapat bercak coklat maupun bintik
hitam disekitar curd nya yang dikarenakan terlalu lama di suhu lingkungan dan terkena
paparan sinar matahari. Penyimpanan kubis bunga menggunakan suhu rendah adalah pilihan
terbaik untuk mempertahankan mutu kubis, penyimpanan tersebut dimaksudkan agar mutu
kubis bunga tidak menurun serta dapat menekan laju respirasi nya yang tergolong tinggi
(Chyntia Saputri, 2020).
A. PENYELESAIAN KASUS
Solusi untuk adanya perbedaan penampakan sayuran kubis di supermarket dan di
pasar tradisional setelah 1 hari penyimpanan yang penampakannya layu akibat banyaknya
kehilangan air pada komoditas serta adanya bercak coklat pada kubis yang disebabkan
karena tingginya suhu lingkungan dan terkena paparan sinar matahari yang terlalu lama
dapat ditangani dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.
a. Penyimpanan pada kondisi suhu dingin.
Penyimpanan kubis bunga menggunakan suhu rendah adalah pilihan terbaik untuk
mempertahankan mutu kubis, penyimpanan tersebut dimaksudkan agar mutu kubis tidak
menurun serta dapat menekan laju respirasinya yang tergolong tinggi. Penyimpanan
pada suhu 6o C – 10o C merupakan suhu yang relatif baik untuk penyimpanan produk
hortikultura termasuk sayuran kubis. Untuk memperoleh hasil penyimpanan yang baik,
suhu suhu ruang pendingin harus dijaga agar tetap konstan dan tidak berfluktuasi. Selain
itu, kubis mengandung sekitar 92% air sehingga setelah dipanen kubis harus segera
didinginkan dengan tetap memperhatikan kelembabannya supaya tidak terjadi pelayuan
dan pengriputan. Kelembaban relatif untuk produk kubis yaitu berkisar antara 95-98%
(Winarno, 2002).
b. Penyimpanan kubis sederhana
Cara penyimpanan terbaik dan sederhana untuk para pedagang pasar dapat dilakukan
dengan meletakkan kubis secara terpisah dengan komoditi lainnya karena beberapa buah
dan sayuran akan melepaskan etilen selama penyimpanan sehingga memicu kubih untuk
lebih cepat mengalami kerusakan bahkan dapat menyebabkan lapisan daun pada kubis
terlepas. Kedua, kubis dapat diletakkan diatas peti kayu yang diberi alas sehingga tidak
bersentuhan langsung dengan kayu. Ketiga, sanitasi lingkungan perlu diperhatikan.
Keempat, tidak meletakkan kubis di ruang terbuka ruangan sehingga terlindung dari
panas dan hujan. Kelima, sirkulasi tempat penyimpanan juga harus diperhatikan, kubis
tidak boleh ditumpuk karena menyebabkan sirkulasi udara pada kubis yang berada
dibagian bawah menjadi tidak lancar (Wansyah, 2013).
c. Pengemasan
Kubis sebaiknya dibungkus dengan plastik dan disimpan dirak kulkas untuk
membatasi eksposur terhadap aliran udara sehingga akan mengurangi respirasi dan
mencegah pembusukan. Fungsi bungkus plastik juga untuk menjaga kelembaban
eksternal dan mempertahankan kelembaban internalnya yaitu menjaga keluarnya air dari
sel sehingga tidak terjadi pelayuan (Wansyah, 2013).
d. Penyimpanan pada kondisi atmosfir terkendali.
Untuk lebih memperpanjang masa simpan sayuran kubis,maka dikembangkan cara
penyimpanan pada atmosfir terkendali atau termodifikasi. Komposisi gas yang tepat
untuk kubis yaitu konsentrasi O2 (1 - 2, 5%) dan CO2 (5,5%) dapat menghambat
penuan, kehilangan rasa dan bau serta penguningan dan penurunan timbulnya bercak
akibat virus (Samad, 2006).
Selain itu, pada sayuran kubis yang ditujukan untuk penyimpanan jangka panjang
dapat digunakan penyimpanan Controlled Atmosphere sehingga kualitas dan harga
jualnya menjadi kompetitif. langkah yang harus dilakukan adalah menyimpan kubis
pada suhu 0-1ºC dengan kelembaban relatif 95-98%, dalam ruang penyimpanan
controlled atmosphere dengan proporsi O2 3-5% dan CO2 5-7% (Agblor and Waterer,
2001). Keuntungan dari perlakuan ini diantaranya dapat mengontrol penyakit oleh
fungi, mengontrol kerusakan fisiologis, mempertahankan kerenyahan dan rasa yang
segar, serta mengurangi kerugian akibat susut dan pemangkasan (Saputra, 2017).
KESIMPULAN
Adanya perbedaan penampakan antara kubis di supermarket yang segar dan kubis di pasar
tradisional yang layu dan terdapat bercak coklat akibat banyaknya kehilangan, tingginya suhu
lingkungan serta paparan sinar matahari yang terlalu lama dapat diselesaikan dengan penyimpanan
pada suhu dingin, penyimpanan kubis sederhana, pengemasan, dan penyimpanan pada kondisi
atmosfir terkendali. Serta bercak coklat disebabkan karena adanya seragan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora.
DAFTAR PUSTAKA
Agblor, S. & D. Waterer. (2001). Cabbage: Post-Harvest Handling and Storage. Dept. of Plant
Sciences, University of Saskatchewan, Canada.
David, Jhon., & Juliana C. Kilmanun. (2016). Penanganan Pasca Panen Penyimpanan untuk
Komoditas Hortikultura. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian :1015-
1026.
Gardjito, M. & S,A. Wardana. (2003). Holtikultura Teknik Analisis Pasca Panen. Transmedia
Global Wacana. Yogjakarta.
Muchtadi, Deddy. (1992). Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan Dan Gizi IPB, Bogor.
Pantastico, E. B. (1973). Post-harvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and
Subtropical Fruits dan Vegetables. The AVI Publ.Co.Inc. Westport, Connecticut,
Ryall, A.L & Lipton, W.A. (1983). Handling, transportation and storage of fruits and vegetables.
AVI Publishing Company Inc., Westport
Samad, M.Y. (2006). Pengaruh Penanganan Pasca Panen terhadap Mutu Komoditas Hortikultura.
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 8(1), 31-36.
Saputra, S.N. (2017). Penanganan Pasca Panen Kubis.
http://blog.umy.ac.id/sundanesesaputra/2017/05/17/penanganan_pasca_panen_kubis/
Saputri, Chyntia Wulandari Eka., Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja & Pande Ketut Diah Kencana.
(2020). Pengaruh Perlakuan Waktu dan Suhu Penyimpanan Dingin terhadap Mutu Kubis
Bunga (Brassica oleracea L. var. botrytis). Jurnal Beta (BIOSISTEM DAN TEKNIK
PERTANIAN), 8(1), 138-144.
Soesarsono, W. (1976). Penyimpanan Dingin Buah, Sayur dan Bunga. Terjemahan USDA
Agricaltural Handbook. IPB- Bogor
Swadianto. (2010). Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Dan Produksi Etilena Pada Pascapanen
Buah Manggis (Garcinia Mangostana L). Anatomi Fisiologi, 6 (17), 39 – 45.
Utama. (2006). Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk Hortikultura dalam
Mendukung GAP. Jurnal Pasca Panen, 8 – 9.
Utama, I. M. S., & Antara, N. S. (2013). Pasca Panen Tanaman Tropika: Buah Dan Sayur.
Denpasar. Universitas Udayana, 8 -9.
Valentine. (2016). Kajian Perubahan Mutu Kubis (Brassica oleracea var gran 11) Dalam Kemasan
Plastik Selama Penyimpanan. Jurnal Sains Dan Teknologi, 1 (1), 1 – 11.
Wansyah, Rahmat Darma. (2013). Penanganan Pascapanen Kubis. Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam. Banda Aceh.
https://dokumen.tips/documents/penanganan-pascapanen-kubis.html
Winarno, F. G. (2002). Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M. Brio Press.Bogor.
Yuanita, Erika. (2019). Teknologi Pasca Panen Sayuran.
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/77379/Teknologi-Pasca-Panen-Sayuran/