Atresiani Duktus Hepatycus
Atresiani Duktus Hepatycus
2.1 Definisi
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. (http://pilihsehat.tk/.2010)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang
akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma &
Taylor,2005)
2.3 Etiologi
Belum diketahui secara pasti
Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine (Rubela, Torch)
2.4 Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir
(Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada
akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu
sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan
duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi
mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan
vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin yang
menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).
Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan tipe III
adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non correctable), bila telah terjadi sirosis maka
dilakukan transpalantasi hati.
2.7 Penatalaksanaan
1. Medik
a) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk:
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu dengan
memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral misal : luminal
Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam ursodeoksikolat 310
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk
b) Terapi nutrisi yang bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin yaitu:
Pemberian makanan yang mengandung middle chain triglycerides(MCT) untuk mengatasi
malabsorpsi lemak. Contoh : susu pregestinil dan pepti yunior
Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
Dan pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus
dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif
dapat dikurangi.
c) Terapi Bedah
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan intervensi bedah
Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang Correktable yaitu tipe I dan II. Pada atresia bilier
yang Non Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan potensi
duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan Frozen section. Bila masih ada duktus
bilier yang paten maka dilakukan operasi kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang
paten tetap dikerjakan operasi kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan
jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang).
Pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan
dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.
d) Pemeriksaan diagnostik
Darah lengkap dan fungsi hati
Pada pemeriksaan laboratorium ini menunjukkan adanya hiperbilirubinemia direk, serta
peningkatan kadar serum transaminase, fosfatase alkali, dan gamma glutamil transpeptidase yang
dapat membantu diagnosis atresia bilier pada tahap awal.
Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus, tetapi urobilin
dalam urine negative, hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam tinja berkurang
karena adanya sumbatan.
Biopsi hati
Untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan pengambilan
jaringan hati.
USG abdomen
Menunjukkan kandung empedu yang kecil atau tidak sama sekali, adanya tanda Triangular cord
sangat sensitive menunjukkan adanya atresia bilier.
2. Keperawatan
Terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang menderita atresia
bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi
tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien. Segera
pembedahan portoenterestomi asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada setiap
pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat dan
terapi gizi yang benar termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin serta mineral,
terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus menjadi persoalan signifikan namun dapat
dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam dan memotong kuku jari tangan.
Anak-anak dan keluarga memerlukan dukungan psikososial khusus. Prognosis yang tidak
pasti, gangguan rasa nyaman, dan penantian untuk tranpalantasi dapat menimbulkan stress yang
cukup besar. Perawatan yang lama di rumah sakit, terapi farmakologis dan nutrisi dapat
membawa beban financial yang besar pada keluarga.
2.8 Komplikasi
Cirosis
Terjadi akibat obstuksi beliar yang kronis dan infeksi ( konlongitis ) dan berakibat terjadinya
jaringan parut disekitar hati dan empedu
Gagal Hati
Gangguan fungsi hati yang tampak adalah terjadinya pruritus akibat retensi garam- garam
empedu
Gagal tumbuh
Penurunan imunitas serta penyerapan nutrisi penting serta tingginya motebolisme pada atresia
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
Hipertensi Portal
Aliran darah yang melewati hati terganggu ( rusak ) meningkatkan tekanan darah yang melewati
vena vortal , diikuti oleh penumpukan cairan dirongga abdomen mengakibatkan volume
intravena menurun dan ginjal melepas renin yang meningkatkan skeresi hormon aldesteron oleh
kelenjar adrenal yang selanjutnya membuat ginjal menahan natriun dan air dalam upaya unruk
menggembalikan volume intravaskuler dalam keadaan normal.
Varisis Esofagus
Berkaitan dengan peningkatan vena portal darah dari taraktus intestinal dan limpa akan mencari
jalan keluar melalui sirkulasi kolateral (lintasan baru untuk kembali keatrium kanan) akibat
peningkatan tekanan khususnya dalam pembuluh darah pada lapisan sub mukosa esophagus
bagian bawah dan lambung bagian atas, pembuluh pembuluh kolateral ini tidak begitu elastic 9
rapuh dan mudah mengalami perdarahan.
2.9 Prognosis
Artesia biliear yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan sisrosis progresif dan
kematian pada sebagian besar anak usia dua tahun. Prosedur kasai benar-benar dapat
memperbaiki prognosis namun bukan tindakaan yang menyembuhkan. Kerap kali drainase getah
empedu dapat dicapai jika pembedahan dilakukaan sebelum saluran empedu intrahepatik
mengalami kerusakan yang biasanya terjadi pada usia 8 tahun.
Bila oprasi dilakukan pada usia kurang dari 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-
86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu maka angka
keberhasilanya hanya 34-43,6 %.
Bila operasi kasai dilakukan pada usia 1-60 hari, 61-70 hari, 71-90 hari, dan lebih dari 90
hari maka masing-masing akan emberikan keberhasilan hidup sebesar 73%, 35%,23%, dan 11%.
Sedangkan bila operasi tidak dilakukan maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10 %, dan
meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Jadi factor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi
adalah usia saat dilakukan operasi lebih dari 60 hari. ( Wong, Donna L.2008)
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 PENGKAJIAN
a. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
b. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
d. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen, hepatomegali,
lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
e. Pemeriksaan Fisik
1. BI : sesak nafas, RR meningkat
2. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
3. B3: gelisah atau rewel
4. B4: urine warna gelap dan pekat
5. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia, mual,
muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6. B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus), oedem
perifer, kerusakan kulit, otot lemah
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Bilirubin direk dalam serum meninggi
nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang
luas
Tidak ada urobilinogen dalam urine
Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai
normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2. Pemeriksaan diagnostik
USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa
dilatasi kristik saluran empedu)
Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu dan
mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatik
Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
Tanda dehidrasi
Memantau lingkar perut
mengindikasikan
bayi setiap hari
intervensi segera dalam
mengatasai kekurangan
Observasi tanda-tanda
cairan pada bayi
dehidrasi (oliguria,
kuilt kering, turgor
Mengevaluasi
kulit buruk, ubun-ubun
keseimbangan dan
dan mata cekung
elektrolit
Kolaborasi untuk
pemeriksaan elektrolit,
kadar protein total,
albumin, nitrogen urea
darah dan kreatinin
serta darah lengkap
II Ukur masukan diet
Bayi akan menunjukkan peningkatan Memberikan informasi
berat badan progresif mencapai tujuan harian (MCT) tentang kebutuhan
dengan nilai laboratorium normal pemasukan/defisiensi
Pasien cenderung
mengalami
luka/perdarahan gusi
Berikan perawatan dan rasa tak enak pada
mulut sering mulut dimana
menambah anoreksia
Pertahankan
sprei Pengubahan posisi
menurunkan tekanan
kering dan bersih pada jaringan dan untuk
memperbaiki sirkulasi
Antihistamin dapat
mengurangi rasa gatal
Dapat menghilangkan
stress pada orangtua
Jelaskan pada orangtua
yang menghadapi
bahwa bayi mereka
masalah dan
dapat saja tidak
memberikan informasi
mencapai tahap-tahap
penting perkembangan penting tentang cara-
dengan kecepatan yang cara menstimulasi
sama seperti pada bayi perkembangan
sehat
Mengelompokkan
intervensi
Sedapat mungkin memungkinkan bayi
lakukan intervensi beristirahat tanpa
secara berkelompok gangguan, istirahat
diperlukan untuk tahap
tumbuh kembang bayi
V
Bayi akan mempertahankan pola nafas Awasi frekuensi, Pernafasan dangkal,
efektif, bebas dispneu dan sianosis, kedalaman, dan upaya cepat/dispneu mungkin
dengan nilai GDA dan kapasitas vital pernafasan ada hubungan hipoksia
dalam rentang normal atau akumulasi cairan
dalam abdomen
Menunjukan terjadinya
komplikasi (contoh
Mengetahui perubahan
Berikan tambahan O2 status pernafasan dan
sesuai indikasi terjadinya komplikasi
paru
Kolaborasi untuk
pemeriksaan GDA
5.1 KESIMPULAN
Atresia billier merupakan obliterasi atau hipoflasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari stasis empedu sampai sirosis billliaris dengan spenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta.
Tujuan dari pengobatan atresia billier adalah untuk membuat suatu lintasan bagi empedu
bila tidak dilakukan penatalaksanaan secara memadai maka prognosis akan buruk dan kematian
akan terjadi dalam 2 tahun kehidupan.
Perawatan pra bedah dan pasca bedah dilakukan sesuai dengan jenis pada umumnya. Hal
penting lain adalah dukungan bagi orangtua. Orangtua harus mendapat penjelasan secara detail
dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka, serta diberikan dorongan unutk menangani
dan merawat anak karena prognosis sering kali buruk maka mereka juga memerlukan dukungan
emosional yang besar.
5.2 SARAN
Kita sebagai perawat sebaiknya dapat memahami dan mengaplikasikan segala sesuatu yang
terjadi tentang penyakit Atresia Bilier yang telah dibahas pada makalah ini agar dapat tercipta
perawat yang profesional dalam menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Jakarta : EGC
DSA Gulton, Eric. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara
Ringoringo, Parlin. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
RS Dr. Cipto Mangunkusumo
R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta :
EGC
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar Swadaya
Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan Hepatobilier. Salemba
Medika
-----, 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2, Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.