Anda di halaman 1dari 29

KONSEP DASAR MEDIS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANEMIA DAN DHF

DISUSUN OLEH :

LIDYA SHARI
NIM.202001142
KELAS 2A KEPEAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA


PALU

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Dasar
Medis Dan Asuhan Keperawatan Anemia Dan DHF”  ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata

kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk

menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi

kesempurnaan makalah ini.

Palu, Oktober 2021 

Penyusun,

Lidya Shari

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….…......... i

DAFTAR ISI………………………………………………………….………....... ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..…….. 4
A. Latar Belakang…………………………………………………………..……. 4
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….… 5
C. Tujuan……………………………………………………………...……….... 6
BAB II ANEMIA………………………………………………………………… 7
A. Definisi…………………………………………………………………….… 7
B. Etiologi………………………………………………………………………. 7
C. Patofisiologi…………………………………………………………………. 8
D. Manifestasi Klinik………………………………………………………….... 8
E. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………... 9
F. Penatalaksanaan…………………………………………………………….. 10
G. Asuhan Keperawatan……………………………..………………..…........... 10
1) Pengkajian…………………………………………………………… 10
2) Diagnosa Keperawatan……………………………………………… 12
3) Intervensi……………………………………………………………. 12
4) Implementasi………………………………………………………… 15
5) Evaluasi……………………………………………………………… 15
BAB III ANEMIA…………………………………………………………….… 16
A. Definisi……………………………………………………………………… 16
B. Etiologi…………………………………………………………………….... 16
C. Patofisiologi…………………………………………………………………. 17
D. Manifestasi Klinik…………………………………………………………... 18
E. Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………….. 19
F. Penatalaksanaan…………………………………………………………….. 19
G. Asuhan Keperawatan……………………………..………………..….......... 23
1) Pengkajian…………………………………………………………… 23

ii
2) Diagnosa Keperawatan……………………………………………… 24
3) Intervensi……………………………………………………………. 25
4) Implementasi...……………………………………………………… 26
5) Evaluasi……………………………………………………………… 26

BAB IV PENUTUP……………………………………………………………... 27

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin hemotokrit dan
jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan
(Arisman, 2014). Anemia sebagai keadaan bahwa level hemoglobin rendah
karena kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia,
tetapi bukanlah satu-satunya penyebab anemia (Ani, 2016).
Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang
tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita
anemia diperkirakan dua milyar dengan prevalensi terbanyak di wilayah Asia dan
Afrika. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa anemia
merupakan 10 masalah kesehatan terbesar di abad modern, kelompok yang
berisiko tinggi anemia adalah wanita usia subur, ibu hamil, anak usia sekolah,
dan remaja (WHO, 2016).
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih
rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang menurut umur dan jenis
kelamin. Penyebab anemia pada negara dengan prevalensi anemia di atas 20%
adalah anemia defisiensi Fe atau kombinasi defisiensi Fe. Anemia yang terjadi
karena kekurangan zat besi sehingga pembentukan sel - sel darah merah dan
fungsi lain dalam tubuh terganggu adalah anemia gizi besi. Di Indonesia 2
Prevalensi anemia pada kelompok umur 5 –14 tahun adalah 26,4% dan pada
kelompok umur 15 – 24 tahun adalah 18,4%.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut
yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus, genus
flavivirus, famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp,
aedes aegypti, dan aedes albopictus merupakan vektor utama penyakit DHF.
Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

4
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat (Dinkes, 2015).
Prevalensi DBD di Dunia Menurut Word Health Organization (1995)
populasi di dunia diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3
miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis.
Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia
setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam
dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun
1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah
Thailand (Depkes, 2010).
Prevalensi DBD di Dunia Menurut Word Health Organization (1995)
populasi di dunia diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3
miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis.
Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia
setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam
dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun
1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah
Thailand (Depkes, 2010).
B. Rumusan Masalah
adapun rumusan masalah makalah ini sebagai berikut:
1. Apa definisi Anemia dan DHF ?
2. Apa etiologi Anemia dan DHF?

5
3. Bagaimana patofisiologi Anemia dan DHF?
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Anemia dan DHF?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Anemia dan DHF?
6. Bagaimana proses pengobatan dari Anemia dan DHF?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit Anemia dan DHF?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Anemia dan DHF
2. Mengetahui etiologi Anemia dan DHF
3. Mengetahui patofisiologi dari Anemia dan DHF
4. Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Anemia dan DHF
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Anemia dan DHF
6. Mengetahui pengobatan untuk penyakit Anemia dan DHF
7. Mengetahui Asuhan Keperawatan yang diberikan untuk penyakit Anemia
dan DHF

6
BAB II
ANEMIA

A. Definisi
Anemia adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki cukup sel darah
merah yang sehat untuk membawa oksigen yang cukup ke jaringan tubuh.
Anemia adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari
biasanya. Kondisi ini mencermin kan kurang nya jumlah normal eritrosit dalam
sirkulasi. Akibat nya, jumlah oksigen yang di kirim ke jaringan tubuh juga
berkurang (Sugeng Jitowiyono, 2018).
Anemia adalah suatu kondisi konsetrasi hemoglobin kurang dari normal
anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang kurang dari normal di dalam
sirkulasi. Akibatnya jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan tubuh juga
berkurang. Anemia bukan merupakan kondisi penyakit khusus melainkan suatu
tanda adanya gangguan yang mendasari ( Brunner & Suddarth, 2015).
Anemia merupakan istilah yang menunjukkan rendah nya hitungan sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal ( Smeltzer,
2002 ).

B. Etiologi
Menurut ( Sugeng Jitowiyono, 2018 ), Pada dasarnya hanya tiga
penyebab anemia yang ada: kehilangan darah, peningkatan kerusakan sel darah
merah (hemolisis), dan penurunan produksi sel darah merah. Masing – masing
penyebab ini mencakup sejumlah kelainan yang membutuhkan terapi spesifik
dan tepat. Etiologi genetik meliputi:
a. Hemoglobinopati
b. Thalasemia
c. Kelainan enzim pada jalur glikolitik
d. Cacat sitoskeleton sel darah merah
e. Anemia persalinan kongenital

7
f. Penyakit Rh null

C. Patofisiologi
Anemia menurut ( Wijaya & Putri, 2013) mencerminkan adanya
kegagalan sum – sum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau
kedua nya. Kegagalan sum – sum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak di ketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (dekstruksi), hal ini
dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal yang menyebabkan dekstruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagostik atau
dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai efek
samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran
darah. Setiap kenaikan dekstruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normal nya 1
mg/dL atau kurang, bila kadar diatas 1,5 mg/dL akan mengakibatkan interik pada
sklera.

D. Manifestasi Klinik
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya
anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktifitasnya, keadaan penyakit
yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah :
1. Hb menurun (<10g/dL), thrombosis/trombositopenia, pansitopenia
2. Penurunan BB, kelemahan
3. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,
palpitasi, kulit pucat.
4. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang
buruk (bayi)
5. Sakit kepala, pusing, kunang C kunang, peka rangsang.

8
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen berikut ini: kadar hemoglobin, indeks erotrosit, (MCV, dan
MHCV)
b. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap
darah (LED), dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan sistem hematopoiesis.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini untuk
mengonfirmasi dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen
berikut ini :
1.) Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin,
dan ferritin serum.
2.) Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
3.) Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb
4.) Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia
2. Pemeriksaan Laboratorium nonhematolois: faal ginjal, faal endokrin, asam
urat, faal hati, biakan kuman.
3. Radiologi : torak,, bone survey, USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenetik
5. Pemeriksaan biologi mokuler (PCR=polymerase chain
raction.FISH=fluorescence in situ hybridization)

9
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Anemia menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) yang dapat
dilakukan pada pasien Anemia adalah sebagai berikut :
a. Transplantasi sel darah merah
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen
e. Obati penyebab perdarahan abnormal (bila ada)
f. Diet kaya besi yag mengandung daging dan sayuran hijau

G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga Nama, umur, TTL, nama ayah/ibu,
pekerjaan ayah/ibu, agama, pendidikan, alamat.
b. Keluhan utama Biasanya klien datang kerumah sakit dengan keluhan
pucat, kelelahan, kelemahan, pusing.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
1.) Prenatal: apakah selama hamil pernah menderita penyakit berat,
pemeriksaan kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat –
obatan dalam jangka waktu panjang.
2.) Intranatal: usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa
panjang dan berat badan waktu lahir.
3.) Postnatal: keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma
post partum akibat tindakan misalnya vakum dan pemberian asi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
1.) Menderita penyakit anemia sebelum nya, riwayat imunisasi.
2.) Adanya riwayat trauma, perdarahan
3.) Adanya riwayat demam tinggi
4.) Adanya riwayat ISPA
e. Keadaan kesehatan saat ini Klien pucat, kelemahan, sesak nafas,
adanya gejala gelisah, takikardi, dan penurunan kesadaran.
f. Riwayat kesehatan keluarga

10
1.) Riwayat anemia dalam keluarga
2.) Riwayat penyakit – penyakit, seperti kanker, jantung, hepatitis,
DM, asma, penyakit- penyakit infeksi saluran pernafasan.
g. Pemeriksaan fisik
1.) Keadaan umum: apakah klien tampak lemah sampai sakit berat.
2.) Kesadaran: apakah klien mengalami compos mentis kooperatif
sampai terjadi penurunan tingkat kesadaranapatis, somnolen,
spoor, coma.
3.) Tanda – tanda vital 13 Tekanan darah menurun, frekuensi nadi
meningkat, nadi kuat sampai lemah, suhu meningkat atau
menurun, pernafasan meningkat
4.) TB dan BB
5.) Kulit: apakah kulit klien teraba dingin, keringat yang berlebihan,
pucat, terdapatperdarahan dibawahkulit.
6.) Mata: apakah ada kelainan bentuk mata, konjungtiva anemis,
kondisi sklera, terdapat perdarahan subkonjungtiva, keadaan pupil,
palpebra, dan refleks cahaya.
7.) Hidung: apakah ada kelainan bentuk, mukosa hidung, cairan yang
keluar dari hidung atau gangguan fungsi penciuman.
8.) Telinga: apakah ada kelainan bentuk fungsi pendengaran
9.) Mulut: apakah ada kelainan bentuk, mukosa kering, perdarahan
gusi, lidah kering, bibir pecah – pecah, atau perdarahan.
10.) Leher: apakah terrdapat pembesaran kelenjar getah bening, tiroid
membesar, dan kondisi distensi vena jugularis.
11.) Thoraks: periksa pergerakan dada, adakah pernafasan cepat atau
irama nafas tidak teratur.
12.) Abdomen: periksa apakah ada pembesaran hati, nyeri, bising usus,
dan bias dibawah normal.
13.) Genetalia: pada laki – laki apakah testis sudah turun kedalam
skrotum dan pada perempuan apakah labia minora tertutun labia
mayora.
14.) Ekstremitas: apakah klien mengalami nyeri ekstremitas, tonus otot
kurang.
h. Pemeriksaa penunjang

11
1.) Riwayat sosial Siapa yang mengasuh klien dirumah. Kebersihan
didaerah tempat tinggal, orang yang terdekat dengan klien. Keadaan
lingkungan, perkarangan, pembuangan sampah.
2.) Kebutuhan dasar Meliputi kebutuhan nutrisi klien suhubungan
dengan anoreksia, diet yang harus dijalani, pasang NGT, cairan
IVFD yang digunakan jika ada.
3.) Pemeriksaan tingkat perkembangan Bergantung pada usia. Terdiri
dari motorik kasar, halus, kognitif, dan bahasa.
a.) Data psikologis
 Keseriusan ancaman penyakit terhadap anaknya
 Pengalama sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi
 Prosedur medis yang akan dilakukan
 Adanya sistem dukungan
 Kemampuan koping
 Agama, kepercayaan, adat
 Pola komunikasi dalam keluarga

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dimiliki muncul pada penderita anemia adalah
sebagai berikut :
1. Perubahan Perfusi jaringan B/D penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
2. Nyeri b/d kerusakan mukosa usus halus
3. Perubahan pola nutrisi b/d intake yang tidak adekuat
4. Intoleran aktifitas B/D Kelemahan Umum
5. Kurang perawatan diri B/D perubahan sirkulasi dan neurologist (anemia),
gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
6. Kurang pengetahuan B/D kurang informasi tentang penyakit.

3. Intervensi Keperawatan

12
Menurut Marilyn E. Dongoes, dkk (1999;569-581), intervensi ataupun
perencanaan yang dapat dilaksanakan pada klien dengan penyakit anemia
adalah sebagai berikut :
a) DX 1 : Nyeri b/d kerusakan mukosa usus halus
- Tujuan : Nyeri berkurang / terkontrol
- Kriteria hasil : Klien mengatakan nyerinya berkurang, TTV
dalam batas normal, klien tidak cemas, klien mampu
mengendalikan nyeri dengan teknik relaksasi, wajah pasien rileks,
skala nyeri 0 – 3.
Intervensi :
1.) Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan.
2.) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
3.) Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah
ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4.) Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : Relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan
lebih nyaman.
5.) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien
menjadi lebih nyaman.
b) DX 2 : Perubahan pola nutrisi b/d intake yang tidak adekuat
- Tujuan : Nutrisi klien terpenuhi
- Kriteria hasil : Klien mengatakan tak mual lagi, nafsu makan
klien meningkat porsi makan di habiskan, pasien mampu
mengungkapkan bagaimana cara mengatasi malas makan, pasien
tidak lemas, BB Naik.

13
Intervensi :
1.) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional :.Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi
2.) Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional :.Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas
intervensi nutrisi.
3.) Berikan makan sedikit dan frekuensi sering
Rasional :.Makan sedikit dapat menurun kelemahan dan
meningkatkan serta mencegah distensi gaster.
4.) Berikan dan Bantu personal hygiene mulut sebelum dan sesudah
makan menggunakan sikat gigi halus untuk penyikatan lembut.
Rasional :.Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral
menurunkan pertumbuhan bakteri dan meminimalkan pertumbuhan
infeksi.
5.) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
Rasional : menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat
meningkatkan nafsu makan
c) DX 3 : Intoleran aktifitas B/D Kelemahan Umum
- Tujuan : Aktivitas klien kembali normal
- Kriteria hasil : KU Baik, Klien dapat melakukan aktivitas sendiri,
KO dlam batas normal 5 5 , Klien tidak mengeluh badan terasa
lemah.
Intervensi :
1.) Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas/AKS.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan
2.) Awasi tekanan darah, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktifitas.
Rasional :.Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

14
3.) Berikan lingkungan yang tenang, pertahankan tirah baring, pantau dan
batasi pengunjung.
Rasional :.Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
4.) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
Rasional :.Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat
menyebabkan pusing berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
5.) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat
Rasional :.Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan
regangan pada system jantung dan pernafasan.

4. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (Arif Muttaqin, 2009).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Menurut (Arif Muttaqin, 2009)

15
BAB II
DHF

A. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus
akut yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne
virus, genus flavivirus, famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes spp, aedes aegypti, dan aedes albopictus merupakan vektor
utama penyakit DHF. Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat (Dinkes, 2015).

B. Etiologi
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut (Rahayu & Budi, 2017).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini
termasuk genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal
ada 4 serotipe virus yaitu :
a. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
b. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
d. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa
menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan
menyebabkan kasus DHF yang berat (Masriadi, 2017). Infeksi salah satu

16
serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain (Wijaya, 2013).

C. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh tubuh, hyperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada system retikolo endhothelial seperti
pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Reaksi yang
berbeda nampak bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe
virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu, akan timbul the secondary
heterologous infection atau the sequential infection of hypothesis
Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibody,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks
virus antibody) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibody dalam
sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
a. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen, yang
berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C3a. C3a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat
berperan terjadinya renjatan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis
akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat
trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit
akan melepaskan vasoaktif (histmin dan serotonini) yang bersifat
meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III
yang merangsang koagulasi intravascular.

17
c. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) dengan akibat akhir
terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi
ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrinogen
degradation product. Disamping itu aktivas akan merangsang sistim
klinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah (Wijaya, 2013).

D. Manifestasi Klinik
Menurut Susilaningrum (2013) manifestasi klinis dari DHF adalah :
1) Demam. Demam tinggi sampai 40 oC dan mendadak, Demam terjadi
secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah
dapat menyertainya.
2) Perdarahan
Uji tourniquet positif h. Perdarahan, petekia, epitaksis, perdarahan massif.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia ( bintik-bintik
merah akibat perdarahan intradermak / submukosa ) purpura ( perdarahan
di kulit ), epistaksis ( mimisan ), perdarahan gusi, . Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis, dan melena ( tinja berwarna hitam karena
adanya perdarahan. Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat.
3) Anoreksia
4) Mual muntah
5) Nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut

18
6) Nyeri kepala
7) Nyeri otot dan sendi
8) Trombositopenia (< 100.000/ mm3 )
9) Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasaanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurng gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomgali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemuungkinan
akan tejadi renjtan pada penderita.
10) Renjatan (Syok). Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi
yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta
sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yg buruk.

E. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah
 Trombosit menurun
 Hb Meningkat lebih 20 %
 Ht Meningkat Lebih 20 %
 Leukosit menurun pada hari ke – 2 dan ke – 3
 Protein darah rendah
 Ureum PH bias meningkat
 Na dan Cl rendah
b) Rontgen thorax
c) Uji tourniket ( Positif )

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan (Nursalam,2008)

19
a. Keperawatan
Masaalah pasien yg perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi
darah, resiko terjadi pendrahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi virus
dengue, ganggan rasa amman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit.
 Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebcoran plasma dari pembuluh darah ke dalam
jaringan ekstrovaskular, yang pncaknya terjadi pada saat renjatan
akan terliht pada tubh pasien mnjadi sembab (edema) dan drah
menjadi kental. Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan
pernafasan) perlu dilakakan secara kontinu, bila perlu setiap jam.
Pemeriksan Ht, Hb dan trombosit sesuai permintaan dokter setiap
4 jam. Perhatikan apakah pasien kencing / tidak.
 Risiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab
terjadinya pendarahan utama pada traktus gastrointestinal.
Pendarahan grastointestinal didahului oleh adanya rasa sakit perut
yang hebat atau daerah retrosternal.
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu
diukur. Karena melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu
tindakan secepatnya. Makan dan minum pasien perlu dihentikan.
Bila pasien sebelumnya tidak dipasang infus segera dipasang.
Formulir permintaan darah disediakan. Perawatan selanjutnya
seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi pendarahan
(melena, hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta
waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu
mengeluarkan darah dari lambung.
 Gangguan suhu tubuh

20
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau
hari ke-2 sampai ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang
dapat menyebabkan pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat
infeksi virus dengue maka pengobatannya dengan pemberian
antipiretika dan anti konvulsan. Untuk membantu penurunan suhu
dan mencegah agar tidak meningkat dapat diberikan kompres
dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu yang
mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba
dingin dan lembab, nadi lembut halus waspada karena gejala
renjatan. Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan dicatat
secara baik dan memberitahu dokter.
 Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena
penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada
pasien DHF menderita lebih karena pemeriksaan darah Ht,
trombosit, Hb secara periodik (setiap 4 jam) dan mudah terjadi
hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang,
yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi
hematom segera oleskan trombophub gel / kompres dengan
alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya dipasang
venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan
meninggalkan bekas hematom di beberapa tempat. Jika sudah
musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set venaseksi
yang telah seteril (Ngastiyah, 2005).
b. Medis
Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif
 DHF tanpa renjatan Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah
menyebabkan pasien dehidrasi dan harus. Pada pasien ini perlu diberi
banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat

21
diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara
memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang
menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum
sesuai yang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena
merangsang resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi
dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang
diberi luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal diberikan dengan
dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75
mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi
dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak di atas 1 tahun diberi 50 mg, dan
dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi
fungsi vital. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
2) Hematokrit yang cenderung meningkat. Hemtokrit
mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului
munculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,
penurunan tekanan nadi), sedangkan turunnya nilai trombosit
biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada
pasien yang diduga menderita DHF harus diperiksa
hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari mlai hari ke-
3 sakit sampai demam telah turun 1 sampai 2 hari. Nilai
hematokrit itulah yang menentukan apabila pasien perlu
dipasang infus atau tidak.
 DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang infus
sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan
yang diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak
ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20
sampai 30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan

22
infus harus diguyur dengan cara membuka klem infus. Apabila
renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar,
tekanan sistolik 80 mmHg / lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10
liter/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24 sampai 48 jam,
maka pemberian infus dipertahankan sampai 1 sampai 2 hari lagi
walaupun tanda-tanda vital telah baik. Pada pasien renjtan berat atau
renjaan berulang perlu dipasang Central Venous Pressure (CVP)
untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau vena
jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. Tranfusi darah
diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang berat.
Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga
apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun sedangkan
perdarahannya sedikit tidak kelihatan. Dengan memperhatikan
evaluasi klinik yang telah disebut, maka dengan keadaan ini
dianjurkan pemberian darah.

G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan pengumpulan
informasi subjektif dan objektif, dan peninjauan informasi riwayat pasien
pada rekam medik. Informasi subjektif, misalnya dengan wawancara
pasien/ keluarga. Sedangkan informasi objektif, misalnya dengan
pengukuran tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik (Herdman, 2015) .
Data yang perlu dikaji yaitu :
a. Identitas Pasien Yang perlu dikaji meliputi nama, no rekam medis,
umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, status,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.

23
b. Keluhan Utama Keluhan yang sering muncul pada pasien DHF
dengan masalah keperawatan hipertermia adalah pasien mengeluh
badannya demam atau panas.
c. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat kesehatan dahulu meliputi
pernah menderita DHF atau tidak, riwayat kurang gizi, riwayat
aktivitas sehari-hari, pola hidup (life style)
- Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan sekarang yang
dikaji meliputi suhu tubuh meningkat, mukosa mulut kering,
terdapat ruam pada kulit (kemerahan).
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF dalam anggota keluarga.
d. Fisiologis
Hipertermia terdiri dari gejala dan tanda mayor, dan gejala dan tanda
minor. Adapun gejala dan tanda mayor, dan gejala dan tanda minor,
yaitu :
1) Gejala dan Tanda Mayor Suhu tubuh di atas nilai normal
2) Gejala dan Tanda Minor
a) Kulit merah
b) Kejang
c) Takikardia
d) Takipnea
e) Kulit terasa hangat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016).Sesuai dengan perumusan diagnosa keperawatan
melalui PES yaitu : P: Hipertermia, E: Proses penyakit (infeksi virus

24
dengue/viremia) dan S: suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kejang,
takikardia, takipnea. Jadi, diagnosa keperawatan pada penelitian ini
adalah Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi virus
dengue/viremia) ditandai dengan suhu tubuh diatas normal, kulit merah,
kejang, takikardia, takipnea (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) .

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah berbagai perawatan berdasarkan
penilaian klinis dan pengetahuan yang dilakukan oleh seorang perawat
untuk meningkatkan hasil klien/pasien (Herdman, 2015). Berikut adalah
intervensi untuk pasien dengan hipertermia berdasarkan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SDKI) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

25
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam
rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah, 2015). Perawat melakukan
pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang dilakukan, bersamaan
pula menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil
yang diharapkan. Pelaksanaan atau implementasi keperawatan adalah
suatu komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari
perilaku keperawatan di mana t indakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan (Perry & Potter, 2005).

5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.

26
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin hemotokrit dan
jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan
(Arisman, 2014). Anemia sebagai keadaan bahwa level hemoglobin rendah
karena kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia,
tetapi bukanlah satu-satunya penyebab anemia (Ani, 2016). Pada dasarnya hanya
tiga penyebab anemia yang ada: kehilangan darah, peningkatan kerusakan sel
darah merah (hemolisis), dan penurunan produksi sel darah merah.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus, genus
flavivirus, famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp,
aedes aegypti, dan aedes albopictus merupakan vektor utama penyakit DHF.
Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat (Dinkes, 2015).

27
DAFTAR PUSTAKA

Ani, LS. 2016. Buku Saku Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: EGC

Bakta . 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Jakarta: SalembaMedika

Betz & sowden, 2009. Buku saku keperawatan Edisi 3 Alih Bahasa dr. Jan

Tamboyang EGC: Jakarta

Carpenito & Moyet, 2012. Handbook Of Nursing Diagnosis. Ed USA : Lippincot

Williams & Wilkins Inc.

Corwin. 2009. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Adriana, D. 2013. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta :

Salemba Medika Aini. Kasiati. Rahayu. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Balita

Yang dirawat Inap Di Rumah Sakit. Jurnal

Pendidikan Kesehatan, Volume , No 2, oktober 2015. Ambarwati, Fitri Respati dan


Nita Nasution. 2012. Buku Pintar Asuhan
Andarmoyo, Sulistyo & Andoko, Sayudi J. 2013. Hubungan Pengetahuan Keluarga
Tentang Penyakit DHF dengan Sikap Keluargadalam Pencegahan Penyakit
DHF. Jurnal Florence Vol. VI No. 2 Juli 2013.

28

Anda mungkin juga menyukai