Anda di halaman 1dari 21

REFARAT

DISTONIA

Refarat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan

dalam menjalani kepaniteraan klinik senior

di SMF Ilmu Kesehatan Neurologi RSUD Dr. Pirngadi Medan

DISUSUN OLEH:
Mochammad Haryr

71200891051

DOKTER PEMBIMBING

dr. Goldfried P. Sianturi, Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT NEUROLOGI

RSUD Dr. PIRNGADI

MEDAN

2021
DAFTAR
ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii


KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 8
2.1 Anatomi ........................................................................................... 8
2.2 Definisi ............................................................................................15
2.3 Epidemiologi ....................................................................................15
2.4 Klasifikasi ........................................................................................17
2.5 Etiologi ............................................................................................18
2.6 Patofisiologi .....................................................................................19
2.7 Gejala Klinis ....................................................................................24
2.8 Penegakkan Diagnosa .......................................................................26
2.9 Diagnosa Banding ............................................................................28
2.10 Penatalaksanaan .............................................................................29
2.11 Komplikasi .....................................................................................42
2.12 Prognosis .......................................................................................42
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 43
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44

2
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Goldfried P. Sianturi, Sp.S

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Refarat” ini
guna memenuhi persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Neurologi RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjudul
“Distonia”.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada pembimbing selama menjalani KKS di bagian ini yaitu dr.
Goldfried P. Sianturi, Sp.S atas segala bimbingan dan arahannya dalam
menjalani KKS dan dalam pembuatan refarat ini.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih banyak kekurangannya,
oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna memperbaiki refarat ini di kemudian hari. Harapan
penulis semoga refarat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
bagi kita semua.

Medan, Desember 2021

Penulis

Mochammad Haryr

4
BAB I
Pendahuluan

Distonia adalah gangguan gerak yang fitur utamanya adalah otot tak sadar
terjadi kontraksi atau spasme. Istilah distonia ini awalnya diperkenalkan oleh
Oppenheim pada tahun 1911 untuk menggambarkan otot dan kelainan postural
yang terlihat dalam kondisi ini. Konsep distonia sendiri membingungkan sebagai
istilah telah digunakan untuk menggambarkan sebagai gejala (misalnya lengan
distonik postur), penyakit (dystonia torsi primer) atau sindrom. 1

Distonia mewakili kelompok umum dari gangguan gerak yang mencakup


berbagai kondisi dari satu-satunya manifestasi adalah kejang otot distonik, dimana
distonia merupakan salah satu bagian yang lebih parah dari kondisi neurologis.
Distonia dapat berkembang pada usia berapa pun, terbagi dalam masa bayi (<2
tahun), anak (3-12 tahun), remaja (13-20 tahun), awal (21-40) dan akhir (> 40
tahun). Onset distonia sering terjadi pada usia awal (<26 tahun) dan akhir (> 26
tahun). 1

Dalam studi populasi genetik dan klinis pada distonia, 80% dari populasi
mengalami tremor untuk distonia pada umumnya (Larsson dan Sjogren, 1966).
Marsden melaporkan bahwa 14% pasien dengan umum idiopatik nonfamilial
distonia terlihat dengan tremor (Marsden, 1974). Selain itu, 68% pasien dengan
serviks distonia memiliki tremor kepala (Pal et al., 2000). Namun, Rondot
memeriksa 132 pasien dengan cervical distonia, yang mengungkapkan aktivitas
berirama dan tremor ekstremitas atas di 40% dan 21% pasien. 3

Dalam survei pada writer`s kram, tremor tangan dilaporkan di hampir


setengah dari subyek (Sheehy, 1982). Selain itu, Jankovic diselidiki 350 pasien
yang didiagnosis dengan tremor esensial (ET), berbasis pada kehadiran tremor di
kepala, tangan, atau suara dalam tidak adanya penyakit lain yang dapat
menyebabkan tremor. Oleh karena itu, prevalensi distonia dengan tremor sangat
bervariasi tergantung pada laporan.3 Hidup dengan distonia dapat menyakitkan

5
dan melemahkan, serta memalukan dan stigma. Pekerjaan, kegiatan sosial dan
kualitas hidup dapat secara signifikan berdampak.2

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Distonia adalah gangguan gerakan ditandai kontraksi otot yang


abnormal sering berulang, kelainan postur, atau keduanya. Gerakan distonik
biasanya berpola, memutar, dan mungkin gemetar. Distonia sering dimulai
atau diperburuk oleh suatu gerakan volunter dan terkait dengan aktivasi otot
overflow.4

2.2. Etiologi

Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab spesifik.


Distonia tampaknya berkaitan dengan masalah pada basal ganglia. Basal
ganglia adalah daerah otak yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi
otot. Masalahnya melibatkan hubungan antara sel-sel saraf.5

Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia.


Kerusakan tersebut dapat dikarenakan adanya:

1. Trauma otak.

2. Stroke.

3. Tumor.

4. Kekurangan oksigen.

5. Infeksi.

6. Reaksi obat.

7. Keracunan yang disebabkan oleh timbal atau karbon monoksida.

8. Idiopatik atau distonia primer yang sering diwariskan dari orangtua.


Beberapa pembawa gen distonia ini mungkin tidak pernah muncul gejala

7
distonia. Gejala dapat bervariasi secara luas diantara anggota keluarga
yang sama.5

2.3. Epidemiologi

Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak


diketahui. Angka-angka prevalensi tersedia biasanya didasarkan pada studi
kasus didiagnosis. Hal ini terutama terjadi dengan distonia yang dapat hadir
dalam berbagai cara, dan sejumlah besar kasus distonia fokal tidak
terdiagnosis atau bahkan salah didiagnosis. Sebuah studi di South Tyrol di
Austria mempelajari sampel acak dari populasi berusia di atas 50 tahun
berikutnya. Distonia primer didiagnosis pada 6 dari 707 orang yang diteliti
memberikan prevalensi 7320 per juta penduduk usia yang dipilih. Ini
menunjukkan bahwa dalam penuaan populasi, distonia adalah gangguan
neurologis yang relatif umum.1 Dalam studi yang lain, distonia
mempengaruhi sekitar 1% dari populasi, dan perempuan lebih rentan terkena
distonia daripada laki-laki.5

2.4. Klasifikasi

Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:6

1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.

2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50
tahun. Dan wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki.
Gejala tersering yang timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme,
oromandibular dystonia, laryngeal dystonia, dan limb dystonia.

3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak


berhubungan. Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan
tangan.

4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.


Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.

8
5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.

Berdasarkan onset:7

1. Early onset (≤20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan
sering menjalar ke anggota badan lainnya.

2. Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot


kranial atau satu lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan
perkembangan terbatas untuk otot yang berdekatan.

Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:6

1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum


deformans atau DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang
terjadi dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak
dan bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat
yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.

2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling


sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan
posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain
itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi
pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama kali
mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara
perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar 10-20%
penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.

9
Gambar 1. Macam-macam Tortikolis Spasmodik

3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.


Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua
mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total
sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya
normal.

4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala,


wajah dan leher.

5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.


Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.

6. Distonia spasmodik melibatkan otot tenggorokan yang mengendalikan


proses berbicara. Juga disebut distonia spastik atau distonia laringeal,
yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.

7. Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia


oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.

8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang
lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan
untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain piano dan
kram musisi.

9. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan


obat-obatan. Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa.
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan

10
dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang
hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan
di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.

2.5. Patofisiologi

Mutasi pada tujuh gen yang berbeda telah dikaitkan dengan distonia.
Lokalisasi dan kemungkinan fungsi ini protein akan ditampilkan di neuron
skema. Mutasi pada GTP cyclohydrolase I (GCH1) atau tyrosine hydroxylase
(TH) merusak sintesis dopamin di DYT5 dystonia. Sebuah amino tunggal
penghapusan asam di Torsina, pendamping molekul dalam amplop nuklir dan
endoplasma reticulum (ER), bertanggung jawab untuk DYT1 dystonia.
Mutasi pada α 3 subunit dari Na+/K + ATPase (ATP1A3) menyebabkan
onset yang cepat dystonia parkinsonisme (DYT12). mutasi pada ε
sarcoglycan, mungkin biasanya ditemukan pada membran plasma neuron,
menyebabkan myoclonus dystonia (DYT11). Mutasi pada myofibrillogenesis
regulator 1 (MR 1), a enzim detoksifikasi diduga, menyebabkan paroksismal
dyskinesia non-kinesigenic (DYT8). A faktor transkripsi umum, TAF1
bermutasi di X terkait dystonia parkinsonisme (DYT3).6

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar


kesadaran, tremor, kesulitan berbicara. Gejala tersebut disebabkan karena:5,6

- Cedera ketika lahir

- Infeksi

- Reaksi terhadap obat tertentu

- Trauma

- Stroke

11
Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun
cedera, dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa
merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya
diturunkan.6

Gejala dan Tanda:5

- Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa


baris kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas
atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak
tertentu.

- Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika


penderita merasa lelah.

- Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan


suara.

- Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah
raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin
jelas dan menyebar serta tak tertahankan.

12
Gambar 2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia musculorum
deformans, (d) Parkinsonian

Awal mula serangan :5

1. Reaksi distonia akut

Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit.


Kelompok otot yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah,
ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap
badan yang tidak biasa.5

2. Akatisia

Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma


ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis
berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan
gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang. Penderita
dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya

13
menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai dan sering
salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang
disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.5

3. Kronik

a. Tardive dyskinesia

Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3


bulan atau setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu
untuk oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun setelah
pemakaian dalam jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan
atau lebih). Penderita yang menggunakan APG I dalam jangka waktu
yang lama sekitar 20-30% akan berkembang menjadi tardive
dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive
dyskinesia.5

Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang


tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-
facial meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap
(sucking), dan mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial
grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama
gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan
menggeliat dari batang tubuh.5

b. Tardive dystonia

Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma


tardive. Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan
involunter serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang
tubuh, leher (contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh
meige’s syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.5

14
c. Tardive akatisia

Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons


terapi dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia
pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.5

 d. Tardive tics

Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai


kompleks dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la
tourette’s syndrome).5

e. Tardive myoclonus

Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron.


Gangguan ini jarang dijumpai.5

Gambar 3. Area-area yang Bisa Terkena Distonia

15
2.7. Pemeriksaan Diagnosis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan


fisik neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis.
Pasien dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan
kualitatif untuk mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas.
Selain itu, kandungan obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak
berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan tidak
bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea
darah, kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam
menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk
hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.6

Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan


otot yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-
MM. Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal,
sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk
penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.6

2.8. Diagnosa Banding

1. Sindroma putus obat

2. Parkinson’s Disease

3. Distonia primer

4. Tetanus

5. Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

2.9. Penatalaksanaan

Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang


otot dan nyeri adalah sebagai berikut.6

16
1. Obat-obatan

Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki


ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan
sekumpulan obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin,
yaitu triheksilfenidil, benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur
neurotransmitter GABA bisa digunakan bersama dengan obat diatas atau
diberikan tersendiri (pada penderita dengan gejala yang ringan), yaitu
diazepam, lorazepam, klonazepam, dan baklofen. Obat lainnya
memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang
meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin.
Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.

2. Toksin Botulinum

Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin


botulinum yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini
bisa disuntikkan kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia
fokal. Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin botulinum perlu
diulang setiap tiga bulan.5

3. Pembedahan dan Pengobatan lainnya

Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampinya terlalu berat,
maka dilakukan pmbedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah
berhasil diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari
talamus. Resiko dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena
talamus terletak didekat struktur otak yang mengendalikan proses

17
berbicara. Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia
spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau
mengangkat saraf dari otot yang terkena. Beberapa penderita distonia
spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicara-
berbahasa. Terapi fisik, pembidaian, penatalaksanaan stres dan
biofeedback juga bisa membantu pemderita distonia jenis tertentu.

2.10. Prognosis

Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal yang akut masih


baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis
pada EPS yang kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat
buruk. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang
mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.5

2.11. Penyulit

1. Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu


sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.

2. Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.

3. Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh


dan mengalami fraktur.

18
BAB III

PENUTUP

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya


menyebabkan  gerakan  atau  postur  yang  abnormal,  termasuk  krisis okulorigik,
prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada
anggota gerak dan batang tubuh.4

Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai


potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai
beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.5

Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi


atau spasme otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot
leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah
(protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada
mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan
disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur
yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan
leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa
laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada penderita
usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada perempuan.5,6

19
DAFTAR PUSTAKA

1. TT Warner ,Prof. Reta Lila Weston Institute of Neurological Studies, UCL


Institute of Neurology, Consultant Neurologist National Hospital for
Neurology and Neurosurgery. Dystonia: Clinical Features, Diagnosis and
Treatment.Availablefrom
http://birminghammodis.com/handbook/11%20Warner%20Dystonia.pdf.
Accessed: 14/10/2014.

2. The Dystonia Society. Dystonia A Guide To Good Practice. London :


November 2011. P13-14.

3. Young Eun Kim and Beom Seok Jeon. Dystonia with Tremors: A Clinical
Approach. Seoul National University Hospital Korea : March 2012. P75.

4. Mark Hallett, M.D. Pathophysiology of Dystonia: Translation. Human Motor


Control Section, NINDS, Bethesda : May 2013. P3.

5. Neil Lava. Dystonia: Causes, Types, Symptoms, and Treatments. WebMD


Medical Reference September 2004. Available from
http://www.webmd.com/brain/dystonia-causes-types-symptoms-and-
treatments?page=2. Accessed: 6 November 2014

20
6. O Xandra, Breakfield, Blood, J Anne et al. The Pathophysiological Basis of
Dystonias Neuroscience. Departemen psychiatry and neurological and
athinoula A martinos center for biomedical imaging, massachusset general
hospital and Harvard medical scool, Boston, Massachussets. USA. 2008.
Volume 9.

7. A. Albanese Chairman, et al. A systematic review on the diagnosis and


treatment of primary (idiopathic) dystonia and dystonia plus syndromes:
report of an EFNS/MDS-ES Task Force. European Journal of Neurology
May 2006; 13(5): 433-444

21

Anda mungkin juga menyukai