MAKALAH Fiqh Kel 7
MAKALAH Fiqh Kel 7
DISUSUN OLEH:
Kelompok 7
Fidyah dikenal dalam dunia Islam sebagai pengganti atau penebusan atas
ibadah yang telah ditinggalkan, dan/ atau tidak dapat dilakukan seorang mukallaf
karena alasan tertentu. Fidyah pada umumnya hanya berlaku bagi orang yang
meninggalkan puasa. Namun dalam beberapa literatur klasik, menunjukkan
bahwa fidyah juga berlaku bagi orang yang meninggalkan salat. Fidyah salat ini
berlaku bagi orang yang telah meninggal dunia dalam keadaan memiliki
tangggungan (utang) salat.
a. Ukuran Fidyah
Sementara menurut ulama Iraq, satu mud sama dengan dua ritl. Menurut
al-Jawharī, satu mud sama dengan ¼ ṣa’.
Sedangkan menurut ulama fiqh, seperti Imām Abū Ḥanīfah (w.150 H),
Imām Mālik (w.179 H), dan Imām Aḥmad bin Ḥanbal (w.241 H), satu mud
setara dengan 9,22 cm3 atau 0.766 liter.
Ukuran inilah yang dijadikan MUI sebagai standar ukuran fidyah di wilayah
Indonesia. Dalam hal ini, fidyah salat hanya berlaku bagi orang yang telah
meninggal dalam keadaan memiliki utang salat. Adapun orang yang masih hidup,
ia tetap diwajibkan melaksanakan kewajiban salat sebagaimana syariat Islam
yang berlaku. Dalam hadis Nabi Saw, dijelaskan bahwa apabila seseorang
pada saat ia ingat (sadar). Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhārī (w.256 H) dan
Sementara pada kasus orang meninggal yang memiliki utang salat, dalam
kitab Nihāyah al-Zaīn dijelaskan bahwa apabila seseorang meninggal dunia dan
ia memiliki utang salat, menurut Ibn Burhān (w.1124 M./518 H.) dan para
pengikut mazhab al-Syāfiʻī, walinya dianjurkan agar membayar fidyah sebanyak
satu mud dari setiap salat yang ditinggalkan. Senada dengan pendapat tersebut,
mazhab al-Ḥanafī menambahkan jika fidyah salat dibayarkan ketika seseorang
masih dalam keadaan sakit (masih hidup), maka fidyahnya tersebut tidak sah.
Bahkan jika si mayyit berwasiat, ukuran fidyahnya ialah setengah ṣa’.Adapun
cara fidyahnya yaitu dengan memberikan makanan kepada fakir miskin sebanyak
satu mud atau setengah ṣa’ untuk satu waktu salat yang ditinggalkan si mayyit.
Hadis tersebut hanya ditemukan di dua tempat, yaitu dalam Kitab Sunan
al-Kubrā al-Nasā’ī dan Kitab Musykil al-Ātsar li al-Ṭaḥāwī. Hadis yang terdapat
dalam dua kitab tersebut merujuk pada seorang sahabat, yaitu Ibn Abbās (w.68H).
Adapun hadis yang diriwayatkan dalam Sunan al-Kubrā al-Nasā’ī adalah sebagai
berikut:
“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyā bin „Utsmān bin Ṣāliḥ, ia berkata;
berkata; telah menceritakan kepada kami Yazīd bin Zuraīʻ, ia berkata; telah
berkata; telah menceritakan kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟, dari
„Ibn „Abbās, ia berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak
ada puasa seseorang dari orang lain, tetapi hendaknya memberikan makanan
Dari segi penyandaran, hadis-hadis fidyah salat di atas ada yang menganggapnya
marfu’.
Fidyah salat pada umumnya hanya berlaku bagi orang yang telah meninggal
dunia, dan tidak berlaku bagi orang yang masih hidup. Hal ini karena kewajiban
salat atas setiap muslim tidak dapat diganggu gugat. Meskipun sedang sakit, salat
tetap harus dikerjakan. Hanya saja, ketika sakit mendapatkan rukhṣah
(keringanan), seperti mengerjakan salat dengan posisi duduk atau berbaring jika
tidak mampu untuk berdiri
Secara umum, orang yang berhak menerima fidyah, baik fidyah salat
maupun puasa, adalah orang-orang yang miskin. Dalam al-Qur‟an dijelaskan
bahwa fidyah adalah memberikan makanan kepada orang miskin, sebagaimana
dideskripsikan dalam Q.S. Al-Baqarah [2].
Dalam hal ini, karena statusnya tidak jelas atau diperselisihkan, maka
jumhur ulama menyatakan tidak wajib membayar fidyah, namun wajib di-qaḍā’
oleh walinya.
2. Definisi Fidyah Puasa
(w.261 H), al-Tirmidzī (w.279 H), al-Nasā‟ī (w.303 H) dan al-Dārimī (w.255 H)
dari Salamah bin al-Akwa‟ dan diriwayatkan oleh Abū Dāwud (w. 275 H) dari
Ibn’’Abbās. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Muslim yaitu:“Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Saʻīd, telah menceritakan kepada kami
Bakr –yaitu Ibn Muḍar-, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari Bukaīr,dari Yazīd Maulā
Salamah, dari Salamah bin al-Akwaʻ, ia berkata; Ketika turun ayat; "…dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin…". (QS.
Albaqarah184), banyak orang yang menginginkan untuk tetap makan (tidak
berpuasa) dan hanya membayar fidyah, sampai turun ayat setelahnya dan me-
nasakh-nya.” (HR. Muslim)
Orang yang telah lanjut usia dan tidak mampu untuk berpuasa, maka ia
boleh meninggalkan puasa ramadhan dan tidak wajib meng-qaḍā’-nya di hari
yang lain, sepanjang puasa terasa amat memberatkan baginya sepanjang tahun.
Namun Aḥmad bin Ḥanbal menyatakan bahwa qaḍā’ puasa hanya berlaku
untuk puasa nadzar, adapun puasa yang farḍu (ramadhan) tidak perlu di-qaḍā’
untuk orang yang meninggal, melainkan cukup dengan menyedekahkan dari harta
yang ditinggalkannya sebanyak setengah Ṣāʻ untuk setiap hari yang telah
ditinggalkannya (membayar fidyah), dapat disimpulkan bahwa sebagian ulama
menganggap jika seseorang meninggal dan ia memiliki utang nadzar puasa, maka
wali berkewajiban mengganti puasa nadzar-nya tersebut dengan puasa
(mengqaḍā’).
Adapun shalat shubuh tidak boleh dijamak dengan shalat lainnya dan tetap
dilaksanakan pada waktunya sendiri, walaupun dalam kendaraan. Demikian pula
shalat ‘ashar tidak boleh dijamak dengan ‘isya ataupun maghrib.
Ketiga, dalam keadaan ketakutan, seperti sakit, hujan lebat, angin topan atau
bencana alam lainnya.Syarat ketiga berlaku bagi orang yang senang
melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.
1. Pertama, Jamak Takdim ialah mengumpulkan dua shalat fardlu untuk dikerjakan
bersama-sama pada waktu shalat yang pertama. Misalnya, zhuhur dengan ‘ashar
dilaksanakan pada waktu zhuhur, maghrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu
maghrib. Syarat jamak takdim adalah:
1.Dimulai dari shalat yang pertama.
2.Niat jamak pada waktu shalat yang pertama
3.Berturut-turut antara shalat pertama dengan shalat yang kedua.
4.Masih dalam perjalanan.
2. Kedua, Jamak Takhir adalah mengumpulkan dua shalat fardlu untuk dikerjakan
secara bersama-sama pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, zhuhur dengan
‘ashar dilaksanakan pada waktu 'ashar, maghrib dengan ‘isya dilaksanakan pada
waktu ‘Isya.Syarat Jamak Takhir adalah:
1.Niat menjamak setelah tiba waktu shalat yang pertama.
2.Kedua shalat dikerjakan masih dalam perjalanan
“Sengaja aku shalat zhuhur empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takdim
dengan ‘ashar karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat ‘ashar empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takdim
dengan zhuhur karena Allah Ta’ala.”
2) Maghrib dengan ‘Isya
ت ُم ْستَ ْق ِب َل ا ْل ِق ْبلَ ِة َمجْ ُم ْوعًا ِبا ْل ِعشَاءِ َج ْم َع تَ ْق ِدي ٍْم هللِ تَ َعالَى ِ ض ا ْل َم ْغ ِر
ٍ ب ثَالَثَ َر َك َعا َ ُأ
َ ص ِلِّ ْي فَ ْر
“Sengaja aku shalat maghrib empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takdim
dengan ‘Isya karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat ‘Isya empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takdim
dengan maghrib karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat zhuhur empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takhir
dengan ‘ashar karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat ‘ashar empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takhir
dengan zhuhur karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat maghrib empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takhir
dengan ‘isya karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat ‘isya empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takhir dengan
maghrib karena Allah Ta’ala.”
Misalnya, seseorang dalam perjalanan jauh ingin menjamak shalat zhuhur dengan
‘ashar, maka yang harus ia lakukan adalah:
Misalnya, seseorang dalam perjalanan jauh ingin menjamak shalat zhuhur dengan
‘ashar, maka yang harus ia lakukan adalah:
1) Ketika datang waktu shalat pertama, yaitu zhuhur, lakukan niat dalam
hati bahwa ia akan mengakhirkan shalat zhuhur ke waktu shalat ‘ashar.
2) Ketika datang waktu shalat kedua, yaitu shalat ‘ashar, kerjakan shalat
mana saja yang ingin didahulukan (‘ashar atau zhuhur). Misalnya, yang
didahulukan ‘ashar.
3) Setelah selesai shalat yang paling pertama selesai (‘ashar), lanjutkan
dengan shalat zhuhur tanpa diselingi oleh kegiatan lain.
2. qashar sholat
Qashar artinya meringkas atau memendekan. Qashar shalat adalah meringkas
raka’at shalat fardlu empat raka’at menjadi dua raka’at. Shalat fardlu yang boleh
diqashar adalah zhuhur, ‘ashar dan ‘isya. Sedangkan maghrib dan shubuh tidak
boleh diqashar.Firman Allah Swt :
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
mengqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. An-
Nisa:101)
“Sengaja aku shalat zhuhur dua raka’at, menghadap qiblat dengan qashar karena
Allah Ta’ala.”
Shalat jamak qashar adalah shalat fardlu yang dijamak dan sekaligus
diqashar. Artinya, dua raka’at shalat fardlu yang diqashar dikerjakan dalam waktu
sekaligus.
هلل تَ َعالَى ْ ظ ْه ِر َر َك َعتَي ِْن ُم ْستَ ْق ِب َل ا ْل ِق ْبلَ ِة َمجْ ُم ْوعًا ِبا ْل َع
ْ َص ِر َج ْم َع تَ ْق ِدي ٍْم ق
ِ ص َرا ُّ ض ال َ ُأ
َ ص ِِّل ْي فَ ْر
“Sengaja aku shalat zhuhur empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takdim
qashar dengan ‘ashar karena Allah Ta’ala.”
- Niat shalat ’Ashar
“Sengaja aku shalat ‘ashar empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takdim
qashar dengan zhuhur karena Allah Ta’ala.”
ِ ض ا ْل ِعشَاءِ َر َكعَتَي ِْن ُم ْستَ ْقبِ َل ا ْل ِق ْبلَ ِة َمجْ ُم ْوعًا بِا ْل َم ْغ ِر
ْ َب َج ْم َع تَ ْق ِدي ٍْم ق
ص َرا هللِ تَعَالَى َ ُأ
َ ص ِلِّ ْي فَ ْر
“Sengaja aku shalat ‘isya empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takdim qashar
dengan maghrib karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat zhuhur empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takhir
qashar dengan ‘ashar karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat ‘ashar empat raka’at menghadap kiblat, dijamak tahkir qashar
dengan zhuhur karena Allah Ta’ala.”
“Sengaja aku shalat ‘isya empat raka’at menghadap kiblat, dijamak takhir qashar
dengan maghrib karena Allah Ta’ala.”