Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan
aliran dalam Islam pada dasarnya berawal dari menyikapi permasalahan
politik yang terjadi diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada
persoalan Teologi dalam Islam. Tegasnya adalah persoalan ini bermula
dari permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa orang yang berhak
menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan digunakan dalam
pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin
mempertahankan cara lama bahwa yang berhak menjadai Khalifah secara
turun temurun dari suku bangsa Quraisy saja. Sementara di sisi lain umat
Islam menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi, sehingga setiap
umat Islam yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut
dalam pemilihan.
Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah Fil Ardli mendapat
kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat
berat. Dia diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk
senantiasa menyembah dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu
manusia dituntut untuk mendalami, memahami serta mengamalkan pokok-
pokok agamanya (Ushuluddin) ditambah cabang-cabangnya.  sehingga dia
dapat menentukan jalan hidupnya yang sesuai dengan amanah yang
dibebankan kepadanya.
Ego kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan kelompok
masing-masing, memuncak pada masa kekhalifahan Usman Bin Affan,
yaitu pada tahun ke 7 kekhalifahan Usman sampai masa Ali Bin Abi
Thalib yang mereka anggap sudah menyeleweng dari ajaran Islam.
Sehingga terjadilah saling bermusuhan, bahkan pembunuhan sesama umat
Islam. Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam Islam, dalam
menyikapi masalah inilah persoalan politik merebak ke ranah teologi
dalam Islam. Dalam makalah ini Penulis membahas tentang Sejarah,
Tokoh dan Ajaran Pokok golongan Khawarij dan Murjiah  yang muncul
karena terjadinya permasalan politik.

B.    Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah Makalah di bawah ini adalah :
A.     Apa yang melatar belakangi berdirinya aliran Khawarij dan Murji’ah serta
syiah ?
B.     Apa saja doktrin-doktrin  pokok dalam ajaran Khawarij dan Murji’ah serta
syiah?
C.     Sekte- sekte apa saja yang terdapat pada aliran Khawarij dan Murji’ah
serta syiah?

C.    Tujuan Penulisan
1.       Untuk membahas tentang aliran Khawarij dan Murji’ah serta syiah
a)      Menjelaskan tentang aliran Khawarij dan Murji’ah serta syiah
b)      Mengkaji Sejarah awal tentang munculnya Khawarij dan Murji’ah serta
syiah
c)      Memahami ciri-ciri faham khawarij dan Murji’ah serta syiah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Khawarij
1.      Latar belakang kemunculan khawarij
Kata khawarij secara etimologis berasal dari bahasa
arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau
memberontak. Berkenaan dengan pengertian etimologis ini, Syahrastani
menyebut orang yang memberontak imam yang sah disebut sebagai
khowarij.2 Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti
setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin keluar dari kesatuan umat
islam.
Adapun yang di maksud khawarij dalam terminology ilmu kalam
adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang
keluar meninggalkan  barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang
menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M
dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan
perihal persengketaan khilafah.4  Kelompok Khawarij pada mulanya
memandang Ali dan pasukannya berada pada pihak yang benar karena Ali
merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat islam,
sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena memberontak
kepada khalifah yang sah.
Lagi pula, berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir
memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima
tipu daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hampir diraih
itu menjadi raib.
Kemunculan kelompok khawarij juga disebabkan oleh :
a.       Fanatisme kesukuan: Fanatisme kesukuan ini merupakan satu dari sebab-
sebab munculnya Khawarij. Fanatisme kesukuan ini telah hilang pada
zaman Rasulullah dan Abu Bakar serta Umar, kemudian muncul kembali
pada zaman pemerintahan Utsman dan yang setelahnya. Dan pada masa
Utsman fanatisme tersebut mendapat kesempatan untuk berkembang
karena terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan penting
dalam kekhilafahan sehingga Utsman di tuduh mengadakan gerakan
nepotisme dengan mengangkat banyak dari keluarganya untuk menjabat
jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya,dan inilah yang dijadikan
hujjah oleh mereka untuk mengadakan kudeta terhadapnya.
b.      Faktor ekonomi : Semangat ini dapat dilihat dari kisah Dzul
Khuwaishiroh bersama Rasulullah dan kudeta berdarahnya mereka
terhadap Utsman, ketika mereka merampas dan merampok harta baitul-
mal langsung setelah membunuh Utsman, demikian juga dendam mereka
terhadap Ali dalam perang jamal, ketika Ali melarang mereka mengambil
wanita dan anak-anak sebagai budak rampasan hasil perang sebagimana
perkataan mereka terhadap Ali: Awal yang membuat kami dendam
padamu adalah ketika kami berperang bersamamu di hari peperangan
jamal, dan pasukan jamal kalah, engkau membolehkan kami mengambil
apa yang kami temukan dari harta benda dan engkau mencegah kami dari
mengambil wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka.
c.       Semangat keagamaan: ini pun merupakan satu penggerak mereka untuk
keluar memberontak dari penguasa yang absah.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai
kelompok Mu’awiyah, sehingga pada mulanya Ali menolak permintaan
itu. Akan tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli
qurra’, seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan
Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar
(komandan pasukan Ali) untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan
Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi
orang-orang Khawarij menolaknya dengan alasan bahwa Abdullah bin
Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali. Mereka lalu
mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan
dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.
Keputusan tahkim,  yaitu Ali di turunkan dari jabatannya sebagai khalifah
oleh utusannya, sementara Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah oleh
delegasinya pula sebagai pengganti Ali, akhirnya mengecewakan orang-
orang Khawarij.
Sejak itulah, orang-orang Khawarij membelot dengan
mengatakan,”Mengapa kalian berhukum kepada manusia? Tidak ada
hukum selain hukum yang ada pada sisi Allah.” Mengomentari perkataan
mereka, Imam Ali menjawab,” Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi
mereka artikan dengan keliru.” Pada waktu itulah orang-orang Khawarij
keluar dari pasukan  Ali dan langsung menuju Hurura, sehingga Khawarij
disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut
dengan Syurah dan Al-Mariqah. 
Di Harura, kelompok Khawarij melanjutkan perlawanan selain
kepada Mu’awiyah juga kepada Ali. Di sana mereka mengangkat seorang
pemimpin definitive yang bernama Abdullah bin Sahab Ar-
Rasyibi.  Sebelumnya mereka dipandu Abdullah Al-Kiwa untuk sampai ke
Harura.

2.      Doktrin-doktrin Pokok Khawarij


Di antara doktrin-doktrin pokok khawarij adalah:
a.        Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umatislam,
b.       Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
c.        Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi
syarat,
d.       Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil
dan menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika
melakukan kezaliman,
e.        Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi
setelah tahun ketujuhdari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap
telah menyeleweng,
f.         Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia di anggap
menyeleweng,
g.       Mu’awiyah bin Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga
dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
h.       Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir,
i.         Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus
dibunuh. Mereka menganggap bahwa seorang muslim tidak lagi muslim
(kafir) disebabkan tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap
kafir, dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
j.         Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
Apabila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar
al harb (Negara musuh), sedangkan golongan mereka di anggap berada
dalam dar al islam (Negara islam).
k.       Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
l.         Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan
yang jahat harus masuk kedalam neraka),
m.      Amar makruf nahi mungkar,
n.       Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat (samar),
o.       Al- Qur’an adalah makhluk,
p.       Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan
Apabila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan
kaum Khawarij dapat di kategorikan kedalam tiga kategori, yaitu politik,
teologi, dan sosial. Doktrin Khawarij dari poin a sampai dengan poin h
dapat dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal
yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala
Negara (khalifah).
Melihat pengertian politik secara praktis-yaitu kemahiran bernegara,
atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperoleh
kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat
manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai
sebuah partai politik. Politik ternyata merupakan doktrin sentral khawarij.
Timbulnya doktrin ini merupakan reaksi terhadap keberadaan Mu’awiyah
yang secara teoretis tidak pantas memimpin Negara karena ia seorang
tulaqa’. Kebencian Khawarij terhadap Mu’awiyah ditambah dengan
kenyataan bahwa keislamannya belum lama.
Kelompok Khawarij menolak untuk dipimpin orang yang dianggap
tidak pantas. Jalan pintas yang ditempuh adalah membunuhnya, termasuk
orang yang mengusahakannya menjadi khalifah. Dikumandangkanlah
sikap bergerilnya untuk membunuh mereka. Dibuat pula doktrin teologi
tentang dosa besar swbagaimana tertera pada poin I dan j. Akibat
doktrinnya menentang pemerintah, khawarij harus menanggung akibatnya.
Kelompok ini selalu  dikejar-kejar dan ditumpas pemerintah. Lalu,
perkembanggannya sebagaimana di tuturkan Harun Nasution, kelompok
ini sebagian besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika
Utara, dan Arabia Selatan.
Doktrin teologi khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan
imbas langsung doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu
sangat dipenggaruhi oleh sisi budaya yang juga radikal. Hal lain yang
menyebabkan radikalitas itu adalah asal-usul mereka yang berasal dari
masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu telah
membentuk watak dan tata pikirnya menjadi keras, berani, tidak
bergantung kepada orang lain, bebas, dan tidak gentar hati. Akan tetapi,
mereka fanatik dalam menjalankan agama.
Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berpikir sangat
simplistic; berpengetahuan sederhana;melihat pesan berdasarkan motivasi
pribadi, bukan berdasarkan data dan konsistensi logis; bersandar lebih
banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan; mencari informasi
tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari
sumber kepercayaan orang lain; mempertahankan secara kaku sistem
kepercayaannya; dan menolak mengabaikan dan mendistorsi pesan yang
tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.
Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij sering menggunakan
cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa
kekerasan pernah memegang peranan penting.
Adapun doktrin-doktrin selanjutnya, yaitu dari poin k sampai p,
dapat dikategorikan sebagai doktrin teologis-sosial. Doktrin-doktrin ini
memperlihatkan kesalehan asli kelompok Khawarij, sehingga sebagai
penggamat menganggap doktrin-doktrin ini lebih mirip dengan doktrin
Mu’tazilah, meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana
kelompok Khawarij masih patut dikaji lebih mendalam. Sebab, dapat
diasumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran
agama, sebagaimana dilakukan kelompok khawarij, cenderung berwatak
tekstualis/skriptualis, sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis
dan fundamentalis itu ternyata tidak tampak pada doktrin-doktrin khawarij
pada poin k sampai p.
Apabila ternyata doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan
doktrin khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelompok khawarij pada
dasarnya merupakan orang-orang baik.
Hanya keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut
garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, di
tambah oleh pola pikirnyayang simplistis, telah menjadikan mereka
bersikap ekstrem.
3.      Perkembangan Khawarij dan tokoh-tokohnya
Khawarij, sebagaimana telah dikemukakan, telah menjadikan
imamah/khilafah/ politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya
doktrin-doktrin teologis lainnya.  Radikalitas yang melekat pada watak dan
perbuatan kelompok khawarij menyebabkannya sangat rentan pada
perpecahan, baik secara internal kaum khawarij maupun secara eksternal
dengan sesama kelompok islam lainnya.
Para pengamat telah berbeda pendapat tentang berapa banyak
perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi
mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte. Harun
mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-
Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah
pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahan khawarij, tokoh-
tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar
hanya ada 6, yaitu:
1)      Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali,
disebut golongan Al-Muhakkimah.Bagi mereka Ali, Mu’awiyah, kedua
pengantara Amr Ibn Al-As dan Abu Musa Al-Asy’ari dan semua orang
yang menyetujui paham bersalah itu dan menjadi kafir.    
2)      Al-Azariqah
              Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat
sesudah golongan Al-Muhakkimah hancur adalah golongan Al-
Azariqah.Daerah kekuasaan mereka terletak diperbatasan Irak dengan
Iran.Nama ini diambil dari Nafi’ Ibn Al-Azraq.
              Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan
kepadanya mereka beri gelar Amir Al-Mu’minin. Nafi’ meninggal dalam
pertempuran di Irak pada tahun 686 M. mereka menyetujui paham
bersalah itu dan menjadi musyrik
3)      Al-Nadjat
              Najdah bin Ibn ‘Amir Al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-
pengikutnya pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan
Al-Azariqah. Tetapi dalam golongan yang tersebut akhir ini timbul
perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi’ Ibn Al-Azraq,
diantaranya Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan Atiah Al-Hanafi, tidak
menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah kedalam
lingkungan Al-Azariqah adalah musyrik.
            Akan tetapi mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar yang
menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak
sepaham dengan mereka. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa
besar, benar akan mendapatkan siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan
kemudian akan masuk surga.
4)      Al-Ajaridah
              Mereka adalah pengikut dari Abd Al-Karim Ibn Ajrad yang
menurut Al-Syahrastani merupakan salah satu teman dari Atiah Al-
Hanafi.Menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban
sebagai diajarkan oleh Nafi’ Ibn Al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya
merupakan kebajikan.Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah
kekuasaan mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir.Harta boleh
dijadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati.
5)      Al-Sufriah
              Pemimpin golongan ini ialah Ziad Ibn Al-Asfar. Dalam paham
mereka dekat sama dengan golongan Al-Azariqah.
6)      Al-Ibadiyah
              Golongan ini merupakan golongan yang paling beda dari seluruh
golongan Khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada
tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah.
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hokum orang yang
berbuat dosa besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir.
Tampaknya, doktrin teologi tetap menjadi primadona pemikiran mereka,
sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya merupakan pelengkap.
Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis dari pada teorotis, sehingga
kriteria bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai mukmin atau kafir
tidak jelas. Hal ini menyebabkan -dalam kondisi tertentu- seseorang dapat
disebut mukmin sekaligus pada waktu yang bersamaan disebut sebagai
kafir.
           Tindakan kelompok khawarij di atas telah merisaukan hati semua
umat islam saat itu. Sebab, dengan cap kafir yang di berikan salah satu
subsekte tertentu khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh
subsekte yang lain orang bersangkutan masih dikategorikan sebagai
mukmin sehingga dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau Majusi
masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang
mukmin.13 Meskipun demikian, ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu
sekte Najdiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat
dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima
kasih kepada Allah. Orang seperti ini, kata kedua sekte di atas, tidak perlu
dikucilkan dari masyarakat.
            Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih
lanjut, dikategorikan sebagai aliran khawarij, selama terdapat indikasi
doktrin yang identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini,
Harun mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan
sebagai aliran khawarij masa kini, yaitu:
a.        Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka,
walaupun orang itu adalah penganut agama islam;
b.       Islam yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan,
sedangkan islam sebagaimana yang di pahami dan di amalkan golongan
lain tidak benar;
c.        Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu di bawa kembali
ke islam yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan
amalkan;
d.       Karena pemerintahan dan ulamayang tidak sepaham dengan mereka
adalah sesat, mereka memilih imam dari golongannya, yaitu imam dalam
arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan;
e.        Mereka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan
menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuannya;

B.    Al-Murji’ah
1.      Latar belakang kemunculan Murji’ah
Nama Murji’ah di ambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna
penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti
memberi pengharapan, yaitu kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
penganpunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu, arja’a berarti pula
meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang
mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang
yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu
Ali dan Mu’awiyah, serta setiap pasukannya pada hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul
kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa
gagasan irja’ atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan
tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi
pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah, baik
sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersama
dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Murji’ah, pada saat itu
merupakan musuh berat Khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis
doktrin Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang
diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-
Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini menceritakan
bahwa 20 tahun setelah meninggalnya Mua’wiyah tahun 680, dunia islam
dikoyak oleh pertikaian sipil, yaitu Al-Mukhtar membawa paham Syi’ah
ke Kufah dari tahun 685-687; Ibnu Zubair mengklaim kekhalifahan di
makkah hingga kekuasaan islam. Sebagai respons dari keadaan ini muncul
gagasan irja’ atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini tampaknya
pertama kali dipergunakan sekitar tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Thalib,
Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, Dalam surat itu, Al-Hasan
menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan,”Kita mengakui Abu
Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang
terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Utsman, Ali, dan
Zubair (seorang tokoh pembelot ke mekkah).
Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba menanggulangi
perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan
kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan Ali dan
para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak
mengakui kekhalifaan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah
keturunan si pendosa Utsman.
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali
dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin ‘Ash,
seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadii dua
kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar
dari Ali, yaitu khubu Khawarij, memandang bahwa tahkim itu
bertentangan dengan Al-Qur’an, dalam pengertian tidak bertahkim
berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh karena itu, khawarij berpendapat
bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukum kafir, sama seperti
perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba’, membunuh tanpa alasan yang
benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik.
Pendapat Khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian
disebut Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap
mukmin, tidak kafir, sementara dosanyadiserahkan kepada Allah SWT.,
apakah mengampuninya atau tidak.

2.      Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah


Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau
doktrin irja’ atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang
dihadapinya, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik,
doktrin irja’ diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok,
yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya,
kelompok Murji’ah di kenal pula sebagai the queietists (kelompok
bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat
Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun di bidang teologi, doktrin irja’  dikembangkan Murji’ah
ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu.
 Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya
menjadi semakin kompleks, mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan
(mortal and venial sins), tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan
atas dosa besar, kemaksuman Nabi (the impeccability of the prophet),
hukuman atas dosa (punishment of sins), pertanyaan tentang ada yang
kafir (infidel) di kalangan generasi awal islam, tobat (redress of wrongs),
hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan
(predestination).
Berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, W.
Montgomery Watt memerincinya sebagai berikut.
a.       Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah
memutuskannya di akhirat kelak.
b.      Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-
Khalifah Ar-Rasyidun.
c.       Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
d.      Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis
dan empiris dari kalangan Helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, Harun


Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:
a.       Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin ‘Ash, dan Abu Musa
Al-Asy’ari yang terlibat tahkim  hingga kepada Allah pada hari kiamat
kelak;
b.      Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT, atas orang muslim yang
berdosa besar;
c.       Meletakkan (pentingnya) iman lebih utama dari pada amal;
d.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi (1903-1979) menyebutkan


dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a.       Iman adalah cukup dengan percaya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Adapun amal atau perbuatan bukan merupakan keharusan bagi adanya
iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun
meninggalkan apa yang difardukan kepadanya dan melakukan perbuatan-
perbuatan dosa besar; 
b.      Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati,
setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas
seseorang. Untuk mendapatkan penganpunan, manusia cukup menjauhkan
diri dari syirik dan meninggal dalam keadaan akidah tauhid.

3.      Sekte-sekte Murji’ah dan Tokoh-Tokohnya


Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya
dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) di
kalangan para pendukung Murji’ah. Dalam hal ini, terdapat problem yang
cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasi sekte-sekte
Murji’ah. Kesulitannya –antara lain- adalah ada beberapa tokoh aliran
pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut
Murji’ah, tetapi pengamat lain tidak mengklaimnya. Tokoh yang dimaksud
adalah Washil bin Atha’ (…-131 H) dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah (80-
150 H) dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itu, Asy-Syahrastany (w. 548 H),
seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai
berikut.
a.         Murji’ah Khawarij.
b.        Murji’ah Qadariah.
c.         Murji’ah Jabariah.
d.        Murji’ah Murni.
e.         Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah).
Sementara itu, Muhammad Imarah (I. 1931) menyebutkan 12 sekte
Murji’ah, yaitu sebagai berikut.
a.         Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shafwan.
b.        Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy.
c.         Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary.
d.        Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus.
e.         Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban.
f.         Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-
Dimsaqy.
g.        An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr.
h.        Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man.
i.          Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.
j.          Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thawmy.
k.        Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy.
l.          Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah
menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem.
Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak
kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya
dan diampuni oleh Allah SWT. Praktis tidak masuk neraka. Iman adalah
pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-rasul-Nya serta yang datang darinya
secara keseluruhan, namun dalam garis besar. Iman tidak bertambah dan
tidak pula berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini.
Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin ‘Ali bin Abi
Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadits.
Adapun yang termasuk kelompok ekstrem adalah Al-Jahmiyah,
Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah.
Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut.
a.         Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya,
berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan dan kemudian
menyatakan kekufurannya secara lisan tidak menjadi kafir karena iman
dan kufur tempatnya di dalam hati, bukan bagian lain dalam tubuh
manusia.
b.        Shalihiyah,  kelompok Abu Hasan Ash-Shalihy, berpendapat bahwa
iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat
bukan merupakan ibadah kepada Allah SWT. Karena yang disebut ibadah
adalah iman kepada-Nya, dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat,
puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan
kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah
hanya iman.
c.         Yunusiyah  dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan
maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang.
Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang
dikerjakan tidak merugikan bagi yang bersangkutan. Dalam hal ini,
Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau
sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik atau politeis.
d.        Hasaniyah,  menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan,”Saya tahu
Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang
diharamkan itu adalah kambing ini.” Orang tersebut tetap mukmin, bukan
kafir. Begitu pula orang yang mengatakan,”Saya tahu Tuhan mewajibkan
naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di India atau di
tempat lain”.

C.    Aliran SYIAH
1.      Pengertian Syi’ah
a.       Syi’ah adalah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa ‘Ali bin Abi
Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama
dan umat setelah Nabi Muhammad saw. Dari segi bahasa,
kata Syi’ah berarti pengikut, atau kelompok atau golongan, seperti yang
terdapat dalam surah al-Shâffât ayat 83 yang artinya: “Dan sesungguhnya
Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh).
b.      Syi’ah secara harfiah berarti kelompok atau pengikut. Kata tersebut
dimaksudkan untuk menunjuk para pengikut ‘Ali bin Abi Thalib sebagai
pemimpin pertama ahlulbait. Ketokohan ‘Ali bin Abi Thalib dalam
pandangan Syi’ah sejalan dengan isyarat-isyarat yang telah diberikan Nabi
Muhammad sendiri, ketika dia (Nabi Muhammad—pen.) masih hidup.
c.       Perkataan Syi’ah secara harfiah berarti pengikut, partai, kelompok, atau
dalam arti yang lebih umum “pendukung”. Sedangkan secara khusus,
perkataan “Syi’ah” mengandung pengertian syî’atu ‘Aliyyîn, pengikut atau
pendukung ‘Ali bin Abi Thalib.

2.      Sejarah Lahirnya Syiah


Syiah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali
secara berlebih – lebihan karena mereka beranggapan bahwa Ali yang
lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhamad SAW
berdasarkan wasiatnya, sedangakan khalifah – khalifah seperti Abu Bakar
Shiddiq, Umar bin Khatab, dan Ustman bin Affan dianggap sebagai
penggasab atau perampas khilafah.
Para penulis sejarah islam berbeda pendapat mengenai awal mula
lahirnya Syiah, sebagian menganggap Syiah langsung muncul setelah
wafatnya Nabi Muhamad SAW, yaitu pada saat perebutan kekuasaan
antara golongan Muhajirin dan Anshor di balai pertemuan Syakiffah Bani
Sa’idah, pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sebagian kecil
Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi Ali bin Abi Thalib. Sebagian
yang lain menganggap Syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Ustman
bin Affan atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Pada
masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Ustman bin Affan yang
berakhir dengan kematian Ustman dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi
Thalib bersedia dibai’at sebagai khalifah.
Khalifah Ali dengan pihak pemberontak Muawiyah bin Abu Sufyan
di Siffin yang lazim disebut peristiwa at – tahkim atau ar-bitrasi, akibat
kegagalan itu sejumlah pasukan Ali memberontak terhadap
kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali, mereka ini disebut
golongan Khawarij (orang – orang yang keluar ). sebagian besar orang –
orang yang tetap setia kapada khalifah disebut Syi’atu Ali ( pengikut Ali )
Pendirian kalangan Syiah bahwa Ali bin Abi Thalib adalah imam
atau khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW, telah tumbuh sejak Nabi Muhammad SAW masih
hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad SAW sendirilah yang
menetapkannya, dengan demikian menurut Syiah inti dari ajaran Syiah itu
sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad.
Sebagaimana di maklumi bahwa mulai timbulnya fitnah di kalangan
umat islam, biang keladinya adalah Abdullah bin Saba, seorang yahudi
yang pura – pura masuk islam. Fitnah tersebut cukup berhasil dengan
terpecah belahnya persatuan umat, dan timbulah Syiah sebagai Firqoh
pertama.

3.      Ajaran Syiah
a.       Pokok-pokok penyimpangan syiah pada periode pertama diantaranya :
1)      Keyakinan bahwa imam sesudah Rasullah SAW adalah Ali bin Abi
Thalib sesuai dengan sabda Nabi SAW karena itu para khalifah dituduh
merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib
2)      Keyakinan bahwa imam mereka maksum ( terjaga dari salah dan dosa )
3)      Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para imam yang telah wafat
akan hidup kembali setelah hari kiamat untuk membalas dendam kepada
lawan – lawannya yaitu Abu bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lain – lain
4)      Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para imam mengetahui rahasia
ghoib, baik yang lalu maupun yang akan datang, ini berarti sama dengan
menuhankan Ali dan imam
5)      Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan
oleh para pengikut Abdullah bin Saba. Yang pada akhirnya mereka
dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.
6)      Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu bakar dan Umar
bin Khatab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk
delapan puluh kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut
7)      Keyakinan mencaci maki para sahabat atau sebagian sahabat seperti
Utsman bin Affan
8)      Pada abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syiah semakin
menjadi-jadi. Sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat
keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti
Fathimiyah di mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran, terakhir aliran
tersebut terangakat kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan
sebagai aliran resmi Negara iran sejak 1979

b.      Pokok – pokok ajaran Syiah secara umum diantaranya :


a)      Pada rukun iman, syiah hanya memiliki lima rukun iman tanpa menyebut
keimanan kepada para malikat, rasul, qodho dan qhodar. Yaitu tauhid
( keesaan allah ), Al – Adl (keadilan allah), nubuwah (kenabian), imamah
(kepemimpinan iman), ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan)
b)      Pada rukun islam
Syiah tidak mencantumkan syahadat dalam rukun islam, yaitu
sholat, Øzakat, puasa, haji, wilayah ( perwakilan )
1)      Syiah meyakini bahwa Al Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambah
atau dikurangi dari yang seharusnya, karena itu mereka meyakini Abu
Abdillah ( imam syiah ) berkata “Al Qur’an yang dibawa oleh Jibril
kepada Nabi Muhammad SAW adalah tujuh belas ribu ayat dan di
sebut mushaf Fatimah
2)      Syiah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal nabi SAW mereka
murtad kecuali beberapa orang saja seperti Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu
Dzar al-Gifari dan Salman al-Fsarisyi
3)       Syiah menggunakan senjata taqiyah yaitu berbohong,
dengan  cara menampakan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya
untuk mengelabui
4)      Syiah percaya akan Ar-raj’ah yaitu kembalinya ruh-ruh ke jasadnya
masing-masing di dunia ini sebelum kiamat di kala imam ghaib mereka
keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak – anaknya
untuk balas dendam kepada lawan – lawannya
5)      Syiah percaya kepada Al-Bada yakni tampak bagi Allah dalam hal
keimanan Ismail ( yang telah di nobatkan keimanannya oleh ayahnya Jafar
As-Sidiq tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup ) yang
tadinya tidak tampak jadi bagi mereka Allah boleh khilaf tetapi imam
mereka tetap maksum ( terjaga )
6)      Syiah membolehkan nikah mut’ah yaitu nikah kontrak dengan jangka
waktu tertentu, padahal hal itu telah di haramkan oleh Rasullah SAW yang
di riwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri

4.      Perkembangan Sekte Syi'ah


Semua sekte dalam Syi'ah sepakat bahwa imam yang pertama adalah
Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan bin Ali, lalu Husein bin Ali. Namun
setelah itu muncul perselisihan mengenai siapa pengganti imam Husein
bin Ali. Dalam hal ini muncul dua pendapat. Pendapat kelompok  pertama
yaitu imamah beralih kepada Ali bin Husein, putera Husein bin Ali,
sedangkan kelompok lainnya meyakini bahwa imamah beralih kepada
Muhammad bin Hanafiyah, putera Ali bin Abi Thalib dari isteri bukan
Fatimah.
Akibat perbedaan antara dua kelompok ini maka muncul beberapa
sekte dalam Syi'ah. Para penulis klasik berselisih tajam mengenai
pembagian sekte dalam Syi'ah ini. Akan tetapi, para ahli umumnya
membagi sekte Syi'ah dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah,
Zaidiyah, Imamiyah dan Kaum Gulat.

a.       Al-Kaisaniyah
Kaisaniyah ialah nama sekte Syiah yang meyakini bahwa
kepemimpinan setelah Ali bin Abi Thalib beralih ke anaknya Muhammad
bin Hanafiyah. Para ahli berselisih pendapat mengenai pendiri Syiah
Kaisaniyah ini, ada yang berkata ia adalah Kaisan bekas budak Ali bin Abi
Thalib r.a. Ada juga yang berkata bahwa ia adalah Almukhtar bin Abi
Ubaid yang memiliki nama lain Kaisan.
Diantara ajaran dari Syiah Kaisaniyah ini ialah, mengkafirkan
khalifah yang mendahului Imam Ali r.a dan mengkafirkan mereka yang
terlibat perang Sifin dan Perang Jamal (Unta), dan Kaisan mengira bahwa
Jibril a.s mendatangi Almukhtar dan mengabarkan kepadanya bahwa Allah
Swt menyembunyikan Muhammad bin Hanafiyah.
Sekte Kaisaniyah ini terbagi menjadi beberapa kelompok, namun
kesemuanya kembali kepada dua paham yang berbeda yaitu: 1. Meyakini
bahwa  Muhammad bin Hanafiyah masih hidup. 2. Meyakini bahwa
Muhammad bin Hanafiyah telah tiada, dan jabatan kepemimpinan beralih
kepada yang lain.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah anatara lain:
1)      Mereka tidak percaya adanya roh Tuhan menetes ke dalam tubuh Ali ibn
Abi Thalib, seperti kepercayaan orang-orang Saba’iyah.
2)      Mereka mempercayai kembalinya imam (raj’ah) setelah meninggalnya.
Bahkan kebanyakan pengikut al-Kaisaniyah percaya bahwa Muhammad
Ibn Hanafiyah itu tidak meninggal, tetapi masih hidup bertempat di
gunung Radlwa.
3)      Mereka menganggap bahwa Allah Swt. itu mengubah kehendak-Nya
menurut perubahan ilmu-Nya. Allah Swt. Memerintah sesuatu, kemudian
memerintah pula kebalikannya.
4)      Mereka mempercayai adanya reinkarnasi (tanasukh al-arwah).
5)      Mereka mempercayai adanya roh.

b.      Az-Zaidiyah
Zaidiyah adalah sekte dalam Syi'ah yang mempercayai
kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin setelah
kepemimpinan Husein bin Ali. Mereka tidak mengakui kepemimpinan Ali
bin Husein Zainal Abidin seperti yang diakui sekte imamiyah, karena
menurut mereka Ali bin Husein Zainal Abidin dianggap tidak memenuhi
syarat sebagai pemimpin. Dalam Zaidiyah, seseorang dianggap sebagai
imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni:  keturunan Fatimah binti
Muhammad  SAW, berpengetahuan luas tentang agama, zahid (hidup
hanya dengan beribadah), berjihad dihadapan Allah SWT dengan
mengangkat senjata dan berani.
Sekte Zaidiyah mengakui keabsahan khalifah atau imamah Abu
Bakar As-Sidiq dan Umar bin Khattab. Dalam hal ini, Ali bn Abi Thalib
dinilai lebih tinggi dari pada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh
karena itu sekte Zaidiyah ini dianggap sekte Syi'ah yang paling dekat
dengan sunnah.[24] Disebut juga Lima Imam dinamakan demikian sebab
mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi
Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga
khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
a.       Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
b.      Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
c.       Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
d.      Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
e.       Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid,
adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.

Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal.


Diantaranya:
1.)    Meyakini seseorang dari keturunan Fathimah (puteri Nabi) yang
melancarkan pemberontakan dalam membela kebenaran, dapat diakui
sebagai imam, jika ia memiliki pengetahuan keagamaan, berakhlak mulia,
berani, dan murah hati. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa siapapun
dari keturunan Ali bin Abi Thalib dapat menjadi imam, bisa lebih dari
seorang dan bahkan tidak ada sama sekali. Jabatan imam dapat
dikukuhkan berdasarkan kemampuan dalam memimpin dan dapat juga
berdasarkan latar belakang pendidikan.
2.)    Ajaran Syi’ah Zaidiyah mengenai kepemimpinan Khulafa al-Rasyidin,
mengakui kekhalifahan Abu Bakr, Umar dan Utsman pada awal masa
pemerintahannya, meskipun Ali bin Abi thalib dinilainya sebagai sahabat
yang paling mulia. Dalam kaitan ini, terdapat konsep Syi’ah Zaidiyah yang
berbunyi : ‫ جواز امامة المفضول مع وجود األفضل‬. Yang dimaksud dengan ‫المفضول‬
adalah Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Usman. Sedangkan yang dimaksud dengan
‫ األفضل‬ialah Ali bin Abi Thalib.
3.)    Dalam ajaran Syi’ah Zaidiyah, tidak mengakui paham ishmah, yaitu
keyakinan bahwa para imam dijamin oleh Allah dari perbuatan salah, lupa
dan dosa. Mereka juga menolak paham rajaah (seorang imam akan muncul
sesudah bersembunyi atau mati), paham mahdiyah (seorang imam yang
bergelar al-Mahdi akan muncul untuk mengambangkan keadilan dan
memusnahkan kebatilan), dan paham taqiyah (sikap kehati-hatian dengan
menyembunyikan identitas di depan lawan).
4.)    Dari segi ushul atau prinsip-prinsip umum Islam, ajaran Syi’ah Zaidiyah
mengikuti jalan yang dekat dengan paham Mu’tazilah atau paham
rasionalis. Adapun dari segi furu’ atau masalah hukum dan lembaga-
lembaganya, mereka menerapkan fikih Hanafi (salah satu mazhab fikih
dari golongan Sunni). Karenanya, dalam hal nikah mut’ah mereka
mengharamkannya, meskipun pada awal Islam nikah itu pernah
dibolehkan namun telah dibatalkan. Dewasa ini, fikih Syi’ah Zaidiyah
termasuk fikih yang diajarkan di Universitas al-Azhar.
c.       Al-Imamiyah
Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa nabi Muhammad
SAW telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai imam pengganti dengan
penunjukan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengakui
keabsahan kepemimpinan Abu Bakar, Umar, maupun Utsman. Bagi
mereka persoalan imamah adalah salah suatu persoalan pokok dalam
agama atau ushuludin.
Sekte imamah pecah menjadi beberapa golongan. Golongan yang
besar adalah golongan Isna' Asyariyah atau Syi'ah dua belas. Golongan
terbesar kedua adalah golongan Isma'iliyah. Golongan Isma'iliyah
berkuasa di Mesir dan Baghadad.Disebut juga Tujuh Imam. Dinamakan
demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari 'Ali
bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il.
Urutan imam mereka yaitu:
1)      Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2)      Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan Al-Mujtaba
3)      Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain Asy-Syahid
4)      Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5)      Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad Al-Baqir
6)      Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far  Ash
Shadiq
7)      Ismail bin Ja'far  (721 – 755), adalah anak  pertama Ja'far ash-Shadiq dan
kakak Musa al-Kadzim.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal.
Diantaranya
1)      Ilmu al-Faidh al-Ilahi, yang Allah melimpahkannya pada imam. Maka
dengan itu imam-imam, mempunyai kedudukan di atas manusia pada
umumnya dan beilmu belebihi manusia lainnya. Mereka secara khusus
mempunyai ilmu yang tidak dimiliki orang lain. Baginya mengetahui ilmu
Syari’at melebihi apa yang diketahui.
2)      Sesungguhnya iman itu tidak harus tampak dan di kenal masyarakat,
tetapi boleh jadi samar bersembunyi. Namun demikian tetap harus ditaati.
Dialah al-Mahdi yang member petunjuk kepada manusia, sekalipun dia
tidak tampak pada beberapa waktu. Dia tentu muncul, dan hari kiamat
tidak akan dating sampai al-Mahdi itu muncul, memenuhi bumi ini dengan
keadilan, sebagaimana kejahatan dan kezaliman telah merajalela.
3)      Sesungguhnya imam itu tidak bertanggungjawab di hadapan siapa pun.
Seorang pun tidak boleh menyalahkannya, apa pun yang diperbuatnya.
Masyarakat harus membenarkan bahwa apa yang diperbuatnya adalah
baik, tidak ada kejelekan sedikitpun. Sebab imam mempunyai ilmu yang
tidak dapat dicapai orang lain. Karena itulah mereka menetapkan bahwa
imam itu ma’shum.
d.      Al-Ghaliyah
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw yang artinya
bertambah dan naik. Ghala bi ad-din yang artinya memperkuat dan
menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah ghulat adalah
kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau
ekstrim. Lebih jauh Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem
(ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan,
dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi
daripada Nabi Muhammad.
Gelar ektrem  (ghuluw) yang diberikan kepada kelompok ini
berkaitan dengan pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa orang
yang secara khusus dianggap Tuhan dan ada juga beberapa orang yang
dianggap sebagai Rasul setelah Nabi Muhammad. Selain itu mereka juga
mengembangkan doktrin-doktrin ekstrem lainnya tanasukh, hulul, tasbih
dan ibaha.
Sekte-sekte yang terkenal di dalam Syi’ah Ghulat ini adalah
Sabahiyah, Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah,
Kayaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah dan Nasyisiyahwa
Ishaqiyah. Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang
membawa atau memimpinnya. Sekte-sekte ini awalnya hanya ada satu,
yakni faham yang dibawa oleh Abdullah Bin Saba’ yang mengajarkan
bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian karena perbedaan prinsip dan ajaran,
Syi’ah ghulat terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian
seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang hulul dan tanasukh.
Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama Babilonia Kuno yang ada di Irak
seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam dan Mazdakisme.
Adapun doktrin Ghulat menurut Syahrastani ada enam yang 
membuat mereka ektrem yaitu:
1)      Tanasukh yang merupakan keluarrnya roh dari satu jasad dan mengambil
tempat pada jasad yang lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu.
Penganut agama Hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa dengan cara
berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi pahala dengan
cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang lebih tinggi.
Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga
ada yang menyatakan seperti Abdullah Bin Muawiyah Bin Abdullah Bin
Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam seterusnya kepada imam-
imam secara turun-temurun.
2)      Bada’ yang merupakan keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya
sejalan dengan perubahan ilmuNya, serta dapat memerintahkan dan juga
sebaliknya. Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’ dalam
pandangan Syi’ah Ghulat  memiliki bebrapa arti. Bila berkaitan dengan
ilmu, maka artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang
diketahui Allah. Bila berkaitan dengan kehendak maka artinya
memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki dan
hukum yang diterapkanNya. Bila berkaitan dengan perintah maka artinya
yaitumemerintahkan hal lain yang bertentangan dengan perintah yang
sebelumnya.Faham ini dipilih oleh Mukhtar ketika mendakwakan dirinya
dengan mengetahui hal-hal yang akan terjadi, baik melalui wahyu yang
diturunkan kepadanya atau melalui surat dari imam. Jika ia menjanjikan
kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu, lalu hal itu benar-benar terjadi
seperti yang diucapkan, maka itu dijustifikasikan sebagai bukti kebenaran
ucapannya. Namun jika terjadi sebaliknya, ia mengatakan bahwa Tuhan
menghendaki bada’
3)      Raj’ah yang masih ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat
mempercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.
Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh sekte dalam
Syi’ah. Namun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali.
Sebagian mengatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali dan
sebagian lagi megatakan bahwa yang akan kembali adalah Ja’far As-
Shaddiq, Muhammad bin Al-Hanafiyah bahkan ada yang mengatakan
Mukhtar ats-Tsaqafi.
4)      Tasbih artinya  menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat
menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau
menyerupakan Tuhan dengan makhluk. Tasbih ini diambil dari faham
hululiyah dan tanasukh dengan khaliq.
5)      Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua
bahasa dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah ghulat
berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
6)      Ghayba yang artinya menghilangkan Imam Mahdi. Ghayba merupakan
kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan
tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konssep ghayba pertama kali
diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi pada tahun 66 H/686 M di Kufa
ketika mempropagandakan Muhammad Bin Hanafiyah sebagai Imam
Mahdi.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis sajikan dalam bab
pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa Khawarij pada mulanya adalah suatu golongan yang pada awalnya
muncul sebagai pendukung Ali, namun pada akhirnya keluar dari barisan
Ali karena ketidak puasan mereka terhadap Ali yang
menerima tahkim  dari Mu’awiyah, sehingga Khawarij memberikan
perlawanan dan menyatakan perang terhadap Ali dan Mu’awiyah,
sehingga dengan keluarnya mereka dari golongan Ali maka mereka di
juluki Khawarij  (orang-orang yang keluar).
Murji’ah  cenderung menangguhkan keputusan akan hukuman atas
dosa-dosa besar di masa yang akan datang dan cenderung
menyerahkannya kepada Allah apakah dosa tersebut akan diampuni atau
tidak. Murji’ah memandang terbalik dengan Khawarij bahwa orang
muslim yang berbuat dosa besar tidak lah kafir namun masih memiliki
kesempatan atau harapan untuk mendapatkan pengampunan dari Allah
SWT.
Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa
‘Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para
pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad saw. Aliran syiah
adalah aliran yang menyimpang, dan harus dihindari karena tidak sesuai
dengan petunjuk al quran dan as sunnah, karena yang menjadi panutan
atau teladan adalah Nabi Muhammad Saw dan tidak ad lagi nabi setelah
wafatnya beliau.

B.    Saran
Demikian makalah tentang aliran ilmu kalam khawarij dan murjiah
serta syiah semoga bermanfaat bagi para pembaca, kritik dan saran kami
harapkan agar dimasa yang akan datang dapat membuat makalah yang
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abul A’la Al Maududi, Al- Khalifah Wa Al Mulk, Terj. Muhammad Al
Baqir ,Mizan, Bandung, 1994
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam,1991
http://taufikirawan.wordpress.com
http://awanaalfaizy.blogspot.com/
Rozak, Abdul, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Pustaka Setia Bandung,2012
https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-ilmu-kalam-khawarij-
dan-murjiah/
Rozak Abdul, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung,
2001.
Hamdani, Maslani, Ratu Suntiah. Ilmu Kalam, Sega Asry, 2011.
http://makalahilmukalam.blogspot.com/2011/10/khowarij-dan-
murjiah.html
https://syafieh.blogspot.com/2013/04/ilmu-kalam-syiah-tokoh-dan-
ajarannya.html
Kh. Qamaruddin Shaleh. Asbabunnuzul . Bandung. CV. Diponegoro. 1990
http://id.wikipedia.org/wiki/Asbabun-nuzul
http://copast-master.blogspot.co.id/2012/10/makalah-aliran-siah_23.html
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ensiklopedi Islam
Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992),
Muhammad Amin Suma, dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam Jilid 3 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003),
http://creativetersenyum.blogspot.co.id/2012/01/makalah-sejarah-tokoh-
ajaran-dan-sekte.html
http://fokusislam.com/3001-mengungkap-akar-konflik-syiah-sunni.html

Anda mungkin juga menyukai