Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL PENYUNTINGAN

Dosen Pengampu: Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum.

Disusun Oleh:

Nur Khabibah (K1217057/A)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2019
Penyuntingan

Menyunting adalah suatu kegiatan mengedit, mengubah, atau merapikan susunan letak atau
penggunaan bahasa sebuah naskah tanpa mengubah makna. Bisa juga dikatakan bahwa
menyunting yaitu suatu kegiatan menimbang, memperbaiki naskah, tata bahasa, penggunaan
kata-kata, cara penyajian pokok soal agar enak dan menarik bila dibaca dan isinya mudah
dipahami. Hal ini diperkuat dengan pendapat Chaer (1993:117) yang menyatakan bahwa
kesalahan yang dilakukan siswa SD, SMP, SMU hampir sama yaitu kesalahan ejaan,
pemilihan kata, penerapan kaidah bahasa, dan penyusunan kalimat. Penelitian yang dilakukan
oleh Sumarwati (2010) dalam Ariningsih, dkk. (2012:41) menemukan bahwa pada umumnya
organisasi tulisan dalam karangan siswa masih menampakkan penalaran bahasa yang kurang
logis, dan terdapat banyak kesalahan bahasa yang meliputi pemakaian ejaan, diksi, kalimat,
dan ada beberapa tulisan yang sama atau mirip. Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan
yang bersifat sistematis, konsisten, dan menggambarkan kemampuan peserta didik pada tahap
tertentu (yang biasanya belum sempurna). Sedangkan kekeliruan adalah bentuk
penyimpangan yang tidak sistematis, berada pada wilayah performansi atau perilaku
berbahasa. Kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa harus dikurangi sampai batas sekecil-
kecilnya. Apabila dari SD belum diajari penyuntingan (tata bahasa) pasti di jenjang SMP dan
SMU akan terbawa terus kesalahan tersebut. Maka dari itu, siswa mulai diajarkan
penyuntingan yang meliputi kesalahan berbahasa, ejaan, diksi, kalimat, dan sebagainya
supaya siswa dapat mengurangi kesalahan berbahasa dalam menulis. Menurut Chaer dalam
Yahya, dkk. (2018:141) menjelaskan bahwa bahasa tulis merupakan “rekaman” bahasa lisan,
sebagai usaha manusia untuk “menyimpan” bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada
orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda. Bahasa tulis adalah ragam
bahasa yang digunakan melalui media tulis dan dipelajari secara sadar. Sedangkan menurut
Gie dalam Oktaria, dkk. (2017:166) menulis merupakan suatu kepandaian yang amat berguna
bagi setiap orang. Banyak sekali manfaat dari menulis diantaranya menambah ilmu
pengetahuan, menyusun pemikiran dan argumen secara runtut dan sebagainya. Kesalahan
penulisan bukan hanya pada siswa saja melainkan pengarang atau penulis buku juga masih
banyak terdapat kesalahan. Maka dari itu, adanya penyuntingan untuk membenarkan
kesalahan-kesalahan tersebut.

Menurut Alwi, dkk. (2001: 1106) kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan
menyunting (kata kerja/verba), penyunting (kata benda/nomina), dan penyuntingan (kata
benda/nomina). Menyunting suatu kegiatan menyiapkan naskah siap cetak atau terbit,
mengarahkan dan merencanakan penerbitan, dan menyusun atau merakit pita rekaman
dengan cara memotong-motong dan memasangnya kembali. Penyunting berati orang yang
melakukan proses penyuntingan. Penyuntingan yaitu proses melakukan penyuntingan mulai
dari mengedit, mengubah, merapikan, dan sebagainya. Tujuan dari penyuntingan yaitu
supaya pembaca lebih mudah memahami isi bacaan. Terkadang masih ada tulisan yang
belum efektif, tanda bacanya belum tepat, dan sebagainya tugas utama dari seorang
penyunting yaitu memperbaikinya. Seorang penyunting harus benar-benar paham mengenai
dunia penyuntingan. Selain itu, bahan atau naskah yang disunting juga haus bisa
dipertanggungjawabkan. Seorang penyunting sangat berjasa bagi seorang penulis karena
bekerja dibalik layar untuk memperbaiki tulisan seorang penulis tersebut, tapi yang terkenal
di dalam karya tersebut bukan penyuntingnya tetapi penulisnya. Seorang penulis jangan
melupakan jasa penyuntingnya atau editor karena tanpa seorang editor karya tersebut masih
susah dipahami isi bacaannya, kurang menarik untuk dibaca, kurang diminati banyak orang,
dan sebagainya.

Ada beberapa alasan perlunya penyuntingan. Pertama, masih terdapat berbagai ragam
bahasa yang mengalami pencampuran (interferensi). Kedua, ragam bahasa masih
mencampuradukkan antara bahasa ibu dengan bahasa Indonesia dan bahasa pergaulan dengan
bahasa resmi. Ketiga, ragam bahasa muncul karena adanya persentuhan (kontak) antara
bahasa satu dengan bahasa yang lainnya sehingga tercampur. Keempat, ragam bahasa muncul
karena penutur menguasai dua bahasa atau lebih (bilingual). Keempat alasan tersebut
perlunya dan pentingnya penyuntingan supaya semua orang yang membaca dapat mengerti
dan memahami isi bacaan dari seorang penulis.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mempermudah proses penyuntingan.


Menurut Eneste (2017:15) syarat tersebut yaitu menguasai ejaan, menguasai tata bahasa,
bersahabat dengan kamus, memiliki kepekaan bahasa, memiliki pengetahuan luas, memiliki
ketelitian dan kesabaran, memiliki kepekaan sara dan pornografi, memiliki keluwesan,
menguasai bidang tertentu (misalnya ilmu bahasa, ilmu sastra, biologi, matematika, geologi,
jurnalistik, ilmu pendidikan, filsafat, teknologi, dan pertanian), menguasai bahasa asing, dan
memahami kode etik penyuntingan naskah. Syarat-syarat tersebut harus dimiliki oleh seorang
penyunting supaya mempermudah dalam melakukan penyuntingan. Apabila salah satu dari
syarat tersebut tidak dimiliki oleh seorang penyunting, maka penyunting tersebut akan
kesulitan dalam melakukan penyuntingan. Syarat tersebut juga sebagai pedoman dalam
kecepatan dan ketepatan menyunting sebuah bacaan. Jika seorang penyunting kurang
memahami tata ejaan, tidak memiliki pengetahuan yang luas, dan syarat yang sudah
disebutkan di atas, maka penyunting tersebut akan bekerja lama dan bacaan tersebut juga
lama dicetaknya serta prosesnya juga lama sampai ke tangan pembaca. Jika seorang
penyunting juga tidak memiliki etika misalnya tidak mengerti sara dan pornografi, maka
bacaan tersebut kurang layak untuk dibaca. Hal itu juga harus diperhatikan pengguna bacaan
tersebut (anak-anak, remaja, orang tua). Maka dari itu, seorang penyunting wajib
memperhatikan syarat-syarat tersebut.

Ada berbagai macam naskah dalam penyuntingan. Penyunting harus memastikan


ragam naskah yang dihadapinya itu, supaya tidak keliru dalam menyunting. Menurut Eneste
(2017:139) ada berbagai ragam naskah, yaitu naskah fiksi, naskah sastra, naskah buku
sekolah, naskah bacaan anak-anak, naskah perguruan tinggi, naskah musik, naskah
matematika dan sejenisnya, naskah biologi, naskah kamus, naskah ilmiah, naskah ilmiah
populer, dan naskah terjemahan. Hal tersebut tentunya harus diperhatikan dari segi
bahasanya, kelengkapannya (isi), gaya penyajiannya, dan sebagainya. Jika dari segi bahasa,
antara naskah ilmiah dan naskah sastra tentunya sangat berbeda. Antara bacaan anak-anak
dengan bacaan untuk perguruan tinggi tentunya juga berbeda. Penyunting harus benar-benar
pintar menyusun bacaan dalam menyunting naskah tetapi tidak mengubah maksud isi bacaan
penulis.

Ada beberapa tips bagi penyunting naskah atau calon penyunting. Tips tersebut untuk
mempermudah seorang penyunting dalam menyunting sebuah naskah. Menurut Eneste
(2017:179) tips tersebut yaitu: pertama, penyunting naskah adalah pembantu penulis naskah.
Oleh karena itu, sebaiknya penyunting naskah tidak menempatkan diri pada posisi penulis
naskah. Kedua, penyunting naskah harus selalu rendah hati dalam menghadapi penulis
naskah meskipun ada kemungkinan penyunting naskah lebih pintar dan lebih tinggi ilmunya
daripada penulis naskah. Dengan kata lain, sebaiknya penyunting naskah tidak memberi
kesan angkuh kepada penulis naskah. Ketiga, dari segi penulisan naskah, pada dasarnya
penulis naskah dapat dibagi menjadi tiga yaitu penulis pemula, penulis semi-profesional, dan
penulis profesional. Jika dilihat dari naskahnya, sebetulnya dengan mudah penyuntingan
naskah dapat mengetahui kategori penulis naskah itu tergolong. Hal itu bisa terlihat dari cara
penulisan naskah, materi naskah, bahasa yang digunakan dalam naskah, dan sebagainya.
Keempat, dari segi watak dan temperamen ada penulis yang gampang, penulis yang sulit,
penulis yang sulit-sulit gampang. Jika penyunting naskah sudah pernah bertemu dengan
penulis naskah, tentu penyunting naskah akan tahu kategori penulis naskah tersebut. Kelima,
sebelum mulai mengubah-ubah dan mencoret-coret naskah, sebaiknya penyunting naskah
berkonsultasi terlebih dahulu kepada penulis naskah. Keenam, setiap ragam naskah memiliki
ciri tersendiri, sesuai jenjang pendidikan, bidang keilmuan, usia calon konsumen (pembaca)
dan sebagainya. Oleh karena itu, sebelum mulai menyunting naskah pahami betul ciri khas
naskah yang bersangkutan. Ketujuh, menguasai ejaan dan tata bahasa. Kedelapan, penyunting
sebaiknya mengikuti perkembangan bahasa dan istilah yang hidup dalam masyarakat dan
dalam dunia ilmu. Kesembilan, setelah buku yang disunting terbit, sebaiknya penyunting
naskah cepat-cepat membaca atau memeriksa buku itu kembali supaya memperkecil atau
meminimalkan kesalahan penyuntingan berikutnya. Kesepuluh, penyunting perlu memahami
betul larangan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI dan pasal 42, Ayat 5 UUSP 2017.
Kesebelas, penyunting naskah sebaiknya menguasai salah satu bahasa asing, minimal secara
pasif.
REFERENSI

Alwi, Hasan (Ed.). (2001). KBBI. Jakarta: Balai Pustaka.

Ariningsih, N.E., Sumarwati, dan Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa


Indonesia dalam Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas. Basastra Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pengajarannya. 1(1): 40-53.

Chaer, A. (1993). Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Eneste, P. (2017). Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Oktaria, D., Andayani, dan Saddhono, K. (2017). Penguasaan Kalimat Efektif sebagai Kunci
Peningkatan Keterampilan Menulis Eksposisi. Metalingua. 15(2):165-177.

Yahya, M., Andayani, dan Saddhono, K. (2018). Tendensi Kesalahan Sintaksis Bahasa Tulis
Pembelajar Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing. Jurnal Pendidikan. 2(1):137-166.

Anda mungkin juga menyukai