Anda di halaman 1dari 4

1.

Penerjemahan Kata-demi-kata

Dalam metode penerjemahan kata-demi-kata (word-for-word translation), biasanya kata-kata Tsa


langsung diletakkan di bawah versi Tsu atau disebut dengan interlinear translation. Metode
penerjemahan ini sangat terikat pada tataran kata, sehingga susunan kata sangat dipertahankan. Dalam
melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata Bsu dalam Bsa. Susunan kata dalam
kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat Bsu. Setiap kata diterjemahkan
satu-satu berdasarkan makna umum atau di luar konteks, sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan
budaya diterjemahkan secara harfiah. Umumnya metode ini digunakan pada tahapan prapenerjemahan
pada saat penerjemah menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme Bsu. Jadi
metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan.

Contoh

Tsu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.

Tsa : *Lihat, kecil anak, kamu semua harus tidak melakukan ini.

Berdasarkan hasil terjemahan tersebut, kalimat Tsu yang dihasilkan sangatlah janggal karena susunan
frase “kecil anak” tidak berterima dalam tatabahasa Indonesia dan makna frase “harus tidak” itu kurang
tepat. Seharusnya kedua frase tersebut menjadi “anak kecil” dan “seharusnya tidak”. Demikian pula
dengan kata “that” yang sebaiknya diterjemahkan menjadi “itu” bukan “ini”. Sehingga alternative
terjemahan dari kalimat tersebut menjadi:

‘Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak melakukan itu.’

2. Penerjemahan Harfiah

Penerjemahan harfiah (literal translation) atau disebut juga penerjemahan lurus (linear translation)
berada di antara penerjemahan kata-demi-kata dan penerjemahan bebas (free translation). Dalam
proses penerjemahannya, penerjamah mencari konstruksi gramatikal Bsu yang sepadan atau dekat
dengan Bsa.

Contoh

1. Tsu : His hearth is in the right place.

Tsa : Hatinya berada di tempat yang benar.

2. Tsu : The Sooner or the later the weather will change.

Tsa : Lebih cepat atau lebih lambat cuaca akan berubah.


Kalimat pertama sebaiknya diterjemahkan menjadi “Hatinya tenteram”. Namun jika demikian hasil
terjemahannya, memang lebih condong pada penerjemahan bebas. Demikian pula dengan kalimat ke 2
sebaiknya diterjemahkan menjadi “Cepat atau lambat cuacanya akan berubah”.

3. Penerjemahan Setia

Dalam penerjemahan setia (faithful translation), penerjemah berupaya mereproduksi makna


kontekstual dari teks asli dengan tepat dalam batasan-batasan struktur gramatikal teks sasaran.

Contoh

1. Tsu : Ben is too well aware that he is naughty.

Tsa : Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal.

2. Tsu : I have quite a few friends.

Tsa : Saya mempunyai samasekali tidak banyak teman.

4. Penerjemahan Semantis

Penerjemahan semantis (semantic translation) lebih luwes daripada penerjemahan setia. Penerjemahan
setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah Bsa atau lebih terikat dengan Bsu, sedangkan
penerjemahan semantis lebih fleksibel dengan Bsa.

Contoh

Tsu : He is a book-worm.

Tsa : *Dia (laki-laki) adalah seorang yang suka sekali membaca.

Frase book-worm diterjemahkan secara fleksibel sesuai dengan konteks budaya dan batasan fungsional
yang berterima dalam Bsa. Tetapi terjemahan di atas kurang tepat dan seharusnya diterjemahkan
menjadi: ’Dia seorang kutu buku.’

5. Adaptasi (Saduran)

Adaptasi (adaptation) oleh Newmark (1988:46) disebut dengan metode penerjemahan yang paling
bebas (the freest form of translation) dan paling dekat dengan Bsa. Istilah ”saduran” dapat diterima di
sini, asalkan penyadurannya tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam Tsu.

contoh
lirik lagu dari sebuah yang disadur dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia
(http://anotherfool.wordpress.com):

Tsu : Hey Jude, don’t make it bad

Take a sad song and make it better

Remember to let her into your heart

Then you can start to make it better

(Hey Jude-The Beatles, 196)

Tsa : Kasih, dimanakahMengapa kau tinggalkan aku

Ingatlah-ingatlah kau padaku

Janji setiamu tak kan kulupa

6. Penerjemahan Bebas

Penerjemahan bebas (free translation) merupakan penerjemahan yang lebih mengutamakan isi dari
pada bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang lebih panjang daripada bentuk
aslinya, dimaksudkan agar isi atau pesan lebih jelas diterima oleh pengguna Bsa.

Contoh

1. Tsu : The flowers in the garden.

Tsa : Bunga-bunga yang tumbuh di kebun.

2. Tsu : How they live on what he makes?

Tsa : Bagaimana mereka dapat hidup dengan penghasilannya?

Dalam contoh nomor 1 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt up (langsir ke atas), karena dari
frase preposisi in the garden menjadi klausa ’yang tumbuh di kebun’. Sedangkan pada nomor 2 terjadi
pergeseran yang disebut dengan shunt down (langsir ke bawah), karena klausa on what he makes
menjadi frase ’dengan penghasilannya’.

7. Penerjemahan Idiomatik

Larson dalam Choliludin (2006:23) mengatakan bahwa terjemahan idiomatik (idiomatic translation)
menggunakan bentuk alamiah dalam teks Bsa-nya, sesuai dengan konstruksi gramatikalnya dan pilihan
leksikalnya. Terjemahan yang benar-benar idiomatik tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil
terjemahannya seolah-olah seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli.

Contoh

1. Tsu : Salina!, Excuse me, Salina!

Tsa : Salina!, Permisi, Salina!

2. Tsu : I can relate to that.

Tsa : Aku mengerti maksudnya.

3. Tsu : You’re cheery mood.

Tsa : Kamu kelihatan ceria.

8. Penerjemahan Komunikatif

Menurut Newmark (1988:47), penerjemahan komunikatif (communicative translation) berupaya untuk


menerjemahkan makna kontekstual dalam teks Bsu, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya, agar
dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca.

Contoh dari metode penerjemahan ini adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines in old
reef sediments. Jika kata tersebut diterjemahkan oleh seorang ahli biologi, maka padanannya adalah
spina (istilah teknis Latin), tetapi jika diterjemahkan untuk mimbar pembaca yang lebih umum, maka
kata itu diterjemahkan menjadi ’duri’.

Anda mungkin juga menyukai