Anda di halaman 1dari 17

NARKOBA DALAM PANDANGAN ISLAM

Disusun Oleh
PENDIDIKAN MATEMATIKA
KELAS SORE B

FERA ROCHMAYANI 1105045107


SARIF FAIZAL AMIR 1105045128
EKA FITRI LESTARI 1105045140
BETY FITRI RAHMADANI 1105045150
AHMAD HABIBIE 1105045155

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat, dan
karunia-Nya lah MAKALAH NARKOBA DALAM PANDANGAN ISLAM dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Isi dari makalah ini mencakup narkoba dan bagaimana hukumnya dalam Islam,
yang kemudian dituangkan dan dikumpulkan menjadi satu dalam makalah. Makalah ini
memberikan pembelajaran mengenai hukum-hukum tentang narkoba dalam Islam. Di
samping itu, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang narkoba.
Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai wacana untuk memenuhi persyaratan
tugas mata kuliah. Makalah ini disusun oleh penulis berdasarkan metode kepustakaan
yang kemudian di sintesis sebagai bahan rujukan.
Penulis sangat menyadari penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pembaca untuk perbaikan makalah ini. Semoga penulisan gagasan ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Samarinda, Desember 2011

Tim Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Narkoba merupakan daya perusak terhadap sendi-sendi kehidupan,
sehingga menyita perhatian banyak kalangan. Lebih-lebih ketika sekian banyak
penelitian menyatakan bahwa korban
narkoba saat ini telah merambah ke segenap lapisan masyarakat mulai dari
anak yang baru dilahirkan hingga orang tua, mulai dari rakyat jelata sampai
konglomeratnya. Bahkan, tidak sedikit dari anak sekolah dasar hingga perguruan
tinggi, yang ikut menjadi korban keganasannya. Yang sangat memprihatinkan lagi,
bahwa perilaku orang tua sudah biasa mempengaruhi sejak si kecil masih berada
dalam kandungan. Bila waktu hamil sang ibu terbiasa minum alkohol, maka resiko si
kecil berkembang menjadi pecandu alkohol pun juga besar. Bagi seorang muslim
wajib mengetahui bagaimana hukum menggunakan sesuatu yang dapat mengandung
mudarat. Diperlukan berbagai informasi untuk dapat menyimpulkan hukum-hukum
Islam mengenai narkoba.
Dilihat dari uraian singkat di atas, jelas sangat telihat bahwa penting bagi
kita untuk menganalisa hukum tentang narkoba dalam Islam Melalui analisa ini,
dapat dipahami apa saja bahaya narkoba baik di dunia maupun di akhirat.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui bahaya narkoba
2. Mengetahui pandangan Islam mengenai narkoba
BAB 2
PEMBAHASAN

Dari aspek stabilitas keamanan, misalnya, baik nasional maupun internasional,


persoalan narkoba saat ini sangat memperihatinkan. Dalam skala nasional banyaknya
kejahatan-kejahatan di tanah air erat sekali hubunganya dengan masalah narkoba. Bahkan
yang sangat mengerikan bahwa jaringan pengedar narkotika di Bali, Surabaya, dan
Jakarta, selama lebih dari dua tahun ini dikendalikan oleh seorang narapidana (napi) laki-
laki dewasa kelas I di Tangerang. Napi yang menjadi otak peredaran heroin dan putau
tersebut adalah Innocent Iwuofor, seorang warga Negara Nigeria.
Dalam skala internasional, ternyata kegiatan terorisme sering terkait dan erat
hubunganya dengan kegiatan perdagangan narkotika ilegal lintas batas negara sehingga
kepustakaan mengenai narkotika mengenal dan mengakui kedekatan kegiatan tersebut
sebagai narco-terorism. Pasangan dua kegiatan yang berbeda latar belakang tampaknya
semakin serasi sejalan dengan perkembangan pasca perang dingin karena kontrol dari
negara kuat semakin berkurang terutama setelah hancur leburnya Negeri Unisoviet dan
Yugoslavia. Kegiatan mafia kejahatan yang dimotori oleh bekas agen–agen KGB
semakin merajalela dan menghalalkan segala cara untuk mengeruk keuntungan berlipat
ganda yang tidak pernah akan diperoleh selama rezim Unisoviet masih berdiri utuh.
Kegiatan perdagangan ilegal narkotika menjadi salah satu alternative sumber pendanaan
bagi kegiatan terorisme dan kejahatan transnasional lainya, seperti perdagangan wanita
dan anak-anak serta penyelundupan migran ke beberapa negara.
Paparan di atas menunjukkan bahwa minuman keras, narkotika, dan obat
berbahaya merupakan hal yang sangat menarik sekali untuk dikaji secara intensif, guna
memberikan sumbangan pemikiran untuk mengatasi minuman keras, narkotika, dan obat
berbahaya yang menjadi permasalahan serius, baik dalam skala nasional maupun
internasional.

2.1 Tinjauan Umum Tentang Narkoba


2.1.1 Pengertian Narkoba
Narkotika dan obat-obat berbahaya yang seringkali disingkat narkoba
adalah dua jenis yang berbeda. Pertama, narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan. Kedua, psikotropika dan obat-obat berbahaya
adalah zat atau obat, baik alami maupun sintesis, bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2.1.2 Jenis-jenis Narkotika


Narkotika atau obat bius yang dalam bahasa Inggris disebut narcotic adalah semua
bahan obat yang mempunyai efek kerja yang pada umumnya bersifat:
1. Membius (menurunkan kesadaran)
2. Merangsang (meningkatkan semangat kegiatan atau aktivitas)
3. Ketagihan (ketergantungan , mengikat, dependence)
4. Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi)
Zat ini secara garis besar digolongkan menjadi dua macam: narkotika
dalam arti sempit dan narkotika dalam arti luas. Narkotika dalam arti sempit,
bersifat alami. Yaitu semua bahan obat opiatin, cocaine, dan ganja. Sedangkan
narkotika dalam arti luas, bersifat alami dan syntetic. Yaitu semua bahan obat-
obatan yang berasal dari:
a. Papaver Somniferum (opium atau candu, morphine, heroin dan sebagainya)
b. Eryth Roxylon Coca (cocaine)
c. Cannabis Sativa (ganja, hasyisy)
d. Golongan obat-obatan depressant (obat-obat penenang)
e. Golongan obat-obatan stimulant (obat-obat perangsang)
f. Golongan obat-obatan hallucinogen( obat pemicu khayal)
Dr.Shaleh bin Ghonim as Sadlan membagi obat-obat terlarang ini menjadi tiga
bagian, yaitu :
a. Narkotika Natural (Alami)
Yaitu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti ganja, opium, koka, alkot
(cathaedulis) dan lain-lain.
b. Narkotika Semi Sintesis
Yaitu yang dimodifikasi dari bahan-bahan alami (biasanya dari zat kimia yang
terdapat dalam opium) kemudian diproses secara kimiawi supaya memberikan
pengaruh lebih kuat, seperti morfin, heroin, kokain dan lain-lain
c. Narkotika Sintesis
Yaitu pil-pil yang terbuat dari bahan kimia murni. Pengaruh dan efek yang
ditimbulkannya sama dengan narkotika natural atau semi sintesis. Dikemas
dalam bentuk kapsul, pil, tablet, cairan injeksi, minuman, serbuk dan berbagai
bentuk lainya. Di antaranya adalah berbagai jenis obat tidur seperti kapsul
Signal, atau pil perangsang (stimulantia) seperti Kiptagon atau Amphetamine,
atau tablet penenang seperti Valium 5 dan derivate-derivatnya yang lain.
Termasuk diantaranya pil hallusinogent (pembangkit halusinasi) sepert L.S.D
(Lysegic Acid Diethlamide).
Sejalan dengan itu Abu Ghifari membagi narkotika menjadi dua bagian yaitu :
a. Narkotika alam. Jenis natur dari dedaunan dan getah, yang tehnik penggunaanya
sangat praktis yang terdiri dari :
1. Bentuk daun, misalnya ganja, wujudnya mirip daun teh kering, warnanya hijau
kecoklatan, dan
2. Bentuk getah, misalnya cannabis dan hasyis, wujudnya cairan
kental, warnanya coklat tua.
b. Narkotika sintetik jenis yang diolah secara kimiawi, terdiri dari:
1. Bentuk cairan, misalnya morfin (ampul), wujudnya mirip cairan
alkohol murni, warnanya bening.
2. Bentuk tablet atau kapsul, misalnya: tablet cosadon, warnanyamerah muda,
magadon (nitrazwpam 5 mg), warnanya putih, rohipnool warnanya putih,
kapsul nembutal, warnanya kuning, trandene 10, warnanya kuning tua.

2.1.3 Klasifikasi Narkoba


2.1.3.1 Narkotika
Menurut UU No. 22 Th. 1997 tentang narkotika, pasal 2 ayat 1 ditinjau dari
ruang lingkup dan tujuanya, narkotika bisa diklasifikasikan menjadi tiga golongan,
yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan narkotika golongan III.
Yang dimaksud dengan narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Dan yang dimaksud dengan narkotika golongan II, adalah yang
berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Adapun yang
dimaksudkan dengan narkotika golongan III, adalah narkotika ynag berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

2.1.3.2 Psikotropika
Sebagaimana narkotika, psikotropika pun juga digolong-golongkan atau
diklasifikasikan menurut jenisnya. Psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan, digolongkan menjadi empat golongan ,
yaitu psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan psikotropika
golongan IV.
Dalam penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 tentang psikotropika dijelaskan, bahwa psikotropika golongan I adalah
psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindrom ketergantungan.
Sedangkan psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan sertam
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Sekalipun pengaturan psikotropika dalam undang-undang ini hanya meliputi
psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan psikotropika golongan IV,
masih terdapat psikotropika lainya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan
sindrom ketergantungan, tetapi digolongkan sebagai obat keras. Oleh Karena itu,
pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dibidang obat keras.

2.1.4 Pengaruh atau gejala yang ditimbulkan oleh narkoba


2.1.4.1 Psikologi
Meskipun efek narkotika dan psikotropika sering berlainan, namun secara
umum benda itu menyerang sistem dan fungsi neotransmitter pada susunan syaraf
pusat atau otak. Akibatnya fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku dari si
pemakai atau pecandu akan terganggu. Misalnya semangat berlebihan, gelisah,
dan tidak bisa diam, tidak bisa tidur, dan tidak bisa makan. Dalam jangka
panjang, penggunaan obat ini dapat menimbulkan fungsi otak terganggu dan bisa
berakhir dengan kegilaan.
Bila si pemakai sudah sampai pada tingkat pecandu, kemudian ia tidak
memakainya, maka pengaruh yang dapat dirasakan, antara lain cepat marah, tidak
tenang, cepat lelah, tidak bersemangat, dan ingin tidur terus.

2.1.4.2 Fisiologis
Efek yang ditimbulkan oleh narkotika dan psikotropika terhadap fisik,
antara lain menurunya kekebalan tubuh dan rusaknya beberapa fungsi organ
tubuh, baik organ dalam seperti jantung, paru-paru, liver, hati dan lain
sebagainya, juga organ luar seperti pupil mata mengecil , bicara cadel, mulut
kering, dan alat-alat indera lainya.
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa narkoba adalah racun yang
bukan saja merusak seseorang secara fisik tapi juga merusak jiwa dan masa
depan penggunanya. Secara fisik, kekebalan tubuh semakin lama semakin
ambruk, sementara mentalitasnya sudah terlanjur ketergantungan dan
membutuhkan pemenuhan narkoba dalam dosis yang semakin tinggi. Jika dia
tidak berhasil menemukan narkoba, maka tubuh akan mengadakan reaksi yang
menyakitkan, diantaranya sembelit, muntah-muntah, kejang-kejang, dan badan
menggigil yang dikenal dengan sakau. Untuk itu para pecandu narkoba tidak bisa
lepas dari ketergantungan, hingga memerlukan terapi cukup lama.
Penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan gangguan mental atau
jiwa yang dalam istilah kedokteran jiwa (psikiatri) disebut gangguan mental
organic. Disebut organic karena narkoba ini bila masuk ke dalam tubuh langsung
bereaksi dengan sel-sel saraf pusat (otak) dan menimbulkan gangguan dalam
alam pikir, perasaan danperilaku. Kondisi demikian dapat dikonseptualisasikan
sebagai gangguan jiwa karena narkoba.

2.2 Tinjauan Hukum Islam terhadap Narkoba


2.2.1 Pengertian Narkoba Menurut Hukum Islam
Narkoba yang dikenal sekarang ini, sesungguhnya tidak pernah ada pada
masa permulaan Islam. Bahkan tidak satu ayat-pun dari ayat-ayat al-Qur’an
maupun Hadis Nabi yang membahas masalah tersebut. Pembahasan pada waktu itu
hanya berkisar pada permasalahan khamer saja, sebagaimana ulasan sebelumnya.
Adapun narkoba yang dalam istilah agama Islam disebut mukhoddirot, baru
dikenal oleh umat Islam pada akhir abad ke 6 H. itupun masih terbatas pada ganja.
Yaitu ketika bangsa Tartar memerangi atau menjajah negara-negara Islam. Pada
waktu itulah orang-orang Islam yang masih lemah imanya, dan orang-orang fasiq
dari kalangan umat Islam terpengaruh dan kemudian mengkonsumsi barang
tersebut. Baru setelah itu persoalan ganja dikenal dan tersebar dikalangan umat
Islam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membahas panjang dan lebar mengenai
tumbuhan marihuana (dalam bahasa Arab disebut Hasyisyah) yang ternyata
belakangan ini tergolong narkotika. Hasil kajiannya dapat ditemukan dalam
kitabnya yang berjudul Majmu’ al-Fatawa. Diantaranya ia menyatakan sebagai
berikut:
... ‫ل‬H‫ وأوائ‬H‫ة‬H‫ة السادس‬H‫ر المائ‬HH‫لمين في أواخ‬HH‫رت بين المس‬HH‫ا ظه‬HH‫وهذه الحشيشة فإنه أول ما بلغنا أنه‬
‫خان‬HHHHH‫يف جنكس‬HHHHH‫ور س‬HHHHH‫ع ظه‬HHHHH‫ا م‬HHHHH‫ان ظهوره‬HHHHH‫ وك‬،‫تر‬HHHHH‫ه الت‬HHHHH‫رت دول‬HHHHH‫ابعة حيث ظه‬HHHHH‫الس‬...
“Sesungguhnya awal dikenalnya ganja oleh umat Islam adlaah pada akhir abad ke
6 H atau abad ke 7 H, yaitu ketika bangsa Tatar dengan panglimanya bernama
Jenghis Kan merambah kewilayah Negara Islam.”
Begitu juga Syaikh Muhammad Ali Husin Al-Maliki RA. Menyatakan
bahwa marihuana belum pernah dibahas oleh ulama-ulama mujtahidin pada
masanya, dan belum pernah juga dibicarakan oleh ulama-ulama salaf. Karena
sesungguhnya ganja atau marihuana tersebut tidak dikenal pada waktu itu.
Tumbuhan ini baru dikenal dan tersebar pada akhir abad ke 6, yaitu pada masa
pendudukan bangsa Tatar. Hal ini diketahui dari pernyataan yang termuat dalam
kitab Tahdziful furuq sebagai berikut:
‫لف‬H‫اء الس‬H‫يرهم من علم‬H‫ وال غ‬،‫دون‬H‫اعلم ان النبات المعروف بالحشيشة لم يتكلم عليه األئمة المجته‬
‫ وانتشر في دولة التتار‬H‫ألنه لم يكن في زمنهم وإنما ظهر في أواخر المائة السادسة‬.
“ketahuilah sesungguhnya tumbuh-tumbuhan yang dikenal dengan nama
marihuana(ganja) belum pernah dibahas oleh ulama-ulama mejtahidin, dan belum
pernah juga dibicarakan oleh ulama-ulama slaaf. Karena sesungguhnya ganja atau
marihuana tersebut tidak ada pada zaman mereka. Barang tersebut baru dikenal dan
tersebar pada akhir abad ke 6, yaitu pada masa pendudukan bangsa Tatar.”
Sejak itulah ulama-ulama Islam mulai mendiskusikan dan
memperdebatkan permasalahan narkoba, baik dalam pengertianya, jenisnya,
macam-macamnya serta segala sesuatu yang terkait denganya. Dalam kenyataan al-
Qur’an dan Al-Hadis tidak pernah membahas secara langsung persoalan narkoba
tersebut. Bahkan tidak pernah membahas jenis tumbuh-tumbuhan tertentu, yang
kemudian hari dinyatakan sebagai tumbuhan (tanaman) terlarang. Kini narkoba
menjadi permasalahan umat, yang menuntut para ulama untuk segera memberikan
jawaban tentang hukumnya yang pada kenyataanya barang tersebut memang
memabukkan. Ini artinya antara miras dan narkoba memiliki kesamaan sifat (illat),
yaitu iskar atau sifat memabukkan.

2.2.2 Tinjauan hukum Islam terhadap Narkoba


Sekalipun narkoba memiliki kesamaan sifat iskar dengan miras, namun
secara definitive menunjukkan adanya perbedaan. Karena miras berupa zat cair
sedangkan narkoba tidak. Dari sini muncul pertanyaan apakah narkoba yang
memiliki dasar kesamaan iskar dengan miras, juga memiliki potensi muatan hukum
yang sama? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus diketahui dahulu sumber
hukum yang dipergunakan di dalam hukum Islam yang sudah menjadi kesepakatan
para yuris (dalam hal ini ulama Syafi’iyah), yaitu: al-Qur’an, al-Hadis, dan Qiyas.
Sebagaimana mereka telah sepakat bahwa dalil –dalil tersebut adalah
sebagai alat istidlal (menetapkan dalil suatu peristiwa) juga telah sepakat tentang
tertib atau jenjang dalam beristidlal dari dalil-dalil tersebut.
Diatas telah dijelaskan bahwa baik al-Qur’an maupun Al-Hadis , tidak
pernah menjelaskan secara langsung persoalan narkoba. Begitu juga halnya dengan
ijma’, baik dari para sahabat nabi maupun ulama mujtahid. Karena pada masa itu
narkoba memang belum dikenal. Oleh karena itu alternative terakhir dalam
memutuskan hukumnya narkoba adalah melalui jalan qiyas.
Secara etimologis kata qiyas berarti qadara, artinya mengukur, membandingkan
sesuatu dengan yang semisalnya. Sedangkan menurut terminology hukum Islam,
Al-Imam Al-Ghozali mendefinisikan qiyas sebagai berikut:
‫ه‬HH‫ات حكم أونفي‬HH‫ا من اثب‬HH‫امع بينهم‬HH‫أمر ج‬HH‫حمل معلوم على معلوم في اثبات حكم لهما أونفيه عنهما ي‬
‫عنهما‬.
“Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya,
dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.”
Karena sifat Iskar yang berpengaruh di dalam penggunaan narkoba sangat
ditentukan oleh besar kecilnya kadar yang dikonsumsi, maka hasil penetapan besar
kecilnya muatan hukum narkoba tersebut harus disesuaikan dengan qiyas yang
dipergunakan. Apakah qiyas awlawi (yaitu qiyas yang berlkunya hukum furu’ lebih
kuat dari pemberlakuan hukum pada asal karena kekuatan illat pada furu’). Atau
dengan menggunakan qiyas musawi (qiyas yang berlakunya hukum furu’ sama
keadaanya dengan berlakunya hukum asal karena kekuatanillatnya sama). Ataukah
menggunakan qiyas adwan (qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih lemah
dibandingkan dengan berlakunya hukum pada asal meskipun qiyas tersebut
memenuhi persyaratan.

2.2.3 Pertimbangan hukum Islam terhadap Narkoba


Pada pasal miras menurut hukum Islam telah dijelaskan bahwa seperti
epium dan sebagainya, tidak diberlakukan hukuman had. Karena pada kenyataanya
narkoba bukanlah miras. Untuk itu diperlukan qiyas sebagai alat beristidlal.
Dengan maksud untuk menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba
secara pasti dan adil. Oleh karena itu mekanisme penetapanya diserahkan kepada
yang berwewenang atau hakim. Kalau menurut pandangan hakim, penyalahgunaan
narkoba itu kadarnya di bawah standar miras, maka hakim menggunakan qiyas
adwan. Dan hukuman yang dijatuhkan , potensinya berada di bawah hukuman had.
Akan tetapi kalau penyalahgunaan narkoba itu sama kadarnya dengan miras, maka
qiyas yang harus dipergunakan adalah qiyas musawi. Dan hukuman yang
ditetapkan dipersamakan dengan hukuman had. Bergitu juga apabila
penyalahgunaan narkoba itu kadarnya lebih besar dari pada miras, maka yang
dipergunakan adalah qiyas aulawi. Dan hukuman yang ditetapkan harus lebih berat
dari hukuman miras sesuai dengan muatan kadar narkoba yang dikonsumsi atau
disalahgunakan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sepanjang narkoba dipergunakan di
jalan benar, maka Islam masih memberikan toleransi. Artinya narkoba dalam hal-
hal tertentu boleh dipergunakan, khususnya pada kepentingan medis pada tingkat –
tingkat tertentu:
a. Pada tingkat darurat. Yaitu pada aktifitas pembedahan atau operasi besar, yakni
operasi pada organ-organ tubuh yang vital seperti hati, jantung, dan lain-lain.
Yang apabila dilaksanakan tanpa diadakan pembiusan total, kemungkinan besar
si pasien akan mengalami kematian.
b. Pada tingkat kebutuhan atau hajat. Yaitu pada aktifitas pembedahan yang apabila
tidak menggunakan pembiusan, pasien akan merasakan sangat kesakitan, tetapi
pada akhirnya akan mengganggu jalanya pembedahan. Walaupun tidak sampai
pada kekhawatiran matinya si pasien.
c. Tingkatan bukan darurat dan bukan hajat. Yaitu tingkatan pada aktifitas
pembedahan ringan yakni pembedahan paada organ tubuh yang apabila tidak
dilakukan pembiusan, tidak apa-apa. Seperti pencabutan gigi, kuku, dan
sebagainya. Namun pasien akan merasakan kesakitan juga.

Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama
sampai pada kesepakatan bahwa narkoba adlaah haram, karena pada narkoba
terdapat illat (sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme
hukumanya berbeda. Hal ini selaras dengan pernyataan Ibnu Taimiyah yang
berbunyi:
،‫ وهي من أخبث الخبائث المحرمة‬،‫ "أكل هذه الحشيشة الصلبة حرام‬:-‫ رحمه هللا‬-‫قال شيخ اإلسالم‬
‫لمين‬HHHHH‫اق المس‬HHHHH‫رام باتف‬HHHHH‫ا ح‬HHHHH‫كر منه‬HHHHH‫ير المس‬HHHHH‫ لكن الكث‬،‫يرا‬HHHHH‫ا قليال أو كث‬HHHHH‫ل منه‬HHHHH‫واء أك‬HHHHH‫"وس‬
“Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r.a. mengkonsumsi ganja hukumnya
adalah haram, bahkan termasuk sejelek-jelek perkara, baik sedikit maupun banyak,
hanya saja mengkonsumsi secara banyak hukumnya haram berdasarkan
kesepakatan umat Islam.”
Sejalan dengan itu Al-Imam Al-Qarafi juga berpendapat:
‫نى‬HH‫ا أع‬HH‫ع منه‬HH‫ر على المن‬HH‫ل العص‬HH‫ق أه‬HH‫وق اتف‬HH‫ل الفس‬HH‫ا أه‬HH‫تي يتعاطه‬HH‫النبات المعروف بالحشيشة ال‬
‫ا المغيب للعقل‬HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH‫كثيره‬
“Tumbuh-tumbuhan yang terkenal dengan anam ganja yang dikonsumsi oleh
orang-orang fasiq, telah disepakati keharamanya oleh para ulama’, yaitu
penggunaan dengan kadar banyak sehingga menghilangkan (berpengaruh) pada
akal.
Ulama yang lain memberikan ulasan agak luas. Artinya tidak terbatas pada ganja
saja. Mereka sudah memasukkan opium , marihuana dan sebagainya. Sebagaimana
Syekh Muhammad A’lauddin Al –Hashkafi al-Hanafi, beliau mengatakan :
... ‫الة‬HH‫ر هللا وعن الص‬HH‫د عن ذك‬HH‫ل ويص‬HH‫د للعق‬HH‫ه مفس‬HH‫وم ألن‬HH‫ة واألفي‬HH‫ل البنج والحشيش‬HH‫رم أك‬HH‫ويح‬
“ …dan haram mengonsumsi ganja, marihuana dan epium , karena merusak akal
dan menghalangi ingatan (dzikir) pada Allah dan shalat.”Dari ulasan di atas bisa
disimpulkan bahwa narkoba menurut Islam adalah:”Segala sesuatu yang
memabukkan atau menghilangkan kesadaran, tetapi bukan minuman keras, baik
berupa tanaman maupun yang selainya. Selanjutnya istilah narkoba dalam
terminology Islam disebut mukhoddirot”.
Hukum keharaman narkoba ditetapkan melalui jalan qiyas yang terdiri
dari: qiyas aulawi, qiyas musawi dan qiyas adwan. Adapun sangsi hukumnya, bagi
pengguna narkoba sepenuhnya menjadi wewenang hakim. Selain itu, Islam
memandang narkoba merupakan barang yang sejak awal sudah diharamkan. Oleh
karenanya pada kebutuhan medis, penggunaan narkoba dianggap tingkat darurat
atau toleransi.

BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tulisan ini, dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal mendefinisikan miras
(khamer), sebagai berikut:
a. Imam Abu Hanifah
Menurut al Imam Abu Hanifah, khamer (miras) adalah : “Minuman keras yang
memabukkan yang berasal dari perasaan anggur saja”. Sedangkan yang terbuat dari
selain anggur, dinamakan nabidz. Oleh karena itu bagi peminumnya (nabidz) tidak
dikenakan hukuman had.
b. Jumhur ulama’ (Syafi’i, Maliki, dan Ahmad)
Menurut mereka Khamer adalah:”Nama (sebutan) dari setiap minuman yang
memabukkan “. Oleh karenanya dari apapun minuman itu dibuat, asalkan
memabukkan, maka minuman tersebut layak dinamakan khamer. Bagi
peminumnya dikenakan hukuman had.
c. Untuk memperoleh definisi yang kongkrit, dan sesuai dengan pendapat ulama
Syafi’iyah sebagai panutan mayoritas masyarakat hukum di Indonesia, diadakan
penggabungan kedua definisi di atas. Sehingga khamer didefinisikan sebagai:” Zat
cair atau zat padat yang berasal dari zat cair yang disajikan untuk minuman, yang
apabila diminum akan memabukkan”.
2. Dari definisi di atas (definisi miras), menunjukkan bahwa menurut pandangan Hukum
Islam, narkoba bukanlah miras (khamer). Hanya saja pada narkoba terdapat illat yang
sama dengan khamer. Illat tersebut adalah sifat iskar (memabukkan). Oleh karena itu
bagi pelaku penyalahgunaan narkoba tidak dikenakan hukuman had, melainkan
dikenakan hukuman dengan jalan qiyas terhadap miras. Yaitu:
a. Apabila penyidikannya menunjukkan illat yang lebih rendah (ringan) dari pada
khamer, maka yang dipakai adalah qiyas adwan. Dalam arti derajat hukuman
pidananya harus di bawah hukuman had.
b. Apabila penyidikanya menunjukkan illat yang sama dengan khamer, maka yang
dipakai adalah qiyas musawi. Dalam arti derajat hukumanya dipersamakan dengan
hukuman had. Akan tetapi apabila penyidikanya menunjukkan lebih berat dari pada
khamer, maka yang dipakai adalah qiyas aulawi. Artinya , derajat hukumanya lebih
berat dari hukuman had. Sedangkan muatan berat-ringanya (berat) hukuman
sepenuhnya menjadi wewenang hakim.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mazid, Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar bin, (t.th.), Ahkam al Jirohah al
Thibbiyah wa al Atsar al Mutarottabah alaiha, (Madinah: Al Jamiah al Islamiyah bin al
Madinah al Nabawiyah).
Al Alusi, (1994), Ruhu al Maa’ni, juz 2, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Al Bajuri, Ibrohim, (t.th.), Hasyiyah al Bajuri, (Indonesia: Dahlan).
Al Dahlawi, Ahmad bin Abdul Rahim, (1987), Al Fauzul Kabir Fi Ushuli al Tafsir,
(Bairut: Dar al Basya’ir al Islamiyah).
Al Ghifari, Abu, (2002), Generasi Narkoba, (Bandung: Al Mujahid).
Al Ghomrowi, Muhammad al Zuhri, (1923), Al Sirojol Wahhaj, (t.t: Musthofa al Babi al
Halbi).
Al Jashshas, (1994), Ahkamu al-Qur’an, juz 1, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Al Qarafi, (t.th.), Al Furuq, jilid 1, (Beirut: Darul Fikri).
Al Sadlan, Sholeh bin Ghonim, (2000), Bahaya Narkoba Mengancam Umat, (Jakarta:
Darul Haq).
Al Syatibi, Abi Ishaq, (t.th.), Al Muwafaqot, jilid 4, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Aris, Widodo Moch, (1996), Makalah Penyalahgunaan Obat Psikotropika (obat
terlarang),Dampaknya pada kesehatan, (t.tp)
Atmasasmita, Romli, (2003), Pemberantasan Terorisme dari Aspek Hukum Pidana
Internasiona, (Malang: Makalah Seminar Nasional dan Temu Alumni Mahasiswa
Fakultas Hukum Unisma Malang).
Bukhari, (1999), Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katir al Yamamah).
Departemen Agama RI, (2001), Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve).
Departemen Agama RI, (1978), Al Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Bumi Restu).
Ismail, Anas Abu Daud, (1996), Dalilussailin, (t.tp: Al Mamlakatul Arabiyah).
Mansur, Ali Nasif, (1975), Al Taj, (Beirut: Daru al Fiar).
Muhammad, Ali Al Shabuni, (t.th.), Rowai al Bayan,juz 1, (t.tp: Daru al Fikr).
Muslim, (1999), Sohih Muslim,jilid 3, (Beirut: Daru Al Ihya’al Turats).
Sanusi, Ahmad Mushofa, (2002), Problem Narkotika Psikotropika dan HIV-AIDS,
(Jakarta: Zikrul Hakim).
Sartono, (1999), Racun dan keracunan, (Jakarta: Widya Medika).
Sudiro, Amsruhi, (2000), Islam melawan Narkoba, (Jogjakarta: Madani Pustaka).
Syarifudin, Amir, (1997), Ushul Fiqh,jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu).
Taimiyah, Ibnu, (t.th.), Majmu’al Fatawa, jilid 34, (Beirut: Daru Al Ihya’al Turats).
Thohon, Ahmad bin Muhammad, (t.th.), Al Mukhoddirut Syarrun Mustatir.
Yahya, Mukhtar dkk, (1983), Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, (Bandung: Al
Ma’arif).
Jawa Pos, 18 April 2003.
Kompas, 29 Januari 2003.
Tempo, 27 Mei 2001.
Majalah Interview, 20 Januari 2001.
Undang-undang Nomor 5, Tahun1997 tentang Psikotropika.
Undang-undag Nomor 22, Tahun1997 tentang Narkoba.

Anda mungkin juga menyukai