Disusun Oleh
PENDIDIKAN MATEMATIKA
KELAS SORE B
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat, dan
karunia-Nya lah MAKALAH NARKOBA DALAM PANDANGAN ISLAM dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Isi dari makalah ini mencakup narkoba dan bagaimana hukumnya dalam Islam,
yang kemudian dituangkan dan dikumpulkan menjadi satu dalam makalah. Makalah ini
memberikan pembelajaran mengenai hukum-hukum tentang narkoba dalam Islam. Di
samping itu, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang narkoba.
Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai wacana untuk memenuhi persyaratan
tugas mata kuliah. Makalah ini disusun oleh penulis berdasarkan metode kepustakaan
yang kemudian di sintesis sebagai bahan rujukan.
Penulis sangat menyadari penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pembaca untuk perbaikan makalah ini. Semoga penulisan gagasan ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Tim Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mengetahui bahaya narkoba
2. Mengetahui pandangan Islam mengenai narkoba
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.3.2 Psikotropika
Sebagaimana narkotika, psikotropika pun juga digolong-golongkan atau
diklasifikasikan menurut jenisnya. Psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan, digolongkan menjadi empat golongan ,
yaitu psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan psikotropika
golongan IV.
Dalam penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 tentang psikotropika dijelaskan, bahwa psikotropika golongan I adalah
psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindrom ketergantungan.
Sedangkan psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan sertam
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Sekalipun pengaturan psikotropika dalam undang-undang ini hanya meliputi
psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan psikotropika golongan IV,
masih terdapat psikotropika lainya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan
sindrom ketergantungan, tetapi digolongkan sebagai obat keras. Oleh Karena itu,
pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dibidang obat keras.
2.1.4.2 Fisiologis
Efek yang ditimbulkan oleh narkotika dan psikotropika terhadap fisik,
antara lain menurunya kekebalan tubuh dan rusaknya beberapa fungsi organ
tubuh, baik organ dalam seperti jantung, paru-paru, liver, hati dan lain
sebagainya, juga organ luar seperti pupil mata mengecil , bicara cadel, mulut
kering, dan alat-alat indera lainya.
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa narkoba adalah racun yang
bukan saja merusak seseorang secara fisik tapi juga merusak jiwa dan masa
depan penggunanya. Secara fisik, kekebalan tubuh semakin lama semakin
ambruk, sementara mentalitasnya sudah terlanjur ketergantungan dan
membutuhkan pemenuhan narkoba dalam dosis yang semakin tinggi. Jika dia
tidak berhasil menemukan narkoba, maka tubuh akan mengadakan reaksi yang
menyakitkan, diantaranya sembelit, muntah-muntah, kejang-kejang, dan badan
menggigil yang dikenal dengan sakau. Untuk itu para pecandu narkoba tidak bisa
lepas dari ketergantungan, hingga memerlukan terapi cukup lama.
Penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan gangguan mental atau
jiwa yang dalam istilah kedokteran jiwa (psikiatri) disebut gangguan mental
organic. Disebut organic karena narkoba ini bila masuk ke dalam tubuh langsung
bereaksi dengan sel-sel saraf pusat (otak) dan menimbulkan gangguan dalam
alam pikir, perasaan danperilaku. Kondisi demikian dapat dikonseptualisasikan
sebagai gangguan jiwa karena narkoba.
Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama
sampai pada kesepakatan bahwa narkoba adlaah haram, karena pada narkoba
terdapat illat (sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme
hukumanya berbeda. Hal ini selaras dengan pernyataan Ibnu Taimiyah yang
berbunyi:
، وهي من أخبث الخبائث المحرمة، "أكل هذه الحشيشة الصلبة حرام:- رحمه هللا-قال شيخ اإلسالم
لمينHHHHHاق المسHHHHHرام باتفHHHHHا حHHHHHكر منهHHHHHير المسHHHHH لكن الكث،يراHHHHHا قليال أو كثHHHHHل منهHHHHHواء أكHHHHH"وس
“Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r.a. mengkonsumsi ganja hukumnya
adalah haram, bahkan termasuk sejelek-jelek perkara, baik sedikit maupun banyak,
hanya saja mengkonsumsi secara banyak hukumnya haram berdasarkan
kesepakatan umat Islam.”
Sejalan dengan itu Al-Imam Al-Qarafi juga berpendapat:
نىHHا أعHHع منهHHر على المنHHل العصHHق أهHHوق اتفHHل الفسHHا أهHHتي يتعاطهHHالنبات المعروف بالحشيشة ال
ا المغيب للعقلHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHكثيره
“Tumbuh-tumbuhan yang terkenal dengan anam ganja yang dikonsumsi oleh
orang-orang fasiq, telah disepakati keharamanya oleh para ulama’, yaitu
penggunaan dengan kadar banyak sehingga menghilangkan (berpengaruh) pada
akal.
Ulama yang lain memberikan ulasan agak luas. Artinya tidak terbatas pada ganja
saja. Mereka sudah memasukkan opium , marihuana dan sebagainya. Sebagaimana
Syekh Muhammad A’lauddin Al –Hashkafi al-Hanafi, beliau mengatakan :
... الةHHر هللا وعن الصHHد عن ذكHHل ويصHHد للعقHHه مفسHHوم ألنHHة واألفيHHل البنج والحشيشHHرم أكHHويح
“ …dan haram mengonsumsi ganja, marihuana dan epium , karena merusak akal
dan menghalangi ingatan (dzikir) pada Allah dan shalat.”Dari ulasan di atas bisa
disimpulkan bahwa narkoba menurut Islam adalah:”Segala sesuatu yang
memabukkan atau menghilangkan kesadaran, tetapi bukan minuman keras, baik
berupa tanaman maupun yang selainya. Selanjutnya istilah narkoba dalam
terminology Islam disebut mukhoddirot”.
Hukum keharaman narkoba ditetapkan melalui jalan qiyas yang terdiri
dari: qiyas aulawi, qiyas musawi dan qiyas adwan. Adapun sangsi hukumnya, bagi
pengguna narkoba sepenuhnya menjadi wewenang hakim. Selain itu, Islam
memandang narkoba merupakan barang yang sejak awal sudah diharamkan. Oleh
karenanya pada kebutuhan medis, penggunaan narkoba dianggap tingkat darurat
atau toleransi.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tulisan ini, dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal mendefinisikan miras
(khamer), sebagai berikut:
a. Imam Abu Hanifah
Menurut al Imam Abu Hanifah, khamer (miras) adalah : “Minuman keras yang
memabukkan yang berasal dari perasaan anggur saja”. Sedangkan yang terbuat dari
selain anggur, dinamakan nabidz. Oleh karena itu bagi peminumnya (nabidz) tidak
dikenakan hukuman had.
b. Jumhur ulama’ (Syafi’i, Maliki, dan Ahmad)
Menurut mereka Khamer adalah:”Nama (sebutan) dari setiap minuman yang
memabukkan “. Oleh karenanya dari apapun minuman itu dibuat, asalkan
memabukkan, maka minuman tersebut layak dinamakan khamer. Bagi
peminumnya dikenakan hukuman had.
c. Untuk memperoleh definisi yang kongkrit, dan sesuai dengan pendapat ulama
Syafi’iyah sebagai panutan mayoritas masyarakat hukum di Indonesia, diadakan
penggabungan kedua definisi di atas. Sehingga khamer didefinisikan sebagai:” Zat
cair atau zat padat yang berasal dari zat cair yang disajikan untuk minuman, yang
apabila diminum akan memabukkan”.
2. Dari definisi di atas (definisi miras), menunjukkan bahwa menurut pandangan Hukum
Islam, narkoba bukanlah miras (khamer). Hanya saja pada narkoba terdapat illat yang
sama dengan khamer. Illat tersebut adalah sifat iskar (memabukkan). Oleh karena itu
bagi pelaku penyalahgunaan narkoba tidak dikenakan hukuman had, melainkan
dikenakan hukuman dengan jalan qiyas terhadap miras. Yaitu:
a. Apabila penyidikannya menunjukkan illat yang lebih rendah (ringan) dari pada
khamer, maka yang dipakai adalah qiyas adwan. Dalam arti derajat hukuman
pidananya harus di bawah hukuman had.
b. Apabila penyidikanya menunjukkan illat yang sama dengan khamer, maka yang
dipakai adalah qiyas musawi. Dalam arti derajat hukumanya dipersamakan dengan
hukuman had. Akan tetapi apabila penyidikanya menunjukkan lebih berat dari pada
khamer, maka yang dipakai adalah qiyas aulawi. Artinya , derajat hukumanya lebih
berat dari hukuman had. Sedangkan muatan berat-ringanya (berat) hukuman
sepenuhnya menjadi wewenang hakim.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mazid, Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar bin, (t.th.), Ahkam al Jirohah al
Thibbiyah wa al Atsar al Mutarottabah alaiha, (Madinah: Al Jamiah al Islamiyah bin al
Madinah al Nabawiyah).
Al Alusi, (1994), Ruhu al Maa’ni, juz 2, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Al Bajuri, Ibrohim, (t.th.), Hasyiyah al Bajuri, (Indonesia: Dahlan).
Al Dahlawi, Ahmad bin Abdul Rahim, (1987), Al Fauzul Kabir Fi Ushuli al Tafsir,
(Bairut: Dar al Basya’ir al Islamiyah).
Al Ghifari, Abu, (2002), Generasi Narkoba, (Bandung: Al Mujahid).
Al Ghomrowi, Muhammad al Zuhri, (1923), Al Sirojol Wahhaj, (t.t: Musthofa al Babi al
Halbi).
Al Jashshas, (1994), Ahkamu al-Qur’an, juz 1, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Al Qarafi, (t.th.), Al Furuq, jilid 1, (Beirut: Darul Fikri).
Al Sadlan, Sholeh bin Ghonim, (2000), Bahaya Narkoba Mengancam Umat, (Jakarta:
Darul Haq).
Al Syatibi, Abi Ishaq, (t.th.), Al Muwafaqot, jilid 4, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Aris, Widodo Moch, (1996), Makalah Penyalahgunaan Obat Psikotropika (obat
terlarang),Dampaknya pada kesehatan, (t.tp)
Atmasasmita, Romli, (2003), Pemberantasan Terorisme dari Aspek Hukum Pidana
Internasiona, (Malang: Makalah Seminar Nasional dan Temu Alumni Mahasiswa
Fakultas Hukum Unisma Malang).
Bukhari, (1999), Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katir al Yamamah).
Departemen Agama RI, (2001), Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve).
Departemen Agama RI, (1978), Al Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Bumi Restu).
Ismail, Anas Abu Daud, (1996), Dalilussailin, (t.tp: Al Mamlakatul Arabiyah).
Mansur, Ali Nasif, (1975), Al Taj, (Beirut: Daru al Fiar).
Muhammad, Ali Al Shabuni, (t.th.), Rowai al Bayan,juz 1, (t.tp: Daru al Fikr).
Muslim, (1999), Sohih Muslim,jilid 3, (Beirut: Daru Al Ihya’al Turats).
Sanusi, Ahmad Mushofa, (2002), Problem Narkotika Psikotropika dan HIV-AIDS,
(Jakarta: Zikrul Hakim).
Sartono, (1999), Racun dan keracunan, (Jakarta: Widya Medika).
Sudiro, Amsruhi, (2000), Islam melawan Narkoba, (Jogjakarta: Madani Pustaka).
Syarifudin, Amir, (1997), Ushul Fiqh,jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu).
Taimiyah, Ibnu, (t.th.), Majmu’al Fatawa, jilid 34, (Beirut: Daru Al Ihya’al Turats).
Thohon, Ahmad bin Muhammad, (t.th.), Al Mukhoddirut Syarrun Mustatir.
Yahya, Mukhtar dkk, (1983), Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, (Bandung: Al
Ma’arif).
Jawa Pos, 18 April 2003.
Kompas, 29 Januari 2003.
Tempo, 27 Mei 2001.
Majalah Interview, 20 Januari 2001.
Undang-undang Nomor 5, Tahun1997 tentang Psikotropika.
Undang-undag Nomor 22, Tahun1997 tentang Narkoba.