Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

INFEKSI VIRUS PADA KULIT DAN MATA

KELOMPOK 1

NAMA KELOMPOK:

 Angga Ahrucy Duwila


 Dina Putri Adila
 Farida Tamjai
 Lazmi Sulfi
 Novita Hadi
 Siti Rahma Usman
 Putri Natasya Lolowang
 Uli Yarsi Hasan

POLTEKKES KEMENKES TERNATE

TAHUN AKADEMIK

2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang Pembentukan system surveilans penyakit

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Infeksi Virus Pada Kulit Dan
Mata manfaatnya ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Ternate, 28 Oktober 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dari waktu
ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari
satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme : bakteri, virus, riketsia, jamur, dan protozoa. Organisme-
organisme ini dapat menyerang seluruh tubuh atau sebagian organ saja (Gibson,
1996). Mikroorganisme dapat dihambat atau dirusak menggunakan antibiotik.
Antibiotik adalah salah satu produk metabolik yang dihasilkan suatu
organisme tertentu, yang dalam jumlah kecil dapat merusak atau menghambat
mikroorganisme. Resistensi terhadap antibiotik hanyalah salah satu contoh proses
alamiah yang tak pernah ada akhirnya yang dilakukan oleh organisme untuk
mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan yang baru (Pelczar et al.,
1988). Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa adalah contoh bakteri
yang dapat menyebabkan infeksi.
Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh, luasnya sekitar 2 m2 . Kulit
merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang lentur dan lembut. Kulit ini
penting dan merupakan permukaan luar organisme untuk membatasi lingkungan
dalam tubuh dengan lingkungan luar. Kulit merupakan benteng pertahanan pertama
dari berbagai ancaman yang datang dari luar, seperti kuman, virus, dan bakteri. Kulit
adalah lapisan-lapisan jaringan yang terdapat di seluruh bagian permukaan tubuh.
Pada permukaan kulit terdapat kelenjar keringat dan kulit merupakan salah satu alat
indera yaitu indera peraba karena di seluruh permukaan kulit terdapat saraf peraba
(Maharani, 2015).
Pengobatan penyakit kulit dan kelamin didasarkan pada faktor penyebabnya.
Misalnya, pada penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri, diberikan antibiotik yang

3
disesuaikan dengan bakteri penyebabnya dan jika disebabkan oleh alergi, bisa
diberikan antihistamin. Sedangkan, untuk penyakit kelamin kebanyakan pengobatan
yang digunakan adalah antibiotik karena sering terjadi karena adanya infeksi bakteri,
serta bila infeksi virus yang mengakibatkan penyakit kelamin ini akan diberikan
antivirus. Pemberian terapi dapat dimulai dengan pengobatan secara topikal dan
atau oral, serta bisa melalui suntikan. Tetapi, pada penyakit kelamin, pengobatan
secara topikal masih belum digunakan. Selain itu juga jika ada gejala tertentu, bisa
ditambahkan obat untuk mengobati gejala yang terjadi (Siregar, 2005).
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada
negara yang beriklim tropis, salah satunya adalah Indonesia. 2 Pravelensinya pada
negara berkembang dapat berkisar antara 20 – 80% (Hay dkk, 2006). Penyakit kulit
di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur,
parasit, dan penyakit dasar alergi. Hal ini berbeda dengan negara Barat yang lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Di samping perbedaan penyebab, faktor
lain seperti iklim, kebiasaan dan lingkungan juga ikut memberikan perbedaan dalam
gambar klinis penyakit kulit (Siregar, 2005).
Walaupun IMS (Infeksi Menular Seksual) dikenal sebagai penyakit kelamin,
namun bukan berarti penyakit tersebut hanya dapat terjadi dan terlihat akibatnya
pada alat kelamin. Tanda-tanda IMS dapat juga terlihat di mata, tenggorokan, mulut,
saluran pencernaan, hati, bahkan otak, dan organ tubuh lainnya. Seperti contohnya
adalah HIV/AIDS, alat kelamin terlihat sehat, namun gejala penurunan kekebalan
tubuh dapat terlihat di beberapa organ tubuh penderita HIV/AIDS, dan singkat kata
orang tersebut telah membawa bibit penyakit IMS yang akan sangat mudah
ditularkan melalui hubungan seks yang tidak aman (Anonim, 2013).
Mata adalah panca indera yang penting dalam kehidupan manusia. Manusia
dapat menikmati keindahan alam dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar
menggunakan mata. Gangguan atau penyakit mata, tentunya akan berakibat sangat
fatal bagi kehidupan manusia. (Hamdani, 2010). Indera penglihatan merupakan
perangkat tubuh yang sangat penting dimana digunakan hampir sebesar 80% untuk
menerima informasi (Pujiyanto, 2004).

4
Penyakit - penyakit yang menyerang mata dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan, misalnya penyakit katarak, konjungtivitis, dan pterygium. Konjungtivitis
merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Konjungtivitis
dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan
penyakit sistemik Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula
karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2014).
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat
kotoran pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata
berair, kelopak mata lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular
mengenai kedua mata (Ilyas, 2014). Penelitian yang dilakukan di Belanda
menunjukkan penyakit ini tidak hanya mengenai satu mata saja, tetapi bisa
mengenai kedua mata, dengan rasio 2,96 pada satu mata dan 14,99 pada kedua
mata (Majmudar, 2010).
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis
kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai insidensi
konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu 2 penyakit mata yang paling
umum (American Academy of Opthalmology, 2010). Pada 3% kunjungan di
departemen penyakit mata di Amerika serikat, 30% adalah keluhan konjungtivitis
akibat bakteri dan virus, dan 15% adalah keluhan konjungtivitis alergi (Marlin, 2009).
Konjungtivitis juga diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling umum di
Nigeria bagian timur, dengan insidensi 32,9% dari 949 kunjungan di departemen
mata Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004 hingga 2006 (Amadi, 2009).

Pada konjungtivitis bakteri, patogen yang umum adalah Streptococcus


pneumonia, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, dan Neisseria
meningitidis (Marlin, 2009). Penelitian yang dilakukan di Filadelfia menunjukkan
insidensi konjungtivitis bakteri sebesar 54% dari semua kasus di departemen mata
pada tahun 2005 hingga 2006 (Patel et al., 2007). Penelitian di Kentucky pada tahun
1997 hingga 1998 menunjukkan pada 250 kasus konjungtivitis bakteri, 70%
disebabkan oleh infeksi Haemophilus influenzae (Weissman, 2008).

5
Patogen umum pada konjungtivitis virus adalah virus herpes simpleks tipe 1
dan 2, Varicella zoster, virus pox dan Human Immunodeficiency Virus (Vaughan &
Asbury, 2009) Data statistik yang akurat mengenai frekuensi penyakit ini tidak
tersedia karena banyak kasus konjungtivitis virus yang tidak mencari pertolongan
medis (Scott, 2010). Amerika Serikat, dari 3% kunjungan di departemen penyakit
mata, 15% merupakan keluhan konjungtivitis alergi (Marlin, 2009).
Konjungtivitis alergi biasanya disertai dengan riwayat alergi, dan terjadi pada
waktu-waktu tertentu. Walaupun prevalensi konjungtivitis alergi tinggi, hanya ada
sedikit data mengenai epidemiologinya. Hal ini disebabkan kurangnya kriteria
klasifikasi, dan penyakit mata yang disebabkan oleh alergi umumnya tercatat di
departemen penyakit alergi (Majmudar, 2010). 3 Di Indonesia dari 135.749
kunjungan ke departemen mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada
konjungtiva sebanyak 99.195 kasus dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan
52.815 kasus pada perempuan. Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit
rawat jalan terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada data statistik mengenai
jenis konjungtivitis yang paling banyak yang akurat (Depkes RI, 2010).
B. Rumusan Masalah
a. Sejarah virus?
b. Virus cacar?
c. Virus herpes?
d. Herpes simplex
e. Virus varicella zoster
f. Herpes zoster
C. Tujuan
Untuk memahami infeksi virus pada kulit dan mata

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Virus
Penemuan virus pertama kali dimulai tahun 1883 oleh Adolf Meyer. Saat itu
terdapat penyakit yang menyebabkan bintik-bintik kuning pada daun tembakau.
Penyakit ini kemudian dikenal dengan penyakit mosaik tembakau. Namun, Meyer
belum bisa mengidentifikasi patogen penyebab penyakit tersebut. Pada tahun
1892, Dmitri Ivanosky menemukan bahwa penyebab penyakit tersebut adalah
patogen yang sangat kecil dan penghasil toksin atau racun. Pada tahun 1897,
seorang ilmuwan Belanda bernama Martinus Beijerinck meneliti perkembangbiakan
patogen ini.
Namun, yang dia temukan adalah patogen ini tidak dapat dikembangbiakan di
cawan petri seperti bakteri. Patogen tersebut tetap menyebabkan penyakit walau
berkali-kali dipindahkan. Selain itu, patogennya tidak mati walau telah disiram
alkohol. Beijerinck menyimpulkan bahwa patogen tersebut adalah partikel yang
lebih kecil dan lebih sederhana dari bakteri. Pada tahun 1935, ilmuwan asal
Amerika bernama Wendell Meredith Stanley berhasil mengkristalkan patogen pada
tumbuhan tembakau tersebut. Patogen itu diberi nama Tobacco Mosaic Virus
(TMV).
B. Cacar Air
a. Definisi
Cacar air biasa disebut juga dengan dengan varisela. Infeksi virus yang
sangat menular yang menyebabkan ruam melepuh, seperti gatal pada kulit.
Varicella atau cacar air (chickenpox) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh varicella-zoster virus (VZV). Selain varicella, virus ini juga dapat
menyebabkan penyakit herpes zoster. Varicella umumnya menyebar

7
secara airborne melalui droplet dari orang yang terinfeksi. Infeksi ini sering
terjadi pada anak berusia <10 tahun.

b. Etiologi
Etiologi varicella atau cacar air (chickenpox) adalah varicella-zoster
virus (VZV), yang merupakan salah satu herpesvirus dengan DNA beruntai
ganda. Karakteristik unik dari herpesvirus adalah sifat latennya setelah infeksi
primer. VZV merupakan virus yang sangat menular dan dapat menyebar
dengan cepat melalui inhalasi droplet dari orang yang terinfeksi. Titer viral yang
tinggi dapat ditemukan pada vesikel varicella, sehingga penularan juga dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan lesi.
c. Gejala
Biasanya dapat didiagnosis sendiri gejala yang paling khas adalah ruam yang
gatal serupa melepuh pada kulit. Orang mungkin mengalami:
 Kulit: lepuh, kudis, ulkus atau bintik merah
 Seluruh tubuh: demam, kehilangan selera makan atau kelelahan
 Juga umum: gatal, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala
atau sakit tenggorokan
d. Patofisiologi
Varicella atau cacar air (chickenpox)diawali oleh inhalasi droplet
secara airborne dari orang yang terinfeksi. Varicella-zoster virus (VZV) yang
terinhalasi akan menginfeksi konjungtiva atau mukosa saluran napas atas.
Infeksi VZV memiliki masa inkubasi selama 10–21 hari.
Sekitar 2–4 hari setelah infeksi, virus akan berproliferasi di nodus
limfatikus regional yang menyebabkan viremia primer. Kemudian, replikasi
virus terjadi juga di jaringan retikuloendotelial serta hati dan limpa, yang
menyebabkan viremia sekunder sekitar 14–16 hari setelah infeksi.
Saat viremia sekunder, virus juga menginvasi sel endotel kapiler,
membran mukosa, dan epidermis kulit. Replikasi virus pada keratinosit yang

8
disertai respons inflamasi dan kerusakan sel menyebabkan terbentuknya
vesikel yang berisi virion di permukaan kulit.

e. Pencegahan
 Hindari kontak langsung atau berdekatan dengan orang yang terinfeksi.
 Selalu menggunakan masker ketika melakukan interaksi dengan anggota
keluarga yang kena cacar.
 Rajin cuci tangan menggunakan sabun, terutama setelah kontak dengan
orang yang sedang cacar.
 Untuk sementara tidak berbagi barang pribadi(handuk, pakaian, atau sisir)
dan tidur sekamar dengan orang yang sedang cacar.
 Pisahkan baju atau seprai orang yang sedang kena cacar saat dicuci.
 Segera menyeka benda atau permukaan yang terkena kontak langsung
orang yang sedang cacar dengan menggunakan cairan antiseptik.
 Jika menyadari telah terpapat virus cacar air, segera konsultasikan pada
dokter untuk mendapatkan vaksin yang mencegah penyakit ini sesegera
mungkin.
C. Virus herpes
a. Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada
daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer
maupun rekurens.
b. Etiologi
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
1. Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I) Penyakit kulit/selaput lendir yang
ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain
herpes labialis, herpesfebrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada

9
usia kanakkanak melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak langsung
seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi
umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga
mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia,
yang penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).
2. Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II) Penyakit ditularkan melalui hubungan
seksual, tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada
dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh
di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula
terjadi akibat hubungan seksualorogenital.
c. Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus
dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat
hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain
kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki
kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan
membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat
berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih
banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer,
virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan
menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi
tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal
timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang
mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia.
d. Manifestasi Klinis
1. Inokulasi kompleks primer (primary inoculation complex) Infeksi primer
herpes simpleks pada penderita usia muda yang baru pertama kali terinfeksi
virus ini dapat menyebabkan reaksi lokal dan sistemik yang hebat.

10
Manifestasinya dapat berupa herpes labialis. Dalam waktu 24 jam saja,
penderita sudah mengalami panas tinggi (39-40oC ), disusul o leh
pembesaran kelenjar limfe submentalis, 3 pembengkakan bibir, dan
lekositosis di atas 12.000/mm3, yang 75- 80%nya berupa sel
polimorfonuklear. Terakhir, bentuk ini diikuti rasa sakit pada tenggorokan.
Insidens tertinggi terjadi pada usia antara 1-5 tahun. Waktu inkubasinya 3-10
hari. Kelainan akan sembuh spontan setelah 2-6 minggu.
2. Herpes gingivostomatitis Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan
orang dewasa muda. Manifestasi klinis berupa panas tinggi, limfadenopati
regional dan malaise. Lesi berupa vesikel yang memecah dan terlihat
sebagai bercak putih atau ulkus. Kelainan ini dapat meluas ke mukosa
bukal, lidah, dan tonsil, sehingga mengakibatkan rasa sakit, bau nafas yang
busuk, dan penurunan nafsu makan. Pada anak-anak dapat terjadi dehidrasi
dan asidosis. Kelainan ini berlangsung antara 2-4 minggu.
3. Infeksi herpes kompleks di seminata Bentuk herpes ini terjadi pada anak-
anak usia 6 bulan sampai 3 tahun, dimulai dengan herpes gingivostomatitis
berat. Jenis ini dapat mengenai paru-paru dan menimbulkan viremia masif,
yang berakibat gastroenteritis disfungsi ginjal dan kelenjar adrenal, serta
ensefalitis. Kematian banyak terjadi pada stadium viremia yang berat.
4. Herpes genitalis (proge nitalis) Infeksi primer terjadi setelah melalui masa
tunas 3-5 hari. Penularan dapat melalui hubungan seksual secara genito-
genital, orogenital, maupun anogenital. Erupsinya juga berupa vesikel
tunggal atau menggerombol, bilateral, pada dasar kulit yang eritematus,
kemudian berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau ulkus yang
dangkal disertai rasa nyeri. 31% penderita mengalami gejala konstitusi
berupa demam, malaise, mialgia, dan sakit kepala; dan 50% mengalami
limfadenopati inguinal.
e. Pencegahan
Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan jumlah
pasangan seksual seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah langkah
pertama menuju pencegahan. Untuk menjaga dari penyebaran herpes, kontak

11
intim harus dihindari ketika luka pada tubuh. Gatal, terbakar atau kesemutan
mungkin terjadi sebelum luka berkembang. Hubungan seksual harus dihindari
selama waktu ini. Herpes bahkan dapat menyebar ketika tidak ada luka atau
gejala. Untuk meminimalkan risiko penyebaran herpes, kondom lateks harus
digunakan selama semua kontak seksual.
Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan perlindungan tambahan
meskipun bukti mengenai hal ini kontroversial. Virus herpes juga dapat
menyebar dengan menyentuh luka dan kemudian menyentuh bagian lain dari
tubuh. Jika Anda menyentuh luka, cuci tangan Anda dengan sabun dan air
sesegera mungkin. Juga, tidak berbagi handuk atau pakaian dengan siapa pun.
D. Herpes Simplex
a. Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi Herpes simplex virus (HSV), yang
menyebabkan timbulnya vesikel pada kulit atau mukosa orofasial, genital, dan
anus. HSV merupakan virus yang umum dijumpai di masyarakat. Umumnya,
infeksi HSV, baik tipe 1 dan tipe 2, bersifat benigna. HSV 1 sering menyebabkan
infeksi pada orofasial, sedangkan HSV 2 sering menyebabkan infeksi genital.
Namun, pada keadaan tertentu dapat menjadi berat, misalnya menyebabkan
ensefalitis bila menyerang neonatus dan pasien imunokompromais.
b. Etiologi
Herpes simpleks adalah Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan tipe 2.
Umumnya virus tipe 1 diasosiasikan dengan infeksi diatas pinggang (upper belt
infection) yaitu bagian mata dan mulut,biasa dikenal dengan orolabial herpes.
Sedangkan HSV tipe 2 berasosiasi terhadap infeksi di bawah pinggang (lower
belt infection) yaitu di bagian genital, disebut dengan herpes genitalis. Namun,
saat ini kedua tipe virus mulai menampakkan infeksi yang saling tumpang tindih
satu sama lain, dengan peningkatan secara signifikan genital herpes akibat HSV
tipe 1. Hal ini diduga disebabkan praktek orogenital seks pada pasien
c. Patofisiologi
Herpes simpleks dimulai dengan infeksi virus, namun cara transmisi virus
sedikit berbeda antara Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan tipe 2. Infeksi virus

12
HSV tipe 1 terutama ditularkan melalui kontak langsung dengan saliva yang
terkontaminasi atau sekret tubuh  orang yang terinfeksi. Sementara HSV Tipe 2
terutama menular saat hubungan seksual. Virus HSV sangat pandai mengelabui
sistem imun tubuh manusia melalui beberapa mekanisme. Salah satunya adalah
dengan menginduksi terakumulasinya molekul CD1d pada antigen presenting
cells. Normalnya, molekul-molekul CD1d akan ditransportasikan ke permukaan
sel, dimana antigen dipresentasikan sebagai reaksi dari stimulasi natural killer T-
cells yang kemudian memediasi respon imun. Ketika molekul CD1d terkumpul di
dalam sel, respon imun menjadi terhalang.
d. Gejala klinis
Biasanya dapat didiagnosis sendiri Nyeri, gatal, dan luka kecil muncul
lebih dulu. Kemudian membentuk bisul dan koreng. Setelah infeksi awal, herpes
genital menjadi tidak aktif di dalam tubuh. Gejala dapat kambuh selama
bertahun-tahun. Orang mungkin mengalami:
Area nyeri: penis atau vagina
Keadaan nyeri: saat buang air kecil
Juga umum: luka pada alat kelamin, ruam kulit atau sensasi kesemutan
e. Pencegahan
Melakukan hubungan seksual yang aman, yaitu tidak bergonta ganti
pasangan seksual dan menggunakan kondom, merupakan cara utama untuk
mencegah herpes kelamin atau herpes genital.
E. Virus Varicella Zoster
a. Definisi
Varisela adalah suatu infeksi virus akut menular yang disebabkan oleh
virus Herpes zoster (juga dikenal sebagai virus Varicella-zoster) dengan tanda
ruam kulit berupa vesikel (sekumpulan bintik-bintik kecil yang datar maupun
menonjol), lepuhan berisi cairan bisa berlanjut menjadi krusta, yang kadangkala
menimbulkan rasa gatal. Infeksi primer biasanya terjadi pada masa anak yang
selalu simtomatik dan umumnya sembuh sempurna. Penyakit dapat menjadi
berat dan fatal pada bayi usia kurang dari 2 minggu dan pada dewasa dengan
status imunokompromais2 .

13
b. Etiologi
Penyebabnya adalah virus varicella-zoster (VZV) yang merupakan virus
DNA double-stranded. Virus ini ditularkan melalui percikan sekret saluran nafas
pasien atau melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh cairan dari lepuhan
kulit. Pasien bisa menularkan penyakitnya mulai dari timbulnya gejala sampai
lepuhan yang terakhir telah mengering. Karena itu, untuk mencegah penularan,
sebaiknya penderita diisolasi (diasingkan).
c. Pathogenesis
Meskipun VZV ditransmisikan melalui saluran nafas, namun virus sangat
jarang ditemukan pada mukosa saluran nafas pada fase awal infeksi. Dengan
metode PCR virus dapat dideteksi beberapa saat sebelum ruam timbul atau
setelah muncul ruam kulit. Hal ini sesuai dengan penelitian epidemiologi yang
menunjukkan transmisi virus terjadi 24 – 48 jam sebelum ruam muncul. Lesi
pada orofaring dapat menyebarkan virus melalui droplet atau sekresi saluran
nafas individu yang terinfeksi. Virus yang masuk kemudian menyebar ke kelenjar
lymph regional dan terjadi fase viremia primer, yang selanjutnya akan
menyebabkan virus menyebar ke hepar dan menginfeksi sel mononuclear yang
berfungsi sebagai sistem fagosit selama masa inkubasi.
Ratarata masa inkubasi adalah 14 hari (Gambar 1 dan Gambar 2).
Viremia dapat dideteksi dalam 4 – 5 hari sebelum timbul gejala, dan beberapa
hari setelah ruam menghilang. VZV dapat ditemukan pada 11 – 24% sel
mononuklear darah tepi pasien yang diambil dalam 24 jam setelah timbul ruam
dengan menggunakan metode kultur sel.
d. Gejala klinis
 Stadium Prodromal
Gejala prodromal timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi, dengan
timbulnya ruam kulit disertai demam yang tidak begitu tinggi serta malaise.
Pada anak lebih besar besar dan dewasa ruam didahului oleh demam selama
2-3 hari sebelumnya, menggigil, malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri
punggung, dan pada beberapa kasus nyeri tenggorok dan batuk.
 Stadium Erupsi

14
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat menyebar ke
badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang tertutup
dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan tangan. Penyebaran lesi varisela
bersifat sentrifugal. Gambaran yang menonjol adalah perubahan yang cepat
dari makula kemerahan ke papula, vesikula, pustula dan akhirnya menjadi
krusta. Perubahan ini hanya terjadi dalam waktu 8-12 jam. Gambaran vesikel
khas, superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti tetesan air. Penampang 2-3
mm berbentuk elips dengan sumbu sejajar garis lipatan kulit. Cairan vesikel
pada permulaan jernih, dan dengan cepat menjadi keruh akibat serbukan sel
radang dan menjadi pustula. Lesi kemudian mengering yang dimulai dari
bagian tengah dan akhirnya terbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam waktu
1-3 minggu bergantung kepada dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan
membentuk cekungan dangkal berwarna merah muda dan kemudian
berangsur-angsur hilang. Apabila terdapat penyulit berupa infeksi sekunder
dapat terjadi jaringan parut.
e. Pencegahan
Untuk mencegah varisela diberikan vaksin varisela. Vaksin varisela
diberikan kepada individu yang akan kontak dengan pasien varisela dan individu
yang berisiko untuk terjadinya komplikasi bila terkena varisela serta mereka yang
sering melakukan perjalanan (traveling). Jenis vaksin, virus hidup yang
dilemahkan, dengan efektivitas 86% dan pemberiannya subkutan. Vaksinasi
terdiri dari 2 dosis dengan jarak 4 – 6 minggu. Kepada orang yang belum pernah
mendapatkan vaksinasi cacar air dan memiliki resiko tinggi mengalami
komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem kekebalan), bisa diberikan
immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster
F. Herpes Zoster
a. Definisi
Herpes zoster, atau dikenal juga sebagai cacar ular dan shingles, adalah
penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi infeksi laten varicella-
zoster virus(VZV). Penyakit ini lebih sering mengenai pasien lanjut usia dan
pasien dengan kondisi immunocompromised Herpes zoster ditandai dengan

15
nyeri dan vesikel bergerombol yang tersebar sesuai dermatom, serta seringkali
bersifat unilateral. Diagnosis umumnya dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan penunjang berupa
apusan Tzanck juga dapat membantu.

b. Etiologi
Etiologi herpes zoster adalah infeksi varicella-zoster virus (VZV). Virus ini
dapat menyebabkan dua jenis penyakit yang berbeda yaitu varicella(cacar air)
dan herpes zoster (cacar ular). 
c. Patofisiologi
Patofisiologi herpes zoster adalah melalui infeksi laten dan
reaktivasi varicella-zoster virus (VZV).
d. Gejala klinis
Gejala utama herpes zoster adalah timbulnya bintil berisi air pada kulit,
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
 Bintil yang muncul seperti cacar air di salah satu sisi tubuh (kanan atau kiri).
 Bintil tersebut hanya setempat.
 Jaringan sekitar bintil menjadi bengkak.
 Bintil akan berkembang menjadi luka lepuh.
 Luka lepuh akan pecah dan menjadi luka berkerak, lalu menghilang secara
perlahan.
 Bintil yang timbul di area mata dapat mengganggu penglihatan.
e. Pencegahan
Cara untuk mengurangi risiko timbulnya herpes zoster adalah pemberian
vaksinasi. Vaksinasi disarankan bagi orang yang berusia di atas 50 tahun.
Vaksin juga dapat diberikan pada orang yang pernah menderita herpes zoster,
untuk mencegah kekambuhan.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penemuan virus pertama kali dimulai tahun 1883 oleh Adolf Meyer. Saat itu
terdapat penyakit yang menyebabkan bintik-bintik kuning pada daun tembakau.
Penyakit ini kemudian dikenal dengan penyakit mosaik tembakau. Namun, Meyer
belum bisa mengidentifikasi patogen penyebab penyakit tersebut. Pada tahun 1892,
Dmitri Ivanosky menemukan bahwa penyebab penyakit tersebut adalah patogen yang
sangat kecil dan penghasil toksin atau racun. Pada tahun 1897, seorang ilmuwan
Belanda bernama Martinus Beijerinck meneliti perkembangbiakan patogen ini.

Varicella atau cacar air (chickenpox)diawali oleh inhalasi droplet


secara airborne dari orang yang terinfeksi. Varicella-zoster virus (VZV) yang terinhalasi
akan menginfeksi konjungtiva atau mukosa saluran napas atas. Infeksi VZV memiliki
masa inkubasi selama 10–21 hari.

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.

Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan
mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung
kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki kemampuan untuk
menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membran sel. Pada infeksi aktif

17
primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak,
menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-
sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke
kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati.

Herpes simpleks adalah infeksi Herpes simplex virus (HSV), yang menyebabkan


timbulnya vesikel pada kulit atau mukosa orofasial, genital, dan anus. HSV merupakan
virus yang umum dijumpai di masyarakat. Umumnya, infeksi HSV, baik tipe 1 dan tipe
2, bersifat benigna. HSV 1 sering menyebabkan infeksi pada orofasial, sedangkan HSV
2 sering menyebabkan infeksi genital. Namun, pada keadaan tertentu dapat menjadi
berat, misalnya menyebabkan ensefalitis bila menyerang neonatus dan pasien
imunokompromais.

Herpes simpleks dimulai dengan infeksi virus, namun cara transmisi virus sedikit
berbeda antara Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan tipe 2. Infeksi virus HSV tipe 1
terutama ditularkan melalui kontak langsung dengan saliva yang terkontaminasi atau
sekret tubuh  orang yang terinfeksi. Sementara HSV Tipe 2 terutama menular saat
hubungan seksual. Virus HSV sangat pandai mengelabui sistem imun tubuh manusia
melalui beberapa mekanisme

Varisela adalah suatu infeksi virus akut menular yang disebabkan oleh virus
Herpes zoster (juga dikenal sebagai virus Varicella-zoster) dengan tanda ruam kulit
berupa vesikel (sekumpulan bintik-bintik kecil yang datar maupun menonjol), lepuhan
berisi cairan bisa berlanjut menjadi krusta, yang kadangkala menimbulkan rasa gatal.

Meskipun VZV ditransmisikan melalui saluran nafas, namun virus sangat jarang
ditemukan pada mukosa saluran nafas pada fase awal infeksi. Dengan metode PCR
virus dapat dideteksi beberapa saat sebelum ruam timbul atau setelah muncul ruam
kulit. Hal ini sesuai dengan penelitian epidemiologi yang menunjukkan transmisi virus
terjadi 24 – 48 jam sebelum ruam muncul. Lesi pada orofaring dapat menyebarkan virus
melalui droplet atau sekresi saluran nafas individu yang terinfeksi. Virus yang masuk
kemudian menyebar ke kelenjar lymph regional dan terjadi fase viremia primer, yang

18
selanjutnya akan menyebabkan virus menyebar ke hepar dan menginfeksi sel
mononuclear yang berfungsi sebagai sistem fagosit selama masa inkubasi.

Herpes zoster, atau dikenal juga sebagai cacar ular dan shingles, adalah
penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi infeksi laten varicella-zoster virus(VZV).
Penyakit ini lebih sering mengenai pasien lanjut usia dan pasien dengan
kondisi immunocompromised Herpes zoster ditandai dengan nyeri dan vesikel
bergerombol yang tersebar sesuai dermatom, serta seringkali bersifat unilateral.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-2, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2010, :115-116,

Prof Dr R.S.Siregar,SpKK(K) Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi kedua


2003 : 88-89.

Guerry SL, Pollak R, Downey S. Recommendations for the selective use of


herpes simplex virus type 2 serological tests. Clin Infect Dis 2009: 40(1): 38-45.

Little SE, Caughey AB. Acyclovir prophylaxis for pregnant women with a known
history of herpes simplex virus: a cost-effectiveness analysis. Am J Obstet
Gynecol 2010: 193: 1274-9

Laurence K, Tidy C. Herpes Simplex Virus 1. J Clin Virol. 2012. Jan;53(1):6-


11.doi:10.1016/j.jvc.Accessed 5 Mei 2015.

20

Anda mungkin juga menyukai