Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II

Dosen Pengampu :
Ns. Roro Lintang S., S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :
1. Revica Nur Fitriani (190103076)
2. Anisa Tri Mulyani (190103008)

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tetralogi of vallot (penyakit jantung bawaan) terhadap angka kematian bayi dan
anak cukup tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk indonesia.
Penyakit jantung di indonesia dengan jumlah penduduk 235 juta maka diperkirakan akan
lahir 50.000 bayi dengan penyakit jantung bawaan sehingga prevalensinya cukup tinggi.
Kurangnya pengetahuan dan perhtian orang tua terhadap penyakit jantung bawaan
menjadi salah satu persoalan dalam penanganan anak denagn penyakit jantung bawaan
sehingga agar dapat bertahan hidup memerlukan penanganan medis yang canggih
segerah setelah lahir. Tujuan : untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit jantung bawaan meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan
evaluasi keperawatan. Metode : metode yang digunakan adalah dengan pendekatan
studi kasus yaitu metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa data dan
menarik kesimpulan.
Tetralogi Fallot pertama kali dijelaskan oleh Niels Stenson pada tahun 1671,
meskipun William Hunter dengan elegan menggambarkan deskripsi anatomisnya yang
tepat di St Georges Hospital Medical School di London pada tahun 1784: “… jari, tidak
selebar pena bulu angsa; dan ada lubang di partisi kedua ventrikel, cukup besar untuk
dilewati ibu jari dari satu ke yang lain. Bagian terbesar dari darah di ventrikel kanan
didorong dengan yang dari ventrikel kiri ke dalam aorta, atau arteri besar, dan kehilangan
semua keuntungan yang seharusnya didapat dari bernapas”.1,2 Deskripsinya tentang
besar defek septum ventrikel outlet bersama dengan stenosis katup subpulmonal dan
pulmonal dan fisiologi yang dihasilkan disempurnakan oleh Etienne-Louis Fallot pada
tahun 1888 dalam deskripsinya tentang L'anatomie pathologique de la maladie bleu,
tetapi istilah tetralogi Fallot (a. obstruksi aliran keluar, dan (iv) hipertrofi ventrikel kanan)
dikaitkan dengan Canadian Maude Abbott pada tahun 1924,3 3,5% dari semua bayi yang
lahir dengan penyakit jantung bawaan memiliki tetralogi Fallot, sesuai dengan satu dari
3600 atau 0,28 setiap 1000 kelahiran hidup, dengan laki-laki dan perempuan
terpengaruh. sama.4 Defek septum ventrikel hampir selalu besar dan tidak membatasi
dalam tetralogi Fallot, memastikan bahwa tekanan di kedua ventrikel sama. Akibatnya,
murmur sistolik keras yang khas pada bayi yang terkena berasal dari penyempitan
dinamis saluran keluar ventrikel kanan. Arah dan besarnya aliran melalui defek
tergantung pada beratnya obstruksi saluran keluar ventrikel kanan. Jika obstruksi aliran
keluar ventrikel kanan parah atau jika ada atresia, terdapat pirau kanan-ke-kiri yang
besar dengan aliran darah paru yang rendah dan sianosis berat yang memerlukan
intervensi saat lahir.
Namun, sebagian besar pasien memiliki aliran darah paru yang memadai saat
lahir tetapi ada peningkatan sianosis selama beberapa minggu dan bulan pertama
kehidupan. Di negara-negara dengan layanan jantung pediatrik yang berkembang
dengan baik, sianosis parah, serangan hipersianosis berulang, jongkok, dan konsekuensi
lain dari penurunan aliran darah paru yang parah jarang terjadi saat ini. Hal ini karena
diagnosis jarang tertunda dan bayi menjalani prosedur paliatif atau perbaikan yang sering
lengkap dalam beberapa hari, minggu, atau bulan pertama kehidupan. Pengobatan
sementara dengan propranolol, yang menurunkan hiperkontraktilitas dan denyut jantung
ventrikel kanan dan meningkatkan resistensi vaskular sistemik, kadang-kadang
digunakan untuk mengurangi kejadian serangan hipersianotik sebelum pembedahan.
Meskipun dokter anak atau ahli jantung yang berpengalaman biasanya mencurigai
diagnosis secara klinis; ekokardiografi cross-sectional transtoraks memberikan gambaran
lengkap tentang anatomi intrakardiak. Dengan pengecualian pasien dengan arteri
kolateral aortopulmonal mayor dan kasus langka di mana penilaian ekokardiografi tidak
lengkap, diagnostik lainnya. investigasi (misalnya, kateterisasi jantung) sekarang jarang
dilakukan sebelum operasi paliatif atau korektif.2,6 Sebelum kemajuan intervensi bedah,
Lebih dari 50% pasien dengan tetralogi Fallot meninggal dalam beberapa tahun pertama
kehidupan, dan itu tidak biasa bagi pasien untuk bertahan hidup lebih dari 30 tahun.3
Saat ini, hampir semua orang yang lahir dengan penyakit ini dalam semua variannya
dapat berharap untuk bertahan hidup dengan koreksi bedah dan mencapai kehidupan
dewasa. Sejak perbaikan intrakardiak pertama dari tetralogi yang dilaporkan pada tahun
1955, usia pasien yang menerima operasi korektif primer secara bertahap menurun,
dengan beberapa unit menganjurkan operasi pada diagnosis, bahkan dalam beberapa
hari pertama kehidupan. Sebagian besar pusat lebih memilih untuk mengoperasi anak-
anak berusia 3-6 bulan, mempertahankan operasi jantung terbuka sebelumnya bagi
mereka yang mengalami sianosis parah atau serangan hipersianotik. Beberapa pusat
terus menawarkan bedah paliatif dengan membangun shunt arteri sistemik ke paru,
pelebaran balon, atau penempatan stent di aliran keluar ventrikel kanan, pada neonatus
dan bayi muda, sehingga menunda perbaikan intrakardiak.
Sindrom Noonan adalah kelainan genetik umum yang ditandai dengan kelainan
wajah kelainan bentuk leher, dada dan testis yang tidak turun.8,9 Sindrom Noonan
adalah kelainan autosomal dominan, diekspresikan secara bervariasi, dan multisistem
dengan perkiraan 1 dalam 1000-2500. Hal ini ditandai oleh Jacqueline Noonan, yang
melaporkan sembilan pasien dengan stenosis katup pulmonal, perawakan kecil,
hipertelorisme, cacat intelektual ringan, ptosis, testis tidak turun, dan malformasi
tulang.10 Di negara berkembang, diagnosis sindrom genetik yang terkait dengan cacat
jantung belum tercakup. oleh asuransi kesehatan, namun hasil perbaikan utama masih
belum diketahui. Oleh karena itu, tujuan pelaporan kasus ini adalah untuk menekankan
hasil koreksi bedah stenosis katup pulmonal terisolasi dengan sindrom Noonan karena
hasilnya masih belum diketahui.

DESKRIPSI KASUS

Informasi pasien Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun dirawat dengan sianosis sejak
lahir, sesak saat berusaha, keterlambatan pertumbuhan, masalah belajar, skoliosis ,
mikropenis , hipertelorisme, exophthalmos , dismorfisme wajah , kriptorkismus, dan
aortopulmonal utama. Sebuah persetujuan diambil dari wali hukum untuk mempelajari
dan mempublikasikan kasus ini.
Metode diagnostik Pasien menjalani studi ekokardiografi. Ini menunjukkan
malalignment VSD dengan overriding aorta 48%, stenosis pulmonal kritis dengan MaxPG
30,62 mmHg, dan ukuran arteri pulmonalis menguntungkan untuk perbaikan primer
menurut tabel kirklin. 9,3 mm untuk LPA dan 1,12 untuk RPA. Kateterisasi jantung
menunjukkan Fallot klasik dengan arteri koroner normal dan arteri kolateral
aortopulmonal utama (MAPCA) yang timbul (Gambar 4). Namun, pasien belum
melakukan tes kariotipe untuk menentukan sindrom yang dideritanya dengan kondisinya.
Pasien menjalani embolisasi koil perkutan sebelum operasi dilakukan. Ada beberapa
masalah selama induksi, ahli anestesi kesulitan menempatkan pipa endotrakeal (ET)
karena ada selaput yang menutupi trakea. Operasi menggunakan sternotomi median,
timus dieksisi, dan perikardium dipertahankan. Heparin diberikan sebelum kanulasi arteri
sampai ACT yang ditargetkan tercapai. Kanulasi vena aorta dan bikaval dilakukan.
Bypass cardiopulmonary dimulai dengan hipotermia sedang.
Penelitian ini menggunakan cardioplegia kristaloid yang diberikan dengan
menggunakan rute antegrade. Setelah aorta dijepit dan kardioplegia lahir, jantung tiba-
tiba berhenti. Atriotomi kanan dilakukan, dan ventilasi ventrikel kiri dimasukkan melalui
PFO. VSD diperiksa sekitar 1,5 cm, dan ada segmen hipertrofik yaitu bundel otot yang
menghalangi RVOT. Sebuah arteriotomi paru longitudinal dibuat menjadi RVOT.
Infundibulektomi dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari reseksi yang berlebihan.
Selanjutnya, VSD ditutup dengan menggunakan patch Gore-Tex 0.4mm dengan jahitan
prolene 5-0 terus menerus. Patch transannular ditempatkan ke dalam arteri pulmonalis
yang sebelumnya diinsisi ke RVOT dengan menggunakan patch perikardial, diikuti
dengan penutupan PFO dan RA.
Tindak lanjut dan hasil Ekokardiografi transesofageal pascaoperasi menunjukkan
bahwa tidak ada aliran sisa melalui VSD. Gradien katup pulmonal menjadi PR Trivial.
Pasien kemudian dipindahkan ke ICU. ABP menunjukkan 85/45 (55), denyut jantung
irama sinus 119x/m dengan dukungan dobutamin. Total waktu CPB adalah 170 menit
dan waktu klem silang aorta adalah 79 menit. Masalah pasca operasi ditemukan sindrom
curah jantung rendah karena kegagalan ventrikel kanan. Gejalanya meliputi tekanan
darah rendah, oliguria, dan asidosis metabolik. Efusi pleura kanan terjadi karena
kegagalan RV. Penyisipan selang dada ke rongga pleura drainase dan dialisis peritoneal
dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Pada POD+5, dialisis peritoneal, dan selang
dada dilepas. Di POD+7, pasien dipindahkan ke ruang tengah. Pada POD+14, pasien
dipulangkan dari rumah sakit.
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan pengertian penyakit tetralogi of vallot?
2. Apakah etiologi dari penyakit tetralogi of vallot?
3. Menjelaskan patofisiologi penyakit tetralogi of vallot?
4. Apakah manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of vallot?
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang penyakit tetralogi of vallot?
6. Apakah penatalaksanaan pemeriksaan penyakit tetralogi of vallot?
7. Apakah komplikasi yang terjadi pada penyakit tetralogi of vallot?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit tetralogi of vallot
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit tetralogi of vallot
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit tetralogi of vallot
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of vallot
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit tetralogi of vallot
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pemeriksaan penyakit tetralogi of vallot
7. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada penyakit tetralogi of vallot
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
a. Definisi
Penyakit jantung bawaan terdiri dari berbagai jenis dan salah satunya adalah
tetralogi of fallot, yang mana tetralogi of fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan
bawaan yang merupakan kelainan jantung bawaan sianotik. penyakit jantung bawaan
ialah kelainan” susunan” jantung “ mungkin “ sudah terdapat sejak lahir. Perkataan
“susunan” berarti menyingkirkan aritmia jantung, sedangkan “mungkin” sudah terdapat
sejak lahir berarti tidak selalu dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulan setelah
lahir. Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu kelainan
formasi dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung. "congenital" hanya berbicara
tentang waktu tapi bukan penyebabnya. Itu artinya "lahir dengan" atau "hadir pada
kelahiran". (Bailliard F, 2009)
b. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak di
ketahui secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. (Muttakin,
arif. 2009) Faktor – faktor tersebut antara lain yaitu:
1. Faktor endogen
- Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
- Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
- Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan
2. Faktor eksogen
- Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB atau suntuik, minum obat –
obatan tanpa resep dokter
- Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
- Pajanan terhadap sinar –x
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut
jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90 %
kasus penyebab adalah multifaktor. Adapun sebabnya, pajanan terhadap faktor
penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu
ke delapan pembentukan jantung janin sudah selesai. TOF lebih sering di temukan
pada anak – anak yang menderita sindrom down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan
jantung sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen
ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruaan) dan sesak
nafas. Mungkin gejalah sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami
serangan sianotik karena menyusu atau menangis.
c. Patofisiologi
Proses pembentukan jaringan pada janin mulai terjadi pada hari ke -18 usia
kehamilan. Pada minggu ke -3 jantung hanya berbentuk tabung yabg di sebut fase
tubing. Mulai akhirminggu ke -3 sampai minggu ke -4 usia kehamilan, terjadi fase
looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan penyekatan
ruang – ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri pulmonalis. Pada
minggu ke -5 sampai ke -8 pembagian dan penyekatan hampir sempurna. Akan tetapi,
proses pembentukan dan perkembangan jantung dapat terganggu jika selama masa
kehamilan terjadi faktor – faktor resiko. Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat
berakibat letak aorta yang abnormal(overriding), timbulnya penyempitan pada arteri
pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan
lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel
yang besar, stenosis pulmonal infundibular atau valvular, dekstro pangkat aorta dan
hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung
pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya
infundibuler. (baradero, mary.2008)
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan,
maka:
1. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada septum
interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga terjadi
percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel
kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel
dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila tekanan dari
ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan mengalir dari
ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right to left shunt).
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis
pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran
(hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan
berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis
pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke
dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal
inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis.
Tetralogi fallot di klasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik oleh karena
pada tetralogi falot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa ke tubuh. Pada saat
lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi kemudian dapat berkembang
menjadi episode menakutkan, tiba-tiba kulit membiru setelah menangis atau setelah
pemberian makan. Defek septum ventrikel ini menuju ventrikel kiri. Pada Tetralogi
fallot jumlah darah yang menuju paru kurang oleh karena obstruksi akibat stenosis
pulmonal dan ukuran arteri pulmonalis lebih kecil. Hal ini menyebabkan pengurangan
aliran darah yang melewati katup pulmonal. Darah yang kekurangan O2 sebagian
mengalir ke ventrikel kiri, diteruskan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh.
Shunting darah miskin O2 dari Ventrikel Kanan ke tubuh menyebabkan penurunan
saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau biru. Sianosis terjadi oleh
karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan berwarna biru sehingga
menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila penurunan mendadak jumlah darah
yang menuju paru pada beberapa bayi dan anak mengalami cyanotic spells atau
disebut juga paroxysmal hypolemic spell, paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi
sangat biru, bernapas dengan cepat dan kemungkinan bisa meninggal.
Selanjutnya, akibat beban pemompaan Ventrikel kanan bertambah untuk
melawan stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar dan menebal
(hipertrofi ventrikel kanan). Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum
berat, menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF
mengalami hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien menjadi biru),
mengalami kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien
menjadi kejang bahkan pingsan. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang
harus ditangani segera, misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell
yaitu memberikan posisi lutut ke dada (knee chest position)Defek septum ventrikular
rata-rata besar. Pada pasien dengan tetralogy of fallot, diameter aortanya lebih besdar
dan norma, sedang ateri pulomernya lebih kecil dan normal. Gagal jantung kongestif
jarang terjadi karena tekanan di dalam ventrikel kiri dan kanan sama besar akibat
defek septum tersebut. Masalah utama dari gangguan ini adalah hipoksia. Derajad
sianosis berhubungan dengan beratnya obtruksi anatomik terhadap aliran darah dari
ventrikel kanan ke dalam arteri pulmoner selain dengan status fisiologik anak tersebut.
Anak dengan syndrom down

Kelainan jantung konginetal


TOF ( tetralogi of fallot

Stenosis pulmonal Defek septum ventrikel

Penurunan Tek. Sistolik puncak


ventrikel kanan & kiri

Obstruksi paru

Penurunan Aliran darah paru

O2 dlm darah menurun

Pengurangan Aliran yang melewati


katup pulmonal darah Sianosis (blue
spells)

hipoksemia

sesak
Serangan
- Ggn pola
hipersianotik
nafas
Kelemahan tubuh

Resiko keterlambatan perkembangan


Bayi/anak cepat lelah
jika menetek, - keletihan
berjalan, beraktifitas
d. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of fallot yaitu:
1. Sianosis (sianosis terutama pada bibir dan kuku)
Sianosis muncul setelah berusia beberapa bulan, jarang tampak pada saat lahir,
bertambah berat secara progresi. Serangan sianotik atau “ blue speels( Tet
apeels)” yang di tandai oleh dyspnea; pernafasan yang dalam dan menarik dan
nafas panjang, bradikardia keluhan ingin pingsan, serangan kejang, dan kehilangan
kesadaran, yang semua ini dapat terjadi setelah pasien melakukan latihan,
menangis, mengejan, mengalami infeksi, atau damam (keadaan ini dapat terjadi
karena penurunan oksigen pada otak akibat peningkatan pemintasan atau shunting
aliran darah dari kanan ke kiri yang mungkin disebabkan oleh spasme jalur keluar
ventrikel kanan, peningkatan aliran balik sestemik atau penurunan resistensi arterial
sistemik).(Nur Ain, didik hariyanto 2015)

2. Serangan hipersianotik
- Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
- Sianosis akut
- Iritabilitas sistem saraf pusat yang dapat berkembang sampai lemah dan pingsan
dan akhirnya menimbilkan kejang, strok dan kematian
3. Gagal tumbuh
Pada anak dengan kelainan jantung yang kecil atau ringan tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Tetapi pada PJB yang tipe
biru, resiko untuk terjadi gagal tumbuh jauh lebih tinggi. Ada tiga sebab yaitu:
- Asupan kalori yang tidak adekuat
- Gangguan pencernaan makanan (melabsorpsi)
- Pengaruh hormon pertumbuhan
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang di sebut “blue spell” terjadi ketika
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak
melakukan aktifitas (misalnya menangis, setelah makan atau mengedan).
(Ruhyanudin, F, 2007)

e. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang dari penyakit tetralogi of fallot yaitu:
(Ramaswamy, p. pfliege, kurt. 2008)
1. Pemeriksaan laboraturium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah.
2. Sinar X
Pada torakx menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu.
3. EKG
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdivisiasi ke kanan. Tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar di jumpai P pulmonal. Memperlihatkn
dilatsi aorta overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran
arteri.

f. Penatalaksanaan
pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan
afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk mengurangi aliran
darah balik ke jantung (venous).
2. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke
paru menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu, sianosis
berkurang dan anak menjadi tenang. (Djer M, madiyono B 2010)
g. Komplikasi
Komplikasi dari ganggun ini antara lain:
1. Penyakit vaskuler pulmonel
2. Deformitas arteri pulmoner kanan
3. Pendarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia
4. Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia, anemia
atau sepsis
5. Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalu besar

B. KONSEP KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,suku bangsa,
bahasa,pekerjaan, pendidikan, status, alamat.
2. Pada kepala
- Inspeksi
Lihat kebersihan kulit kepala,apakah ada ketombe,kutu kepala,warna
rambut,persebaran rambut kepala,dan bentuk kepala.Bentuk kepala dipengaruhi
oleh ras,penyakit,dan lingkugan.
- Palpasi
Rasakan adanya massa pada kepala, adanya perubahan kontur tengkorak, atau
diskontinuitas tengkorak tanyakan apakah klien merasa nyeri, minta klien untuk
menunjukkan dan jangan lanjutkan palpasi.
3. Pemeriksaan fisik pada mata
 Inspeksi
- Perhatikan kesismetrisan kedua mata dan alis serta persebarannya
- Perhatikan kondisi di sekitar mata, lihat warna kelopak mata apakah tampak
kantung mata.
- Lihat konjungtiva klien.
- Periksa sklera mata klien.
- Perhatikan kesimetrisan kedua pupil mata. Normalnya pupil mata berdiameter
3-7 mm, bertepi rata, dan simetris. Kondisi pupil yang tidak simetris disebut
anisokor, pupil mata yang berdilatasi maksimal disebut midriasis maksimal,
serta pupil mata yang kecil dan berdiameter 1 mm disebut pin point.
- Kaji reflek cahaya mata klien. Normalnya pupil mata akan mengecil (miosis)
jika terkena sinar. Pemeriksaan ini dilakukan dengan kodisi ruangan yang
agak redup.
- Dilanjutkan dengan pemeriksaan gerakan bola mata.
- Lihat kornea mata klien. Normalnya kornia tidak berwarna (bening) dan
bertepi rata.
 Palpasi
Kaji kekenyalan bola mata. Caranya, minta klien menutup kedua mata,
tekan perlahan dengan kedua tangan pemeriksa. Normalnya bola mata teraba
kenyal dan melenting. Bola mata yang teraba keras seperti batu dan tidak ada
melenting menandakan adanya peningkatan tekanan intraokuler. Peningkatan
tekanan intraokuler biasaya terjadi pada klien yang menderita glaukoma.
Penderita glaukoma biasanya berusia 40 tahun.
4. Pemeriksaan hidung
 Inspeksi
- Perhatikan kesimetrisan lubang hidung kiri dan kanan
- Letak hidung terletak di tengah wajah
- Adanya pernafasan cuping hidung dan munculnya sianosis pada ujung
hidung
- Adanya produksi sekret (jika ada), perhatikan warna, produksi,dan bau sekret
- Adanya massa pada daerah luar atau didalam hidung
- Perhatikan kepatenan tiap lubang hidung
- Periksa apakah tampak perforasi, massa, sekret, sumbatang, deviasi,
pendarahan atau adanya polip dibagian dalam hidung
 Palpasi
Lakukan palpasi pada sinus-sinus hidung dengan menggunakan ujung
ketiga jari tengah. Normalnyaklien tidak mengeluh nyeri atau teraba panas saat
dipalpasi.
5. Pemeriksaan Fisik pada telinga
 Inspeksi
- Lihat kesimetrisan kedua daun telinga
- Lihat adanya luka/bekas luka pada telinga dan sekitarnya.
- Lihat apakah ada darah atau sekret yang keluar (catat warna, banyaknya,
bau, lama produksi )
- Lihat apakah gendang telinga dalam kondisi utuh.
 Palpasi
- Palpasi telinga pada daerah tragus, normalnya tidak akan terasa nyeri
- Palpasi limfe disekitar aurikel
6. Pemeriksaan pada mulut
 Inspeksi
- Berdiri agak jauh dari klien,cium aroma nafasnya,normalnya tercium segar.
- Lipatan nasolabial normalnya terletak ditengah. Lihat adanya kelainan
kogenital seperti sumbing.
- Bibir terletak tepat ditengah wajah,warna bibir merah muda, lembap, tidak
tampak kering (pecah-pecah), tidak tampak sianosis. Pada penderita herpes
biasanya tampak vesikel disekitar bibir. Vesikel ini akan pecah dan
meninggalkan krustae disekitar bibir.
- Jika klien memakai gigi palsu, lepaskan dahulu. Lihat kelengkapan gigi klien
lihat warna gusi (normalnya berwarna merah mudah).
- Perhatikan adanya stomatitis (radang mukosa) dan kelembapan mulut.
- Posisi lidah tepat ada di tengah perhatikan kebersihan lidah, lidah yang kotor
(coated)bisa ditemukan pada kebersihan mulut yang kurang.
- Posisi uvula tepat ditengah,normalnya berwarna merah muda.
7. Pemeriksaan fisik pada leher
 Inspeksi
- Perhatikan kesimetrisan leher, lihat apakah ada bekas luka dileher. Ketidak
simetrisan dapat disebabkan oleh pembengkakan.
- Pulasai yang abnormal, adanya bendungan vena. Jika ada bendungan aliran
kedarah ke V. Trokalis, vena dijugularis akan menonjol .
- Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan oleh pembengkakan. Ada
tidaknya kaku kuduk (saat klien diangkat kepalanya,leher dan tubuh akan ikut
terangkat), terutama pada klien dengan tetanus dan meningitis.
- Tortiolis : pada kondisi ini, leher akan miring ketempat yang sakit dan sulit
digerakkan karenatersa nyeri.
- Adanya pembesaran kelenjar limfe . bisa ditemukan pada klien dengan
tuberkulosis kelenjar, leukimia,limfoma maligna.
- Lihat adanya pembesaran pada kelenjar gondok. Dokumentasikan besar dan
bentuknya (difus atau nodular),konsistensinya (lunak atau keras).
 Palpasi
1. Palpasi deviasi trakea
- Digunakan untuk memeriksa adanya deviasi trakea
- Jika ditemukan deviasi (miring) seperti pada klien pasca kecelakaan dengan
hemotoraks,flail chest.
- Posisi klien agak menengadah, dalam posisi semi fowler (45 derajat)
- Menggunakan tiga jari tengah tangan dominan,dua jari yang samping
menempel pada ujung klavikula, jari tengah menyusuri trakea.
2. Palpasi kelenjar limfe
Ada beberapa kelenjar limfe pada leher. Normalnya kelenjar limfe tidak akan
teraba dan tidak akan nyeri saat dipalpasi
3. Palpasi kelenjar toroid
Minta klien untuk menelan,letakkan tangan ditengah leher,rasakan kelenjar
tiroid yang ikut bergerak saat menelan.
8. Pemeriksaan fisik pada toraks
 Inspeksi
- Lihat gerakan dinding dada, bandingkan kesimetrisan gerakan dinding dada
kiri dan kanan saat pernafasan berlansung
- Lihat adanya bekas luka, bekas operasi,atau adanya lesi
- Perhatikan warna kulit di daerah dada, apakah ada warna kulit yang bereda
dengan warna sekitarnya.
- Kaji pola nafas klien,perhatikan adanya retaksi interkosta, dan penggunaan
otot bantu pernafasan bisa ditemukan pada klien dengan gangguan
pemenuhan oksigen.
- Perhatikan bentuk dinding dada klien,bebrapa bentuk dinding dada adalah
Dada barel (barrel chest), Dada corong (funnel chest) ,Dada burung (pigeon
chest) ,Dada normal (normal chest).
9. Pemeriksaan fisik pada abdomen
 Inspeksi
- Perhatikan bentuk abdomen klien, apakah bentuknya datar, cembung, atau
ke dalam?
- Inspeksi warna kulit abdomen (kuning, hijau,kecoklatan)
- Perhatikan elastisitas kulit abdomen.
- Lihat bentuknya, adakah asimetris, adakah gerakan peristaltik usus yang
tampak dari luar, kesimetrisan bentuk abdomen, stria, massa, asites, kaput
medusa.
- Inspeksi umbilikus, normalnya tidak menonjol.
- Lihat apakah klien menggunakan tipe pernapasan abdomen.
 Auskultasi
- Auskultasi dilakukan pada keempat kuadran abdomen. Dengarkan peristaltik
ususnya selama satu menit penuh. Peristaltik usus adalah bunyi seperti orang
berkumur, terjadi karena pergerakan udara dalam saluran pencernaan
- Bising usus normalnya terdengar 5-30 x/menit jika kurang dari itu atau tidak
ada sama sekali kemungkinan ada paralitik ileus, konstipasi peritonitis atau
obstruksi.
- Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal, kemungkinan klien sedang
mengalami diare
- Bunyi bising usus yang lebih dari normal, terasa nyeri, dan tampak dari luar
peristaltiknya tampak dari luar (darm countor) karena adanya obstruksi
disebut borborigmi.
- Dengarkan apakah ada bisingpada pembuluh darah aorta,fermoral dan
renalis. Jika terdengar bising ini kemungkinan ada gangguan pada pembuluh
darah tersebut. Jika adanya gangguan pada atrium kanan,akan tampak
pulsasi pembuluh darah disekitar umbilikus.
 Perkusi
- Lakukan perkusi pada kesembilan regio abdomen
- Jika perkusi terdengar timpani, berarti perkusi dilakukan diatas organ yang
berisi udara
- Jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ pada
- Perhatikan perubahan bunyi ini. Bunyi normal perkusi abdomen adalah
timpani,jika ada kelebihan udara akan terdengar lebih nyaring atau disebut
hipertimpani
- Perkusi khusus:perkusi ginjal minta klien untuk miring,cari batas akhir kosta,
ikuti alurnya kebelakang lalu berhenti pada ujung vertebra (sudut
costovertebrae)
- Letakkan pada punggung tangan pada area tersebut, lalu pukulkan kepalan
tangan kanan pada punggung tangan anda
- Normalnya prosedur ini tidak akan rasa nyeri pada klien
10. pemeriksaan ekstermitas bawah
 inspeksi dan palpasi
- pengkajian kaki dan tumit dilakukan dengan posisi berbaring,inspeksi adanya
pembengkakan,kalus tulang dan kaki yang menonjol,nodul atau deformitas
- lakukan palpasi pada bagian anterior sendi pada tumit catat adanya
pembengkakan, nyeri atau deformitas. Lakukan juga palpasi pada tendon
- lakukan palpasi pada sendi-sendi jari kaki. Catat jika menemukan
abnormalitas, lakukan inspeksi pada telapak kaki catat jika ada bagia kulit
yang pecah-pecah atau terluka perhatikan pula penonjolan pada tumit
- kaji kemampuan gerak daerah tumit dan kaki normalnya kaki dan tumit bisa
bisa bergerak tanpa rasa nyeridan gerakan bagian bawah sejajar dengan
bagian paha
- kaji kekuatan otot kaki minta klien untuk mengankat kaki tahan dengan
tangan anda
- kaji lutut klien. Inspeksi adanya perubahan bentuk atau abnormalitas pada
patella,lakukan semua palpasi pada semua sisi patella normal lutut pada
patella sejajar dengan kaki bagian atas dan bawah tidak menonjol ke bagian
lateral atau medial
- lakukan pengkajian punggul dan pinggul dengan posisiklien berdiri perhatikan
kesimetrian pantat dan pinggul serta cara berdiri klien normal klien bisa
berjalan dengan tegak dan kedua kaki berayun simetris.
b. Diagnosa
1. Ketidakefektifan Pola nafas
2. Keletihan
3. Resiko keterlambatan perkembangan
c. Intervensi
a. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pertukaran gas kembali adekuat.

Kriteria Hasil

NOC : Respiratory status : Gas exchange

1). Perfusi jaringan pulmonari

2). Konservasi Energi

3). Fungsi sensori : Pandangan

4). Tanda – tanda Vital

NIC : Airway management (Manajemen jalan nafas)

1). Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan
nafas.

2). Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya.

3). Masukan alat nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharyngeal airway (OPA),
sebagaimana mestinya.

Respiratory Montoring

1).Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya

b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan anak menunjukan peningkatan kemampuan


dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya
angina.

Intervensi

NOC : Toleransi Terhadap aktivitas


1. Saturasi oksigen ketika beraktivitas

2. frekuensi nadi ketika beraktivitas

3. frekuensi pernafasan ketika beraktivitas

4. kemudahan bernafas ketika beraktivitas

5. kemudahan dalam melakukan Aktivitas Hidup Harian (Aktivities of Daily Living ADL)

6. Kemampuan untuk berbicara ketika melakukan aktivitas fisik.

NIC : Terapi Aktivitas

1. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan

2. Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial

3. Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai

4. bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas

5. Bantu untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

6. Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual

d. Implementasi
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005) Implementasi
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun /
ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat
terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara
mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti
ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan
kepada pasien. Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukaan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada, mengidentifikasi
area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan
intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan
keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan
klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan respon
klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan
implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang
didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan
standar keperawatan.
e. Evaluasi
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri
O : Data yang diambil dari hasil observasi
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara lain
defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi
ventrikel kanan. Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan
eksogen. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat
beraktivitas, clubbing fingers, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain
pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.
B. SARAN
Dengan disusunya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar
dapat menelah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini, sehingga
sedikait banyak bisa menambah pemngetahuan pembaca. Disamping kami juga
mengharapkan sarn dan kritikan dari para pembaca sehingga kami bisa berorientasi
lebih baik pada makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bailliard F, Anderson R. Tetralogy of fallot. Orphanet jurnal of rare Diseases. 2009;4:2.

Baradero, mary. 2008. Klien gangguan kardiovaskuler. EGC. Jakarta

Djer M, Madiyono B. Tatalaksana penyakit jantung bawaan.Sari pediatri. 2010; 2(3):155 -62.

Muttakin, arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : salemba medika

Ramaswamy, P. Pflieger, Kurt. 2008.Tetralogi of fallot with Absent pulmonary valve

Ruhyanudin, F, 2007, asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler,


Malang: Upt. Penerbitan Universitas Muhammadiya Malang

Winaya A. Tumbuh kembang anak pada penyakit jantung bawaan, dalam tumbuh kembang
anak edisi 2. Jakarta : EGC. 2014

Anda mungkin juga menyukai