Anda di halaman 1dari 21

Yang di Setujui Preseptor Klinik: Yang di Setujui Preseptor Klinik:

Hari/Tanggal: Hari/Tanggal:
Tanda tangan: Tanda tangan:

( ) ( )

STASE KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

HALUSINASI
Diwilayah kerja Puskesmas Megang Lubuklinggau

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh:
DITHA SEPTIANI PUTRI MARLINA, S.Kep
NPM : 21260034

PROGAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TA. 2021/2022

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)


“HALUSINASI”

I. Masalah Utama
Gangguan persepsi sensori:HALUSINASI
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
(Keliat, 2014). Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien
mendengar suara-suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa
sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan
kenyataan yang dialaminya (Titania,& Maula 2020).
2. Klasifikasi Halusinasi
Menurut (Yusuf, 2015) klasifikasi halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu :

No Jenis Data Objektif Data Subjektif


halusinasi
1 Halusinasi 1. Bicara atau 1. Mendengar suara
Pendengaran tertawa sendiri atau kegaduhan
tanpa lawan 2. Mendengar suara
bicara yang mengajak
2. Marah-marah bercakap-cakap
tanpa sebab 3. Mendengar suara
mencondongkan yang menyuruh
telinga ke arah melakukan sesuatu
tertentu yang berbahaya
3. Menutup telinga
2 Halusinasi 1. Menunjuk- 1. Melihat bayangan,
penglihatan nunjuk ke arah sinar, bentuk
tertentu geometris, bentuk
2. Ketakutan pada kartun, melihat
objek yang tidak hantu atau monster
jelas
3 Halusinasi 1. Menghindu 1. Membaui bau-bauan
penghindu seperti sedang seperti bau darah,
membaui bau- urine, feses,
bauan tertentu 2. kadang-kadang bau
2. Menutup hidung itu menyenangkan
4 Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa
pengecepan 2. Muntah seperti darah, urine,
feses
5 Halusinasi Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
perabaan permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
2. Merasa seperti
tersengat listrik

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap
pasien serta ungkapan pasien menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata cepat
4. Menutup telinga
5. Respon verbal lambat atau diam
6. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
7. Terlihat bicara sendiri
8. Menggerakkan bola mata dengan cepat
9. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
10. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke
ruangan lain
11. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
12. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
13. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
14. Gelisah, ketakutan, ansietas
15. Peka rangsang
16. Melaporkan adanya halusinasi

4. Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogen neurokimia.Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya, klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan
energi ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari
lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama
tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga
suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab
Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat- obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas
ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk menyucikan
diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

Adaptif Mal Adaptif

Pikiran logis Persepsi Distorsi pikiran Gangguan


akurat emosi kosisten (pikiran kotor) Ilusi pikir/delusi
dengan pengalaman Reaksi emosi Halusinasi Perilaku
perilaku sesuai berlebih atau disorganisasi
hubungan social kurang perilaku Isolasi sosial
aneh dan tidak bisa
menarik diri
1. Respon Adaptif
Respon adaptif respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaftif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
Fase Halusinasi
Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020):
a. Fase Pertama / Sleep disorder
pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar
dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karna berbagai
stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dikhianati kekasih, masalah dikampus, drop out, dst. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecah
masalah.
b. Fase Kedua / Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat
dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya
c. Fase Ketiga / Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan
mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.
d. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiety
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal
empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

III. DATA YANG PERLU DIKAJI


Pengkajian merupakan tahap awal dan utama dari proses
keperawatan, pengkajian mereflesksikan isi, proses dan informasi yang
berhubungan dengan kondisi bilogis, psikologis, sosial dan spiritual klien
yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah
pasien ( Keliat, 2006 ).
Untuk menyaring data di perlukan format pengkajian yang
didalamnya berisi: identitas pasien, alasan masuk rumah sakit, faktor
predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan
persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial, lingkungan
pengetahuan, maupun aspek medik.
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS ( Masuk Rumah Sakit ), informan, tangggal pengkajian,
No Rumah klien dan alamat klien.
2) Keluhan Utama
Keluhan biasanya karena keluarga tidak mampu merawat, terganggu
karena perilaku klien dan hal lain.
3) Faktor predisposisi
Faktor perkembangan terlambat, komunikasi dalam keluarga, faktor
sosial budaya, faktor psikologis, faktor biologis, faktor genetik.
4) Aspek fisik/ biologis
Hasil pengukuran tanda - tanda vital ( TD, nadi, suhu, pernapasan , TB,
BB ) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
(1) Citra tubuh,
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh
yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan
ketakutan.
(2) Identitas diri,
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
(3) Peran,
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
(4) Ideal diri ,
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
(5) Harga diri,
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
c) Klien mempunyai gangguan/ hambatan dalam melakukan hubungan
sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang
diikuti dalam masyarakat.
d) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk beribadah
( spiritual )
6) Status Mental
Kontak mata klien kurang atau tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan
dan kurang berharga dalam hidup. Nilai penampilan klien rapi atau
tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien ( sedih, takut,
khawatir ), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan
berhitung.
7) Kebutuhan persiapan pulang.
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri )
9) Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10) Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
11) Aspek Medik
Diagnosa medis yang telahdirumuskan dokter.
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapi farmakologi ECT,
psikomotor, therapi okopasional, TAK dan rehabilitas.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Halusinasi
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosis Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
Halusinasi Pasien mampu: Setelah.....x pertemuan, pasien SP 1
- Mengenali dapat menyebutkan : - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu
halusinasi -Isi, waktu, frekuensi, terjadinya, frekuensi, situasi pencetus perasaan saat
yang dialami situasi pencetus terjadinya halusinasi)
- Mengontrol perasaan. - Latih mengontrol halusinasi dengan cara
halusinasi -Mempu memperagakan menghardik.
- Mengikuti cara mengontrol - Jelaskan cara menghardik halusinasi
program halusinasinya - Peragakan cara menghardik
pengobatan - Minta pasien memperagakan ulang
- Masukan dalam jadwal harian pasien
SP 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 )
- Latih bicara/ bercakap dengan orang lain saat
halusinasi muncul
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP1 dan 2 )
- Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
Tahapannya:
 Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi.
 Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih (dari bangun tidur
sampai tidur malam)
- Susun jadwal sktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih.
SP 4
- Evaluasi kemampuan pasien yang lalu ( SP 1, 2 dan 3
)
- Tanyakan program kegiatan
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat
- Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program
- Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
- Jelaskan pengobatan
- Latih pasien minum obat
- Masukkan kedalam jadwal harian pasien
Keluarga mampu Setelah ... x pertemuan, SP 1
merawat anggota keluarga mampu menjelaskan - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
keluarga yang tentang halusinasi. dengan masalah halusinasi
mengalami masalah - Jelasakn pengertian halusinasi
halusinasi - Jelaskan jenis-jenis halusinasi
- Jelaskan tanda dan gejala halusinasi
- Jelaskan cara merawat pasien halusinasi(cara
berkomunikasi, pemberian obat, pemberian aktivitas
kepada pasien)
- Jelaskan sumber-sumber pelayanankesehatan yang
bisa djangkau
- RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 2
- Evaluasi kemampuan SP 1
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien
- RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 3
- Evaluasi kemampuan SP 2
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien
- RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan kelurga
- Evaluasi kemampuan pasien
- RTL keluarga
 Follow up
 Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T & Maula, (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada An S


Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran.
Karya Tulis Ilmiah, Universitas Kusuma
Husada Surakarta.
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1510/1/naskah%20publikasi
%20titani a%20anggraini.pdf

Aji, W. M. H. (2019). Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan Jiwa


Halusinasi Dengar Dalam Mengontrol Halusinasi.
https://doi.org/10.31219/osf.io/n9dgs

Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung :


Refika Aditama.

Husein, A. N., & Arifin, S. (2011) . Gambaran Distribusi Penderita


Gangguan Jiwa Di Wilayah Banjarmasin Dan Banjarbaru.
Berkala Kedokteran, 9(2), 199-209.
http://dx.doi.org/10.20527/jbk.v9i2.950

Keliat B. A. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC. Keliat,

B. A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta.

Keliat, B. A dan Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional


Jiwa.Jakarta:EGC.

Kemengkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta:


Kemengkes
RI.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/perse
baran- prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia

Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Beban Keluarga Berhubungan


Dengan Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 12(3).
https://www.researchgate.net/profile/JekAmidos/publication/347
9926 06

Nyumirah, S. (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif,


afektif dan perilaku) melalui penerapan terapi perilaku kognitif
di rsj dr amino gondohutomo semarang. Jurnal keperawatan
jiwa, 1(2).. https://doi.org/10.26714/jkj.1.2.2013.%25p
Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan
masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di
Ruang Rokan Rumah Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes
Riau).http://repository.pkr.ac.id/id/eprint/498

Yosep I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung:


Refika Aditama http://repository.um-
surabaya.ac.id/id/eprint/3356

Yusuf, A Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.


Jakarta Salemba Medika.
http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/6107

Anda mungkin juga menyukai