Disusun Oleh:
NAMA: Feil Ansyah
NIM : (E32119149)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah“Masa Depan Agribisnis Hasil Hutan”ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Managemen Agribisnis Hasil Hutan Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
C. Tujuan .......................................................................................................................... 3
A. KESIMPULAN .......................................................................................................... 13
A. Latar Belakang
Pertanian dalam pengertian yang luas yaitu kegiatan manusia untuk memperoleh
hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang pada mulanya dicapai
dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telah diberikan oleh
alam guna mengembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan tersebut (Van
Aarsten,1953). Pengertian Pertanian dalam arti sempit yaitu segala aspek biofisik yang
berkaitan dengan usaha penyempurnaan budidaya tanaman untuk memperoleh produksi
fisik yang maksimum (Sumantri, 1980).
Indonesia merupakan salah satu negara agraris dimana, sebagian besar
penduduknya tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Penduduk
Indonesia pada umumnya mengkonsumsi hasil pertanian untuk makanan pokok
mereka. Pertanian di Indonesia perlu ditingkatkan produksinya semaksimal mungkin
menuju swasembeda pangan akan tetapi, tantangan untuk mencapai hal tersebut sangat
besar karena luas wilayah pertanian yang semakin lama semakin sempit, penyimpangan
iklim, pengembangan komoditas lain, teknologi yang belum modern, dan masalah yang
satu ini adalah masalah yang sering meresahkan hati para petani yaitu hama dan
penyakit yang menyerang tanaman yang dibudidayakan. Hasil produksi tanaman padi
di Indonesia belum bisa memenuhi target kebutuhan masyarakat karena ada di beberapa
daerah di Indonesia yang masih mengalami kelaparan (Agriculture Sector Review
Indonesia,2003).
Hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan
manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Hutan dalam fungsinya sebagai penyedia pangan (forest for food production)
diperoleh melalui pemanfaatan langsung plasma nutfah flora dan fauna untuk
pemenuhan kebutuhan pangan. Selain itu secara tidak langsung kawasan hutan juga
dimanfaatkan untuk memproduksi sumber pangan (Hasan, 2010).
Salah satu bentuk pemanfaatan secara tidak langsung adalah kegiatan agroforestry
sebagai suatu sistem pengelolaan lahan hutan yang mengkombinasikan produksi
tanaman pertanian dan tanaman hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan
pada unit lahan yang sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan
kebudayaan penduduk setempat (Departemen Kehutanan, 1992).
Kegiatan agroforestry di kawasan hutan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan
tetap mempertahankan kondisi hutan. Kegiatan agroforestry juga dilakukan sebagai
kegiatan untuk rehabilitasi hutan karena sifat kegiatan agroforestry yang konservatif
dan protektif. Manfaat-manfaat langsung yang didapat melalui agroforestry dapat
memberikan manfaat yang bersifat jangka panjang, seperti peningkatan produktivitas
tanaman, tata guna lahan yang lebih mantap dan perbaikan konservasi lingkungan.
Karena itu, bila dilaksanakan dengan baik, sistem agroforestry dapat merupakan alat
yang efektif untuk merehabilitasi dan mengelola lahan-lahan dan menggalakkan
pembangunan di pedesaan (Mayrowani dan Ashari, 2011).
Namun, keberhasilan pembangunan kehutanan melalui kegiatan agroforestry
sangat ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat dalam berkontribusi terhadap
upaya pengelolaan hutan dan kualitas sumberdaya manusia yang mendukungnya.
Pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengembangan kegiatan agroforestry dan
upaya rehabilitasi lahan agar maju dan mandiri sebagai pelaku pembangunan kehutanan
mutlak dilaksanakan.
B. Rumusah Masalah
1. apa saja defenisi hutan dan kawasan hutan?
2. Bagaimana Reorientasi Pembangunan Kehutanan ?
3. Bagaimana Potensi Dan realitas pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan?
4. Bagaimana Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu?
5. bagaimana kebijakan kehutanan ke masa depan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi hutan dan kawasan hutan
2. Untuk mengetahui reorientasi pembangunan kehutanan
3. Untuk mengetahui potensi dan realitas pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutan
4. Untuk mengetahui potensi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
5. untuk mengetahui kebijakan kehutanan ke masa depan
BAB II
PEMBAHASAN
Kita memerlukan adanya pengelolaan hutan yang baik karena hutan merupakan
penyangga kehidupan (multi-fungsi hutan). Sedangkan perlunya pemanfaatan
hutan karena hutan diharapkan dapat menjadi : 1) motor penggerak perekonomian,
2) pembuka keterisolasian wilayah dan 3) penciptaan lapangan kerja (Nurrokhmat,
D, 2013). Dari sisi kelembagaan, KPH sebagai sebuah konsep baru bagi pemerintah
dan pihak pemerintah daerah memerlukan adanya kesamaan pemahaman baik dari
aspek tata aturannya, organisasi dan kualitas SDM yang memiliki kemampuan
menggerakkan usaha dan ekonomi, bukan yang hanya menggantungkan kucuran
dana seperti APBN atau dana subsidi lainnya. Dalam konteks desentralisasi,
penguasaan wewenang pengelolaan hutan harus diberikan penuh kepada pihak
pengelola dalam bentuk dekonsentrasi, delegasi atau devolusi. Demikian pula dari
aspek administrasi, fiskal dan kebijakan/politik harus ada pemberian wewenang
kepada Pemerintah Daerah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalan kerangka melakukan rehabilitasi dan reforestasi areal hutan yang telah
terdegradasi dan terdeforestasi konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
merupakan trend politik yang sedang menjadi fokus untuk pengembangan kebijakan
dan program pembangunan Kehutanan ke depan. Kita memerlukan adanya
pengelolaan hutan yang baik karena hutan merupakan penyangga kehidupan (multi-
fungsi hutan). Sedangkan perlunya pemanfaatan hutan karena hutan diharapkan
dapat menjadi motor penggerak perekonomian. Guna mendukung keberhasilan
KPH, maka diperlukan kelembagaan yang tepat seperti BUMN atau BLU yang dapat
menggerakkan usaha dan ekonomi KPH secara mandiri dan pengelolanya memiliki
kemampuan entrepreneurship dalam mengusahakan potensi yang dimiliki oleh
setiap KPH yang spesifik lokal.
Permasalahan tenurial dalam kerangka pengelolaan KPH sudah menjadi
masalah utama yang harus diselesaikan oleh seorang manajer (pengelola) KPH.
Salah satu solusinya adalah dengan memberikan hak kelola kepada masyarakat
setempat dan pemanfaatannya. Kegagalan selama ini dalam mengelola kawasan
hutan dan pemanfaatan hutan adalah tidak diperhitungkannya hak kelola dan hak
pemanfaatan masyarakat lokal. Salah satu alternative dalam memberikan hak kelola
tersebut adalah dengan memberikan ruang kepada masyarakat atau petani lokal
untuk mengembangkan jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti : tanaman
pangan, umbi-umbian, hortikultura, dan tanaman perkebunan dalam bentuk Hutan
Tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Awang, S.A. 2007. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Pustaka Kehutanan
Masyarakat. CV Debut Press. Yogyakarta.
2. Departemen Kehutanan. 2009. Kebijakan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari
Di Indonesia. Makalah dalam Workshop Sertifikasi Hutan Rakyat 18 Juni 2009
di Semarang. Pusat Standarisasi dan Lingkungan. Departemen Kehutanan.
Jakarta
3. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2003. Pola Pengembangan Agribisnis
Hutan Rakyat Provinsi Jawa Tengah. Kerjasama dengan Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada. Semarang.
4. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2003. Pola Pengembangan Agribisnis
Hutan Rakyat Provinsi Jawa Tengah. Kerjasama dengan Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada. Semarang.
5. Purwoko, D. 2008. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan
Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (studi kasus di KPH Pemalang).
Tesis. Program Magister Ekonomi Pembangunan. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto