Asisten : Bu Farida
Kelompok A
1. Della Afizah 2443019002
2. Yayah Fitriyana 2443019026
3. Sherilyn Dreany 2443019027
4. Stacia Chan 2443019030
5. Nisa Tri 2443019033
Minuman beralkohol dari tiga golongan tersebut dapat memberikan efek mabuk, selain
itu dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Sering terjadi
fenomena di kalangan penikmat minuman beralkohol yang mencampur atau mengoplos
minuman beralkohol dengan berbagai bahan kimia memiliki resiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan minuman beralkohol biasa. Bahan kimia yang digunakan untuk
mencampur minuman beralkohol yaitu metanol. Metanol adalah sejenis alkohol yang digunakan
sebagai pelarut dan penghapus cat. Metanol sering digunakan sebagai campuran produksi
minuman anggur dan wine karena harganya murah dan mudah didapat. Adanya metanol dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan bahkan sampai menimbulkan kematian bagi peminumnya
(Logan, 2014).
Gerakan Nasional Anti Miras pada tahun 2011 hingga 2016 mencatat jumlah korban
meninggal dunia akibat minuman keras oplosan mencapai 18.000 orang. Berdasarkan hasil
pemeriksaan Laboratorium Forensik Cabang Semarang yang mencakup wilayah Jawa Tengah
dan DIY terdapat 35 kasus penyalahgunaan
minuman beralkohol khususnya pada minuman keras oplosan yang menyebabkan kematian dari
Polres Brebes pada kasus tersebut terhadap barang bukti berupa : lambung, urin, dan darah
ditemukan bahwa minuman keras oplosan yang diedarkan mengandung etanol 18,16% dan
metanol 0,01% (Julia, 2016).
Tingkat kevalidan suatu metode analisis dapat diketahui dari dua faktor yaitu pada
pengaruh metode preparasi dan validitas instrumen. Validasi metode merupakan salah metode
yang cukup penting dalam suatu analisis, karena dapat membuktikan keandalan suatu metode
dari suatu prosedur yang digunakan. Validasi metode dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter : uji linieritas, akurasi (ketepatan), dan presisi (sensitivitas) (Aradea, 2014).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan akan dilakukan uji metode preparasi
yang tepat dalam penentuan kadar etanol dan metanol dalam minuman keras oplosan
menggunakan kromatografi gas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah metode preparasi yang paling tepat terhadap kromatografi gas untuk
penentuan kadar etanol dan metanol pada minuman keras oplosan?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Minuman keras oplosan lebih berbahaya dibandingkan dengan minuman keras biasa
karena minuman keras oplosan merupakan minuman yang diracik sendiri dengan cara
mencampurkan bahan lain-lain ke dalamnya. Minuman beralkohol dioplos dimaksudkan untuk
mempercepat sensasi euforia. Efek ini dihasilkan oleh kadar alkohol yang terkandung dalam
jenis minuman yang merupakan zat psikoaktif (Logan, 2014). Bahan-bahan yang biasanya
dicampurkan adalah susu, madu, minuman bersoda, dan minuman energi. Bahanbahan tersebut
dicampurkan untuk mendapatkan efek alkohol yang lebih meningkat. Pada produk tertentu,
untuk menghasilkan cita rasa yang diinginkan, dapat dilakukan penambahan bahan-bahan
tertentu seperti herbal dan buahbuahan (Lestari, 2015).
Minuman beralkohol atau yang biasa disebut minuman keras menurut Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2013 adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan distilasi atau fermentasi tanpa distilasi. Minuman
beralkohol yang biasa dikonsumsi adalah etil alkohol atau biasa disebut dengan etanol.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 71/M-Ind/ PER/7/2012 tentang Pengendalian
dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol, batas maksimum etanol yang diizinkan adalah
tidak melebihi 55%.
2.3 Kromatografi Gas
Syarat-syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai standar internal antara lain
terpisah dengan baik dari senyawa puncak-puncak analit, waktu retensi yang hampir sama
dengan analit, tidak terdapat dalam sampel, mempunyai kemiripan sifat-sifat dengan analit,
tidak reaktif dengan sampel atau dengan fase gerak. Penggunaan n-propanol sebagai standar
internal sangat tepat dikarenakan memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan analit
namun tidak bereaksi dengan analit serta memiliki puncak yang dekat dengan analit
(Sudhaker & Jain, 2016).
Prinsip kerja kromatografi gas yaitu, sampel yang telah diuapkan dimasukkan ke dalam
kolom, kemudian komponen-komponen tersebut terdistribusi dalam kesetimbangan antara fase
diam dan fase gerak. Setelah melewati kolom, komponen yang keluar dari kolom ditangkap
oleh
detektor dan direkam oleh komputer sebagai kromatogram. Skema peralatan kromatografi gas
tersaji pada Gambar 2.6.
Sampel dimasukkan dengan sebuah suntikan yang kemudian melewati suatu karet atau
piringan tipis yang terbuat dari silikon, untuk mendapatkan efisiensi dan resolusi sebaik
mungkin sampel dimasukkan ke dalam aliran gas dalam jumlah sedikit mungkin dan dalam
waktu yang secepat mungkin.
2.3.3 Kolom
Ada dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas, yaitu :
2.3.3.1 Kolom kapiler
Kolom kapiler memiliki panjang berkisar antara 10 sampai dengan 100 m atau lebih
dan memiliki efisiensi cukup tinggi, namun memiliki kapasitas sampel sangat rendah ( < 0.01
μL). Kapasitas kolom kapiler dapat ditingkatkan dengan coating suatu bahan berpori seperti
grafit, oksida logam atau silikat pada bagian dalam tube. 2.6.3.2 Kolom packed
Kolom ini terbuat dari tube logam atau dari gelas yang memiliki diameter dalam
sebesar 1 sampai 8 mm, terbungkus oleh suatu padatan. Kolom ini mempunyai panjang 2
sampai 20 m.
Kromatografi gas sistem detektor yang umum digunakan adalah detektor ionisasi
nyala atau Flame Ionisation Detektor (FID). Detektor ionisasi nyala dapat digunakan hampir
untuk semua senyawa organik sampai batas rendah satu nanogram, dan respon linear yang
terluas berkisar 106. FID memiliki kemampuan detektor terkecil 5 x 10 -12 g/detik dan suhu
tertinggi 400 ºC. Dalam hal memperoleh tanggapan detektor ionisasi nyala yang optimal
sebaiknya kecepatan aliran H2 30 mL/menit dan O2 sepuluh kalinya. GC-FID merupakan
metode yang sangat sensitif, cepat, dan dapat diandalkan untuk menentukan sejumlah besar
senyawa volatil di berbagai sampel biologis (Gandjar & Rohman, 2014).
Tujuan Praktikum
Melakukan validasi terhadap metode penetapan kadar alkohol dalam minuman beralkohol
dengan Kromatografi Gas.
BAB III
METODE PENELITIAN
RANCANGAN VALIDASI METODE KADAR ALKOHOL DALAM MINUMAN
Gambar Produk
Kandungan Obat
Air , Hasil Distilasi Fermentasi Beras , Hasil Destilasi
Fermentasi Molase , Gula Merah , Gula (Mengandung
pengawet Sulfit) , Ekstrak Ramuan Rempah - Rempah ,
Pewarna Alami Karamel IV , Perisa Sintetik Arak
Volume 620 ml
Struktur Molekul
(FI VI, hlm. 537)
Berat Molekul 46,07 g/mol (FI VI, hlm. 537)
Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau
khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah.
Pemerian Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan
mendidih pada suhu 78º, mudah terbakar (FI VI,
hlm. 537).
Instrumen yang
digunakan GC-agilent Technologies 6890-N Network GC System
Kolom
HP InnoWax panjang 30 m; diameter 0,2 mikrometer
Laju Alir
0,70 ml/menit
I. Preparasi Larutan
Standar Internal Butanol p.a (99,5% v/v) konsentrasi 1000 ppm
Butanol 99,5% v/v = (0,81 g/ml x 99,5 ml) / 100 ml = 80,595 g / 100 ml =
805.950 ppm
Pengenceran :
Kriteria Penerimaan :
Selektivitas dikatagorikan baik apabila terjadi pemisahan pada kromatogram dengan nilai
Rs ≥ 1,5.
Linieritas
Prosedur Kerja :
1. Larutan Standar Induk Etanol dengan konsentrasi 95% v/v dipipet sebanyak
berikut :
Konsentrasi Standar Induk Etanol 95% v/v = (0,789 g/ml x 95 ml) : 100 ml
= 749.550 ppm
Larutan Volume Pemipetan Volume Labu Konsentrasi (ppm)
2. Setiap larutan ditambah dengan WFI ad tanda batas labu takar 10 ml.
3. Masing-masing larutan diinjeksikan ke dalam injektor kromatografi gas
sebanyak 1,0 µL dan lakukan pengamatan luas area puncak.
4. Data yang diperoleh dibuat persamaan regresi linear y = bx + a.
5. Masing-masing injeksi diulang sebanyak 3x.
Prosedur Kerja :
Pipet 1 ml
Pipet 2 ml
C = 827,4
ppm x (2
ml / 10 ml) =
165,48 ppm
Formula 100% C = 20.685 x (1 ml /
20.685 ppm 25 ml) = 827,4 ppm
1. Membuat matriks yang berisi campuran internal standar butanol dan WFI dengan
perbandingan 1:1.
2. Membuat 1 bets larutan formula simulasi akurasi dengan konsentrasi 100%
dengan cara mengambil etanol sebanyak 488,56 mL kemudian ditambahkan matriks
sebanyak 1,9914 L untuk memperoleh konsentrasi sebesar 20.685 ppm.
3. Dipipet 1 ml larutan formula simulasi 100% sebanyak 1 ml dan dipindahkan ke
labu takar 25 ml kemudian ditambahkan dengan matriks ad tanda labu takar.
Konsentrasi pengenceran 1x = 20.685 ppm x (1 ml / 25 ml) = 827,4 ppm.
4. Dipipet 2 ml larutan yang telah diencerkan kemudian dipindahkan ke labu takar
10 ml dan ditambahkan dengan matriks ad tanda labu takar.
Konsentrasi pengenceran 2x = 827,4 ppm x (2 ml / 10 ml) = 165,48 ppm
5. Larutan diinjeksikan sebanyak 1,0 µL ke dalam injektor kromatografi gas
dengan replikasi sebanyak 6x.
6. Bandingkan konsentrasi etanol sebenarnya dengan konsentrasi etanol teoritis
untuk mendapatkan %Recovery.
7. Hitung Standar Deviasi (SD) dan Koefisien Variasi (KV).
Prosedur Kerja :
Pipet 1 ml
Pipet 2 ml
C = 827,4
ppm x (2
ml / 10 ml) =
165,48 ppm
Arak 19,7% = C = 20.685 x (1 ml /
20.685 ppm 25 ml) = 827,4 ppm
1. Melakukan preparasi larutan sampel arak dengan pengenceran seperti skema diatas.
2. Sampel arak yang telah diencerkan ditambahkan dengan standar internal butanol
sebanyak 1 mikroliter.
3. Larutan diinjeksikan sebanyak 1 mikroliter ke dalam injektor kromatografi gas.
4. Luas area puncak diamati dan dihitung konsentrasi etanol sebenarnya menggunakan
persamaan garis regresi linear.
5. Hitung %Kadar dengan cara membandingkan konsentrasi etanol sebenarnya dengan
konsentrasi etanol teoritis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan validasi metode penetapan kadar alkohol dalam
sampel arak merk Orang Tua dengan metode Kromatografi Gas. Analisis kadar alkohol
dapat dilakukan karena dengan metode kromatografi gas karena analit berupa senyawa
yang mudah menguap sehingga campuran senyawa dalam dapat dipisahkan berdasarkan
perbedaan koefisien partisi dari senyawa yang diuapkan antara fase cair dan fase gas yang
dilewatkan dalam kolom dengan bantuan gas pembawa. Penetapan kadar dilakukan
menggunakan instrumen GC-agilent Technologies 6890-N Network GC System dengan
fase diam polidimetilsiloksan dan fase gerak gas nitrogen serta Flame Ionization Detector.
Digunakan standar internal sebagai faktor koreksi yaitu n-butanol karena kesamaan
strukturnya dengan etanol sehingga dapat mengeliminasi kesalahan saat penginjeksian
sampel seperti menguapnya analit.
Parameter validasi yang dilakukan berdasarkan kategori 1 USP dimana prosedur
yang dilakukan adalah penetapan kadar komponen utama pada sampel. Parameter validasi
yang diukur antara lain adalah selektivitas, linearitas, akurasi dan presisi. Selektivitas
diukur dengan menggunakan 2 kondisi kolom yang berbeda, yaitu pada kondisi A suhu
kolom awal ditetapkan 60 OC dan suhu akhir 140 OC, sedangkan pada kondisi B suhu
kolom awal ditetapkan 70 OC dan suhu akhir 150 OC. Hasil kromatogram kedua kondisi
dibandingkan dan dihitung masing-masing parameternya untuk menentukan kondisi yang
lebih baik.
Data diolah sehingga didapatkan persamaan regresi dengan nilai R hitung 0,9952
yang lebih besar dari R tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang
linear antara konsentrasi baku kerja dan rasio area.
Akurasi dan presisi diukur dengan cara membuat formula simulasi 100% dari
kadar etanol pada etiket sampel yaitu 19,7% dan dilakukan pengenceran, kemudian
diinjeksikan berulang sebanyak 6x untuk menentukan % Recovery yang diperoleh.
Luas
Luas C C
Area
Rep Area Rasio pengamatan teoritis % Recovery
Standar
Etanol (ppm) (ppm)
Internal
1 620,344 696,24 0,8909916 78,7277 165,48 47,5753816
2 620,532 700,25 0,8861578 75,5052 165,48 45,6279916
3 620,62 700,346 0,886162 75,508 165,48 45,6296764
4 620,592 700,332 0,8861397 75,4931 165,48 45,6207061
5 620,645 700,42 0,8861041 75,4694 165,48 45,6063379
6 620,498 698,35 0,8885201 77,0801 165,48 46,5796806
Rata-rata % Recovery 46,106629
Standar Deviasi 0,8153529
% KV 1,76840709
605,62
1 689,22 0,87871 70,5395 165,48 42,6272
4
2 605,84 689,324 0,87889 70,66 165,48 42,7
605,54
3 689,18 0,87865 70,4981 165,48 42,6022
6
% v/v Kadar Etanol dalam sampel Rata-rata % Kadar 42,6431
= 19,7% v/v x (42,6431 / 100) Standar Deviasi 0,05085
= 8,4006% v/v %KV 0,11924
Hasil menunjukkan tidak ada data yang menyimpang terlalu jauh karena nilai
%KV kurang dari 2%. Hasil rata-rata % kadar etanol dalam sampel yaitu 8,4006% v/v dan
tidak memenuhi persyaratan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman
Beralkohol untuk kategori pangan arak yaitu kadar etanol tidak kurang dari 30% v/v.
DAFTAR PUSTAKA
Jos, B. 2002. Peningkatan Mutu Heavy Gas Oil (HGO) Secara Ekstraksi Cair-Cair
Dengan Solven Dimethylsulfoxide (DMSO). Reaktor Chemical Engineering
Journal, 6(2): 92- 95.
Lestari, I. 2015. Pengaruh Penambahan Susu, Madu, Minuman Bersoda Dan Minuman
Energi Terhadap Kadar Alkohol Pada Minuman Keras. Jurnal Kesehatan Prima,
9(1): 1383-1390.
Li, H., Zhan, H., Fu, S., Liu, M., & Chai, X. S. 2007. Rapid Determination Of
Methanol In Black Liquors By Full Evaporation Headspace Gas
Chromatography. Journal Of Chromatography A, 16(4): 133–136.
Logan, Barry Kerr. 2014. Alcohol Content Of Beer And Malt Beverages Alcohol
Content Of Beer And Malt Beverages : Forensic Considerations.
Lopez, R., M. Aznar, J. Cacho, & V. Ferreira. 2002. Determination Of Minor And
Trace Volatile Compounds In Wine By Solid-Phase Extraction And Gas
Chromatography With Mass Spectrometric Detection. Journal Of
Chromatography A, 9(6): 167-177.