Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA SEDIAAN FARMASI

MELAKUKAN VALIDASI TERHADAP METODE PENETAPAN KADAR ALKOHOL


DALAM MINUMAN BERALKOHOL DENGAN KROMATOGRAFI GAS

Asisten : Bu Farida
Kelompok A
1. Della Afizah 2443019002
2. Yayah Fitriyana 2443019026
3. Sherilyn Dreany 2443019027
4. Stacia Chan 2443019030
5. Nisa Tri 2443019033

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA


FALKUTAS FARMASI 2021
GOLONGAN Z
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minuman beralkohol menjadi salah satu masalah di Indonesia. Permasalahannya adalah


sering munculnya para produsen ilegal yang membuat minuman dengan kadar alkohol lebih
dari 55%. Minuman beralkohol menurut peraturan presiden No 74 tahun 2013 didefinisikan
sebagai suatu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C 2H5OH) yang diproses
dari bahan pertanian mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi (Presiden Republik
Indonesia, 2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
282/MENKES/SK/II/1998 menyatakan bahwa minuman beralkohol dibagi menjadi tiga
golongan yaitu minuman beralkohol golongan A dengan kadar etanol 5%, golongan B dengan
kadar etanol lebih dari 5% sampai dengan 20% dan golongan C dengan kadar etanol lebih dari
20% sampai dengan 55% (BPOM, 2016).

Minuman beralkohol dari tiga golongan tersebut dapat memberikan efek mabuk, selain
itu dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Sering terjadi
fenomena di kalangan penikmat minuman beralkohol yang mencampur atau mengoplos
minuman beralkohol dengan berbagai bahan kimia memiliki resiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan minuman beralkohol biasa. Bahan kimia yang digunakan untuk
mencampur minuman beralkohol yaitu metanol. Metanol adalah sejenis alkohol yang digunakan
sebagai pelarut dan penghapus cat. Metanol sering digunakan sebagai campuran produksi
minuman anggur dan wine karena harganya murah dan mudah didapat. Adanya metanol dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan bahkan sampai menimbulkan kematian bagi peminumnya
(Logan, 2014).

Gerakan Nasional Anti Miras pada tahun 2011 hingga 2016 mencatat jumlah korban
meninggal dunia akibat minuman keras oplosan mencapai 18.000 orang. Berdasarkan hasil
pemeriksaan Laboratorium Forensik Cabang Semarang yang mencakup wilayah Jawa Tengah
dan DIY terdapat 35 kasus penyalahgunaan
minuman beralkohol khususnya pada minuman keras oplosan yang menyebabkan kematian dari
Polres Brebes pada kasus tersebut terhadap barang bukti berupa : lambung, urin, dan darah
ditemukan bahwa minuman keras oplosan yang diedarkan mengandung etanol 18,16% dan
metanol 0,01% (Julia, 2016).

Etanol merupakan kandungan utama dalam minuman beralkohol, sedangkan metanol


digunakan sebagai bahan tambahan yang dicampur dalam minuman beralkohol. Senyawa
tersebut dapat ditentukan kadarnya dengan metode konvensional, yaitu metode berat jenis.
Metode berat jenis merupakan perbandingan massa suatu zat terhadap massa sejumlah volume
air pada temperatur tertentu. Metode tersebut memiliki kekurangan yaitu ketidaktepatan
pengamatan pada saat cairan telah menguap semua atau belum yang mengakibatkan kesalahan
dalam perhitungan. Selain metode konvensional juga digunakan metode instrumental yaitu
metode kromatografi gas. Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pengesahan
dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap serta stabil pada pemanasan tinggi secara
kualitatif dan kuantitatif (Bintang, 2010). Metode ini digunakan di laboratorium untuk
pengujian etanol dan metanol pada minuman beralkohol yang disalahgunakan dengan
menggunakan Gas Chromatography (GC). Metode kromatografi gas spesifik untuk identifikasi
dan penentuan kadar etanol serta dapat digunakan untuk pemisahan campuran alkohol seperti
metanol dan isopropanol secara simultan (Hendrayana, 2006). Pada kasus penyalahgunaan
minuman beralkohol, barang bukti yang diterima berupa urin, darah, organ dalam dan cairan
oral serta minuman itu sendiri (Suaniti et al., 2012).

Tingkat kevalidan suatu metode analisis dapat diketahui dari dua faktor yaitu pada
pengaruh metode preparasi dan validitas instrumen. Validasi metode merupakan salah metode
yang cukup penting dalam suatu analisis, karena dapat membuktikan keandalan suatu metode
dari suatu prosedur yang digunakan. Validasi metode dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter : uji linieritas, akurasi (ketepatan), dan presisi (sensitivitas) (Aradea, 2014).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan akan dilakukan uji metode preparasi
yang tepat dalam penentuan kadar etanol dan metanol dalam minuman keras oplosan
menggunakan kromatografi gas.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah metode preparasi yang paling tepat terhadap kromatografi gas untuk
penentuan kadar etanol dan metanol pada minuman keras oplosan?

2. Bagaimana keakuratan instrumen kromatografi gas (agilent 6890 series) terhadap


penentuan kadar etanol dan metanol pada minuman keras oplosan?

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Keras


Oplosan

Minuman keras oplosan lebih berbahaya dibandingkan dengan minuman keras biasa
karena minuman keras oplosan merupakan minuman yang diracik sendiri dengan cara
mencampurkan bahan lain-lain ke dalamnya. Minuman beralkohol dioplos dimaksudkan untuk
mempercepat sensasi euforia. Efek ini dihasilkan oleh kadar alkohol yang terkandung dalam
jenis minuman yang merupakan zat psikoaktif (Logan, 2014). Bahan-bahan yang biasanya
dicampurkan adalah susu, madu, minuman bersoda, dan minuman energi. Bahanbahan tersebut
dicampurkan untuk mendapatkan efek alkohol yang lebih meningkat. Pada produk tertentu,
untuk menghasilkan cita rasa yang diinginkan, dapat dilakukan penambahan bahan-bahan
tertentu seperti herbal dan buahbuahan (Lestari, 2015).

Minuman beralkohol atau yang biasa disebut minuman keras menurut Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2013 adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan distilasi atau fermentasi tanpa distilasi. Minuman
beralkohol yang biasa dikonsumsi adalah etil alkohol atau biasa disebut dengan etanol.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 71/M-Ind/ PER/7/2012 tentang Pengendalian
dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol, batas maksimum etanol yang diizinkan adalah
tidak melebihi 55%.
2.3 Kromatografi Gas

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan koefisien


partisi dari senyawa yang diuapkan antara fase cair dan fase gas yang dilewatkan dalam
kolom dengan bantuan gas pembawa. Kromatografi selalu melibatkan dua fase, yaitu fase
diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat pada permukaan
padatan, sedangkan fase gerak dapat berupa cairan yang disebut eluen atau pelarut, atau gas
pembawa yang inert. Gas pembawa dalam kromatografi gas dapat menggunakan gas nitrogen,
helium atau argon (Bintang, 2010). Metode pemisahan secara kromatografi terus berkembang
dengan peralatan yang lebih modern, dengan hasil pemisahan yang lebih selektif, akurat dan
dapat digunakan untuk sampel dengan jumlah yang sangat kecil (Soebagio et al., 2005).

Analisis kuantitatif secara kromatografi gas menggunakan metode standar internal.


Metode standar internal merupakan suatu metode dengan menggunakan komponen yang
memiliki kesamaan struktur kimia dengan sampel maupun standar, tetapi tidak terdapat dalam
sampel. Salah satu alasan digunakan standar internal adalah jika suatu sampel memerlukan
suatu perlakuan seperti ekstraksi sampel, maka penambahan standar internal dapat
mengoreksi hilangnya sampelsampel. Selain Metode standar internal juga berfungsi untuk
mengeliminasi kesalahan dalam proses injeksi sampel dalam kromatografi gas. Puncak
standar internal dan puncak lainnya harus terpisah dengan baik sebagai syarat keberhasilan
metode ini (Riyanto, 2013).

Syarat-syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai standar internal antara lain
terpisah dengan baik dari senyawa puncak-puncak analit, waktu retensi yang hampir sama
dengan analit, tidak terdapat dalam sampel, mempunyai kemiripan sifat-sifat dengan analit,
tidak reaktif dengan sampel atau dengan fase gerak. Penggunaan n-propanol sebagai standar
internal sangat tepat dikarenakan memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan analit
namun tidak bereaksi dengan analit serta memiliki puncak yang dekat dengan analit
(Sudhaker & Jain, 2016).

Prinsip kerja kromatografi gas yaitu, sampel yang telah diuapkan dimasukkan ke dalam
kolom, kemudian komponen-komponen tersebut terdistribusi dalam kesetimbangan antara fase
diam dan fase gerak. Setelah melewati kolom, komponen yang keluar dari kolom ditangkap
oleh
detektor dan direkam oleh komputer sebagai kromatogram. Skema peralatan kromatografi gas
tersaji pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Instrumen Kromatografi Gas


(Sumber: Bintang, 2010)

Komponen-komponen dasar peralatan kromatografi gas, yaitu :

2.3.1 Gas pembawa


Gas pembawa diletakkan dalam tabung bertekanan yang dihubungkan dengan
regulator tekanan, pengatur aliran, dan rotometer. Dalam sistem penyimpan gas ini terdapat
suatu bahan penyaring molekul untuk menyerap air ataupun pengotor lainnya. Laju alir gas
dikontrol oleh regulator tekanan dan pengatur aliran. Gas pembawa harus bersifat inert dan
murni. Gas pembawa yang sering digunakan adalah N2, He, H2, dan Ar.

2.3.2 Sistem injeksi sampel

Sampel dimasukkan dengan sebuah suntikan yang kemudian melewati suatu karet atau
piringan tipis yang terbuat dari silikon, untuk mendapatkan efisiensi dan resolusi sebaik
mungkin sampel dimasukkan ke dalam aliran gas dalam jumlah sedikit mungkin dan dalam
waktu yang secepat mungkin.

Banyaknya sampel yang dimasukkan kira-kira 0,1 sampai dengan 10 μL.

2.3.3 Kolom

Ada dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas, yaitu :
2.3.3.1 Kolom kapiler
Kolom kapiler memiliki panjang berkisar antara 10 sampai dengan 100 m atau lebih
dan memiliki efisiensi cukup tinggi, namun memiliki kapasitas sampel sangat rendah ( < 0.01
μL). Kapasitas kolom kapiler dapat ditingkatkan dengan coating suatu bahan berpori seperti
grafit, oksida logam atau silikat pada bagian dalam tube. 2.6.3.2 Kolom packed

Kolom ini terbuat dari tube logam atau dari gelas yang memiliki diameter dalam
sebesar 1 sampai 8 mm, terbungkus oleh suatu padatan. Kolom ini mempunyai panjang 2
sampai 20 m.

2.3.4 Sistem deteksi

Sistem deteksi untuk kromatografi gas harus mempunyai kemampuan merespon


sampel yang keluar dari kolom secara cepat dan akurat. Interval puncak yang melewati
detektor biasanya berjarak satu detik atau kurang, sehingga detektor harus juga memiliki
kemampuan untuk merekam respon secara penuh selama beberapa periode tertentu. Sifat
lainnya yang harus dimiliki detektor yaitu respon yang linear, stabilitas yang cukup baik
dalam waktu yang lama, dan respon yang seragam untuk berbagai macam senyawa. Terdapat
beberapa jenis detektor dalam kromatografi gas, diantaranya Thermal Conductivity Detector
(TCD), Flame Ionization Detector (FID), Electrone Capture Detector (ECD), dan Flame
Photometric Detector (FPD) (Skoog dan West, 1980).

Kromatografi gas sistem detektor yang umum digunakan adalah detektor ionisasi
nyala atau Flame Ionisation Detektor (FID). Detektor ionisasi nyala dapat digunakan hampir
untuk semua senyawa organik sampai batas rendah satu nanogram, dan respon linear yang
terluas berkisar 106. FID memiliki kemampuan detektor terkecil 5 x 10 -12 g/detik dan suhu
tertinggi 400 ºC. Dalam hal memperoleh tanggapan detektor ionisasi nyala yang optimal
sebaiknya kecepatan aliran H2 30 mL/menit dan O2 sepuluh kalinya. GC-FID merupakan
metode yang sangat sensitif, cepat, dan dapat diandalkan untuk menentukan sejumlah besar
senyawa volatil di berbagai sampel biologis (Gandjar & Rohman, 2014).

Kromatogram merupakan kurva yang diperoleh dari pengukuran kromatografi.


Kromatogram terdiri dari sejumlah puncak yang menunjukan jumlah komponen yang
terdapat dalam cuplikan, sedangkan luas puncak menunjukkan konsentrasi komponen dalam
cuplikan (Hendrayana, 2006). Sudhaker & Jain (2016) melaporkan penentuan etanol dalam
sampel darah menggunakan metode kromatografi gas. Kondisi kromatografi gas (Perkin
Elmer Clarus 600) yang digunakan yaitu kolom kapiler yang memiliki
etilvinilbenzenadivinilbenzena (EVB-
DVB), fase stasioner (30 m panjang, 0.125 mm ID), gas pembawa helium (99,99%) dengan
laju alir 1 mL / menit, suhu oven 160 °C, suhu injektor dan detektor 200 °C. Gambar 2.7
menunjukkan bahwa waktu retensi etanol dan propanol masing-masing 1,992 dan 2,452
menit.

Gambar 7 Kromatogram Etanol dan n-propanol dalam Sampel Darah


(Sumber: Sudhaker & Jain, 2016)

Tujuan Praktikum

Melakukan validasi terhadap metode penetapan kadar alkohol dalam minuman beralkohol
dengan Kromatografi Gas.
BAB III
METODE PENELITIAN
RANCANGAN VALIDASI METODE KADAR ALKOHOL DALAM MINUMAN

A. PROFIL PRODUK DI PASARAN :

Hasil Telaah Produk

Nama Produk Arak Orang Tua

Gambar Produk
Kandungan Obat
Air , Hasil Distilasi Fermentasi Beras , Hasil Destilasi
Fermentasi Molase , Gula Merah , Gula (Mengandung
pengawet Sulfit) , Ekstrak Ramuan Rempah - Rempah ,
Pewarna Alami Karamel IV , Perisa Sintetik Arak

Bentuk Sediaan Larutan

Volume 620 ml

Kadar alkohol 19,7% v/v

No. Bets MTA - 7999504

Expired Date < 6 bulan

Pabrik PT. Panjang Jiwo Tangerang 15000- INDONESIA


B. TELAAH SIFAT FISIKA KIMIA KOMPONEN UTAMA

Sifat Fisika Kimia Hasil Telaah Bahan


Nama Senyawa Komponen Utama Etanol / Etil alkohol

Struktur Molekul
(FI VI, hlm. 537)
Berat Molekul 46,07 g/mol (FI VI, hlm. 537)
Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau
khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah.
Pemerian Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan
mendidih pada suhu 78º, mudah terbakar (FI VI,
hlm. 537).

Bercampur dengan air dan praktis bercampur


Kelarutan
dengan semua pelarut organik (FI VI, hlm. 537).

Titik didih 78.24 °C


Titik lebur 114.14 °C
Densitas 0.7893 g/ml pada 20 °C
C. HASIL TELAAH JURNAL

Hasil Telaah Jurnal

Judul Riset VALIDASI METODE DALAM PENENTUAN


KADAR ETANOL PADA ARAK DENGAN
MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS
DETEKTOR IONISASI NYALA

Nama Jurnal JURNAL KIMIA 11

Tahun terbit 2018

ISSN Number 128-133

Nama bahan aktif /


bahan obat Alkohol (Etanol)

Bentuk sediaan Minuman beralkohol (arak)

Instrumen yang
digunakan GC-agilent Technologies 6890-N Network GC System

Kolom
HP InnoWax panjang 30 m; diameter 0,2 mikrometer

Laju Alir
0,70 ml/menit

Fase Diam Polietilen Glikol


Detektor Detektor Ionisasi Nyala / Flame Ionization Detector (FID)

Laju Alir 0,70 ml/menit

Gas tambahan Gas Nitrogen

Alat dan Bahan :

Alat yang digunakan :


1. Labu ukur 10 mL
2. Pipet mikro
3. Gelas beker
4. Kromatografi gas GC-agilent Technologies 6890-N Network GC System
5. Kolom HP InnoWax panjang 30 m; diameter 0,32 µm dan laju alir 0,70 mL/menit
6. Fase diam polietilen glikol
7. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID)
8. Gas pembawa helium (He)
9. Make-up gas nitrogen (gas tambahan)

Bahan yang digunakan :


1. Reagent Alcohol, Absolute
2. Butanol
3. Sampel Arak Orang Tua
4. Aquades
Rancangan Kerja

I. Preparasi Larutan
 Standar Internal Butanol p.a (99,5% v/v) konsentrasi 1000 ppm
Butanol 99,5% v/v = (0,81 g/ml x 99,5 ml) / 100 ml = 80,595 g / 100 ml =
805.950 ppm

V Pemipetan Butanol 99,5% v/v = (1000 ppm / 805.950 ppm) x 50 ml


= 0,0620 ml

Pengenceran :

Volume Pemipetan = (50 ppm / 1000 ppm) x 25 ml = 1,25 ml


Cara Pembuatan :
1. Pipet Butanol 99,5% v/v sebanyak 0,0620 ml dan masukkan dalam labu
ukur 50 ml.
2. Tambahkan WFI ad tanda batas labu ukur dan homogenkan.
3. Lakukan pengenceran dengan cara memipet 1,25 ml larutan dan
pindahkan ke labu ukur 25 ml.
4. Tambahkan WFI ad tanda batas labu ukur 25 ml dan homogenkan
II. Validasi (Kategori 1 : Kuantisasi Komponen Utama)
 Selektivitas
Prosedur Kerja :

1. Pada larutan standar etanol (konsentrasi 50 ppm) dan sampel arak


ditambahkan standar internal butanol sebanyak 1,0 µL.
2. Masing-masing larutan diinjeksikan ke dalam injektor kromatografi gas
sebanyak 1,0 µL.
3. Hitung Rs kromatogram untuk mengetahui apakah pemisahan sudah baik.

Kriteria Penerimaan :
Selektivitas dikatagorikan baik apabila terjadi pemisahan pada kromatogram dengan nilai
Rs ≥ 1,5.

KONDISI TAHAPAN SELEKTIVITAS


Parameter Kondisi Kromatogram
Instrumen yang digunakan GC-agilent Technologies 6890-N Network GC System
Laju Alir 0,70 ml/menit
Fase Diam Polidimetilsiloksan
Fase Gerak Nitrogen
Detektor FID (Flame Ionization Detector)
Kondisi B Kondisi B
Suhu Kolom Hold Time Heating Rate Suhu Kolom Hold Time Heating Rate
(OC) (menit) (OC/menit) (OC) (menit) (OC/menit)
60 1 70 1
50 50
140 1 150 1
Suhu Inlet Hold Time Heating Rate Suhu Inlet Hold Time Heating Rate
(OC) (menit) (OC.menit) (OC) (menit) (OC.menit)
100 1 100 1
50 50
180 1 180 1

 Linieritas

Prosedur Kerja :

1. Larutan Standar Induk Etanol dengan konsentrasi 95% v/v dipipet sebanyak
berikut :

Konsentrasi Standar Induk Etanol 95% v/v = (0,789 g/ml x 95 ml) : 100 ml

= 749.550 ppm
Larutan Volume Pemipetan Volume Labu Konsentrasi (ppm)

(µl) Takar (ml) *749.550 ppm x (Vol Pemipetan


/ Vol Labu Takar)
C1 0,51 10 38,2270
C2 0,76 10 56,9658
C3 1,01 10 75,70455
C4 1,26 10 94,4433
C5 1,52 10 113,9316
Rentang konsentrasi standar kerja sesuai jurnal = 25 – 300 ppm

Kesimpulan = Dalam rentang konsentrasi

2. Setiap larutan ditambah dengan WFI ad tanda batas labu takar 10 ml.
3. Masing-masing larutan diinjeksikan ke dalam injektor kromatografi gas
sebanyak 1,0 µL dan lakukan pengamatan luas area puncak.
4. Data yang diperoleh dibuat persamaan regresi linear y = bx + a.
5. Masing-masing injeksi diulang sebanyak 3x.

6. Tentukan koefisien korelasi.

Kriteria Penerimaan : R2≥ 0,95


 Akurasi dan Presisi

FORMULA SIMULASI AKURASI

Konsent 80% 100% 120%


rasi 1 R/ 1 Bets 1 R/ 1 Bets 1 R/ 1 Bets

Etanol (ml) 19,7% 97,712 390,848 122,14 488,56 146,568 586,272

Campuran IS Ad 620 2.089,15


522,288 497,86 1.991,44 473,432 1.893,728
dan WFI (ml) ml 2
Konsentrasi
16.548 20.685 24.822
(ppm)
Keterangan : BJ Produk = 0,1050 g/ml

Prosedur Kerja :

Pipet 1 ml
Pipet 2 ml

C = 827,4
ppm x (2
ml / 10 ml) =
165,48 ppm
Formula 100% C = 20.685 x (1 ml /
20.685 ppm 25 ml) = 827,4 ppm

1. Membuat matriks yang berisi campuran internal standar butanol dan WFI dengan
perbandingan 1:1.
2. Membuat 1 bets larutan formula simulasi akurasi dengan konsentrasi 100%
dengan cara mengambil etanol sebanyak 488,56 mL kemudian ditambahkan matriks
sebanyak 1,9914 L untuk memperoleh konsentrasi sebesar 20.685 ppm.
3. Dipipet 1 ml larutan formula simulasi 100% sebanyak 1 ml dan dipindahkan ke
labu takar 25 ml kemudian ditambahkan dengan matriks ad tanda labu takar.
Konsentrasi pengenceran 1x = 20.685 ppm x (1 ml / 25 ml) = 827,4 ppm.
4. Dipipet 2 ml larutan yang telah diencerkan kemudian dipindahkan ke labu takar
10 ml dan ditambahkan dengan matriks ad tanda labu takar.
Konsentrasi pengenceran 2x = 827,4 ppm x (2 ml / 10 ml) = 165,48 ppm
5. Larutan diinjeksikan sebanyak 1,0 µL ke dalam injektor kromatografi gas
dengan replikasi sebanyak 6x.
6. Bandingkan konsentrasi etanol sebenarnya dengan konsentrasi etanol teoritis
untuk mendapatkan %Recovery.
7. Hitung Standar Deviasi (SD) dan Koefisien Variasi (KV).

Kriteria Penerimaan : KV ≤ 2,0%

III. Penetapan Kadar

Prosedur Kerja :

Pipet 1 ml
Pipet 2 ml

C = 827,4
ppm x (2
ml / 10 ml) =
165,48 ppm
Arak 19,7% = C = 20.685 x (1 ml /
20.685 ppm 25 ml) = 827,4 ppm

1. Melakukan preparasi larutan sampel arak dengan pengenceran seperti skema diatas.
2. Sampel arak yang telah diencerkan ditambahkan dengan standar internal butanol
sebanyak 1 mikroliter.
3. Larutan diinjeksikan sebanyak 1 mikroliter ke dalam injektor kromatografi gas.

4. Luas area puncak diamati dan dihitung konsentrasi etanol sebenarnya menggunakan
persamaan garis regresi linear.
5. Hitung %Kadar dengan cara membandingkan konsentrasi etanol sebenarnya dengan
konsentrasi etanol teoritis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan validasi metode penetapan kadar alkohol dalam
sampel arak merk Orang Tua dengan metode Kromatografi Gas. Analisis kadar alkohol
dapat dilakukan karena dengan metode kromatografi gas karena analit berupa senyawa
yang mudah menguap sehingga campuran senyawa dalam dapat dipisahkan berdasarkan
perbedaan koefisien partisi dari senyawa yang diuapkan antara fase cair dan fase gas yang
dilewatkan dalam kolom dengan bantuan gas pembawa. Penetapan kadar dilakukan
menggunakan instrumen GC-agilent Technologies 6890-N Network GC System dengan
fase diam polidimetilsiloksan dan fase gerak gas nitrogen serta Flame Ionization Detector.
Digunakan standar internal sebagai faktor koreksi yaitu n-butanol karena kesamaan
strukturnya dengan etanol sehingga dapat mengeliminasi kesalahan saat penginjeksian
sampel seperti menguapnya analit.
Parameter validasi yang dilakukan berdasarkan kategori 1 USP dimana prosedur
yang dilakukan adalah penetapan kadar komponen utama pada sampel. Parameter validasi
yang diukur antara lain adalah selektivitas, linearitas, akurasi dan presisi. Selektivitas
diukur dengan menggunakan 2 kondisi kolom yang berbeda, yaitu pada kondisi A suhu
kolom awal ditetapkan 60 OC dan suhu akhir 140 OC, sedangkan pada kondisi B suhu
kolom awal ditetapkan 70 OC dan suhu akhir 150 OC. Hasil kromatogram kedua kondisi
dibandingkan dan dihitung masing-masing parameternya untuk menentukan kondisi yang
lebih baik.

Parameter Kondisi A MS / TMS Kondisi B MS / TMS


Faktor Matriks 5 MS 5,25 MS
Etanol 6,4 MS 6 MS
kapasitas
Standar Internal 13,4 TMS 14,5 TMS
(K’) 2 – 10
Matriks dan
Faktor 1,28 MS 6 MS
Etanol
keterpisahan
Etanol dan
(α) > 1 2,09375 MS 2,41667 TMS
Standar Internal
Asimetris Matriks 1,8 TMS 1,6 TMS
Etanol 1 MS 1,35294 TMS
(As) 1 Standar Internal 1 MS 1,3125 TMS
Tailing faktor Matriks 1,4 TMS 1,3 TMS
Etanol 1 TMS 1,17647 TMS
<1 Standar Internal 1 TMS 1,15625 TMS
Matriks dan
1,94444 MS 0,81081 TMS
Resolusi (rs) Etanol
> 1,5 Etanol dan
8,23529 MS 8,09524 MS
Standar Internal
Keterangan : MS = Memenuhi Syarat TMS = Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel perbandingan hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa kondisi A


merupakan kondisi yang lebih baik karena lebih banyaknya parameter yang memenuhi
persyaratan dibanding kondisi B. Sehingga kondisi A dapat digunakan sebagai kondisi
sistem kromatografi gas untuk prosedur penetapan kadar dalam sampel.
Parameter linearitas diukur dengan cara membuat 5 pengenceran konsentrasi dari
larutan induk etanol dengan konsentrasi 95%. Rentang konsentrasi standar kerja yaitu
38,2270 – 113,9316 ppm sehingga masuk dalam rentang konsentrasi standar kerja pada
jurnal yang digunakan sebagai acuan, yaitu 25 – 300 ppm. Masing-masing larutan
diinjeksikan ke dalam injektor sistem dan diperoleh data luas area etanol dan internal
standar.
Vol Vol
No C baku
Pemipetan LT Area EtOH Area IS Rasio Area Persamaan
. (ppm)
LI (µL) (ml)
R hitung =
1 0,51 10 38,2270 275,06 332,35 0,82762148
0,9952
2 0,76 10 56,9658 413,745 485,042 0,85300861 R tabel =
3 1,01 10 75,70455 620,546 698,24 0,8887288
Y = 0,0015
4 1,26 10 94,4433 840,836 919,226 0,91472173
X + 0,7729
5 1,52 10 113,9316 1021,35 1092,405 0,93495544

Data diolah sehingga didapatkan persamaan regresi dengan nilai R hitung 0,9952
yang lebih besar dari R tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang
linear antara konsentrasi baku kerja dan rasio area.
Akurasi dan presisi diukur dengan cara membuat formula simulasi 100% dari
kadar etanol pada etiket sampel yaitu 19,7% dan dilakukan pengenceran, kemudian
diinjeksikan berulang sebanyak 6x untuk menentukan % Recovery yang diperoleh.
Luas
Luas C C
Area
Rep Area Rasio pengamatan teoritis % Recovery
Standar
Etanol (ppm) (ppm)
Internal
1 620,344 696,24 0,8909916 78,7277 165,48 47,5753816
2 620,532 700,25 0,8861578 75,5052 165,48 45,6279916
3 620,62 700,346 0,886162 75,508 165,48 45,6296764
4 620,592 700,332 0,8861397 75,4931 165,48 45,6207061
5 620,645 700,42 0,8861041 75,4694 165,48 45,6063379
6 620,498 698,35 0,8885201 77,0801 165,48 46,5796806
Rata-rata % Recovery 46,106629
  Standar Deviasi 0,8153529
% KV 1,76840709

Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan hasil rata-rata % Recovery yaitu


46,106629% dengan nilai % KV sebesar 1,76840709% yang memenuhi persyaratan yaitu
kurang dari 2%. Dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan akurat dan presisi.
Penetapan kadar sampel dilakukan menggunakan metode yang telah tervalidasi
dengan replikasi sebanyak 3x. Hasil penetapan kadar adalah sebagai berikut :

Luas Luas Area C % Kadar


C Teoritis
Rep Area Standar Rasio Pengamatan (dari kadar
(ppm)
Etanol Internal (ppm) etiket 19,7%)

605,62
1 689,22 0,87871 70,5395 165,48 42,6272
4
2 605,84 689,324 0,87889 70,66 165,48 42,7
605,54
3 689,18 0,87865 70,4981 165,48 42,6022
6
% v/v Kadar Etanol dalam sampel Rata-rata % Kadar 42,6431
= 19,7% v/v x (42,6431 / 100) Standar Deviasi 0,05085
= 8,4006% v/v  %KV 0,11924
Hasil menunjukkan tidak ada data yang menyimpang terlalu jauh karena nilai
%KV kurang dari 2%. Hasil rata-rata % kadar etanol dalam sampel yaitu 8,4006% v/v dan
tidak memenuhi persyaratan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman
Beralkohol untuk kategori pangan arak yaitu kadar etanol tidak kurang dari 30% v/v.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, NP Widya, N. M. Suaniti, And I. G. Mustika. "Validasi Metode Dalam


Penentuan Kadar Etanol Pada Arak Dengan Menggunakan Kromatografi Gas
Detektor Ionisasi
Nyala." Jurnal Kimia P-ISSN 9850 (1907): 128-123.

Hendrayana, S. 2006. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi Dan Elektroforesis Modern.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Jos, B. 2002. Peningkatan Mutu Heavy Gas Oil (HGO) Secara Ekstraksi Cair-Cair
Dengan Solven Dimethylsulfoxide (DMSO). Reaktor Chemical Engineering
Journal, 6(2): 92- 95.

Lestari, I. 2015. Pengaruh Penambahan Susu, Madu, Minuman Bersoda Dan Minuman
Energi Terhadap Kadar Alkohol Pada Minuman Keras. Jurnal Kesehatan Prima,
9(1): 1383-1390.

Li, H., Zhan, H., Fu, S., Liu, M., & Chai, X. S. 2007. Rapid Determination Of
Methanol In Black Liquors By Full Evaporation Headspace Gas
Chromatography. Journal Of Chromatography A, 16(4): 133–136.

Logan, Barry Kerr. 2014. Alcohol Content Of Beer And Malt Beverages Alcohol
Content Of Beer And Malt Beverages : Forensic Considerations.

Lopez, R., M. Aznar, J. Cacho, & V. Ferreira. 2002. Determination Of Minor And
Trace Volatile Compounds In Wine By Solid-Phase Extraction And Gas
Chromatography With Mass Spectrometric Detection. Journal Of
Chromatography A, 9(6): 167-177.

Anda mungkin juga menyukai