SKRIPSI
OLEH:
Rutlin Valentina Silaban
NIM 121524148
SKRIPSI
OLEH:
RUTLIN VALENTINA SILABAN
NIM 121524148
PENGESAHAN SKRIPSI
OLEH:
RUTLIN VALENTINA SILABAN
NIM 121524148
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.
NIP 195006071979031001 NIP 195504241983031003
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
Oil (VCO) menggunakan Emulgator Tween 80 dan Gom arab”. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.,
kepada Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App.Sc.,
arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Karsono, Apt.,
Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Dra. Azizah Nasution, M.Sc.,
Ph.D., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam
penyusunan skripsi ini serta kepada Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.
pendidikan. Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang
penelitian.
iv
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan
tak terhingga kepada Ayahanda J. Silaban dan Ibunda M. Munte (Alm) yang tiada
tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada kakak dan adik-adikku tersayang,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.
ABSTRAK
Latar belakang: Saat ini virgin coconut oil (VCO) dikonsumsi sebagai makanan
fungsional ataupun suplemen yang diminum secara langsung, tetapi VCO
memiliki rasa yang tidak enak sehingga kurang dapat diterima oleh konsumen.
Oleh karena itu, VCO perlu diformulasi menjadi bentuk emulsi supaya lebih dapat
diterima konsumen.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuat VCO dan membuat emulsi
VCO.
Kata kunci: VCO, Emulsi, Tween 80, Gom arab, Stabilitas fisik
PREPARATION AND IN VITRO EVALUATION
OF VIRGIN COCONUT OIL EMULSION USING
TWEEN 80 AND ACACIA GUMS AS EMULSIFYING AGENTS
ABSTRACT
Objective: The objective of this study was to prepared VCO and VCO emulsion.
Results: The result showed that VCO characteristics obtained i.e, the water
content was 0.0333%, acid number was 0.1389, density was 0.9072, and oil
content was 40.82%. The observation of VCO emulsion stability use Tween 80
with 1% consentration showed the most stable emulsion because the organoleptic
of the emulsion was unchanged, has a less creaming, highest viscosity, more
easily to redispers, and has the smallest particle size. The pH of emulsions 3.4 –
3.7 and type of emulsion was o/w.
Conclusion: This study suggests that the higher the concentration of Tween 80
the more stable of emulsion.
Halaman
JUDUL .............................................................................................. i
ABSTRAK ........................................................................................ v
ABSTRACT ...................................................................................... vi
LAMPIRAN ...................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Kadar air, bilangan asam dan bobot jenis VCO ........................... 39
Lampiran Halaman
ABSTRAK
Latar belakang: Saat ini virgin coconut oil (VCO) dikonsumsi sebagai makanan
fungsional ataupun suplemen yang diminum secara langsung, tetapi VCO
memiliki rasa yang tidak enak sehingga kurang dapat diterima oleh konsumen.
Oleh karena itu, VCO perlu diformulasi menjadi bentuk emulsi supaya lebih dapat
diterima konsumen.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuat VCO dan membuat emulsi
VCO.
Kata kunci: VCO, Emulsi, Tween 80, Gom arab, Stabilitas fisik
vi
PREPARATION AND IN VITRO EVALUATION
OF VIRGIN COCONUT OIL EMULSION USING
TWEEN 80 AND ACACIA GUMS AS EMULSIFYING AGENTS
ABSTRACT
Objective: The objective of this study was to prepared VCO and VCO emulsion.
Results: The result showed that VCO characteristics obtained i.e, the water
content was 0.0333%, acid number was 0.1389, density was 0.9072, and oil
content was 40.82%. The observation of VCO emulsion stability use Tween 80
with 1% consentration showed the most stable emulsion because the organoleptic
of the emulsion was unchanged, has a less creaming, highest viscosity, more
easily to redispers, and has the smallest particle size. The pH of emulsions 3.4 –
3.7 and type of emulsion was o/w.
Conclusion: This study suggests that the higher the concentration of Tween 80
the more stable of emulsion.
PENDAHULUAN
Salah satu produk yang dapat dihasilkan dari daging buah kelapa yang
sudah tua tetapi masih segar adalah Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak
kelapa murni. VCO merupakan salah satu minyak yang memiliki banyak manfaat
dalam bidang industri farmasi maupun kesehatan. Dalam dunia industri farmasi
sebagai makanan fungsional. Itulah sebabnya saat ini permintaan VCO terus
meningkat baik di dalam maupun di luar negeri (Mentawai, 2005; Nevin dan
Rajamohan, 2004).
emulsi santan. Aktifitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, enzim, suhu,
protein ini mengakibatkan membran tipis pelapis emulsi pecah dan minyak dapat
1
VCO termasuk lemak jenuh, tetapi asam lemak jenuh di dalamnya adalah
asam lemak jenuh rantai sedang (MCT) lebih dari 80%, asam lemak rantai pendek
sekitar 10%, dan hanya sedikit asam lemak jenuh rantai panjang seperti asam
palmitat (5%). VCO yang termasuk asam lemak jenuh rantai sedang, di dalam
mulut dan lambung akan mudah dihidrolisis menjadi asam lemak rantai pendek
dan sedang, tidak bersifat aterogenik, karena dengan cepat dicerna dan diserap
melalui vena porta ke hati dan segera dioksidasi menjadi energi. Oleh karena itu
yang demikian ini VCO tidak memicu aterosklerosis (tidak bersifat aterogenik)
dan bersifat protektif terhadap resiko penyakit jantung koroner (PJK), mencegah
diabetes, infeksi dan bersifat menghambat virus HIV/AIDS (Gopala, et al., 2010;
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
terdiri atas sedikitnya dua fase cair taktercampurkan, salah satunya terdispersi
sebagai globul (fase terdispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinu); emulsi
distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi. Untuk emulsi yang diberikan secara
oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus
dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan
sebenarnya minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan
pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai
atau kombinasi. Tween 80 dan gom arab merupakan emulgator yang memiliki
keseimbangan lipofilik dan hidrofilik bersifat tidak toksik, tidak iritatif dan
memiliki potensi yang rendah untuk menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
Kombinasi emulgator Tween 80 dan gom arab mampu membentuk emulsi minyak
dalam air (Rowe, et al., 2009; Yaghmur, et al., 2002; Campo, et al., 2004).
Span 80 dan Tween 40 yang telah dilakukan oleh Syukri (2008) memberikan
emulsi yang kurang stabil. Volume pemisahan fase pada suhu kamar, suhu 40 0C
manfaatnya bagi kesehatan, maka semakin banyak pula masyarakat yang tertarik
sebagai suplemen untuk menjaga ketahanan tubuh. Rasa minyak dan sedikit asam
dari VCO menyebabkan rasa VCO kurang dapat diterima konsumen (Villarino
dan Lizada, 2007). Oleh karena itu perlu pengolahan VCO menjadi produk olahan
yang dapat meningkatkan cita rasa, tanpa mengurangi peran fungsionalnya. Salah
satu upaya tersebut adalah pengolahan VCO dalam bentuk emulsi supaya lebih
dapat diterima konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk membuat VCO dan
yang baik?
b. Apakah Tween 80 dan gom arab dapat digunakan sebagai emulgator untuk
1.3 Hipotesis
memenuhi standart.
waktu tertentu.
Kerangka pikir atau road map penelitian ini adalah tertera pada Gambar
1.1.
VCO
bermanfaat Membuat 1. pH
sebagai sediaan 2. Tipe emulsi
makanan emulsi Konsentrasi Stabilitas 3. Viskositas
fungsional VCO yang Tween 80 4. Pengamatan
tetapi VCO lebih (0,25%, sediaan
acceptable creaming
mempunyai 0,5%,
rasa menggunak 0,75%, 1%) emulsi 5. Redispersibilitas
an 6. Ukuran partikel
tidak enak emulgator dan distribusi
sehingga gom partikel
kurang
acceptable
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak kelapa yang dikenal dengan minyak kalentik dan dulu banyak
dipasaran. Minyak kelapa pada umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu
minyak kelapa komersial yang telah di Refined, Deodorized, Bleached (RBD) dan
minyak kelapa murni. Minyak kelapa komersial terbuat dari kopra (daging kelapa
yang dijemur dibawah sinar matahari). Sesuai kondisinya, bahan ini relatif kotor
dan mengandung bahan asing yang mempengaruhi hasil akhirnya. Bahan asing ini
biasa berupa jamur, tanah, sampah dan kotoran lainnya. Minyak kelapa murni
dibuat dari buah kelapa segar diproses dengan pemanasan sekitar 60-700C
dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan baku serta proses pembuatan (Gani, et
al., 2005). Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat
Tabel 2.1 Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Analisis (dalam 100 g) Buah muda Buah setengah muda Buah tua
Kalori (kal) 68,0 180,0 359,0
Protein (g) 1,0 4,0 3,4
Lemak (g) 0,9 13,09 34,7
Karbohidart (g) 14,0 10,0 14,0
Kalsium (mg) 17,0 8,0 21,0
Fosfor (mg) 30,0 35,0 21,0
Besi (mg) 1,0 1,3 2,0
Vitamin A (IU) 0,0 10,0 0,0
Thiamin (mg) 0,0 0,5 0,1
Asam askorbat (mg) 4,0 4,0 2,0
Air (g) 83,3 70,0 46,9
(Sutarmi dan Rozaline, 2005).
2.2 Virgin Coconut Oil
Virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa murni adalah minyak kelapa
yang diperoleh dari kelapa yang sudah tua tanpa pemanasan tinggi, tanpa bahan
kimia apapun, diproses dengan cara sederhana sehingga diperoleh minyak kelapa
murni yang berkulitas tinggi. Keunggulan dari minyak ini menurut SNI adalah
bau kelapa segar, tidak tengik, rasa normal, khas kelapa dan tidak berwarna.
Minyak kelapa murni merupakan bentuk olahan daging kelapa yang baru-baru ini
banyak diproduksi orang. Di beberapa daerah, VCO lebih terkenal dengan nama
minyak perawan, minyak sara, atau minyak kelapa murni (Setiaji dan Prayugo,
2006).
VCO mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan
samping itu ternyata kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi
penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006).
Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam
lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam
laurat. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat.
Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang yang biasa disebut Medium
Chain Fatty Acid (MCFA). Komposisi kandungan asam lemak VCO dapat dilihat
a. Fermentasi
fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan
dalam fermentasi adalah Acetobacter aceti pada pembuatan nata decoco. Contoh
lipase yang dapat menghidrolisis minyak dengan didukung oleh kadar air yang
dengan air lalu diperas. Santan yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah dan
didiamkan selama 1 jam sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu krim santan pada
bagian atas dan air pada bagian bawah. Kemudian krim santan difermentasi
dengan menambah ragi tempe dengan perbandingan 5:1 (5 bagian krim santan dan
yaitu lapisan minyak paling atas, lapisan tengah berupa protein dan lapisan paling
coconut oil (VCO) yaitu mikroba dari ragi tempe dalam emulsi menghasilkan
enzim, antara lain enzim protease. Enzim protease ini memutus rantai-rantai
peptida dari protein berat molekul tinggi menjadi molekul-molekul sederhana dan
akhirnya menjadi peptida-peptida dan asam amino yang tidak berperan lagi
sebagai emulgator dalam santan kelapa sehingga antara minyak dan air memisah.
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa dengan adanya aktivitas mikroba
tersebut dihasilkan asam sehingga akan menurunkan pH. Pada pH tertentu akan
dicapai titik isoeletrik dari protein. Protein akan menggumpal sehingga mudah
b. Pemanasan Bertahap
Cara pembuatan dengan metode ini sama dengan cara pembuatan dengan
cara tradisional, yang berbeda terletak pada suhu pemanasan. Dimana, pada
pemanasan bertahap suhu yang digunakan sekitar 60 - 75⁰ C. Bila suhu mendekati
angka 75⁰ C matikan api dan bila suhu mendekati angka 60⁰C nyalakan lagi api.
Pada tahap awal, kelapa diparut, lalu dibuat santan. Krim yang diperoleh
dipisahkan dari air, kemudian dipanaskan sampai terbentuk minyak dan blondo.
pembuatan santan sama dengan yang di atas. Masukkan krim santan kedalam alat
sentrifuse. Kemudian nyalakan alat sentrifuse lalu atur pada kecepatan putaran
20.000 rpm dan waktu pada angka 15 menit. Ambil tabung dimana di dalam
tabung terbentuk 3 lapisan. Ambil bagian VCO dengan menggunakan pipet tetes
e. Pancingan
Cara pembuatan santan sama dengan cara diatas. Diamkan santan sampai
terbentuk krim dan air. Krim tersebut dicampur dengan minyak pancingan dengan
perbandingan 1:3 sambil terus diaduk hingga rata, lalu diamkan 7 – 8 jam sampai
terbentuk minyak, blondo dan air. Ambil VCO dengan sendok. (Darmoyuwono,
VCO mutunya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: kadar air,
Kadar air adalah jumlah (dalam %) bahan yang menguap pada pemanasan
dengan suhu dan waktu tertentu. Jika dalam minyak terdapat air maka akan
rasa dan bau tengik pada minyak. Penentuan kadar air dengan cara memanaskan
sampel dalam oven T=1050C selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator
menetralkan asam-asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau
lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas
yang terdapat dalam minyak atau lemak. Untuk penetapan bilangan asam dapat
dilakukan dengan cara ditimbang 5 gram minyak atau lemak ke dalam erlenmeyer
dalam penangas air. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan
(Ketaren, 2005).
Keterangan:
BM KOH = 56,1
2.5.3 Berat jenis
massa (g) dengan volume (ml) (Bangun, 2013). Cara ini dapat digunakan untuk
semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan
ini adalah piknometer. Standar APCC (Asian Pacific Coconut Community) berat
jenis yaitu sebesar 0,915 - 0,920. Berat jenis dapat dihitung dengan menggunakan
karena itu minyak kelapa murni bersifat protektif terhadap resiko penyakit jantung
a. Melindungi Jantung
Minyak kelapa yang termasuk MCT, di dalam mulut dan lambung akan
mudah terhidrolisis menjadi asam lemak rantai pendek dan sedang, tidak bersifat
atherogenik, karena dengan cepat dicerna dan diserap melalui vena porta ke hati
dan segera dioksidasi menjadi energi. Minyak kelapa sangat mudah dicerna dan
diserap dan cepat dimetabolisir dihati, tidak berada dalam sirkulasi darah. Jadi
minyak kelapa hampir tidak ada diubah menjadi lemak didalam tubuh dan tidak
arteri. Sebaliknya minyak kelapa akan meningkatkan kolesterol yang baik yakni
high density lipoprotein (HDL), tidak menaikkan kolesterol jahat LDL, sehingga
rasio LDL/HDL menurun, mengarah kepada yang menguntungkan dan berarti
dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner (Gopala, et al., 2010; Silalahi
tetapi digliserida dan trigliserida tidak. Asam lemak yang paling aktif adalah asam
mencairkan dan merusak struktur lapisan selaput lipida pada virus dan lipida pada
merusak DNA dan RNA virus yang dilapisi oleh lipida. Monolaurin mampu
menghambat virus herpes, influenza (Lieberman, et al., 2006; Wang dan Johnson,
1992).
c. Mencegah Diabetes
gula darah melebihi kadar normal. Hormon insulin diproduksi oleh kelenjar
energi atau bahan bakar. Asam lemak rantai sedang (MCT) dari minyak kelapa
cepat sampai dihati dan masuk kedalam sel tanpa bantuan insulin, kemudian
diproses menjadi energi. Asam lemak dari minyak kelapa juga mengikutkan
sebagian lemak dari tubuh untuk dioksidasi menjadi energi sehingga laju
2010).
Air susu ibu (ASI) biasanya mengandung asam laurat yang rendah sekitar
6%. Ibu yang menyusui mengonsumsi minyak kelapa dapat menaikkan asam
laurat sampai tiga kali lipat dan kaprat dua kali lipat di dalam ASI. Asam lemak
rantai sedang di dalam ASI lebih mudah dicerna dan diserap walaupun sistem
pencernaan bayi yang belum sempurna. Asam lemak rantai sedang di dalam
minyak kelapa mudah digunakan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk
pertumbuhan yang baik, meningkatkan berat bayi yang dilahirkan dengan berat
badan yang rendah. Pertambahan berat badan yang lebih cepat bukan karena
dalam bentuk kapsul lunak (softcapsule). Secara teknis VCO memang bisa
produk dengan softcapsule supaya bahan aktifnya lebih mudah diserap ke dalam
tubuh karena berbentuk larutan, suspensi, atau emulsi jika dibandingkan dengan
sediaan lain dalam bentuk puyer, tablet, kaplet maupun kapsul. Namun, untuk
produk yang sudah dalam bentuk cairan seperti VCO, tujuan utama ini tidak
dalam tubuh. Kelemahan lainnya adalah harganya yang relatif lebih mahal
Lebih cocok bagi mereka yang tidak menyukai rasa dan bau minyak
kelapa.
Sediaan yang ada di pasaran yaitu: Cosvoil (PT. Cocos Coconut), Laurico (PT.
Virgin Coconut Oil (VCO) telah banyak diproduksi dan beredar dipasaran
dalam bentuk sediaan sirup, namun sediaan yang ada memberikan aroma yang
tidak baik dan rasa yang tidak enak. Sediaan yang ada dipasaran yaitu: camBIL
(PT. Olah Ragam kokonat), VCO SM (CV. Rumah Obat Alami), AVCOL (PT.
Ikot Alfisalam VCO), Naturecon (PT. Kasendra), Extravo 234 (UD. Taman Tirta
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
terdiri atas sedikitnya dua fase cair taktercampurkan, salah satunya terdispersi
sebagai globul (fase terdispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinu); emulsi
distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi (Friberg, 1997; Martin, et al., 2011;
emulsi a/m, emulsi m/a/m dan emulsi a/m/a (Florence dan Attwood, 2006;
Jika fase minyak didispersikan sebagai globul dalam fase kontinu berair,
Jika fase minyak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikatakan sebagai
Gambar 2.1 Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m
(Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010;
Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
a. Metode pewarnaan
Jenis emulsi ditentukan dengan penambahan zat warna yang larut dalam
air, seperti metilen biru dapat diteteskan pada permukaan emulsi. Jika air
merupakan fase eksternal (m/a), bahan pewarna akan terlarut dan berdifusi merata
dalam air. Jika emulsi bertipe a/m, partikel-partikel bahan pewarna akan
Jika emulsi tercampur bebas dengan air, emulsi bertipe m/a, sedangkan
bila tidak, jenis emulsi adalah emulsi a/m (Martin, et al., 2011).
listrik eksternal dan dicelupkan dalam emulsi. Jika fase eksternalnya air, arus
listrik akan mengalir dalam emulsi dan dapat menggerakkan jarum voltmeter atau
menyebabkan lampu dalam sirkuit menyala. Jika fase kontinunya minyak, emulsi
1994).
Tujuan emulsi adalah untuk membuat suatu sediaan yang stabil dan rata
dari dua cairan yang tidak dapat bercampur, untuk pemberian obat yang
mempunyai rasa lebih enak, serta memudahkan absorpsi obat (Ansel, 1989).
pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling
bercampur:
a. Adsorpsi Monomolekuler
Tetesan terdispersi dilapisi oleh suatu lapisan tunggal koheren yang membantu
mencegah penggabungan antara dua tetesan ketika satu sama lain mendekat.
kembali dengan cepat jika pecah atau terganggu (Martin, et al., 2011;
digunakan daripada pengemulsi zat tunggal dalam pembuatan emulsi. Pada tahun
pengemulsi hidrofilik terutama dalam fase air dan bahan hidrofobik dalam fase
minyak untuk membentuk suatu selaput kompleks pada antarmuka. Tiga
yang sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol tidak membentuk selaput
yang terkondensasi atau tersusun rapat Gambar 2.2b, dan karenanya, kombinasi
keduanya menghasilkan emulsi yang tidak baik. Pada Gambar 2.2c, setil alkohol
menghasilkan emulsi m/a atau a/m yang diinginkan. Boyd dkk membahas
berada dalam globul minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Kepala
dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Rantai
rantai-rantai Span 80, dan orientasi ini menghasilkan tarik-menarik van der Waals
yang efektif. Dengan cara ini , selaput antarmuka diperkuat dan stabilitas emulsi
merupakan suatu pengemulsi, bahan pembasah, detergen, atau bahan pelarut dapat
b. Adsorpsi Multimolekuler
Koloid ini dapat dianggap sebagai aktif permukaan karena tampak pada
antarmuka minyak-air. Namun, koloid ini berbeda dari bahan aktif permukaan
sintetis, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan antarmuka yang berarti dan
terutama disebabkan oleh efek yang kedua karena selaput yang terbentuk kuat dan
Partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi hingga derajat tertentu oleh
minyak dan air dapat bekerja sebagai bahan pengemulsi. Hal ini disebabkan
dengan air membentuk emulsi m/a, sedangkan yang lebih mudah dibasahi dengan
Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi per oral dan injeksi intravena.
Suatu emulsi o/w merupakan suatu cara pemberian oral yang baik untuk cairan-
cairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase terdispers mempunyai fase
yang tidak enak. Senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin, diabsorpsi
lebih sempurna jika diemulsikan daripada jika diberikan per oral dalam suatu
larutan berminyak. Penggunaan emulsi intravena telah diteliti sebagai suatu cara
untuk merawat pasien lemah yang tidak bisa menerima obat-obat yang diberikan
secara oral (Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010; Martin, et al.,
kosmetik untuk penggunaan luar, khususnya pada losion dan krim dermatologi
dan kosmetik karena produk yang diinginkan adalah produk yang mudah
menyebar dan benar-benar menutupi area yang dioleskan. Produk tersebut kini
dapat diformulasi menjadi produk yang dapat dibersihkan dengan air dan tidak
Emulsi dapat dibuat dengan beberapa metode, yaitu metode gom kering,
Metode ini juga dikenal sebagai metode 4:2:1 karena untuk tiap 4 bagian
minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom ditambahkan untuk membuat emulsi
utama atau emulsi awal. Dalam metode ini gom atau zat pengemulsi m/a lainnya
seluruhnya bercampur. Sesudah minyak dan gom dicampur, dua bagian air
dan dengan cepat serta terus-menerus sampai emulsi utama terbentuk berwarna
menghasilkan emulsi utama seperti itu. Bahan formulatif cair lainnya yang larut
dalam fase luar kemudian bisa ditambahkan ke emulsi utama tersebut dengan
pengadukan. Zat padat seperti pengawet, penstabil, zat warna, dan bahan pemberi
rasa biasanya dilarutkan dalam air dengan volume yang sesuai dan ditambahkan
stamper, ahli farmasi umumnya dapat membuat emulsi yang baik sekali dengan
menggunakan metode gom kering dan mikser atau blender listrik (Ansel, 1989).
Mucilago gom dibuat dengan menghaluskan gom arab dengan air dua kali
Campuran tersebut haruslah kental selama proses itu, penambahan air bisa
c. Metode Botol
dimasukkan ke dalam suatu botol kering, ditambahkan dua bagian air kemudian
campuran tersebut dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup. Suatu volume air
yang sama dengan minyak kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
terus mengocok campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air
mencapai volume yang tepat dengan air atau larutan zat formulatif lain dalam air
(Ansel, 1989).
pembuatan suatu emulsi yang stabil. Agar berguna dalam preparat farmasi, zat
zat terapeutik, tidak toksik dalam jumlah yang digunakan, serta mempunyai bau,
a. Golongan karbohidrat, seperti gom, tragakan, agar, dan pektin. Bahan-bahan ini
zat pengental dan penstabil untuk emulsi m/a dari lotio dan salep tertentu yang
e. Golongan zat padat terbagi halus, seperti bentonit, magnesium hidroksida, dan
alumunium hidroksid yang diadsorpsi pada antarmuka antara dua fase cair
2.8.7.1 Tween 80
berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan
etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 secara luas digunakan dalam
produk kosmetik dan makanan. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai: zat
Sudan dan Senegal. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding
hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum
arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan
mencegah kristalisasi gula. Gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum
berkisar 4,5 – 5,0. Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan
viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan
panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu
hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau
kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk
membentuk tipe emulsi. Suatu metode telah dipikirkan di mana zat pengemulsi
dan zat aktif permukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai
mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas dari zat tersebut.
Walaupun angka tersebut telah ditentukan sampai kira-kira 40, kisaran lazimnya
antara 1 dan 20. Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih
besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan lebih lipofilik. Umumnya zat
aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6
dan menghasilkan emulsi air dalam minyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai
Aktivitas HLB
Antibusa 1 sampai 3
Pengemulsi (a/m) 3 sampai 6
Zat pembasah 7 sampai 9
Pengemulsi (m/a) 8 sampai 18
Pelarut 15 sampai 20
Detergen 13 sampai 15
(Kulshreshtha, et al., 2010).
a. Pengkriman
dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih
banyak daripada lapisan yang lain dibandingkan keadaan emulsi awal. Faktor-
faktor yang penting dalam pengkriman suatu emulsi dihubungkan oleh hukum
fase terdispersi lebih kecil dari fase kontinu, yang umumnya terjadi pada emulsi
m/a, kecepatan sedimentasi menjadi negatif, yaitu terjadi pengkriman ke atas. Jika
fase internal lebih berat daripada fase eksternal, globul akan mengendap. Ini
merupakan suatu fenomena yang biasa terjadi pada emulsi a/m, yaitu fase internal
cair, memiliki densitas lebih besar daripada fase kontinu (minyak). Efek ini dapat
kedua fase, semakin besar globul minyak, dan semakin berkurang kekentalan fase
b. Pemecahan
mensuspensikan globul kembali dalam bentuk emulsi yang stabil karena selaput
yang melapisi partikel telah rusak dan minyak cenderung menyatu (Martin, et al.,
2011).
c. Inversi
Inversi adalah peristiwa berubahnya jenis emulsi dari m/a menjadi a/m
atau sebaliknya. Suatu emulsi o/w yang distabilkan dengan natrium stearat dapat
emulgator Span 80 (20%, 15%, 10%) dan Tween 40 0,1% diperoleh emulsi yang
kurang stabil. Volume pemisahan fase pada suhu kamar, suhu 400C dan
konsentrasi Span 80 (20%, 15%, 10%) pada Tween 40 0,1% sebagai emulgator
dan CMC (0,25%) dapat membentuk emulsi minyak buah merah yang stabil
selama lima hari. Konsentrasi pengemulsi berpengaruh terhadap rasio minyak dan
air untuk menghasilkan kekentalan dan daya alir emulsi minyak buah merah yang
baik. CMC menghasilkan kestabilan emulsi minyak buah merah terbaik dengan
nilai viskositas tertingi, persentase pemisahan emulsi terendah dan stabil selama
penyimpanan.
arab (10%, 12,5% dan 15%) dalam sediaan emulsi minyak buah merah. Ketiga
formula emulsi minyak buah merah dengan variasi jumlah gom arab masing-
masing 10, 12,5 dan 15% relatif stabil selama penyimpanan. Formula dengan gom
arab 15% merupakan formula yang paling stabil berdasarkan uji stabilitas.
Stabilitas fisik yang diuji terhadap beberapa minyak dapat dilihat dalam Tabel 2.4.
Keterangan:
a : (Syukri, et al., 2008)
b : (Murtiningrum, et al., 2013)
c : (Febrina, et al., 2007)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
pengaruh variasi konsentrasi Tween 80 yang dikombinasi dengan gom arab dalam
berat jenis, kadar air, bilangan asam, rendemen minyak dari VCO, uji pH, uji tipe
ukuran partikel dan distribusi partikel emulsi VCO. Penelitian ini dilaksanakan di
3.2 Alat-alat
(Fisher Isotem 500 Series), desikator, labu ukur (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex),
buret (Pyrex), klaim, statif, gelas ukur (Pyrex), pipet tetes, piknometer (Pyrex),
corong pisah (Interkey), batang pengaduk, spatel, lumpang, stamfer, objek gelas
brookfield.
3.3 Bahan-bahan
yang ditandai oleh sabut yang berwarna kecoklatan, ragi tempe (PT. Aneka
Fermentasi Industri), KOH (Merck), fenoftalein (Merck), etanol 95%, gom arab
(Merck), Tween 80 (Merck), sukrosa, nipagin (Merck), butil hidroksi toluen
(Merck), aquadest.
Empat buah kelapa diparut dan diperoleh berat 2 kg kelapa parut lalu
dengan 2 liter air, kemudian diperas dan disaring untuk memperoleh santan.
jam hingga terbentuk 2 lapisan, lapisan atas yaitu krim santan dan lapisan bawah
yaitu air. Krim santan diambil dan diperolah sebanyak 1 liter. Selanjutnya
ditambahkan ragi tempe dengan perbandingan 5:1 artinya 1000 ml krim santan
dan 200 g ragi tempe. Kemudian diaduk, dimasukkan kedalam corong pisah,
didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar, sesudah pendiaman terbentuk tiga
lapisan yaitu lapisan atas (minyak), lapisan tengah (protein) dan lapisan bawah
yaitu lapisan minyak, protein, air dengan cara membuka krannya dan menampung
menit dengan kecepatan 2000 rpm untuk mendapat minyak yang baik (Cahyono
berikut:
Berat Minyak
Kadar minyak = x 100%
Berat Sampel
kedalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator
250 ml. Ditambahkan alkohol 95% sebanyak 50 ml lalu dipanaskan dan diaduk
dengan hot plate. Setelah dingin dititrasi dengan KOH 0,1 N menggunakan
Indonesia, 2008).
piknometer dan ditimbang kembali. Setelah itu direndam dalam waterbath pada
(Ketaren, 1986).
emulsi VCO, dibuat suatu basis emulsi dengan menggunakan beberapa emulgator
yang biasa digunakan diantaranya gom arab, CMC Na, Span 60, Tween 80 dan
selanjutnya.
Bahan (%) F1 F2 F3 F4 F5
VCO 25 25 25 25 25
Gom arab 20 - 20 - 20
Tween 80 - 1 1 1 -
Span 60 - - - 20 -
CMC Na - - - - 2
Akuades sampai 100 100 100 100 100
Cara Pembuatan:
Formula 1
sambil diaduk cepat sampai terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan air sampai
bersama Tween 80 yang telah dilarutkan dengan sedikit air diaduk sampai
terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan air sampai jumlah yang ditentukan (Ansel,
1989).
Formula 3
sambil diaduk cepat sampai terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan Tween 80
sedikit demi sedikit kemudian ditambahkan air sampai jumlah yang ditentukan
(Ansel, 1989).
Formula 4
sambil diaduk cepat sampai terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan Tween 80
sedikit demi sedikit kemudian ditambahkan air sampai jumlah yang ditentukan
(Ansel, 1989).
Formula 5
Gom digerus dengan air sebanyak 1,5 dari jumlah gom (massa 1). CMC
selama 20 menit kemudian gerus sampai terbentuk warna transparan (massa 2).
Didalam lumpang masukkan massa 1 dan massa 2 lalu gerus homogen kemudian
basis emulsi dengan menggunakan emulgator Tween 80 dan gom arab merupakan
basis emulsi kombinasi terbaik di antara keempat basis emulsi yang lain. Oleh
karena itu dibuat variasi konsentrasi Tween 80 0,25, 0,5, 0,75 dan 1% yang
dikombinasi dengan gom arab 20%, nipagin 0,1%, sukrosa 20%, butil hidroksi
toluen 0,1% (Rowe, et al., 2009). Formula emulsi VCO dapat dilihat pada Tabel
3.2.
Bahan (%) F1 F2 F3 F4 F5
VCO 25 25 25 25 25
Gom arab 20 20 20 20 20
Tween 80 - 0,25 0,5 0,75 1
Nipagin 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Sukrosa 20 20 20 20 20
Butil hidroksi toluen 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Akuades sampai 100 100 100 100 100
dalam minyak, diaduk hingga homogen, lalu ditambahkan air gerus cepat ringan
terbentuk, terakhir ditambahkan air sampai jumlah yang ditentukan (Ansel, 1989).
3.7 Evaluasi terhadap Sediaan
konsistensi, warna, rasa serta bau dari emulsi VCO secara visual (Ditjen POM,
1995).
3.7.2 Pengukuran pH
terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH
7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH
metilen biru pada permukaan emulsi. Jika air merupakan fase eksternal m/a, bahan
pewarna akan terlarut dan berdifusi merata dalam air. Jika emulsi bertipe a/m,
al., 2011).
layar dan dilakukan pemotretan dari slide yang sudah disiapkkan. Pada sistem ini
akan muncul ukuran partikel dalam bentuk pixel selanjutnya diubah kedalam
bentuk µm (1 pixel= 264, 58334 µm). Dari hasil pengamatan kemudian di plot
serta bau yang khas. Saat diminum VCO mempunyai rasa khas minyak nabati
serta rasa yang tidak enak sebab cairan berbentuk minyak ini tidak larut air
sehingga tetap meninggalkan bekas minyak di lidah yang menimbulkan rasa tidak
Hasil penelitian tentang pembuatan VCO dengan ragi tempe secara fermentasi
Tabel 4.1. Data kadar air, bilangan asam dan bobot jenis VCO
No Parameter Hasil
1 Kadar air 0,03%
2 Bilangan asam 0,1389%
3 Bobot Jenis 0,915
4 Rendemen Minyak 40,82%
Pada tabel diatas dapat dilihat hasil kadar air VCO dalam penelitian ini
memenuhi standar SNI yaitu maksimal 0,2%. Semakin besar kadar air dalam
minyak, maka minyak makin rentan mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan
dihasilkannya asam lemak bebas dalam reaksi hidrolisis. Penentuan kadar air
dalam minyak sangat penting dilakukan, karena adanya air dalam minyak
ragi roti untuk uji kualitas kadar air diperoleh sebesar 0,1193%.
standar SNI yaitu 0,2%. Semakin tinggi bilangan asam maka semakin rendah
tempe dan ragi roti untuk uji bilangan asam diperoleh sebesar 0,1373%.
Berat jenis VCO yang diperoleh dalam penelitian ini memenuhi standart
APCC (Asian Pacific Coconut Community) yaitu sebesar 0,915 - 0,920. Penelitian
yang dilakukan oleh Cahyono dan Untari (2009), untuk uji kualitas berat jenis
seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Hasil pengamatan basis emulsi dapat
F1 F2 F3 F4 F5
Pengamatan
Formula Warna Bau Sifat fisik
F1 Putih Kekuningan Khas Creaming, mudah didispersikan
kembali
F2 Putih Khas Creaming, agak sukar didispersikan
kembali
F3 Putih Khas Tidak memisah
F4 Putih Khas Creaming, sukar didispersikan
kembali
F5 Putih Khas Creaming, mudah dididpersikan
kembali
Keterangan:
F1 : Gom arab 20%
F2 : Tween 80 1%
F3 : Gom arab 20% dan Tween 80 1%
F4 : Span 60 20% dan Tween 80 1%
F5 : Gom arab 20% dan CMC Na 5%
konsistensi yang buruk karena pemisahannya sangat cepat (sejak hari pertama
agar terdispersi kembali. Basis emulsi F1 (gom arab), F2 (Tween 80), F5 (gom
arab dan CMC Na) menghasilkan emulsi yang lebih baik walaupun memisah
namun masih lebih mudah didispersikan kembali. Basis emulsi F3 (gom arab dan
Tween 80) merupakan basis yang terbaik di antara basis yang lain dengan warna
ikatan hidrogen dengan molekul air (Marchaban, 2005; Joshi, et al., 2012).
yang bermakna dari medium dispers. Karena zat pengemulsi itu membentuk
lapisan-lapisan multilayer sekeliling tetesan yang bersifat hidrofilik, maka zat ini
Tween 80 dan gom arab banyak digunakan secara luas dalam pembuatan
emulsi minyak-minyak lemak serta mempunyai sifat lebih mudah larut dalam air.
Oleh karena itu, berdasarkan sifat-sifat di atas serta hasil orientasi basis emulsi
maka emulgator kombinasi Tween 80 dengan gom arab dipilih untuk membuat
formula selanjutnya. Pada penelitian ini dipilih jenis emulsi minyak dalam air
Formula emulsi VCO yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 3.2. Jumlah
gom arab yang biasa digunakan dalam pembuatan emulsi adalah sebanyak 10 -
20% (Rowe, et al., 2009). Berdasarkan Rowe gom arab yang digunakan dalam
manis yang cukup pada sediaan emulsi. Bahan pengawet digunakan untuk
mencegah kerusakan pada sediaan emulsi yang dapat disebabkan oleh mikroba
ataupun oksidasi oleh udara. Pengawet yang digunakan untuk fase air yang
bekerja sebagai antimikroba yaitu nipagin, sedangkan untuk fase minyak biasanya
untuk fase air sebanyak 0,015% - 0,2%. BHT sebagai antioksidan untuk fase
minyak sebanyak 0,01% - 0,1%. (Rowe, et al., 2009). Nipagin dan BHT yang
digunakan dalam formula di atas adalah masing-masing 0,1%. Hasil emulsi VCO
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
4.3 Hasil Evaluasi Emulsi VCO
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
ck : cairan kental
mns : manis
kh : khas
p : putih
hm : homogen
ms : memisah (creaming)
Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan bahwa sediaan emulsi tidak
mengalami perubahan selama 8 minggu penyimpanan, baik dari segi bentuk, rasa,
bau, warna, tetapi dari segi konsistensinya sediaan formula 5 memisah pada 7
minggu penyimpanan dan formula yang lain lebih awal memisah. Hasil
pengamatan ini juga membuktikan bahwa zat - zat lain yang ditambahkan ke
baik satu sama lain. Warna sediaan emulsi antara formula yang satu dengan yang
lain sedikit berbeda sesuai dengan banyaknya penambahan Tween 80. Semakin
4.3.2 Pengukuran pH
Waktu pH
(minggu) F1 F2 F3 F4 F5
0 (Awal) 3,6 3,5 3,5 3,6 3,7
1 3,6 3,5 3,5 3,5 3,6
2 3,6 3,5 3,4 3,5 3,6
3 3,5 3,5 3,5 3,6 3,5
4 3,5 3,5 3,4 3,5 3,5
5 3,5 3,4 3,4 3,5 3,5
6 3,5 3,4 3,4 3,5 3,6
7 3,5 3,4 3,4 3,5 3,6
8 3,5 3,4 3,4 3,5 3,6
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa masing-masing formula emulsi memiliki pH
asam yaitu 3,4 – 3,7 selama 8 minggu penyimpanan. Ini dapat disebabkan karena
menjadi asam. Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh yang terdiri dari
± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat serta asam lemak tidak jenuh
pH ini dapat terjadi karena VCO dalam masing–masing formula terhidrolisis. Ini
terjadi karena dalam sediaan emulsi mengandung air yang dapat menyebabkan
VCO terhidrolisis sehingga mengeluarkan ion H+ yang lebih banyak dan membuat
Hasil untuk uji tipe emulsi dengan menambahkan metilen biru pada emulsi
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
Sediaan emulsi VCO yang dibuat mempunyai tipe emulsi m/a karena
metilen biru yang ditambahkan pada masing - masing formula terlarut dan
berdifusi merata dalam air. Tipe emulsi m/a yang diberikan secara oral memiliki
keuntungan mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung (Ansel, 1989). Data
penyimpanan tidak mengalami perubahan tipe emulsi (inversi) dari sediaan yang
Gambar 4.3 dan hasil pengukuran pada Tabel 4.6. yang menunjukkan bahwa
2 minggu
Setelah diredispersi
Gambar 4.3. Pembentukan creaming pada emulsi selama 8 minggu penyimpanan
Tabel 4.6. Pembentukan creaming pada emulsi selama 8 minggu penyimpanan
Waktu R
(minggu) F1 F2 F3 F4 F5
0 (Awal) - - - - -
1 0,46 - - - -
2 0,46 - - - -
3 0,46 - - - -
4 0,46 - - - -
5 0,46 - - - -
6 0,46 0,3 0,26 0.2 -
7 0,5 0,34 0,3 0,26 0,1
8 0,5 0,34 0,3 0,26 0,1
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
(-) : Tidak terjadi pemisahan fase
R : Perbandingan volume fase air terhadap volume total emulsi
Semakin tinggi kadar Tween 80, maka viskositas emulsi akan semakin tinggi
sehingga kecepatan pembentukan creaming semakin lambat dan emulsi semakin
creaming terkecil. Ini berarti formula 5 merupakan formula yang paling stabil
laju pemisahan fase terdispersi dari emulsi dapat dihubungkan dengan faktor-
faktor seperti ukuran partikel dari fase terdispersi, perbedaan dalam kerapatan
Span 80 dan Tween 40 pada pembuatan emulsi VCO, diperoleh creaming yang
Hasil pengukuran viskositas selama 8 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
240
Viskositas (Cps)
160
Formula 1
Formula 2
80 Formula 3
Formula 4
Formula 5
0
0 1 2 2 4 5 6 7
8
Waktu (minggu)
pendispersi dari suatu sistem emulsi. Semakin tinggi viskositas suatu emulsi,
et al., 2003).
viskositas sehingga dapat membentuk sistem emulsi yang lebih stabil. Viskositas
yang paling besar dimiliki oleh emulsi formula 5 yaitu Tween 80 1%. Pada awal
186 cps.
penurunan stabilitas emulsi VCO. Hal ini karena pada viskositas yang rendah,
sehingga peluang terjadinya tabrakan antara sesama droplet semakin tinggi dan
droplet akan cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan
menggumpal.
sari buah semakin menurun yang disebabkan oleh terputusnya molekul Tween 80
dengan ikatan hidrogen yang mengikat air. Efektivitas Tween 80 dan gom arab
terhadap reaksi hidrolisis yang menyebabkan degradasi Tween 80 dan gom arab.
Selain itu beberapa mikroba dapat menghasilkan eksoenzim yang juga dapat
sediaan.
4.3.6 Redispersibilitas
Hasil uji redispersibilitas dapat dilihat pada Tabel 4.8. Pada Tabel dibawah
ini tampak bahwa sediaan selama 8 minggu penyimpanan semua sediaan emulsi
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
(-) : Tanpa pengocokan
1989).
Hasil pengamatan mikroskopik dari emulsi VCO yang dibuat pada variasi
konsentrasi Tween 80 dalam 20% gom arab ada pada Gambar 4.5 berikut.
0 (awal) 2 minggu 4 minggu
50 µm 100 µm 50 µm
6 minggu 8 minggu
50 µm 100 µm
Gambar 4.5a. Ukuran partikel F1 (tanpa Tween 80) perbesaran 40x10 selama 8
minggu
50 µm 100 µm 50 µm
6 minggu 8 minggu
50 µm 100 µm
Gambar 4.5b. Ukuran partikel F2 (Tween 80 0,25%) perbesaran 40x10 selama 8
minggu
50 µm 100 µm 50 µm
6 minggu 8 minggu
100 µm 50 µm
25 µm 50 µm 25 µm
6 minggu 8 minggu
50 µm
25 µm
Gambar 4.5d Ukuran partikel F4 (Tween 80 0,75%) perbesaran 40x10 selama 8
minggu
25 µm 50 µm 25 µm
6 minggu 8 minggu
50 µm 25 µm
Dari keseluruhan Gambar 4.4 dapat kita lihat bahwa ukuran partikel
Pengukuran partikel emulsi dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.6
bahwa perbedaan ukuran partikel antara emulsi yang satu dengan yang lainnya
serta perbedaan ukuran partikel tiap formula selama 8 minggu penyimpanan jauh
Keterangan:
F1 : Tween 80 0% dan gom arab 20%
F2 : Tween 80 0,25% dan gom arab 20%
F3 : Tween 80 0,5% dan gom arab 20%
F4 : Tween 80 0,75% dan gom arab 20%
F5 : Tween 80 1% dan gom arab 20%
60
Ukuran rata-rata partikel (µm)
50
40
Formula 1
30
Formula 2
20
Formula 3
10
Formula 4
0
02 4 6 8 Formula 5
Waktu (minggu)
yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin besar penambahan Tween 80,
maka akan semakin banyak globul minyak yang terbungkus oleh film
terdispersi yang semakin kecil menandakan produk emulsi yang semakin stabil
Tabel 4.10 dan Gambar 4.7 dibawah ini. Distribusi partikel terdispersi masing–
Tween 80.
memisah.
Tabel 4.10. Data distribusi partikel terdispersi
F3 13,2 200 13,2 160 13,2 100 13,2 140 13,2 120
19,8 120 19,8 100 19,8 160 19,8 110 19,8 100
26,4 80 26,4 40 26,4 80 26,4 30 26,4 50
39,6 28 39,6 36 39,6 12 39,6 25 39,6 30
52,8 8 52,8 64 52,8 3 52,8 70 52,8 50
66 4 66 10
79,2 8
92,4 8
140
Jumlah partikel per lapangan pandang
120
100
80 0 (Awal)
60 2 minggu
40 4 minggu
20 6 minggu
8 minggu
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Ukuran rata-rata partikel (µm)
160
Jumlah Partikel per lapangan pandang
140
120
100 0 (Awal)
80
2 minggu
60
4 minggu
40
20 6 minggu
0 8 minggu
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Ukuran rata-rata partikel (µm)
220
200
Jumlah Partikel per lapangan pandang
180
160
140 0 (Awal)
120
100 2 minggu
80
4 minggu
60
40 6 minggu
20
0 8 minggu
0 10 20 30 40 50 60 70
Ukuran rata-rata partikel (µm)
450
400
350 0 (Awal)
300
250 2 minggu
200
150 4 minggu
100 6 minggu
50
0 8 minggu
0 10 20 30 40 50
Ukuran rata-rata partikel (µm)
450
Jumlah partikel per lapangan pandang
400
Formula 1
350
300 Formula 2
250
Formula 3
200
150 Formula 4
100 Formula 5
50
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Ukuran rata-rata partikel terdispersi (µm)
1%) lebih stabil dimana jumlah partikel terdispersi paling banyak (400 per
lapangan pandang) dan ukuran partikel terdispersi paling kecil (40 µm).
4.1 Kesimpulan
yang memenuhi standart mutu yaitu kadar air 0,03%, bilangan asam
4.2 Saran
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:
UI-Press. Halaman 326 - 342.
APCC. (2008). APCC Standards for Virgin Coconut Oil. http://
www.apccsec.org/document/VCNO.PDF. (3 Oktober 2013).
Bawalan, D.D. (2011). Processing Manual for Virgin Coconot Oil, its Products
and By-Products for Pacific Island Countries and Territories. Secretariat
of the Pacific Community Noumea, New Caledonia. Halaman 32 - 34.
Cahyono., dan Untari, L. (2009). Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil dengan
fermentasi Menggunakan Starter Ragi Tempe. Semarang: Jurusan Teknik
Kimia, Universitas Diponegoro.
Campo, I., Yagmur, A., Garti, N., leser, M.E., Folmer, B dan Glatter, O. (2004).
Five componenr food-grade microemulsions: structural characterization by
SANS. Journal of Colloid Interface Science. 274(4): 251 - 267.
Darmoyuono, W. (2006). Gaya Hidup Sehat Dengan Virgin Coconut Oil. Jakarta:
Gramedia. Halaman 61.
Febrina, E., Gozalih, D., dan Rusdiana, T. (2007). Formulasi Sediaan Emulsi
Buah Merah sebagai Produk Antioksidan Alami. Bandung: Fakultas
Farmasi, Universitas Padjadjaran. Halaman 39 – 50.
Friberg, S.E. (1997). Emulsion Stability. Dalam: Food Emulsion, Friberg, S.E.
and K. Larrson (Eds). Marcel Dekker, New York. Halaman 1 - 4.
Gani, Z., Yuni., dan Dede. (2005). Bebas Segala Penyakit dengan VCO (Virgin
Coconut Oil). Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 1, 4.
Gopala, K.A.G., Raj. G., Bhatnagar, A.S., Prasanth, K.P.K., dan Chandrashekar,
P. (2010). Coconut Oil: Chemistry, Production and Its Applications. A
Review. Indian Coconut Journal. 7(2): 15 – 27.
Gupta, A., Malav, A., Singh, A., Gupta, M.K., Khinchi, M.P., Sharma, N., dan
Agrawal, D. (2010). Coconut Oil: The Healthiest Oil on Earth.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 1(6): 19-
26.
Hedge, B.M. (2006). Coconut Oil-Ideal fat next only to Mother’s Milk. J. Indian
Academy of Clinical Medicine. 7(1):16-19.
Joshi, H.C., Pandey, I.P., Kumar, A., Garg, N. (2012). A Study of Various Factors
Determining The Stability of Molecules. Advances in Pure and Appl
Chem. 1(1): 7 - 11.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press. Halaman 113.
Kim, H.J., Decker, E.A., dan Mcclements, D.J. (2003). Influence of Sucrose on
Droplet Flocculation in Hexadecane oil-in-water Emulsions Stablilized by
β-Lactoglobulin. Agriculture and Food Chemistry. 51(3): 766 – 772.
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. ( 1994). Teori dan Praktek
Farmasi Industri. Edisi ke III. Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman
760.
Lieberman, S., Enig, M.G., dan Preuss, H.G. (2006). A Review of Monolaurin and
Lauric Acid. Alternative and Complementary Therapies. 12(5): 310 – 312.
Martin, A., Sinko, P.J., dan Singh, Y. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. Edisi Keenam. London: Lippicott Williams dan
Wilkins. Halaman 600 – 609.
Mentawai, I. (2005). Ringkasan Manfaat Kesehatan Virgin Coconut Oil. http://
indo-coco.com/ (9 Februari 2005).
Nevin, K.G., dan Rajamohan, T. (2006). Virgin Coconut Oil Supplemented Diet
Increase the Antioxidant Status in Rats. Food Chem. 99: 260 – 266.
Rohman, A., Che Man, Y.B., dan Norviana, E. (2012). Analysis of Emulsifier in
Food Using Chromatograpic Techniques. J. Food Pharm Sci. 1(20): 1-6.
Rowe, R. C., Paul, J.S., dan Marian, E.Q. (2009). Handbook of Pharmaceuutical
Expients. Six edition. Pharmaceutical Press. London. Hal. 1, 75, 442, 550,
704.
Setiaji, B., dan Prayugo., S. (2006). Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Seri
Agriteknologi. Cetakan Kedua. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 43,
50, 55.
Silalahi, J., dan Nurbaya, S. (2011). Komposisi, Distribusi dan Sifat aterogenik
Asam Lemak di dalam Minyak Kelapa dan Kelapa Sawit. Majalah
Kedokteran Indonesia. 61(11): 456.
S.T. Mootoosingh, K., dan Rousseau, D. (2006). Emulsions for the Delivery of
Nutraceutical Lipids. Dalam: Nutraceutical and Specialty Lipids and their
Co-Product. USA: CRC Press. Halaman 50 – 56.
Subroto, A. (2006). VCO Dosis Tepat Taklukkan Penyakit. Cetakan Pertama.
Jakarta: Penebara Swadaya. Halaman 7.
Sukmadi, B., dan Nugroho, N.B. (2002). Kajian Penggunaan Inokulum Pada
Produksi Minyak Kelapa Secara Fermentasi. J Biosains Bioteknol Indones.
10(2): 12 - 17
Syukri, Y., Sari, F., dan Zahliyatul, S. (2009). Stabilitas Fisik Emulsi Ganda
Virgin Coconot Oil Menggunakan Emulgator Span 80 dan Tween 40.
Skripsi. Jakarta: Jurusan Farmasi FMIPA, Universitas Islam Indonesia.
Halaman 33 – 41.
Wardani, I.E. (2007). Uji Kualitas VCO Berdasarkan Cara Pembuatan dan Proses
Pengadukan Tanpa Pemancingan dan Proses Pengadukan dengan
Pemancingan. Skripsi. Fakultas MIPA UNS. Halaman 2.
Yagmur, A., Aserin, A., dan Garti, N. (2002). Phase behaviour of microemulsions
based on food-grade nonionic surfactants: effect of polyols and short chain
alcohols. Colloids and Surfaces A: Physicochemical Engineering Aspects.
209(7): 71 - 81
Lampiran 1. Flowsheet pembuatan VCO
Diparut
Ditimbang
3 lapisan
Minyak, protein dan air
VCO
Lampiran 2. Gambar proses pembuatan VCO sampai jadi emulsi VCO
Krim
Santan
Air
Santan dan
Ragi tempe
Minyak
Protein
Air
Minyak
Protein
Air
Lampiran 3. Flowsheet uji kualitas VCO
a. Kadar air
VCO
Ditimbang
Berat konstan
b. Berat Jenis
Piknometer
Ditimbang
Ditimbang kembali
Ditimbang
VCO
Ditimbang s ebanyak 5 g
Ditambahka n alkohol 95% 50 ml, dipanaskan dan diaduk dengan hot plate
Dititrasi den gan KOH 0,1 N menggunaka n indikator fenolftalein sampai warna
merah jamb u
Hasil akhir
Lampiran 4. Perhitungan rendemen minyak, berat jenis VCO
Kelapa = 4 buah
𝜌 = 𝑚⁄𝑣
0,9072= 𝑚�
900 𝑚𝑙
= 816, 48 g
(Berat Minyak)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑀𝑛𝑦𝑎𝑘 = x 100%
(Berat Sampel)
816, 48 g
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑀𝑛𝑦𝑎𝑘 = x 100%
2000 g
= 40, 824%
16,267 g − 11,731 g
𝐵𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑛𝑠 = 5 ml
= 0,9072 g / ml
Lampiran 5. Perhitungan kadar air dan bilangan asam VCO
5 g − 4,999 g
Kadar air = x 100%
5g
= 0,0333%
NKOH = 0,0946N
BM KOH = 56,1
M2 = 5,030
M3 = 5,027
V2 = 0,13
V3 = 0,13
= 0,1372
Lampiran 6. Flowsheet pembuatan sediaan emulsi VCO
VCO
distribusi partikel.
Lampiran 7. Perhitungan creaming
R = Vu / V0
Keterangan:
R : Perbandingan volume fase air terhadap volume total emulsi
Vu : Volume fase air (ml)
V0 : Volume total emulsi (ml)
Lampiran 8. Perhitungan ukuran partikel terdispersi
Keterangan :
ɸ : Ukuran Partikel
n : Jumlah Partikel
Lampiran 8. (Lanjutan)
Perbesaran Mikroskop = 10 x 40
= 528 µm/ 40
= 13,2 µm
= 100 x 13,2 µm
= 36,54 µm
Lampiran 9. Gambar buah kelapa, ragi tempe, alat peras kelapa