Anda di halaman 1dari 19

FARMAKOKINETIK MODEL 1

KOMPARTEMEN TERBUKA
DATA URIN

BIOFARMASETIKA DAN
FARMAKOKINETIKA TERAPAN
KELOMPOK 6
Chantika Noor Khalifah
1911102415052
Ismi Ananda Melenia 1911102415124

Rofidatul Husna 1911102415083

Selvia 1911102415063
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari secara khusus perubahan
jumlah obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu (Jambhekar & Breen, 2012;
Shargel et al, 2012). Dengan kata lain, dalam pokok bahasan
farmakokinetika dilakukan kajian-kajian terhadap fenomena absorbsi,
distribusi, dan eliminasi obat secara kuantitatif. Oleh karena itu, dalam
penelitian-penelitian farmakokinetika dikembangkan berbagai macam
model-model matematika untuk menjelaskan proses perjalanan obat di
dalam tubuh. Salah satu pemodelan matematika yang paling umum
digunakan untuk mengkaji profil farmakokinetika adalah model
kompartementeral. Beberapa model farmakokinetika kompartementeral
antara lain model kompartemen tunggal dan multi kompartemen telah
dikenal secara luas. Diantara ketiga model kompartemen tersebut, model
dua kompartemen mengalami perkembangan yang paling pesat yang
ditunjukkan dengan peningkatan jumlah publikasi yang paling tinggi sejak
tahun 1970 sampai 2017 (Kovalchik, 2017; R Core Team, 2015).
Obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengikuti suatu model farmakokinetik
yang khas. Model tersebut dapat berupa model satu kompartemen atau multi
kompartemen yang sangat tergantung pada proses yang dialami zat aktif selama
dalam tubuh. Penetapan kompartemen farmakokinetik dari obat pada setiap
tahapperlu ditetapkan secara kuantitatif dan dijelaskan dengan bantuan
parameter farmakokinetik ( Sukmadjaja, 2006).

Model kompartemen satu terbuka menganggap


bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam
plasma menggambarkan perubahan yang
sebanding dengan kadar obat dalam jaringan tetapi
konsentrasi obat dalam jaringan tidak sama pada
berbagai waktu. Model kompartemen dua
dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua
kompartemen.
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah
kertas grafik semilog, alat tulis, dan kalkulator.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu hewan uji
dan aspirin
Hewan uji dibagi menjadi dua kelompok
yaitu kelompok aspirin oral dan aspirin
injeksi

Ditimbang hewan uji dan berikan aspirin


CARA KERJA dengan dosis yang sesuai

Hewan uji diberikan 400 mL. Urin ditampung di


blanko, 1 ml urin + 5 ml pereaksi Trinder.
Kocok dengan vortex, ukur absorbansi & hitung
parameter farmakokinetik
HASIL
PERHITUNG
AN
KADAR
SAMPEL
Seekor kelinci diberi injeksi
aspirin dengan dosis 30 mg,
kemudian dilakukan
pengukuran kadar pada sampel
urin tiap waktu didapatkan
hasil sebagai berikut:
METODE T MID
(EKSKRESI
RENAL)
a = 1,6787 K eskresi + K metabolisme
b = -0,2666 metabolisme = 0,2666 – 0,1768
c = -0.2666x + 1.6787 K metabolisme = 0,0898

y = Ln (Ke × Db0) – k × T -k = b
Ln (Ke × Db0) = a -k = - 0,2666
Ln (Ke × Db0) = 1,6787 K (eliminasi) = 0,2666
Ke × Db0 = 5,3585 T1/2 = 0,693/K eliminasi
T1/2 = 0,693/0,2666
Ke = 5,3585/30
T1/2 = 2,5993 jam K
K(ekskresi) = 0,1786 /jam
METODE ARE
A = 2,5891
b = -0,2701
y = -0.2701x + 2.5891

Ln Du∞ - Du = Ln Du∞ – k.T LN


DU∞ = 2,5891
DU∞ = 13,3177
K=B= 0,2701/JAM

T1/2 = 0,693/K
T1/2 = 0,692/0,2701
T1/2 = 2,5620 JAM
PEMBAHASA
N
Model kompartemen satu terbuka mempunyai anggapan bahwa perubahan kadar obat dalam plasma sebanding dengan
kadar obat dalam jaringan. Model ini obat akan didstribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem
sirkulasi dan secara tepat berkeseimbangan di dalam tubuh. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi
obat dalam tiap jaringan adalah sama pada berbagai waktu. Di samping itu DB juga tidak dapat ditentukan secara
langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan darah. Volume distribusi, Vd adalah
volume dalam tubuh dimana obat tersebut larut (Nuruta, 2009).
Kelebihan menggunakan data urin adalah data urin menggambarkan secara langsung jumlah obat dalam tubuh, kadar
obat dalam urin lebih banyak daripada dalam darah, dan volume yang tersedia lebih besar. Sedangkn untuk
kekurangannya adalah pengosongan kandung kemih yang sempurna sulit diperoleh, dapat terjadi dekomposisi obat
selama penyimpanan, dan memungkinkannya terjadi hidrolisis konjugat metabolit yang tidak stabil dalam urin.
Metode rate (T mid) adalah perhitungan parameter farmakokinetika dilakukan berdasarkan perkiraan data tengah

(mid point time) tiap interval pengambilan sampel urin.


Sedangkan, metode sigma minus (ARE) adalah perhitungan
parameter farmakokinetika langsung

menggunakan data yang diperoleh tanpa mencari data


tengah (Hakim, 2013).
Pada metode T mid, diperoleh persamaan regresi linear y = -0,2666x + 1,6787 dengan R sebesar 0,9994.
Faktor yang mempengaruhi ekskresi obat antara lain filtrasi oleh glomerulus, sekresi oleh tubulus maupun
reabsorpsi di tubulus nefron. Ke (eksresi) yang didapat sebesar 0,1786/jam, K (eliminasi) sebesar
0,2666/jam. Dari nilai K dan Ke yang diketahui, maka dapat ditentukan nilai Km (tetapan laju
metabolisme) untuk mengetahui seberapa besar obat yang termetabolisme sehingga strukturnya menjadi
berubah. Didapatkan nilai Km 0,0898/jam. Interval waktu pengambilan sampel sebaiknya lebih pendek
atau maksimal mendekati waktu paruh, karena jika semakin panjang akan menyebabkan tingkat kesalahan
K dan Ke menjadi lebih besar. Metode ini lebih peka terhadap perubahan eliminasi obat, misal terhadap
perubahan pH atau volume urin. Dari data yang didapatkan pada metode laju eksresi ini, aspirin dapat
diekskresikan secara utuh. Karena nilai Ke lebih besar dari nilai K yang menunjukkan bahwa obat dapat
diekresikan secara utuh, dengan nilai Km sebesar 0,0898/jam.
Pada metode ARE, diperoleh persamaan regresi linear y = -0,2701x + 2,5891 dengan R sebesar
0,9912. Dalam perhitungan ini laju ekskresi obat dianggap sebagai orde kesatu. Du adalah jumlah
obat yang diekskresi dalam urin. Du kumulatif adalah jumlah obat tidak berubah yang diekskresi
dalam urin. Dosis kumulatif obat dalam urine pada praktikum ini yaitu sebesar 13,3177 mg,
sedangkan dosis injeksi yang diberikan adalah 30 mg. Hal ini menunjukkan bahwa obat aspirin yang
diberikan melalui rute injeksi tidak terekskresi seluruhnya.
Faktor-faktor tertentu yang dapat mempersulit untuk mendapatkan data ekskresi urin adalah suatu
fraksi yang bermakna dari obat tidak berubah harus diekskresi dalam urin, teknik penetapan kadar
harus spesifik untuk obat tidak berubah, dan harus tidak dipengaruhi oleh metabolit-metabolit obat
yang mempunyai struktur kimia serupa, diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk
mendapatkan gambaran kurva yang baik, cuplikan urin hendaknya dikumpulkan secara berkala
sampai hampir semua obat diekskresi (7-10 x t1/2), perbedaan pH urin dan volume dapat
menyebabkan perbedaan laju ekskresi urin yang bermakna, dan subyek hendaknya diberitahu
pentingnya memberikan cuplikan urin yang lengkap (yakni dengan pengosongan kandung kemih
yang sempurna)
Semakin tinggi sensitivitas dan selektivitas suatu metode penetapan kadar, maka metode tersebut
akan dapat menunjukkan kadar yang sebenarnya dalam cairan yang di analisis.
KESIMPULAN
Pada metode T mid, diperoleh
persamaan regresi linear y = -0,2666x Pada metode ARE, diperoleh
+ 1,6787 dengan R sebesar 0,9994. Ke persamaan regresi linear y = -0,2701x
(eksresi) yang didapat sebesar + 2,5891 dengan R sebesar 0,9912.
0,1786/jam, K (eliminasi) sebesar Dosis kumulatif obat dalam urine pada
0,2666/jam, didapatkan nilai Km praktikum ini yaitu sebesar 13,3177
0,0898/jam. Dari data yang didapatkan mg, sedangkan dosis injeksi yang
pada metode laju eksresi ini, aspirin diberikan adalah 30 mg. Hal ini
dapat diekskresikan secara utuh. menunjukkan bahwa obat aspirin yang
Karena nilai Ke lebih besar dari nilai K diberikan melalui rute injeksi tidak
yang menunjukkan bahwa obat dapat terekskresi seluruhnya.
diekresikan secara utuh, dengan nilai
Km sebesar 0,0898/jam.
THANK YOU

Are there any questions?

Anda mungkin juga menyukai