Anda di halaman 1dari 7

ELIMINASI GINJAL

Eliminasi obat menyangkut 2 (dua) proses, yaitu metabolisme dan ekskresi (Gambar 4.24). Sebagian
besar obat diekskresikan dalam bentuk tidak berubah (utuh), sedangkan beberapa obat diekskresikan
dalam bentuk metabolit, setelah obat tersebut dimetabolisme. Kecepatan eliminasi obat merupakan
penggabungan dari proses metabolisme dan ekskresi, yang disebut eliminasi obat total dari tubuh.

Eliminasi total dari tubuh = ekskresi obat utuh + metabolisme obat

Gambar 4.24. Eliminasi obat dari dalam tubuh meliputi metabolisme dan ekskrest,

Ekskresi obat adalah proses pengeluaran obat dari sirkulasi sistemik dan jaringan. Obat dapat diekskresi
melalui urin, keringat, air mata, air susu, empedu, atau melalui cairan seminal. Untuk obat-obat anestesi
yang diberikan melalui inhalasi, sebagian besar akan diekskresikan melalui pernafasan.

Jalur utama ekskresi obat dari dalam tubuh adalah melalui urin atau kelenjar empedu. Oleh karena itu
eliminasi obat sangat tergantung pada fungsi ginjal. Ekskresi obat melalui ginjal merupakan hasil tiga
proses, yakni:

- Filtrasi glomerulus

- Sekresi pada tubulus proksimal, dan

- Reabsorpsi pada tubulus distal

Filtrasi glomerulus terjadi setelah obat masuk ke dalam kapsula bersama dengan aliran darah, dan
mekanisme yang terjadi adalah difusi pasif melalui filter membran kapsula glomerulus. Pada orang
dewasa sehat, setiap menit lebih dari 130 mL cairan darah dapat menembus glomerulus.

Tiga faktor yang mempengaruhi filtrasi glomerulus, yakni:

- ukuran molekul obat.

- ikatan obat dengan protein plasma.

- integritas glomerulus dan jumlah nefron yang efektif (perubahan pato fisiologis glomerulus).

Hanya obat yang larut di dalam plasma yang dapat melewati fltrasi. lika obat terikat protein atau BM
obat > 60.000, obat tidak dapat terfiltrasi, sehingga filtrat glomerulus tidak akan mengandung obat
dengan BM >60.000-70.000, atau obat yang terikat protein. Sebagian obat disekresikan secara aktif pada
tubulus proksimal terutama obat-obat asam organik lemah), yang kemungkinan besar akan berinteraksi
dengan zat lain untuk disekresikan. Sebagai contoh, probenesid dan penisilin keduanya disekresi aktif
pada tubulus proksimal. Jika dua obat tersebut diberikan bersamaan, maka karena adanya proses
kompetitif dalam sekresi aktif, ekskresi penisilin akan dihambat oleh probenesid. Hubungan yang
spesifik ini dapat dijadikan pertimbangan dalam terapi, manakala ingin emperpanjang durasi efek
farmakologi penisilin. Proses reabsorpsi ini terjadi secara pasif pada obat-obat dalam bentuk Banyak
juga obat yang mengalami reabsorpsi pada tubulus distal. molekul (udak terionisir), atau obat yang larut
dalam lemak. Ada beberapa bat yang reabsorpsinya dari tubulus distal terjadi secara aktif (seperti pada
kre tubulus proksimal). Sebagai contoh adalah glukosu. Zat ini secara torial dureabsorpsi aktif melalui
tubulus distal hampir 100%. Namun jika ada gangguan fungsi ginjal. glukosa sering diekskresikan ke
dalam urin tanpa reabsorpsi.

Reabsorpsi pasif pada tubulus distal tergantung pada sifat fisika-kimia obal dan pH urin. Untuk obat-obat
golongan asam lemah, reabsorpsi akan terjadi jika pH urin asam. Sebaliknya, obat-obat golongan basa
lemah. reabsorpsi akan terjadi pada pH urin yang alkalis. Obat yang mudah terionisir di dalam urin
kemungkinan kecil terjadi reabsorpsi, sedangkan obat dalam bentuk utuh (unchanged) akan mengalami
reabsorpsi dan ber tahan di dalam sirkulasi sistemik.

Karena ekskresi renal tergantung pada filtrasi glomerulus, sekresi aktif, dan reabsorpsi, maka kliren renal
dirumuskan sebagai berikut:

CLR=CLOF+CLST+CLRT

di mana:

CLR = kliren renal total

CL = kliren karena filtrasi glomerulus CLST = kliren karena sekresi tubulus

CLRT = kliren karena reabsorpsi tubulus

Kliren renal merupakan rasio antara kecepatan ekskresi obat dengan kadar obat di dalam plasma.

kecepatan ekskresi ahat

CLR= kadar ohut di dalam plama

jumlah obat di dalam urin dari 11-12/1241)

CLR = di mana: 7, dan 12 adalah waktu pengambilan cuplikan; Cpik seg adalah kadar pada titik di antara
dua waktu pengambilan cuplikan.

Glomerulus Filtration Rate (GFR) diikuti kenaikan kliren tu bah total. Jika GFR = 0, maka kliren = 0.
Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut:

Kliren = (angka arah) x (GFR) +0

Atau

Kliren = (angka arah) x GFR Y = mX

Gambar 4.25. Hubungan antara Kliren obat dengan Kecepatan Filtrasi Glomerulus, jika obat diekskresi
hanya melalui filtrasi glomerulus.
Jika obat dieliminasi hanya melalui ginjal, dan hanya mengalami proses filtrasi glomerulus, maka
hubungan antara kliren tubuh total dengan kecepatan filtrasi glomerulus (GFR) dapat digambarkan
seperti pada Gambar 4.25

obat di samping filtrasi glomerulus juga mengalami ekskresi melalui mekanisme lain, maka dapat
digambarkan seperti pada Gambar 4.26. Jika GFR meningkat, kliren tubuh total meningkat. Namun jika
GFR sama dengan 0, maka harga kliren sama dengan harga intersep pada sumbu Y, jakni sebesar b.

Kliren = (angka arah) x GFR + intersep Y

Y=mX + b

Gambar 4.26. Hubungan antara Kliren obat dengan Kecepatan Filtrasi Glomerulus, jika obat diekskresi
tidak hanya melalui filtrasi glomerulus

Pendekatan ini dapat digunakan misalnya untuk memprediksikan tetapan kecepatan elilimasi (K)
aminoglikosid berdasarkan kliren kreatinin. Hubungan antara kliren kreatinin dengan tetapan kecepatan
eliminasi ami noglikosid (misalnya gentamisin) digambarkan pada Gambar 4.27. Harga K dapat diprediksi
berdasarkan harga kliren kreatinin setiap individu pasien.

Berdasarkan persamaan

Y = mx + b

di mana:

Y = tetapan kecepatan elimizasi (im)

X = kliren kreatinin (ml/menit)

m= angka arah

b = intersep

Maka K = 0.0029 x kliren kreatinin + b

Gambar 4.27. Hubungan antara tetapan kecepatan eliminasi dengan kliren aminoglikosid.

FARMAKOKINETIKA MODEL INDEPENDEN (NON KOMPAR TEMEN)

Model farmakokinetika independen biasa juga disebut model non kompartemen, berbeda dengan
model kompartemen seperti yang sudah dibicarakan pada bagian sebelumnya. Pada praktek klinik,
model ini lebih sederhana dibanding model kompartemen, karena:

1) Tidak perlu membuat asumsi adanya model, baik satu, dua, atau multi kompartemen. Banyak obat
yang proses distribusinya di dalam tubuh mengikuti dua, atau tiga kompartemen, atau lebih, sebelum
proses elimi nasi. Semakin banyak kompartemen yang perlu diestimasikan, maka semakin banyak
cuplikan darah yang perlu diambil.

2) Beberapa obat (misalnya gentamisin) dapat dideskripsikan distribusinya mengikuti satu, dua, atau
multi kompartemen, tergantung pada karak teristik kondisi pasien yang dievaluasi atau agresivitas
pengambilan cuplikan. Oleh karenanya, parameter distribusi yang diperoleh melalui pendekatan secara
model kompartemen akan menyulitkan terhadap eva Juasi dari data satu ke data yang lain.
Penghitungan untuk analisis data pada model non kompartemen lebih

3) sederhana dibanding penghitungan dengan model kompartemen. Satu kekurangan dalam


penggunaan model non kompartemen adalah. model ini tidak dapat memvisualisasikan atau
memprediksikan profil hubungan kadar obat di dalam plasma dengan waktu. Hasil dari model ini tidak
dapat memberikan informasi yang mungkin diperlukan terkait dengan disposisi obat secara lengkap.

Seperti pada model kompartemen, model non kompartemen juga digu nakan untuk menetapkan
parameter farmakokinetika suatu obat. Parameter farmakokinetika pada model non kompartemen
diperoleh melalui analisis seri (kadang tidak perlu) data kadar obat di dalam darah setelah pemberian
intravena bolus atau per oral.

Di dalam praktek, parameter kliren tubuh total dan volume distribusi semu merupakan 2 (dua)
parameter yang sangat penting, karena sangat diperlukan untuk menetapkan pemberian dosis awal
(loading dose) dan dosis pemeliharaan (maintenance dose). Pemahaman terhadap adanya kemung.
kinan terjadi perubahan parameter farmakokinetika yang disebabkan adanya penyakit pada penderita
yang diterapi., interaksi antarobat. faktor pato fisiologi penderita, sangat membantu dalam praktek
farmakokinetika klinik.

Parameter utama pada model non kompartemen adalah daerah di bawah kurva kadar obat di dalam
plasma (Area Under the Curve; AUC) dan Area Under the Moment Curve (AUMC), Pada model ini, jika
obat diberikan secara intravena bolus (Gambar 4.28), kliren tubuh total dihitung berdasarkan persamaan
sebagai berikut:

CL₁= Do

di mana: D = dosis intravena: AUC = daerah di bawah kurva kadar obat 0-0 di dalam plasma dari to
sampai dengan waktu tak terhingga ().

Gambar 4.28. Kurva kadar obat di dalam plasma terhadap waktu setelah pemberian intravena
berbentuk eksponensial.

Kliren tubuh total sering digunakan untuk menghitung dosis awal ataupun dosis pemeliharaan. Pada
model ini, untuk menghitung kliren hanya dibutuhkan dosis dan AUC. Sedangkan AUC dari t., s.d. tn,
secara mudah dapat dihitung menggunakan model trapesoid. Untuk menghitung AUC sisa dari kadar ke
n s.d. waktu tak terhingga (cc) digunakan persamaan berikut:
AUC Cn

di mana C₁ = kadar obat di dalam plasma pada waktu ke-n (cuplikan ter akhir); λ = angka arah logaritma
normal kadar obat di dalam plasma pada fase terminal terhadap waktu.

Dua kunci penting untuk estimasi AUC terminal adalah bahwa adalah benar-benar angka arah pada fase
terminal (fase eliminasi) dan harga tersebut konstan sampai dengan waktu tak terhingga.

Untuk menetapkan parameter farmakokinetika yang lain dari model non kompartemen, misalnya waktu
tinggal rata-rata di dalam badan (Men Untuk menetapkan parameter farmakokinetika yang lain dari
model Residence Time = MRT), atau volume distribusi pada keadaan tunak, perlu diketahui harga AUMC.

menghitung AUMC setelah pemberian obat yang diberikan secara intravena dosis tunggal adalah
dengan manggambar hasil kali kadar obat di dalam plasma yang diperoleh dengan waktu pengambilan
cuplikan terhadap waktu (Gambar 4.29). Terlihat pada gambar tersebut bahwa bentuk kurva sangat
berbeda dengan kurva kadar obat di dalam plasma terhadap waktu.

Gambar 4.29. Kurva ALMC. yang diperoleh dari plot kadar obat di dalam plasma x waktu. terhadap
waktu pengambilan cuplikan.

Metode trapesoid dapat digunakan untuk menghitung luas daerah dibawah kurva yang terbentuk.
Berdasarkan plot kadar obat di dalam plasma x waktu sebagai sumbu Y dengan waktu pada sumbu X,
menghasilkan bentuk masing-masing trapesium seperti pada Gambar 4.30.

Daerah di bawah kurva untuk masing-masing trapesium yang ter bentuk dihitung berdasarkan
persamaan berikut:

Luas daerah di bawah kurva = - - (C₂ + 1) + (C₁ * 4) x (t₂-t₁)

Jumlah seluruh area terhitung adalah merupakan nilai AUMC dari to sampai dengan waktu pengambilan
cuplikan (tn). Estimasi untuk luas daerah sisa, yakni luas daerah di bawah kurva dari t, sampai dengan
waktu tak terhingga (oo), digunakan persamaan berikut:

Luas daerah sisa = Cn x tn Cn +

di mana 2= angka arah yang diperoleh dari kurva logaritma normal kadar obat di dalam plasma pada
fase terminal terhadap waktu

Gambar 4.30. Perhitungan AUC menggunakan metode trapesoid Waktu rata-rata obat tinggal di dalam
badan (Mean Residence Time = MRT)

MRT didefinisikan sebagai waktu rata-rata molekul obat utuh yang singgah individu molekul obat
berbeda MRT-nya di dalam badan. Berdasarkan atau tinggal di dalam tubuh. Untuk populasi molekul
obat, setiap prinsip probabilitas molekul spesifik dari suatu obat, sebagian dapat dieli misasi dari dalam
tubuh secara cepat dan sebagian lain akan lebih lama tinggal di dalam badan. Oleh karenanya, waktu
tinggal obat di dalam badan Dengan kata lain bahwa eliminasi suatu obat dapat diperkirakan sebagai
adalah merupakan harga rata-rata dari waktu tinggal tiap molekul obat.

Dengan kata lain bahwa eliminasi suatu obat dapat diperkirakan sebagai proses yang acak dari eliminasi
setiap molekul komponen obat tersebut. Waktu tinggal obat merefleksikan seberapa lama molekul obat
tersisa atau tinggal di dalam badan. Sedangkan MRT merupakan refleksi dari watak dekul obat secara
keseluruhan. Parameter ini tidak digunakan secara rutin di dalam praktek klinik sehari-hari untuk
memonitor terapi pasien, namun dapat digunakan untuk membandingkan parameter-parameter
farmakoki netika obat tertentu akibat dari adanya interaksi antara obat dengan obat, atau obat dengan
makanan, serta kemungkinan perubahan fisiologi pen derita. MRT dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut:

AUMCO-00 MRT=" (jam) AUCO-00

Volume Distribusi pada Keadaan Tunak (Steady State)

Volume distribusi pada keadaan tunak (steady state) adalah parameter yang menghubungkan antara
jumlah obat total di dalam badan dengan kadar obat di dalam plasma pada keadaan tunak. Volume
distribusi pada keadaan ini dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Vd= AUMC x CLT.

Karena

MRT = AUMCO-

dan

CLT=

Do

Maka Vdss Dox AUMCO-00

Kliren Formasi (Kliren Pembentukan Metabolit)

Kliren formasi, atau kliren pembentukan metabolit adalah kliren yang merupakan bagian dari kliren
tubuh total yang didasarkan pada terbentuknya metabolit spesifik. Kliren ini tidak digunakan di dalam
praktek klinik secara urrum, namun sangat berguna ketika terapi menggunakan obat menemui keadaan
khusus, misalnya adanya perubahan metabolisme obat disebabkan karena interaksi dengan obat lain
atau keadaan patofisiologi penderita Gambar 4.31 memberikan ilustrasi proses metabolisme suatu obat
melalui 3 (tiga) jalur terjadinya metabolit.

Persamaan berikut menetapkan kliren formasi. dapat digunakan sebagai patokan dalam CLPm1= fml x
CLT di mana CLPml = kliren formasi (kliren metabolit) dari obat induk yang membentuk metabolit 1 fmi =
fraksi metabolit 1 yang terbentuk dari obat induk (1) CLT kliren sistemik total
Do AUCO

Do

atau

Do AUCO-00 = X Do

CLPml

di mana:

m₁ = jumlah metabolit obat yang dieksresi melalui urin

Do

Obat utuh

m₂

m₂. H

Gandar 4.31, Jalur metabolit dari suatu obat induk (m₁, 2= metabolit 1, 2, dan 3, 2.a jumlah metabolit
m.2 dus di dalam urin).

Contoh:

Jika suatu obat dengan dosis 100 mg diberikan secara intravena,diasumsikan bahwa kliren total obat
adalah kliren hepatik, dan prosesnya tergantung pada tiga enzim, maka obat akan segera dickskresikan
melalui urin dalam tiga macam bentuk metabolit (m,, my, dan ma). Tabel 4.10menggambarkan
perubahan pengaruh induksi enzim pada masing-masing jalur metabolisme obat tersebut.

Tabel 4.10. Perubahan kliren formasi tiga metabolit karena pengaruh induksi enzim

Jika kliren bertambah dari 25 menjadi 75 mL/menit. metabolit m yang diekskresikan ke dalam urin turun
3x-nya (dari 20% menjadi 6,7%). namun kliren metabolitnya tidak berubah (5 mL/menit). Hal ini
mengindi kasikan bahwa induksi enzim tidak mempengaruhi enzim yang bertanggung jawab metabolit
m. Tetapi untuk m₂, kenaikan sedikit jumlah metabolit di dalam urin (dari 50% menjadi 63,3%), diikuti
oleh kenaikan kliren metabolit yang signifikan (dari 12,5 mL/menit menjadi 47.5 mL/menit). Sebaliknya,
kenaikan kliren metabolit (kliren formasi) ma yang sangat besar (dari 7.5 mL/menit menjadi 22,5
mL/menit) ternyata tidak ada perubahan jumlah metabolit mi, di dalam urin. Hasil ini menggambarkan
bahwa spesifik enzim berpengaruh terhadap metabolit suatu obat.

Pada contoh tersebut terlihat bahwa, enzim yang bertanggung jawab pada metabolit m₂ dan m,
dipengaruhi oleh adanya induksi enzim, sedangkan enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolit
m, tidak terpengaruh.

Anda mungkin juga menyukai