Anda di halaman 1dari 2

Pembahasan Ekstravaskuler

Percobaan simulasi model in vitro farmakokinetik  ini bertujuan untuk menjelaskan proses
farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian secara ektravaskuler dan mengetahui profil
farmakokinetik obat. Dalam metode ini, suatu wadah digambarkan sebagai kompartemen tubuh
dimana obat mengalami profil farmakokinetik dari absorpsinya hingga eliminasi obat. Sampel
untuk  percobaan ini yaitu metilen merah yang akan di uji aktifitas farmakokinetiknya dengan
menggunakan metode model in vitro.

Perbedaan pemberian secara intravaskuler dan ekstravaskuler pada praktikum adalah perlakuan
dalam menambahkan obat dalam suatu wadah yang dianggap kompartemen tubuh untuk
membedakan profil absorbsi dan eliminasi. Pada pemberian intravaskuler dosis obat (20 mg)
dimasukkan pada waktu 0 kemudian diambil klirensnya seketika setelah obat homogen dalam
wadah, hal tersebut diibaratkan obat langsung masuk ke saluran sistemik tanpa melalui proses
absorbsi. Sedangkan pemberian ekstravaskuler pada waktu 0 tidak ada obat pada sirkulasi sistemik
(tidak ada obat yang dimasukkan dalam wadah) kemudian dilakukan klirens yang pertama, setelah
klirens pertama obat dimasukkan dalam wadah hingga menit ke-45 dengan dosis yang sama. Hal
tersebut menunjukkan bahwa obat secara ekstravaskuler mengalami proses absorbsi dengan
konsentrasi yang meningkat sebelum dieliminasi.

Pembuatan larutan baku induk metilen merah 5 ppm dibuat dengan cara melarutkan 10 mg metilen
merah dalam 600 ml air suling. Dari larutan baku induk dibuat konsentrasi bertingkat
10;20;40;60;80;100 μg/ml. Larutan baku kerja tersebut kemudian di uji dalam spektrofotometer
untuk menentukan nilai absorbansinya hingga didapatkan persamaan linier dan regresinya.

Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian secara
intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan
pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi. Setelah obat masuk
dalam sirkulasi sistemik, obat akan didistribusikan, sebagian mengalami pengikatan dengan protein
plasma dan sebagian dalam bentuk bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai ditempat
kerjanya dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi obat diekskresikan
dari dalam tubuh melalui organ-organ ekskresi, terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses ini berjalan
serentak. Perbedaan jalur pemberian obat menyebabkan ketersediaan obat dalam cairan tubuh
berbeda pula. Intravascular memiliki bioavailibilitas yang lebih tinggi (100%) karena obat langsung
didistribusikan ke sistemik. Sedangkan pada ekstravaskular,bioavailibilitasnya lebih rendah dibanding
intravascular. Hal ini dikarenakan obat mengalami proses absorpsi terlebi dahulu (Zunilda,.dkk,
1995).

Parameter farmakokinetika dari kedua jalur pemberian obat tersebut terdapat sedikit perbedaan,
yaitu pada proses absorpsi. Parameter yang digunakan adalah tetapan kecepatan absorpsi (Ka).
Absorpsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberian/aplikasi menuju ke
sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai target aksi obat. Tetapan kecepatan absorbs
(Ka) menggambarkan kecepatan absorbsi, yaitu masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari
absorbsinya (saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskular).
Parameter inilah yang membedakan antara ekstravaskular dengan intravascular. Hal ini dikarenakan
saat pemberian intravascular, obat langsung masuk ke sistemik, tidak melalui proses absorpsi dulu
(Neal, 2006).
Proses distribusi diilustrasikan oleh larutan dalam gelas beker. Parameter farmakokinetika yang
digunakan yaitu Volume distribusi (Vd) merupakan volume hipotesis cairan tubuh yang akan
diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan
dalam darah (Ansel, 2006). Digunakan satu wadah sebagai ilustrasi model kompartemen satu
terbuka. Model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma
mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan (Shargel, 1988).

Klirens merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan eliminasi obat yang


merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari kompartemen
tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum eliminasi obat terjadi pada ginjal dan hati yang sering
dikenal dengan istilah klirens total yang merupakan jumlah dari klirens ginjal (renalis) dan hati
(hepatik) (Mutschler, 1991).

Setiap pengambilan larutan klirens pada wadah ditambahkan kembali air suling sebanyak 100!ml
untuk menggambarkan kondisi sink dalam tubuh. Tahap selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi
setiap larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada ( 530 nm untuk menentukan
kadar metilen merah yang diekskresikan per satuan waktu. Hasil absorbansi setiap larutan digunakan
untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan kurva baku metilen merah yang telah
diketahui sebelumnya.

Hasil pengamatan dapat diketahui bahwa konsentrasi metilen merah mengalami kenaikan kadar,
lalu mencapai puncak pada konsentrasi tertentu hingga mengalami penurunan kadar yang sebanding
dengan selang waktu dari larutan yang diambil. Proses absorpsi terjadi pada menit ke-0 hingga
konsentrasi tertinggi pada menit ke-45 yang ditunjukkan dengan adanya grafik yang naik.

Anda mungkin juga menyukai