Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

ANALISIS DATA URIN


Tanggal Praktikum : 28 Oktober 2022

Disusun oleh:
Kelompok 5 Praktikum Farmakokinetika B
Jumat Pagi (08.00–10.50 WIB)

Anggota:
Ahmad Naufal Giovanni (2006604133)
Azzah Risca Pratiwi (2006528433)
Putri Fatimatu Zahro (2006604556)
Valha Tsabita Hidayat (2006604165)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2022
I. Tujuan
Tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk menganalisis data yang
diperoleh dengan persamaan farmakokinetika untuk perhitungan kadar obat dalam
urin.
Secara khusus, tujuan percobaan adalah:
1. Mampu melakukan penetapan kadar Sulfaniazin dalam urin secara in vivo;
2. Mampu menetapkan parameter farmakokinetika berdasarkan hasil penetapan
kadar Sulfaniazin dalam urin.

II. Tinjauan Pustaka


Obat dapat terabsorpsi secara sistemik melalui saluran cerna setelah melewati
proses panjang dari rute pemberian oral sampai nantinya dapat memberikan efek di
loka aksi. Absorbsi sistemik suatu obat yang diberikan secara peroral dari saluran
cerna atau tempat ekstravaskular lainnya bergantung pada bentuk sediaan,
anatomi, dan fisiologi tempat absorbsi. Faktor-faktor yang lebih spesifik, seperti
luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan
saluran cerna, dan aliran darah ke tempat absorbsi, dapat juga mempengaruhi laju
dan jumlah absorbsi obat.
Secara sederhana, pada proses administrasi obat secara peroral tunggal, akan
terjadi beberapa proses farmakokinetika yang dialami oleh obat di dalam tubuh.
Obat akan mengalami absorpsi dan eliminasi dengan laju tertentu yang nantinya
dapat memengaruhi konsentrasi obat dalam plasma untuk lebih jauh lagi
memengaruhi proses distribusinya ke loka aksi obat. Proses farmakokinetika yang
dialami obat di dalam tubuh dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Fase farmakokinetika yang terjadi dalam tubuh

Laju absorpsi dapat memengaruhi laju perubahan jumlah obat dalam tubuh.
Laju perubahan obat dalam tubuh, dDB/dt, bergantung pada laju absorbsi dan
eliminasi obat. Laju perubahan obat dalam tubuh pada setiap waktu sama dengan
laju absorbsi obat dikurangi laju eliminasi obat.

dDB dDGI dDe


= −
dt dt dt

Kondisi saat konsentrasi obat telah mencapai puncak dalam plasma,


menunjukkan kondisi bahwa laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat,
sehingga tidak ada perubahan jumlah obat yang signifikan di dalam tubuh. Setelah
absorpsi mencapai puncak, laju eliminasi obat pada akan meningkat lebih cepat
daripada laju absorbsi obat, dan menyebabkan terjadinya penurunan kadar obat
dalam plasma.

dDGI dDe
<
dt dt

Ketika laju absorbsi semakin obat mendekati nol, atau dDGI/dt = 0, fase
eliminasi pada kurva hanya menyatakan proses eliminasi obat dari tubuh yang
umumnya mengikuti kinetika reaksi orde satu. Oleh karena laju perubahan jumlah
obat dalam tubuh digambarkan sebagai proses orde satu selama proses eliminasi,
yang mana proses eliminasinya dipengaruhi oleh konsentrasi awal obat.

dDB
=−kDB
dt

Obat yang diberikan dengan tujuan sistemik proses eliminasinya dapat


dimetabolisme oleh hati dan diekskresi oleh ginjal. Proses eliminasi obat di ginjal
merupakan proses ekskresi yang dinyatakan sebagai parameter farmakokinetika,
yaitu klirens renal obat.. Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari
tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Klirens dapat diartikan
sebagai volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari obat
persatuan waktu. Klirens juga dapat diartikan sebagai laju eliminasi obat dibagi
konsentrasi obat plasma pada waktu tersebut.

dDu /dt
Cl=
Cp
Cl=K .Vd

Nilai tetapan laju eliminasi obat (k), dapat dihitung dari data ekskresi urin.
Dengan demikian, dapat dilakukan analisis terhadap urin untuk menentukan laju
ekskresinya sehingga dapat ditentukan tetapan laju eliminasinya dan konsentrasi
obat dalam urin tersebut (yang berhasil di eksresikan). Dalam perhitungan ini, laju
ekskresi obat dianggap sebagai orde satu. k eks merupakan tetapan laju ekskresi
ginjal dan Du merupakan jumlah obat yang diekskresi dalam urin.

dDu
=k eks . DB 0 . e−kt
dt

Adapun proses eliminasi obat juga dipengaruhi oleh metabolisme


(biotransformasi), sehingga persamaan yang menghubungkan keduanya terhadap
laju eliminasi adalah:
k −k eks=k nonrenal
k =k m+ k eks

Laju ekskresi obat melalui urin (dDu/dt) tidak dapat ditentukan dengan
pengujian segera setelah pemberian obat. Dalam praktiknya, urin perlu
dikumpulkan dalam waktu tertentu dan konsentrasi obat dianalisis. Laju ekskresi
urin rata-rata perlu dihitung untuk setiap waktu pengumpulan. Analisis terhadap
urin untuk mengetahui laju ekskresinya pun juga dapat dilakukan untuk
mengetahui kadar obat dalam urin secara in vivo sebagai interpretasi jumlah obat
yang berhasil diekskresikan oleh tubuh sebagai luaran proses eliminasi dari organ
ginjal. Namun, proses analisis perlu memperhatikan karakteristik dari urin normal
sebagai acuan kondisi hasil yang lebih sesuai, seperti tidak adanya kandungan
protein dalam urin karena keberadaan protein dapat memengaruhi kadar obat
dalam urin .

III. Metode
A. Alat
Alat yang digunakan sebagai berikut :
1. Labu takar 100 mL
2. Pipet volume 1 dan 2 mL
3. Tabun reaksi
4. Stopwatch
5. Sentrifuge dan tabung
6. Vortex mixer
7. Spektrofotometer
B. Bahan
Bahan yang digunakan sebagai berikut :
1. Asam triklorasetat (TCA) 10%
2. Natrium nitrit 0,1% (dibuat baru)
3. Ammonium sulfamat (amonium amido sulfonat) 0,5%
4. Sulfadiazin baku
5. N(1-naftil) etilendiamin 0,1%
6. Es batu
C. Cara Kerja
1. Penyiapan sampel urin
a) Tetapkan 1 orang voluntir/sukarelawan untuk percobaan ini.
Tiga hari sebelum praktikum, voluntir tidak diperbolehkan
mengonsumsi obat sejenis dengan sulfadiazin atau obat lain
yang dapat mengganggu penetapan kadar sulfadiazin.
b) Voluntir diminta mengumpulkan sampel urin sewaktu sebanyak
lebih kurang 300 mL pada wadah yang sudah disediakan,
sebelum kegiatan praktikum dan diserahkan kepada laboran.
2. Prosedur analisis sampel urin
a) Ambil 1,0 mL sampel urin yang dikumpulkan pada jam ke-0;
0,5; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10,0; 12,0; dan 16,0 (sampel
sudah disiapkan laboran).
b) Masukkan sampel urin ke dalam tabung reaksi, kemudian
tambahkan 1,0 mL larutan TCA 10%, segera aduk hingga
homogen dengan menggunakan vortex.
c) Jika terdapat endapan, disentrifugasi pada 4000 rpm selama 5
menit. Pindahkan 1,0 mL supernatan yang jernih ke dalam
tabung reaksi lain.
d) Tambahkan larutan NaNO2 0,1% (1,0 mL) ke dalam tabung
tersebut, dan diamkan selama 3 menit.
e) Tambahkan larutan N(1-naftil) etilendiamin 0,1% (2,0 mL).
Campur baik-baik, diamkan 5 menit di tempat gelap dan di
tempat dingin.
f) Ukur serapannya pada panjang gelombang 545 nm.
g) Lakukan prosedur yang sama terhadap blanko urin.
3. Pembuatan kurva kalibrasi
Ke dalam akuades ditambahkan larutan stok sulfadiazin
sehingga diperoleh kadar sulfadiazin: 100, 200, 300, 500, 600, dan 700
ppm, kemudian aduk masing-masing larutan dengan vortex hingga
homogen dan reaksikan dengan reagen.
4. Uji perolehan kembali
Buat campuran urin dengan larutan baku sulfadiazin sehingga
diperoleh kadar sulfadiazin 20 μg/mL, 30 μg/mL, dan 50 μg/mL
kemudian aduk masing-masing larutan dengan vortex hingga homogen
dan reaksikan dengan reagen. Tetapkan kadar sulfadiazin dalam urin
terhadap baku sulfadiazin.

IV. Hasil Pengamatan


A. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Data kurva kalibrasi larutan standar sulfadiazin pada λ=540 nm

Konsentrasi (ppm) Absorbansi (A)

100 0,115

200 0,213

300 0,294

500 0,574

600 0,676

700 0,901
Tabel 1. Data kurva kalibrasi larutan standar sulfadiazin pada λ=540 nm
a = -0,047
b = 0,0013
r = 0,9912
Sehingga persamaan kurva kalibrasinya adalah y = 0,0013x - 0,047
Gambar 2. Kurva kalibrasi larutan standar sulfadiazin pada λ=540 nm
B. Sampel Uji Perolehan Kembali

Konsentrasi (ppm) Absorbansi (A)

250 0,255

500 0,628

700 0,704
Tabel x. Data Serapan Sampel Urin Ditambah dengan Larutan
Stok Sulfadiazin yang Diukur pada λ = 545 nm

Gambar x. Gambar Kurva Serapan Uji Perolehan Kembali


Sampel Urin
Didapatkan data:
a = 0,037
b = 0,001
r = 0,955092

C. Data sampel urin (duplo)


Data serapan sampel urin setelah waktu tertentu diukur pada λ=540 nm

t (menit) Serapan (A1) Serapan (A2)

0 - -

0,5 0,185 0,212

1 0,221 0,295

2 0,311 0,377

3 0,457 0,431

4 0,570 0,471

6 0,633 0,671

8 0,394 0,362

10 0,188 0,203

12 0,165 0,188

16 0,112 0,140
Tabel 2. Data serapan sampel urin setelah waktu diukur pada λ=540 nm

t (menit) CU 1 (μg/ml) CU 2 (μg/ml)

0 - -

0,5 178.5 199.2

1 206.2 263.1

2 275.4 326.1

3 387.7 367.7

4 474.6 398.5

6 523.1 552.3

8 339.2 314.6
10 180.8 192.3

12 163.1 180.8

16 122.3 143.8
Tabel x. Konsentrasi sampel urin
V. Data Perhitungan
A. Uji Perolehan Kembali
Untuk memperoleh kesalahan sistematis, perlu diketahui persentase
kadar terukur
perolehan kembali dengan rumus R %= ×100 % lalu jumlah
kadar diketahui
tersebut dikurangi dari 100%.
Persamaan regresi linier yang didapat adalah y = 0,001x + 0,037
1. Konsentrasi 250 ppm
y=0.001 x +0.037
0.255=0.001 x +0.037
x=218 ppm

kadar terukur
R %= ×100 %
kadar diketahui
218
R %= ×100 %
250
R %=87.2 %

Kesalahan sistematis=100 %−R %


Kesalahan sistematis=100 %−87.2 %
Kesalahan sistematis=12.8 %
2. Konsentrasi 500 ppm
y=0.001 x +0.037
0.628=0.001 x +0.037
x=591 ppm

kadar terukur
R %= ×100 %
kadar diketahui
591
R %= ×100 %
500
R %=118.2 %

Kesalahan sistematis=100 %−R %


Kesalahan sistematis=100 %−118.2 %
Kesalahan sistematis=−18.2 %
3. Konsentrasi 700 ppm
y=0.001 x +0.037
0.704=0.001 x+ 0.037
x=667 ppm

kadar terukur
R %= ×100 %
kadar diketahui
667
R %= × 100 %
700
R %=95.3 %

Kesalahan sistematis=100 %−R %


Kesalahan sistematis=100 %−95.3 %
Kesalahan sistematis=4.7 %

B. Data Sampel Urin


D0 = 500 mg
1. Data Pengamatan Sampel Urin

t (jam) tmid (jam) V (mL) Du (μg) = CU×V dDu/dt (μg/jam)

0 - - -

0.5 0.25 1785 3570

1 0.75 2062 4124

2 1.5 2754 2754

3 2.5 3877 3877

4 3.5 10 4746 4746

6 5 5231 2615.5

8 7 3392 1696

10 9 1808 904

12 11 1631 815.5

16 14 1223 305.75
Tabel x. Data hasil pengamatan sampel urin (1)
t (jam) tmid (jam) V (mL) Du (μg) = CU×V dDu/dt (μg/jam)

0 - - -

0.5 0.25 1992 3984

1 0.75 2631 5262

2 1.5 3261 3261

3 2.5 3677 3677

4 3.5 10 3985 3985

6 5 5523 2761.5

8 7 3146 1573

10 9 1923 961.5

12 11 1808 904

16 14 1438 359.5
Tabel x. Data hasil pengamatan sampel urin (2)

tmid dDu/dt dDu/dt ΔdDu/dt dDu/dt Cp - Cp’


(μg/jam) 1 (μg/jam) 2 (μg/jam) ekstrapol
asi

0.25 3570 3984 3777 5700 1923

0.75 4124 5262 4693 5150 457

1.5 2754 3261 3007.5 (outlier)

2.5 3877 3677 3777

3.5 4746 3985 4365.5

5 2615.5 2761.5 2688.5

7 1696 1573 1634.5

9 904 961.5 932.75

11 815.5 904 859.75

14 305.75 359.5 332.625


Berdasarkan intersep ekstrapolasi, D0 = 6000 μg/jam
2. Perhitungan Analisis
a) Konstanta eliminasi
ln(dDu/dt )9−ln( dDu /dt )14
k=
tmid 14 −tmid 9
−ln 932.75−ln 332.625
k=
14−9
k =0.2062/ jam
b) Konstanta ekskresi
dDu/dt
ke=
D0
6000
ke=
500000
ke=0.012/ jam
c) Konstanta Metabolisme
km=k−ke
km=0.2062−0.012
km=0.1942/ jam
d) Waktu Paruh
0.693
t 1/ 2=
k
0.693
t 1/ 2=
0,2062
t 1/ 2=3.3608 jam
e) Persentase Obat Diekskresi
ke
x %= × 100 %
k
0.012
x %= × 100 %
0.2062
x %=5.82%
f) Persentase Obat Dimetabolisme
m %=100 %−x %
m %=100 %−5.82%
m %=94.18 %
VI. Pembahasan
Proses eliminasi merupakan suatu proses pengeluran obat dari dalam tubuh yang
bersifat irreversible dan terbagi menjadi dua proses yang dapat berjalan beriringan, yakni
metabolisme atau biotranformasi dan ekskresi. Metabolime atau biotransformasi secara
umum terjadi di hati sementara untuk ekskresi umumnya terjadi di ginjal. Obat yang
diekskresikan oleh ginjal melalui urin adalah obat yang memiliki sifat tidak mudah menguap,
larut air, berat molekul rendah, atau mengalami biotransformasi lambat dalam hati. Ekskresi
dapat melalui jalur lain yakni saluran pernafasan, saluran pencernaan, empedu, keringat, air
liur, air susu (melalui laktasi), atau cairan tubuh lainnya. Analisis obat dapat dilakukan lewat
urin apabila obat diekskresikan lebih dari 40% oleh ginjal melalui urin, diekskresikan dalam
bentuk utuh dalam jumlah yang cukup banyak dan bentuk metabolit obat tidak mengganggu
proses pengujian. Analisis obat dapat dilakukan melalui urin karena pada urin yang normal
tidak terdapat protein sehingga memudahkan proses analisis
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis obat di dalam urin secara in vitro dengan
menggunakan obat sulfadiazin. Sulfadiazin adalah derivat pirimidin yang termasuk dalam
golongan sulfonamida, merupakan obat yang mengalami eliminasi cepat namun sukar larut
dalam urin sehingga perlu ditambahkan Na2CO3 (natrium karbonat) dalam pengujiannya.
Penetapan kadar obat dalam urin dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan
dengan pengambilan sampel urin pada waktu ke 0; 0,5; 1; 2; 3; 4; 6; 8; 10; 12; dan 16 jam.
Sebelum dilakukan penetapan kadar, sampel urin yang telah diambil ditambahkan beberapa
reagen. Salah satu reagen yang ditambahkan adalah TCA 10% (asam trikloroasetat). TCA
ditambahkan untuk memastikan apakah terjadi endapan protein pada urin, meski pada
kenyataannya di urin normal seharusnya tidak terdapat endapan protein. Namun apabila
terjadi endapan protein, sampel urin harus disentrifugasi terlebih dahulu kemudian difiltrasi
untuk memisahkan endapan dan cairannya. Selain itu pemberian TCA dilakukan untuk
mengasamkan sampel sehingga nantinya dapat mengalami reaksi diazotasi ketika
ditambahkan reagen NaNO2 0.1% (natrium nitrit). Selanjutnya sampel ditambahkan reagen
ammonium sulfamat 0,5% dan n(1-naftil)etilendiamin 0,1%. Selain penambahan reagen,
perlu diperhatikan tempat penyimpanan sampel urin yang tepat sebelum penetapan, yakni di
tempat yang gelap dan/atau dingin (dalam es) supaya memberikan hasil yang sesuai dan
optimal.
Setelah dikondisikan sedemikian rupa, sampel urin kemudian langsung segera diukur
menggunakan alat spektrofotometer dengan detektor UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum 545 nm untuk mendapatkan serapan yang maksimal. Nilai serapan yang diperoleh
kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier y = 0,0013x - 0,47 yang didapatkan
dari data kurva kalibrasi sulfadiazin baku melalui pembuatan standar dengan berbagai
konsentrasi, yakni 100, 200, 300, 500, 600, dan 700 ppm dengan nilai R = 0,9912 sehingga
didapatkan jumlah kadar obat dalam urin pada masing-masing waktu (Cu).
Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh nilai Cu, Du, dDu/dt, dan tmid yang
dibutuhkan untuk plot grafik pada kertas semilog. Grafik dDu/dt terhadap tmid menunjukkan
laju ekskresi dan kadar obat yang diekskresikan melalui urin per interval waktu pengambilan
urin. Dari data-data tersebut dapat diketahui parameter-parameter farmakokinetika obat
dalam tubuh, yakni konstanta eliminasi (k), konstanta ekskresi (ke), konstanta metabolisme
(km), waktu paruh eliminasi (t1/2), persentase obat yang diekskresi, dan persentase obat yang
dimetabolisme. Berdasarkan parameter farmakokinetik yang didapat, sulfadiazin memiliki
waktu paruh eliminasi yang cepat yakni 2.7 jam, sementara dalam literatur sulfadiazin
diketahui memiliki waktu paruh yang lambat yakni 7 dan 16 jam. Dari parameter tersebut
juga didapatkan nilai konstanta eliminasi dan persentase obat yang diekskresi lebih kecil
dibandingkan dengan konstanta metabolisme dan persentase obat yang dimetabolisme,
sementara semestinya obat sulfadiazin mengalami ekskresi yang cukup besar melalui urin
dan klirens renal berdasarkan literatur adalah 0.55 ml/min/kg. Pada plot grafik dDu/dt
terhadap tmid, terdapat beberapa titik yang tidak dilalui oleh garis utama. Hal tersebut dapat
dikarenakan obat dalam urin telah terdegradasi, urin tidak dikeluarkan seluruhnya, atau waktu
pengambilan urin yang kurang tepat.
Untuk mengetahui tingkat akurasi dan presisi dari pengujian, dilakukan uji perolehan
kembali (UPK) dengan konsentrasi 250, 500, dan 700 ppm. Berdasarkan kurva kalibrasi pada
konsentrasi tersebut, diperoleh persamaan regresi linear y = 0,001x + 0,037 dengan nilai R =
0,955092. Dari persamaan tersebut, didapatkan data konsentrasi sampel yang terukur dan
kemudian akan dibandingkan dengan konsentrasi sebenarnya untuk mengetahui nilai UPK.
Nilai UPK yang baik berdasarkan literatur adalah 98-102%. Jika nilai UPK 100% maka tidak
ada penambahan analit karena adanya kontaminasi ataupun pengurangan analit karena adanya
proses degradasi, penguapan, adsorpsi atau absorpsi selama proses preparasi sampel urin.
Namun nilai UPK yang diperoleh dari pengujian pada waktu ke-0 lebih besar dari 102%
sementara waktu lainnya lebih kecil dari 98% yang menunjukkan bahwa terjadi kesalahan
sistematik yang cukup besar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penambahan analit dari
kontaminasi pada sampel atau pengurangan analit dari preparasi sampel yang tidak tepat.
Terdapat berbagai macam faktor yang mengakibatkan parameter farmakokinetika, dan nilai
UPK yang diperoleh tidak sesuai atau menyimpang. Faktor-faktor yang dapat menjadi
penyebabnya yakni:

1. Ketidaktelitian praktikan ketika melakukan pengambilan sampel urin maupun


reagen.
2. Ketidakpatuhan praktikan terhadap waktu maupun kondisi penetapan yang
telah ditentukan setelah penambahan setiap reagen.
3. Keterlambatan waktu pengukuran sampel dikarenakan penggunaan alat
spektrofotometer UV-Vis yang bergantian.
4. Ketidaktepatan alat spektrofotometer UV-Vis yang digunakan.
5. Ketidaksesuaian kondisi atau suhu untuk terjadinya reaksi yang optimal
setelah penambahan tiap reagen.

VII. Kesimpulan
A. Data Pengamatan Sampel Urin

tmid dDu/dt dDu/dt ΔdDu/dt dDu/dt Cp - Cp’


(μg/jam) 1 (μg/jam) 2 (μg/jam) ekstrapol
asi

0.25 3570 3984 3777 5700 1923

0.75 4124 5262 4693 5150 457

1.5 2754 3261 3007.5 (outlier)

2.5 3877 3677 3777

3.5 4746 3985 4365.5

5 2615.5 2761.5 2688.5

7 1696 1573 1634.5

9 904 961.5 932.75

11 815.5 904 859.75

14 305.75 359.5 332.625

B. Perhitungan Analisis Parameter Farmakokinetika


1. Konstanta eliminasi
k =0.2062/ jam
2. Konstanta ekskresi
ke=0.012/ jam
3. Konstanta Metabolisme
km=0.1942/ jam
4. Waktu Paruh
t 1/ 2=3.3608 jam
5. Persentase Obat Diekskresi
x %=5.82%
6. Persentase Obat Dimetabolisme
m %=94.18 %

C. Perhitungan UPK
1. Konsentrasi 250 ppm
x=218 ppm
R %=87.2 %
Kesalahan sistematis=12.8 %

2. Konsentrasi 500 ppm


x=591 ppm
R %=118.2 %
Kesalahan sistematis=−18.2 %

3. Konsentrasi 700 ppm


x=667 ppm
R %=95.3 %
Kesalahan sistematis=4.7 %

VIII. Daftar Pustaka


Shargel, L., & Yu, A. B. (2016). Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics (7th ed.). New York: Mc Graw Hill Education.
IX. Lampiran
Lembar Kerja Praktikum:

Anda mungkin juga menyukai