Anda di halaman 1dari 8

JURNAL PRAKTIKUM

FARMAKOKINETIK DAN BIOFARMASETIK

PERCOBAAN III

PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIK MODEL 1


KOMPARTEMEN TERBUKA DATA URIN

Disusun Oleh :

Nama : Maria Arifah

Kelompok : 3C

NIM : 200106100

Hari/Tanggal : Kamis 21 Desember 2023

Dosen Pengampu : apt. Rizky Dwi Larasati, M.S.Farm

Asisten Dosen : Herlina Eka Sari

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2023
I. Tujuan Praktikum

1.1 Menguasai model dan rumus 1 kompartemen terbuka pada pemberian


intravaskular dan ekstravaskular
1.2 Mampu menggunakan rumus model 1 kompartemen terbuka pada data
urin
1.3 Menentukan kadar salisilat dalam urin

II. Dasar Teori

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara


matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi obat atau
metabolitnya dalam cairan fisiologis seperti plasma dan urin. Konsentrasi plasma
biasanya diperiksa, dan biopsi tambahan dapat diambil dari hewan dan
kadangkadang dari manusia. Parameter farmakokinetik memberikan indikasi
keseluruhan perilaku obat dalam tubuh (Tillement, 2007).

Secara umum parameter farmakokinetika digolongkan menjadi parameter


primer, sekunder dan turunan. Parameter primer adalah parameter
farmakokinetika yang nilainya dipengaruhi oleh variable biologis seperti volume
distribusi (Vd), klirensi (Cl), dan konstanta laju absorbsi (Ka). Parameter
sekunder adalah parameter farmakokinetika yang nilainya bergantung pada
parameter primer seperti waktu paruh eliminasi (t1/2) dan konstanta laju eliminasi
(Ke). Parameter turunan adalah parameter farmakokinetika yang harganya
tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian obat seperti waktu maksimum
(tmaks), kadar maksimum (Cpmaks), dan Area Under Curve (AUC) (Shargel dan
Yu, 2005).

Klirens merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan


eliminasi obat yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat
yang dibersihkan dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum
eliminasi obat terjadi pada ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah
klirens total yang merupakan jumlah dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik)
(Mutchler, 1999).
Parameter sekunder adalah parameter farmakokinetika yang harganya
bergantung pada parameter primer. Contoh dari parameter sekunder adalah waktu
paruh eliminasi (t1/2 eliminasi) dan kecepatan eliminasi (Kel). Waktu paruh
eliminasi adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk tereliminasi menjadi separuh
dari harga awal. Besar kecilnya waktu paruh eliminasi sangat menentukan lama
kerja obat dan menjadi acuan untuk menentukan dosis pada pemakaian berulang
dalam terapi jangka panjang (Mutschler, 1999).

Sedangkan parameter turunan adalah parameter yang tidak hanya


tergantung pada parameter primer tapi juga besar-besaran lain. Contohnya waktu
mencapai kadar puncak (tmaks), kadar puncak (CPmaks) dan Area Under Curve
(AUC). Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum
atau plasma. AUC adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi waktu (Tjay dan
Rahardja, 2007).

Cuplikan urin dapat digunakan dengan baik jika obat diekskresikan cukup
banyak dalam urin dan ditampung dalam waktu tidak terhingga. Data laju ekskresi
obat dalam urin analog dengan data kadar obat dalam plasma sehingga
farmakokinetik obat dapat ditentukan dengan data urin (Lukma, 2012).

Reabsorpsi obat asam atau basa lemah dipengaruhi oleh pH cairan dalam
ginjal (pH urin) dan pKa obat yang akan mempengaruhi presentase obat terion
dan tidak terion. Obat tidak terion mudah direabsorpsi dalam tubulus ginjal dan
akan mempengaruhi julah obat yang terekskresi. pH urin dapat berubah
disebabkan karena pemberian cairan intravena seperti larutan bikarbonat/amonium
klorida. Ekskresi larutan ini dapat mengubah pH dan mengubah resorpsi obat dan
ekskresi obat elwat ginjal (Lukma, 2012).

III. Pelaksanaan Praktikum

3.1 Alat dan Bahan

No Alat Bahan Subjek Uji


1. Alat gelas Asam asetil salisilat Manusia sehat, pria,
p.a dewasa, tidak
2. Sentrifuga Natrium salisilat p.a memiliki gangguan
3. Spektrofotomete pencernaan dan tidak
Ferri nitrat p.a
r merokok.
4. Venoject Asam klorida p.a
5. Vortex mixture Air suling
3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Protokol Percobaan

Pengambilan sampel urin

Diberikan obat asetosal seminggu sebelum percobaan pada subyek


Diminta subyek untuk berpuasa semalam sebelum percobaan
Diberi minum subyek sebanyak 400 mL air dan segera mengosongkan
kandung kemih sebelum minum obat yang diuji satu jam sebelum
percobaan
Ditampung urin sebelum minum obat dan digunakan sebagai blanko
Diminum obat asetosal 500 mg dan diberi minum sebanyak 200 mL air
setiap 4 jam berturut-turut
Ditampung cuplikan urin pada interval waktu tertentu hingga semua obat
1
diekskresikan (± 7 x t ).
2
Dicatat dengan tepat waktu dan volume urin pada setiap penampungan urin
Disimpan tiap sampel urin dalam wadah masing-masing
Dipastikan data harus benar dan tepat agar hasil yang diperoleh dapat
menunjukkan kondisi sebenarnya.
Diberi toluene jika sampel tidak segera dianalisis sebanyak 0,5-1 mL untuk
setiap 20-50 mL urin dan disimpan pada suhu 2-8 ℃ selama 48 jam hingga
Hasil sampel urin

3.2.2 Penetapan Kadar Salisilat Dalam Urin Dengan Larutan


Ferri Nitrat dalam HCl

Penetapan kadar salisilat dalam urin dengan larutan ferri nitrat dan HCl

Ditambahkan 1 mL sampel urin dan 5 mL pereaksi ferri nitrat


Divortex hingga homogen, kemudian disentrifuga 2500 rpm
selama 5 menit
Dipisahkan filtrat dan diamati pada panjang gelombang maksimum
Digunakan 1 mL urin blanko ditambah 5 mL pereaksi Ferri nitrat
untuk dijadikan sebagai blanko
3.2.3 Pembuatan Pereaksi Ferri Nitrat

Pembuatan Pereaksi Ferri Nitrat

Dilarutkan ferri nitrat sebanyak 20 gr dalam 500 mL larutan HCl 0,1 N

Hasil pereaksi ferri nitrat

3.2.4 Pembuatan Larutan Baku Kerja Salisilat

Pembuatan Larutan Baku Kerja Salisilat

Dibuat larutan baku induk dengan konsentrasi 1000 μg/mL dari


116 mg natrium salisilat dilarutkan dalam 100 mL air suling
Dibuat larutan baku kerja salisilat dengan cara mengencerkan
larutan baku induk dengan air suling sampai diperoleh
konsentrasi 20; 50; 100; 150; 200; dan 300 μg/mL .

Hasil larutan baku kerja salisilat

3.2.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Ditentukan panjang gelombang maksimum menggunakan larutan


baku kerja 100 dan 200 μg/mL
Direaksikan larutan baku kerja 100 dan 200 μg/mL sesuai dengan
prosedur penetapan kadar salisilat dan diamati nilai absorban
pada panjang gelombang antara 510-560 nm.
Dibuat kurva perbandingan absorban terhadap panjang
gelombang dari larutan baku kerja 100 dan 200 μg/mL pada
kertas grafik berskala sama
Ditentukan panjang gelombang maksimum

Hasil panjang gelombang maksimum


3.2.6 Pembuatan Kurva Baku

Pembuatan Kurva Baku

Dilakukan pengamatan absorban dari larutan baku kerja pada


beberapa konsentrasi yang telah dibuat dan yang telah direaksikan
seperti pada metode penetapan kadar salisilat dalam urin dengan
metode ferri nitrat pada panjang gelombang maksimum yang telah
diperoleh. Sebagai blanko digunakan 1 mL air suling ditambah 5
mL pereaksi ferri nitrat
Dibuat tabel hasil pengamatan dan kurva perbandingan kadar
larutan baku kerja terhadap absorban pada kertas grafik berskala
sama
Dihitung koefisien kolerasi dan buat persamaan garisnya.

Hasil kurva baku

3.2.7 Penetapan Kembali Kadar Salisilat Yang Ditambahkan


Dalam Urin (recovery)

Penetapan Kembali Kadar Salisilat Yang Ditambahkan Dalam Urin


(recovery)
Dibuat larutan baku induk 1000 μg/mL dari 116 mg natrium
salisilat dilarutkan dalam 100 mL urin blanko
Dibuat larutan baku kerja salisilat dengan cara mengencerkan
larutan baku induk dengan urin blanko sampai diperoleh larutan
dengan kadar 20; 50; 100; 150; 200 dan 300 μg/mL
Dilakukan pengamatan absorban dari larutan baku kerja dengan
konsetrasi setelah direaksikan. Pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh sebelumnya.
Sebagai blanko 1 mL urin blanko ditambah 5 mL pereaksi ferri
nitrat
Ditabelkan hasil pengamatan dan dibuat kurva perbandingan kadar
larutan baku kerja terhadap absorban pada kertas grafik berskala
sama. Dihitung persen recovery dengan cara :
C Perolehan kembali
%recovery ×100 %
C sebenarnya

Hasil % recovery
3.2.8. Pengumpulan sampel urin

Pengumpulan Sampel Urin

Dibuat jadwal penampungan sampel urin (dengan


mempertimbangkan waktu paro eliminasi salisilat yang
diperoleh dari pustaka) selama ± 7 x t ½ .
Dilakukan penampungan urin dan dicatat secara cepat volume
dan waktu penampungan

Hasil sampel urin

3.2.9 Pembuatan Kurva Baku

Penetapan Kadar Salisilat Dalam Urin

Ditetapkan kadar salisilat dalam sampel urin menggunakan


metode Ferri nitrat dan diamati absorbannya pada panjang
gelombang maksimum
Dimasukkan data absorban ke persamaan garis recovery untuk
mendapatkan data kadar salisilat dalam urin dari setiap waktu
pengambilan

Hasil kadar salisilat dalam urin


DAFTAR PUSTAKA
Hakim, L., 2012, Farmakokinetik Klinik, Yogyakarta, Bursa Ilmu

Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi,
diterjemahkan oleh Widianto, M.B., dan Ranti, A.S., Edisi Kelima,
Bandung, Penerbit ITB

Shargel, L. Y. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi Kedua


. Surabaya: Airlangga University .

Tillement, J-P., and D. Tremblay.2007 Clinical Pharmacokinetic Criteria for Drug


Research. Elsevier 11-30

Tjay, T.H. & Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi Keenam, Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo

Anda mungkin juga menyukai