Anda di halaman 1dari 18

PRAKTEK AKUNTANSI PADA ENTITAS SYARIAH TERKAIT DENGAN

MUSYARAKAH MUDHARABAH DAN MURABAHAH

Disusun Oleh :
Farhan Nanda Saputra
43219010005

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mercu Buana
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil 'Aalamiin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya kepada kami semua, sehingga saya
bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah atas junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW.

Tujuan saya membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi Tugas Besar 2 pada mata
kuliah Akuntansi Keuangan Syariah. Dan juga makalah ini bertujuan untuk memberikan ilmu
dan juga wawasan lebih kepada para pembaca, tanpa rahmat dan pertolongan-Nya tidaklah
mungkin saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan
hati, dalam pembuatan makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan serta dukungan
dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang. Semoga makalah ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Akad...............................................................................................................................3
B. Mudharabah..................................................................................................................3
Ketentuan Hukum Mudharabah:.............................................................................................6
C. Musyarakah...................................................................................................................8
D. Murabahah.....................................................................................................................10
BAB III....................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN..............................................................................................................13
B. SARAN............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ekonomi Syariah merupakan salah satu jenis sistem ekonomi yang saat ini
berkembang di dunia, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk
muslim. Penerapan ekonomi syariah sebagai sistem dilandaskan nilai-nilai Islam
yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadist.

Perkembangan sistem ekonomi Islam selama ini diikuti dengan kemunculan


pemikiran banyak ahli, khususnya dari kalangan muslim, mengenai bidang ini.
Karena itu, dalam hal pengertian ekonomi Islam, sejumlah ahli juga telah
menyodorkan berbagai definisi.

Tujuan utama dari sistem ekonomi syariah (ekonomi Islam) selaras dengan
tujuan dari penerapan syariat (hukum) agama Islam, yaitu untuk mencapai tatanan
yang baik serta terhormat sehingga menciptakan kebahagiaan dalam lingkup dunia
dan akhirat. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi juga menjadi perhatian
dalam agama Islam. Menurut Muhammad Abu Zahra, seperti dicatat dalam buku
Memahami Ekonomi (2018), terdapat tiga sasaran utama yang menjadi tujuan dari
ekonomi syariah, yaitu:

 Setiap muslim menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan


lingkungannya sekaligus dalam bentuk penyucian jiwa.

 Penegakan keadilan di masyarakat mencakup bidang hukum dan


muamalah.

 Dicapainya keselamatan keyakinan agama, jiwa, akal, keluarga dan


keturunan, serta harta benda.

1
Ada 5 prinsip Ekonomi Islam. Berikut daftar 6 prinsip ekonomi Islam beserta
penjelasannya:

1. Larangan Maisyir: Tidak membolehkan adanya perjudian di dalam kehidupan


ekonominya. 2. Larangan Gharar (penipuan): Tidak mengizinkan
berlangsungnya transaksi dan semacamnya yang sifatnya menipu orang lain.
2. Larangan Hal Haram: Tidak memperbolehkan adanya barang yang didapatkan
dengan cara tidak baik atau transaksi barang yang dilarang dalam Islam.
3. Larangan Dzalim: Larangan terhadap segala sesuatu yang sifatnya merugikan
orang lain.
4. Larangan Ikhtikar: Tidak boleh ada penimbunan barang yang nantinya
merugikan pihak lain dan hanya menguntungkan penimbun.
5. Larangan Riba: Tak diperbolehkan ada tambahan dana atas transaksi, kecuali
yang memberikan uang lebih tersebut ikhlas.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana praktik mudharabah dalam keuangan/akuntansi syariah?
2. Bagaimana praktik musyarakah dalam keuangan/akuntansi syariah?
3. Bagaimana praktik murabahah dalam keuangan/akuntansi syariah?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami bagaimana praktik mudharabah dalam keuangan/akuntansi syariah
2. Memahami bagaimana praktik musyarakah dalam keuangan/akuntansi syariah
3. Memahami bagaimana praktik murabahah dalam keuangan/akuntansi Syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Akad
Akad syariah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut jenis perjanjian
atau kesepakatan dalam transaksi syariah.

Sebagaimana pengertian akad adalah perjanjian, istilah yang berhubungan


dengan perjanjian di dalam Al-Qur’an setidaknya ada dua istilah yaitu al ‘aqdu (akad)
dan al ‘ahdu (janji) (Dewi, 2005: 45). Istilah al ‘aqdu terdapat dalam Surat Al-Maidah
ayat 1, bahwa dalam ayat ini ada kata bil’uqud yang terbentuk dari hurf jar ba dan
kata al ‘uqud atau bentuk jamak taksir dari kata al ‘aqdu oleh tim penerjemah
Departemen Agama RI diartikan sebagai perjanjian (akad) (Departemen Agama RI,
1418 H: 156). Kesepakatan Ahli Hukum Islam (Jumhur Ulama) mendefinisikan akad
adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang dibenarkan syar’i yang
menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada obyeknya (Basyir, 2000: 65).

B. Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama
dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari
pengelola.

Mudharabah dapat diartikan sebagai akar kerjasama usaha antara dua pihak,
yaitu antara pengelola usaha yang disebut sebagai mudharib dan pihak memiliki

3
modal disebut sebagai shahibul maal. Melalui pembiayaan ini,
pemberi modal memperoleh bagi hasil secara terus menerus selama usaha masih
berjalan. Besar keuntungan yang diperoleh dibagi atas dasar kesepakatan yang telah
ditentukan di kontrak awal.

Akad mudharabah dibagi menjadi dua jika dilihat dari segi transaksi, yaitu:

1. Mudharabah Mutlaqah: Usaha diajukan oleh mudharib kepada shahibul maal.


Dalam akad ini, pemberi modal tidak menentukan jenis usaha apa yang akan
dilakukan, dan hanya memberikan modal usaha. Nantinya pemberi modal akan
menerima nisbah bagi hasil dari usaha yang berjalan.
Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan
deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu
tabungan mudharabah danadeposito mudharabah.

Ketentuan umum dalam produk ini adalah:

 Bank wajib memeberitahukan kepada pemilik mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang
dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan,
maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
 Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai
bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau penarikan lainnya kepada
penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau
tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
 Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuia dengan
perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo
negative.

4
 Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang
telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan
diperlakukan sma seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah
dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
 Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabugan dan deposito tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah

2. Mudharabah Muqayyadah: Usaha ditentukan oleh pemberi modal (shahibul maal),


sedangkan pihak yang menerima pembiayaan (mudharib) hanya sebagai pengelola
yang menjalankan usaha.

 Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:

 Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh
bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana
simpanan khusus.
 Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata
cara pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko
yan dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai
kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
 Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
 Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertitifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) dposito kepada deposan.

Mudharabah Muqayyadah of Balance sheet

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada


pelaksana  usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang
mempertemukan anatara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus daipatuhi oleh bank dalam
mencari bisnis (pelaksana usaha).

5
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:

 Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus daicatat pada pos
tersendiri dalam rekening administrative.
 Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.
 Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara
pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.

Ketentuan Hukum Mudharabah:

1. Mudharabah dapat dibatasi oleh periode tertentu.


2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan
yang belum tentu terjadi.
3. Tidak ada ganti rugi dalam mudharabah, karena akad ini pada dasarnya bersifat
amanah. Kecuali akibat dari kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau terjadi perselisihan
diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syariah jika tidak terselesaikan melalui musyawarah.

 Praktik akuntansi mudharabah


Timbulnya pembiayaan mudharabah pada saat telah melakukan pencairan dana
(dropping) kepada nasabah melalui akun rekening nasabah. Pengukuran dan pengakuan
dalam dana investasi tidak terikat diakui sebagai investasi tidak terikat. Pada akhir
periode akuntansi, investasi tidak terikat diukur sebesar nilai tercatat dan hal ini sesuai
dalam PSAK 59 Paragraf 29. Bagi hasil investasi tidak terikat dialokasikan kepada
Bank dan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, hal ini sesuai dengan
PSAK 59 Paragraf 30.

6
Selanjutnya PSAK Nomor 105 Paragraf 14 dan 15, jika nilai investasi mudharabah
turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan
kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana maka penurunan nilai tersebut diakui
sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. Namun jika sebagian
investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau
kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.

Pengakuan bagi hasil mudharabah tercantum dalam PSAK Nomor 105 Paragraf 20,
jika investasi mudharabah melebihi satu periode laporan, maka penghasilan usaha
diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
Selanjutnya Paragraf 21, kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad
mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian
investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara: (i) Investasi mudharabah
setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi, dan (ii) Pengembalian investasi
mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian.

PSAK Nomor 105 Paragraf 23, kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola
dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
Sedangkan Paragraf 24, bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana
diakui sebagai piutang. Terkait dengan pengukuran pembiayaan yang diterapkan oleh
BSM sesuai dengan PSAK Nomor 105 Paragraf 13
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan. Selanjutnya Paragraf 13
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar
aset non kas pada saat penyerahan: (i) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai
tercatatnya diakui maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan
diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. (ii) Jika nilai wajar lebih rendah
daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

Pengukuran bagi hasil mudharabah tercantum dalam PSAK Nomor 105 Paragraf 11,
pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau

7
bagi laba (profit sharing). Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian
hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset).
Sedangkan jika berdasarkan prinsip laba, dasar pembagian adalah laba neto (non profit)
yaitu bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah

C. Musyarakah
Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-ikhtilath
(percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit
dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau perserikatan usaha. Secara etimologis,
musyarakah adalah penggabungan, percampuran atau serikat. Musyarakah berarti
kerjasama kemitraan atau dalam bahasa Inggris disebut partnership.

Secara fiqih, dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy-Syaukani
menulis sebagai berikut, “(Syirkah syar‟iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama
ridha di antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan
modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama itu dikelola untuk
mendapatkan keuntungan, dengan syarat masing-masing di antara mereka mendapat
keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah tersebut.
Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya dibagi rata antara
mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal itu boleh dan sah, walaupun
saham sebagian mereka lebih sedikit sedang yang lain lebih besar jumlahnya. Dalam
kacamata syariat, hal seperti ini tidak mengapa, karena usaha bisnis itu yang terpenting
didasarkan atas ridha sama ridha, toleransi dan lapang dada.

Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi di antara para pemilik modal (mitra
musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam
suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan
kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

Adapun yang menjadi syarat musyarakah adalah sebagai berikut:


 Tidak ada bentuk khusus kontrak, berakad dianggap sah jika diucapkan secara
verbal/tertulis, kontrak dicatat dalam tulisan dan disaksikan.
8
 Mitra harus kompeten dalam memberikan/diberikan kekuasaan
perwalian.
 Modal harus uang tunai, emas, perak yang nilainya sama, dapat terdiri dari asset
perdagangan, hak yang tidak terlihat (misalnya lisensi, hak paten dan sebagainya).
 Partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah sebuah hukum dasar dan tidak
diperbolehkan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan tidak ikut sertanya mitra
lainnya. Namun porsi melaksanakan pekerjaan tidak perlu harus sama, demikian pula dengan
bagian keuntungan yang diterima.

Musyarakah memiliki beberapa rukun, antara lain


 Ijab-qabul (sighat) Adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang
bertransaksi.
 Dua pihak yang berakad (‘aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan
harta.
 Objek aqad (mahal), yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal atau
pekerjaan.
 Nisbah bagi hasil.

 Praktik akuntansi musyarakah


BMT melakukan Pembiayaan musyarakah kepada anggotanya melalui beberapa
ketentuan yang berdasarkan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan
syariah diantaranya:
a) Pelarangan riba dalam berbagai bentuk
b) Tidak mengenal konsep nilai waktu dan uang (time value of money).
c) Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komuditas.
d) Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang sepekulatif.
e) Tidak diperkenankan menggunakan dua harga dalam satu barang.
f) Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka proses pengkajian atas data diri anggota dan
tujuan usaha anggota, terdapat beberapa langkah-langkah yang dijalankan dalam
pembiayaan Musyarakah, yaitu sebagai berikut:
a) Pengajuan Pembiayaan Musyarakah.
b) Melengkapi persyaratan Musyarakah,
9
c) Analisis administrasi,
d) Survey lokasi usaha dan alamat tempat tinggal,
e) Analisis komite pembiayaan BMT,
f) Keputusan pengajuan pembiayaan,
g) Apabila disetujui ditentukan jadwal akad,
h) Akad pembiayaan,
i) Dana masuk kesimpanan wadiah anggota,
j) Dicairkan oleh anggota pembiayaan musyarakah,
k) Pembinaan dan monitoring pembiayaan musyarakah,

BMT mencatat anggota yang telah membayar bagi hasil BMT akan disajikan kedalam
laporan keuangan pada pos pendapatan bagi hasil musyarakah. Anggota yang belum
melunasi kewajibannya pada saat akad berakhir yaitu investasi dan bagi hasil yang belum
dibayarkan diakui sebagai piutang. Jika masa akad berakhir anggota masih belum
mampu mengembalikan investasi dan bagi hasil sepenuhnya maka BMT melakukan
rescheduling (perpanjangan jangka waktu pembiayaan) atau reconditioning
(perpanjangan atau pengurangan jumlah angsuran), tetapi anggota tetap harus mampu
mengembalikan investasi dan bagi hasil sepenuhnya di akhir masa akad. Namun apabila
pokok investasi dan bagi hasil telah ditutup maka pembiayaan berakhir dan anggota akan
diberikan bonus berupa potongan bagi hasil. Misalnya jika anggota melakukan
pembiayaan selama 12 bulan, anggota tersebut telah melakukan angsuran investasi dan
bagi hasilnya setiap bulan selama 5 bulan, kemudian anggota tersebut akan membayar
sisa investasi dan bagi hasil sekaligus maka pembiayaan akan berakhir dengan pihak
BMT memberikan bonus berupa potongan bagi hasil. Jadi pihak anggota akan membayar
investasi sejumlah pokok cicilan selama 7 bulan dan bagi hasil yang dibayarkan hanya
pada bulan penutupan atau pada bulan ke 6 saja.

D. Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan
harga jual yang terdiri atas harga pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang
dimana harga jual tersebut disetujui oleh pembeli. Dalam akad murabahah, penjual
(dalam hal ini adalah bank) harus memberi tahu harga poduk yang dibeli dan
10
menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Saat ini, produk inilah yang
paling banyak digunakan oleh bank Syariah karena paling mudah dalam
implementasinya dibandingkan dengan produk pembiayaan lainnya.

Menurut Wiroso dalam bukunya, murabahah didefinisikan oleh para fuqaha


sebagai penjualan barang sehingga biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut
ditambah mark-up/ keuntugan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah
bahwa penjual harus memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

Adapun rukun-rukun murabahah adalah sebagai berikut:


a. Ba’iu (penjual)
b. Musytari (pembeli)
c. Mabi’ (barang yang diperjualbelikan)
d. Tsaman (harga barang)
e. Ijab Qabul (pernyataan serah terima)
Dari rukun di atas terdapat pula syarat-syarat murabahah sebagai berikut:
a. Syarat yang berakad (ba’iu dan musytari) cakap hukum dan tidak dalam
keadaan terpaksa.
b. Barang yang diperjual belikan (mabi’) tidak termasuk barang yang
haram dan jenis maupun jumlahnya jelas.
c. Harga barang (tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga
pokok dan komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan
dengan jelas.
d. Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan menyebutkan
secara spesifik pihak-pihak yang berakad.

 Praktik akuntansi murabahah


Pengakuan aset murabahah pada saat perolehan diakui sebagai barang milik koperasi
syariah yang nilai dari barang tersebut sebesar harga perolehan. Dalam hal ini koperasi
syariah menganggap aset murabahah sebagai koperasi syariah karena koperasi syariah
tersebut tidak memiliki gudang sebagai penyimpanan aset murabahah, sehingga barang
11
yang sudah dibeli dari pemasok langsung menjadi barang milik anggota setelah
melakukan kesepakatan. Dalam pembelian aset murabahah pihak koperasi syariah
memberikan surat kuasa kepada anggota untuk membeli sendiri barang yang menjadi
kebutuhannya. Surat kuasa tersebut berisi amanat dan sejumlah uang dari koperasi
syariah untuk pihak anggota agar membeli aset murabahah langsung dari pemasok.

Jika dalam pembelian aset tersebut anggota mendapatkan diskon dari pemasok,
maka oleh pihak koperasi syariah diskon pembelian tersebut dalam perhitungannya
mengurangi harga pembelian barang, karena terjadi sebelum terjadinya akad murabahah
maka diskon pembelian menjadi hak pembeli.

Keuntungan yang disepakati sebesar 2.5% dari harga perolehan barang, dimana
presentase keuntungan tersebut berasal dari ketentuan yang berlaku dalam koperasi
syariah dan akun yang digunakan untuk memasukkan keuntungan yang akan diperoleh
adalah pendapatan potensial murabahah.

Disamping itu dalam menentukan besarnya keuntungan biasanya ditetapkan oleh


pihak koperasi syariah, namun kenyataannya anggota ada yang langsung menyepakati
keuntungan tersebut dan ada terjadi tawar menawar, sehingga dari hasil tawar menawar
tersebut keuntungan yang disepakati biasanya sebesar 1.5% – 1.75%
dari harga perolehan barang. Besarnya harga jual yang telah ditentukan dan telah
disepakati maka harga jual tersebut oleh pihak koperasi syariah akan diakui sebagai
piutang murabahah, dengan jurnal sebagai berikut :
Jurnal :
Piutang Murabahah XXX
Kas XXX
Pendapatan Potensial XXX

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tujuan utama dari sistem ekonomi syariah (ekonomi Islam) selaras dengan tujuan
dari penerapan syariat (hukum) agama Islam, yaitu untuk mencapai tatanan yang baik
serta terhormat sehingga menciptakan kebahagiaan dalam lingkup dunia dan akhirat. Hal
ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi juga menjadi perhatian dalam agama Islam.

Menurut Muhammad Abu Zahra, seperti dicatat dalam buku Memahami Ekonomi
(2018), terdapat tiga sasaran utama yang menjadi tujuan dari ekonomi syariah, yaitu:

 Setiap muslim menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan


lingkungannya sekaligus dalam bentuk penyucian jiwa.

 Penegakan keadilan di masyarakat mencakup bidang hukum dan


muamalah.

 Dicapainya keselamatan keyakinan agama, jiwa, akal, keluarga dan


keturunan, serta harta benda.

B. SARAN
Adapun saran yang ingin disampaikan adalah keinginan penulis atas partisipasi para
pembaca, agar sekiranya mau memberikan pendapat yang sehat dan bersifat membangun
demi kemajuan penulisan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
https://tirto.id/apa-itu-ekonomi-islam-dan-tujuannya-pengertian-menurut-para-
ahli-gik3

https://www.ocbcnisp.com/en/article/2021/08/31/akad-syariah

https://kamus.tokopedia.com/m/mudharabah/

https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/konsep-operasional-
PBS.aspx#:~:text=Mudharabah%20adalah%20bentuk%20kerja%20sama,maal
%20dan%20keahlian%20dari%20mudharib.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press.

Arif, Rahmy Nurhardi. 2010. Analisis Penerapan Pembiayaan Mudharabah dalam


Dual Banking System pada PT. Bank Negara Indonesia Syariah Makassar. Makassar:
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.
Junaidi, SH. 2006. Pelaksanaan Bagi Hasil Dalam Penyaluran Dana Mudhorobah
pada Bank Syariah Mandiri (Study di Bank Syariah Mandiri Kudus). Semarang:
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

14

Anda mungkin juga menyukai