Anda di halaman 1dari 16

METALURGI

MAKALAH
METALURGI NIKEL

Disusun Oleh :
DENNY DWI TAMA 1031711041
ZIKRI HAFIZ 1031911062
HISKIA MARANTHA 1031911017
SALSA NABILA 1031911025

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekstraksi metalurgi adalah praktek menghapus logam berharga dari sebuah bijih
dan pemurnian logam mentah yang diekstrak ke dalam bentuk murni. Metalurgi
adalah seni dan ilmu pengetahuan untuk mendapatkan logam dari bijihnya dan
pembuatan logam menjadi berbagai produk. Ruang lingkup metalurgi terbagi menjadi
dua bagian yaitu mineral processing dan metal processing. Mineral processing yaitu
perlakuan bijih untuk mendapatkan logam atau konsentrat mineral. Sedangkan metal
processing yaitu pembuatan produk dari logam.
Salah satu bahan galian yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi yaitu Nikel
yang merupakan baja nirkarat yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun sifat - sifat Nikel merupakan logam berwarna putih keperak – perakan,
ringan, kuat antin karat, mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik, resisten
terhadap oksidasi, mudah ditarik oleh magnet, larut dalam asam nitrit.
Di indonesia endapan bijih nikel banyak terdapat didaerah sulawesi. Bijih nikel
berbeda dengan bahan tambang lainnya dikarenakan bijih nikel tidak dapat diketahui
secara spontanitas dengan pengamatan mata biasa, Oleh karena itu diperlukan
penelitian serta pengamatan di ruang khusus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah genesa pembentukan bijih nikel?
2. Bagaimanakah sifat-sifat nikel?
3. Bagaimanakah proses penambangan nikel?
4. Bagaimanakah proses pengolahan bijih nikel?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui genesa pembentukan bijih nikel.
2. Untuk mengetahui sifat-sifat nikel.
3. Untuk mengetahui proses penambangan nikel.
4. Untuk mengetahui proses pengolahan bijih nikel.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Genesa Pembentukan Bijih Nikel


Nikel ore adalah bijih nikel, yaitu mineral atau agregat mineral yang
mengandung nikel. Ferronickel adalah produk metalurgi berupa alloy (logam paduan)
antara besi (ferrum) dan nikel.
Baja menggunakan produk alloy ini Nikel bisa berasal dari Laterite (Ni Oxides)
hasil proses pelapukan batuan Ultramafik dan Sulfida (Ni Sulphides) hasil dari
proses magmatisme. Sumber batual Ultramafik bisa dari Dunite, Peridotite,
Lherzolite, Serpentinite, dll.
Orebody dengan Ni grade yang tinggi umumnya didapat dari proses pelapukan
batuan (bedrock) yang kaya Olivine karena memang kandungan Ni di Olivine lebih
tinggi dibanding mineral mafik yg lain. Kandungan Ni di bedrock sebenar nya kecil
sekali (<0.7%), kandungan dibedrock didominasi oleh silica (>40%) dan magnesia
(>30%), proses pengkayaaan Ni terjadi karena adanya proses Leaching dimana
elemen-elemen yg mudah larut dan punya mobilitas tinggi terutama SiO2 dan MgO
dilarutkan oleh air sehingga % Ni yg tinggal di profile jadi tinggi (>2%).
Proses leaching yg efektif biasanya terjadi pada Daerah tropis dimana curah
hujan tinggi dan banyak vegetasi yang membentuk lingkungan asam. Morfologi yg
"gentle" termasuk plateua karena sirkulasi air bagus untuk "mencuci/mengeluarkan"
Silica dan magnesia, jika terlalu terjal hasil pelapukan akan tererosi sehingga profile
yang akan dihasilkan tipis. Kalo terlalu landai seperti di lembah/dataran rendah
sirkulasi air kurang bagus. Struktur geologi yang intensif karena penetrasi air ke
bedrock akan lebih efektif.
Proses leaching membentuk profile Limonite (bagian atas/zona oksidasi) dan
Saprolite (bagian bawah/zona reduksi) dimana pada lapisan limonite proses
pelapukan sudah sangat lanjut sehingga hampir semua Silica dan magnesia sudah
tercuci dan sisa-sisa struktur/tekstur batuan sudah boleh dikatakan hilang (semua
lapisan bedrock sudah jadi tanah), lapisan limonite mengandung Fe yang sangat
tinggi karena memang Fe sangat suka lingkungan oksidasi. Kalo saprolite boleh
dikatakan setengah lapuk dimana masih ditemukan sisa-sisa batuan dasar. Kandungan
Ni tertinggi akan didapat pada zona saprolite karena Ni lebih stabil di zona reduksi.

2.2 Sifat kimia, Fisika, serta Karakteristik Nikel


1. Sifat kimia Nikel
Adapun sifat-sifat kimia dari nikel yaitu antara lain:
- Pada suhu kamar nikel bereaksi lambat dengan udara.
- Jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida NiO.
- Bereaksi dengan Cl2 membentuk klorida (NiCl2).
- Bereaksi dengan steam H 2O membentuk Oksida NiO.
- Bereaksi dengan HCl encer dan asam sulfatencer, yang reaksinya
berlangsung lambat.
- Tidak beraksi dengan basa alkali
- Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam.

2. Sifat fisika Nikel


Adapun sifat-sifat fisika dari nikel yaitu antara lain:
- Logam putih keperak-perakan yang berkilat, keras
- Dapat ditempa dan ditarik .
- Feromagnetik
- TL : 1420º C, TD : 2900º C

3. Karakteristik Nikel
No Karakteristik Keterangan lain
1 Nama Nikel
2 Lambing Ni
3 Nomor atom 28
4 Deret kimia Logam transisi
5 Golongan VIII B
6 Periode 4
7 Blok d
8 Penampilan Kemilau, metalik
9 Massa atom 58,6934(2) g/mol
10 Konfigurasi electron [Ar] 3d8 4s2
11 Jumlah electron tiap kulit 16 2

2.3 Sumber dan Pembentukan Bijih Nikel.


Adapun mineral-mineral utama pada logam bijih nikel yaitu antara lain :
a. Millerit, NiS
b. Smaltit (Fe,Co,Ni)As
c. Nikolit (Ni)As
d. Pentlandite (Ni, Cu, Fe)S
e. Garnierite (Ni, Mg)SiO3.xH2O

Nikel berwujud secara gabungan dengan belerang dalam millerite, dengan


arsenik dalam galian niccolite , dan dengan arsenik dan belerang dalam (nikel
glance). Nikel juga terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batu
anultra basa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat
dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil
konsentrasi residu silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa
serta sebagai endapan nikel - tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan
pirit, pirotit, dan kalkopirit.

2.4. Penambangan Nikel


Endapan nikel laterit terbentuk karena proses pelapukan dari batuan ultramafik
yang terbentang dalam suatu singkapan tunggal terbesar di dunia seluas lebih dari 120
km x 60 km. Sejumlah endapan lainnya tersebar di provinsi Sulawesi Tengah dan
Tenggara.
Operasi penambangan nikel biasanya digolongkan sebagai tambang terbuka
dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pemboran, pada jarak spasi 25 - 50 meter untuk mengambil sample batuan


dan tanah guna mendapatkan gambaran kandungan nikel yang terdapat di
wilayah tersebut.
2. Pembersihan dan pengupasan, lapisan tanah penutup setebal 10 – 20 meter
yang kemudian dibuang di tempat tertentu ataupun dipakai langsung untuk
menutupi suatu wilayah purna tambang.
3. Penggalian, lapisan bijih nikel yang berkadar tinggi setebal 5-10 meter dan
dibawa ke tempat pengolahan.

2.5. Pengolahan Bijih Nickel


Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu
mineral sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan
ada oksida. Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya
pun juga tidak sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari
mineral oksida (Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui
yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2
jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit
mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih
Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade
Saprolit Ore) dan LGSO (Low Grade Saprolit Ore), biasanya HGSO mempunyai
kadar Ni ≥ 2% sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni.
Tingkat kebasaan ini menentukan brick / refractory / bata tahan api yang harus
digunakan di dalam tungku (furnace), jika basisitas tinggi maka refractory yang
digunakan juga sebaiknya mempunyai sifat basa agar slag (terak) tidak bereaksi
dengan refractory yang akan menghabiskan lapisan refractory tersebut. Basisitas juga
menentukan viscositas slag, semakin tinggi basisitas maka slag semakin encer dan
mudah untuk dikeluarkan dari furnace. Namun basisitas yang terlalu tinggi juga tidak
terlalu bagus karena difusi Oksigen akan semakin besar sehingga kehilangan Logam
karena oksidasi terhadap logam juga semakin besar.
Setelah bahan galian ditambang dan lalu diangkut dengan alat muat (wheel
loader) menuju ke stockpile. Dan setelah diangkut sebaiknya melakukan proses
pengolahan nickel. Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk melakukan proses
pengelolahan nikel melalui beberapa tahap utama yaitu, crushing, Pengering,
reduction, peleburan, pemurni, granulasi dan Pengemasan.

Gambar. Pengolahan biji nikel dengan metode pirometalurgi

A. Kominusi
Kominusi adalah suatu proses untuk mengubah ukuran suatu bahan galian
menjadi lebih kecil, hal ini bertujuan untuk memisahkan atau melepaskan bahan
galian tersebut dari mineral pengotor yang melekat bersamanya. Kominusi bahan
galian meliputi kegiatan berikut:
1. Crushing
Dimana proses ini bertujuan untuk reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga
bisa terlepas dari bijihnya. Berbeda dengan pengolahan emas, dimana proses ini
bertujuan juga untuk reduksi ukuran dari bahan galian/bijih yang langsung dari
tambang (ROM = run of mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm)
menjadi ukuran 20-25 cm bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm. Alat yang digunakan
pada Primary Crusher dan Secondery Crusher yaitu antara lain :

a. Jaw crusher
b. Gyratory crusher
c. Cone crusher
d. Roll crusher
e. Impact crusher
f. Rotary breaker
g. Hammer Mill

2. Grinding
Merupakan tahap pengurangan ukuran dalam batas ukuran halus yang
diinginkan. Tujuan Grinding yaitu Mengadakan liberalisasi mineral berharga,
Mendapatkan ukuran yang memenuhi persyaratan industri, Mendapatkan ukuran yang
memenuhi persyaratan proses.

B. Sizing
Merupakan proses pemilahan bijih yang telah melalui proses kominusi sesuai
ukuran yang dibutuhkan. Kegiatan Sizing meliputi Screening yaitu Salah satu
pemisahan berdasarkan ukuran adalah proses pengayakan (screening). Sizing dibagi
menjadi dua antara lain :

a. Pengayakan / Penyaringan (Screening / Sieving)


Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam
skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.

 Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu antara lain :


- Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
- Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).

 Saringan (sieve) yang sering dipakai di laboratorium yaitu antara lain :


- Hand sieve
- Vibrating sieve series / Tyler vibrating Sieve
- Sieve shaker / rotap
- Wet and dry sieving

 Sedangkan ayakan (screen) yang berskala industri yaitu antara lain :


- Stationary grizzly
- Roll grizzly
- Sieve Ben
- Revolving screen
- Vibrating screen (single deck, double deck, triple deck, etc.)
- Shaking screen
- Rotary shifter

b. Klasifikasi (Classification)
Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan
pengendapannya dalam suatu media (udara atau air). Klasifikasi dilakukan dalam
suatu alat yang disebut classifier. Produk dari proses klasifikasi ada 2 (dua), yaitu
antara lain:

 Produk yang berukuran kecil/halus (slimes) mengalir di bagian atas disebut


overflow.
 Produk yang berukuran lebih besar/kasar (sand) mengendap di bagian bawah
(dasar) disebut underflow.

Proses pemisahan dalam classifier dapat terjadi dalam tiga cara (concept), yaitu :
a. Partition Concept
b. Tapping Concept
c. Rein Concept

C. Pengeringan di Tanur Pengering (Drying)


Dari stockpile, hasil tambang (ore) diangkut menuju apron feeder. Di apron
feeder ore mengalami penyaringan dan pengaturan beban sebelum diangkut dengan
belt conveyor menuju dryer atau tanur pengering. Diruang pembakaran tersebut
terdapat alat pembakar yang menggunakan high sulfur oil atau yang biasa disebut
minyak residu sebagai bahan bakar. Dalam tahap pengeringan ini hanya dilakukan
penguapan sebagian kandungan air

dalam bijih basa dan tidak ada reaksi kimia. Ore kemudian dihancurkan dan
kemudian dikumpulkan di gudang bijih kering (Dry Ore Storage).
Dimana drying atau pengeringan dibutuhkan untuk mengurangi kadar moisture
dalam bijih. Biasanya kadar moisture dalam bijih sekitar 30-35 % dan diturunkan
dalam proses ini dengan rotary dryer menjadi sekitar 23% (tergantung desain yang
dibuat). Dalam rotary dryer ini, pengeringan dilakukan dengan cara mengalirkan gas
panas yang dihasilkan dari pembakaran pulverized coal dan marine fuel dalam Hot
Air Generator (HAG) secara Co- Current (searah) pada temperatur sampai 200o C.

D. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi


Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi
sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih
nikel yang tersimpan di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara
sempurna, karena itulah tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air
bebas dan air kristal serta mereduksi nikel oksida menjadi nikel logam. Proses ini
berlansung dalam tanur reduksi. Bijih dari gudang dimasukkan dalam tanur reduksi
dengan komposisi pencampuran menggunakan rasio tertentu untuk menghasilkan
komposisi silika magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional tanur listrik.
Selain itu dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan pereduksi pada
tanur reduksi maupun pada tanur pelebur. Untuk mengikat nikel dan besi reduksi
yang telah tereduksi agar tidak teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah
belerang. Hasil akhir dari proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar 700oC.
Tujuan utama proses ini adalah menghilangkan air kristal yang ada dalam bijih, air
kristal yang biasa dijumpai adalah serpentine (3MgO.2SiO2.2H2O) dan goethite
(Fe2O3.H2O). Proses dekomposisi ini dilakukan dalam Rotary Kiln dengan
tempetatur sampai 850o C menggunakan pulverized coal secara Counter Current.
Reaksi dekomposisi air kristal yang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Serpentine
Reaksi dekomposisi dari serpentine adalah sebagai berikut:

3MgO.2SiO2.2H2O 3 MgO + 2 SiO2 + 2 H2O

Reaksi ini terjadi pada temperatur 460-650o C dan tergolong reaksi


endotermik. Pemanasan lebih lanjut MgO dan SiO2 akan membentuk forsterite
dan enstatite yang merupakan reaksi eksotermik.
2MgO + SiO2 2MgO.SiO2
MgO + SiO2 MgO.SiO2

b. Goethite
Reaksi dekomposisi dari goethite adalah sebagai berikut:
Fe2O3.H2O Fe2O3 + H2O

Reaksi ini terjadi pada 260C – 330C dan merupakan reaksi endotermik.
Disamping menghilangkan air kristal, pada proses ini juga biasanya didesain
sudah terjadi reaksi reduksi dari NiO dan Fe2O3. Dalam teknologi Krupp
rent, semua reduksi dilakukan dalam rotary kiln dan dihasilkan luppen.
Sedangkan dalam technology Electric Furnace, hanya sekitar 20% NiO tereduksi
secara tidak langsung dalam rotary kiln menjadi Ni dan 80% Fe2O3 menjadi FeO
sedangkan sisanya dilakukan dalam electric furnace. Produk dari rotary kiln ini
disebut dengan calcined ore dengan kandungan moisture sekitar 2% dan siap
dilebur dalam electric furnace.

E. Peleburan di Tanur Listrik (smalting)

Gambar. Tanur tiup (blast furnance)

Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan


matte dan Slag. Kalsin panas yang keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur
pelebur dimasukkan kedalam surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke
tempat penampungan. Furnace bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase
lelehan matte dan slag. Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang
didinginkan dengan media air melalui balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah
berdasarka berat jenisnya. Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan dengan
kendaraan khusus.
Proses peleburan dalam electric furnace adalah proses utama dalam rangkaian
proses ini. Reaksi reduksi 80% terjadi secara langsung dan 20% secara tidak langsung
pada temperatur sampai 1650 C. Reaksi reduksi langsung yang terjadi adalah sebagai
berikut:

NiO(l) + C(s) Ni(l) + CO(g)


FeO(l) + C(s) Fe(l) + CO(g)
Beberapa material yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen juga
tereduksi dan menjadi pengotor dalam logam.

SiO2(l) + 2C(s) Si(l) + 2CO(g)


Cr2O3(l) + 3C(s) 2Cr(l) + 3CO(g)
P2O5(l) + 5C(s) 2P(l) + 5CO(g)
3Fe(l) + C(s) Fe3C(l)

Karbon di supply dari Antracite (tergantung desain), dan reaksi terjadi pada
zona leleh elektroda. CO(g) yang dihasilkan dari reaksi ini ditambah dengan CO(g)
dari reaksi boudoard mereduksi NiO dan FeO serta Fe2O3 melalui mekanisme solid-
gas reaction (reaksi tidak langsung):

NiO(s) + CO(g) Ni(s) + CO2(g)


CoO(s) + CO(g) Co(s) + CO2(g)
FeO(s) + CO(g) Fe(s) + CO2(g)
Fe2O3(s) + CO(g) 2FeO(s) + CO2(g)
Oksida stabil seperti SiO2, Cr2O3 dan P2O5 tidak tereduksi melalui reaksi
tidak langsung. Crude Fe-Ni sudah terbentuk dan proses sudah bisa dikatakan selesai.
F. Pengkayaan di Tanur Pemurni (refining)
Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen
menjadi di atas 75 persen. Matte yang memiliki berat jenis lebih besar dari slag
diangkut ke tanur pemurni / converter untuk menjalani tahap pemurnian dan
pengayaan. Proses yang terjadi dalam tanur pemurni adalah peniupan udara dan
penambahan sililka. Silika ini akan mengikat besi oksida dan membentuk ikatan yang
memiliki berat jenis lebih rendah dari matte sehingga menjadi mudah untuk
dipisahkan.
Pada proses ini yang paling utama adalah menghilangkan/memperkecil
kandungan sulfur dalam crude Fe-Ni dan sering disebut Desulfurisasi. Dilakukannya
proses ini berkaitan dengan kebutuhan proses lanjutan yaitu digunakannya Fe-Ni
sebagai umpan untuk pembuatan Baja dimana baja yang bagus harus mengandung
Sulfur maksimal 20 ppm sedangkan kandungan Sulfur pada Crude Fe-Ni masih
sekitar 0,3% sehingga jika kandungan sulfur tidak diturunkan maka pada proses
pembuatan baja membutuhkan kerja keras untuk menurunkan kandungan sulfur ini.
Sedangkan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaC2 (S) + S CaS (S) + 2C (Sat)
Na2CO3 + S + Si Na2S + (SiO2) + CO
Na2Co3 + SiO2 Na2O . SiO2 + CO2

Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik sehingga tidak membutuhkan


pemanasan lagi pasca smelting. Proses selanjutnya adalah converting, sebenarnya
proses ini masih dalam bagian refining hanya untuk membedakan antara menurunkan
sulfida dengan menurunkan pengotor lain seperti Si, P, Cr dan C sesuai dengan
kebutuhan. Sedangkan prosesnya sama hanya saja reaksi lebih dominan oksidasi dari
oksigen.

Si (l) + O2 (g)  SiO2 (l) ↔ SiO2 (l) + CaO (l)  CaO .


SiO2 (l) Cr (l) + 5O2 (g)  2Cr2O3 (l)
4P (l)+ 5O2 (g)  2P2O5 (l) ↔ CaO (l) + P2O5 (l)  CaO.
P2O5 (l) C(l) + ½ O2 (g)  CO (g)
C(l) + O2 (g)  CO2 (g)

G. Granulasi dan Pengemasan


Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran yang
siap diekspor setelah dikeringkan dan dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari
secara terus menerus disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan
nikel matte yang dingin yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini
kemudian disaring, dikeringkan dan siap dikemas.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

 Syarat utama terbentuknya endapan bijih nikel adalah Peridotit termasuk jenis
batuan ultrabasa dengan kadar (Ni) kecil dari 0,20 %. Batuan asal ini
mengandung unsur – unsur Ca, Mg, Fe, Si, Al, Cr, Mo, Ni, dan Co yang
kemudian mengalami perubahan bentuk dan struktur kimia sebagai akibat dari
pelapukan mekanis dan kimiawi. yang mana kandungan nikelnya akan
terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu dan membentuk endapan nikel

 Sifat - sifat Nikel merupakan logam berwarna putih keperak – perakan, ringan,
kuat anti karat, mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik, resisten
terhadap oksidasi, mudah ditarik oleh magnet, larut dalam asam nitrit.

 Adapun cara penambangan nikel yaitu Land Clearing, membersihkan lokasi


tambang dari tumbuhan. Kedua, Stripping yaitu mengelupas lapisan tanah
penutup. Kemudian masuk ke tahap Furnace, yaitu menghilangkan air yang
tersisa, melebur kalsin menjadi nikel matte dan terak besi (slag). Lalu
selanjutnya adalah Converter. Pada tahap ini kadar matte ditingkatkan hingga
78%. Setelah itu disemprot dengan air bertekanan tinggi hingga berbentuk butir-
butiran nikel matte disaring dan siap dikemas. Tahap terakhir yaitu Packaging.

 Adapun cara pengolahan biji nikel secara garis besar yaitu, pengeringan
(drying), reduksi, matte smelting, converting, lalu yang terakhir adalah
granulasi/granulating.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, W. 2002. Nickel Laterites : A Short Course the Chemistry, Mineralogy and
Formation of Nickel Laterites PT Inco, Indonesia.

Darijanto, T. 2000. Ganesa Bijih Nikel Laterit Gebe. Jurnal Teknologi Mineral ITB,
Vol VII No 2.

Boldt, J.R. 1967. The Winning of Nickels Its Geolog, Mining, and Extractive Metallurgy
. Toronto

Maulana, Adi. 2014. Laporan Akhir Buku Ajar Endapan Mineral. Universitas
Hassanudin. Makasar

Anda mungkin juga menyukai