PADA KUCING
PAPER
“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah wajib Diagnosis Klinik Veteriner”
Disusun Oleh :
Bima Nugraha (2002101010022)
A. Latar Belakang
Sistem urinari memiliki tiga fungsi, yaitu metabolisme, hormonal dan ekskresi. Sistem
ini terdiri dari dua bagian, yaitu sistem urinari bagian atas dan bagian bawah. Sistem urinari
bagian atas hanya terdiri dari ginjal sedangkan sistem urinari bagian bawah disusun oleh
ureter, vesica urinaria (gall bladder) dan urethra. Pada sistem urinari, ginjal memiliki peranan
yang sangat penting karena ia memiliki dua fungsi utama, yaitu filtrasi dan reabsorpsi. Selain
itu, ginjal juga memiliki peranan penting dalam sistem sirkulasi darah. Ginjal turut berperan
dalam proses pembentukan sel darah merah dan menjaga tekanan darah.
Sama halnya pada manusia, hewan pun dapat mengalami gangguan pada sistem
urinarinya. Gangguan tersebut dapat terjadi pada sistem urinari bagian bawah, bagian atas,
maupun keduanya. Gangguan yang diderita baik oleh manusia maupun hewan, pada akhirnya
dapat menyebabkan individu tersebut mengalami gagal ginjal, yaitu suatu keadaan tidak
berfungsinya ginjal dengan baik, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian pada
individu penderitanya.
Terdapat beberapa kendala dalam mendiagnosis gangguan sistem urinari pada hewan,
antara lain: (1) hewan tidak dapat memberitahukan secara langsung apa keluhan yang
dideritanya, dan (2) beberapa pemeriksaan yang dilakukan memerlukan biaya yang cukup
besar sedangkan tidak semua pemilik hewan bersedia mengeluarkan dana yang cukup besar
untuk pemeriksaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Urinary Tractus Infectious
2. Jenis Infeksi Saluran Kemih
3. Gejala Klinis
4. Contoh Penyakit
5. Penyebab Terjadinya Saluran Perkencingan Kucing
6. Cara Penanganan, Diagnosa, dan Terapi
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Definisi Urinary Tractus Infectious
2. Untuk mengetahui Jenis Infeksi Saluran Kemih
3. Untuk mengetahui Gejala Klinis
4. Untuk mengetahui Contoh Penyakit
5. Untuk mengetahui Penyebab Terjadinya Saluran Perkencingan Kucing
6. Untuk mengetahui Cara Penanganan, Diagnosa, dan Terapi
BAB II
PEMBAHASAN
Urinary Tractus Infectious atau disebut dengan infeksi saluran kemih adalah kondisi
ketika organ yang termasuk ke dalam sistem kemih mengalami infeksi. Sistem urinari
memiliki tiga fungsi, yaitu metabolisme, hormonal dan ekskresi. Sistem ini terdiri dari dua
bagian, yaitu sistem urinari bagian atas dan bagian bawah. Sistem urinari bagian atas hanya
terdiri dari ginjal sedangkan sistem urinari bagian bawah disusun oleh ureter, vesica urinaria
(gall bladder) dan urethra. Namun, infeksi saluran kemih umumnya terjadi di uretra dan
kandung kemih.
Pada sistem urinari, ginjal memiliki peranan yang sangat penting karena ia memiliki
dua fungsi utama, yaitu filtrasi dan reabsorpsi. Selain itu, ginjal juga memiliki peranan
penting dalam sistem sirkulasi darah. Ginjal turut berperan dalam proses pembentukan sel
darah merah dan menjaga tekanan darah Berawal dari ginjal, zat sisa di dalam darah disaring
dan dikeluarkan dalam bentuk urine. Selanjutnya, urine dialirkan dari ginjal melalui ureter
menuju kandung kemih. Setelah ditampung di kandung kemih, urine akan dibuang ke luar
tubuh melalui saluran yang disebut uretra.
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri masuk ke saluran kemih melalui uretra.
Setelah itu, bakteri berkembang biak di dalam kandung kemih. Jika tidak ditangani, bakteri
dapat menyebabkan infeksi sampai ke ginjal.
Berdasarkan bagian yang terinfeksi, infeksi saluran kemih (ISK) terbagi menjadi dua
jenis, yaitu:
ISK atas, yaitu infeksi yang terjadi pada organ yang terletak sebelum kandung kemih, yaitu
ginjal dan ureter.
ISK bawah, yaitu infeksi di kandung kemih bagian bawah, yaitu kandung kemih dan
uretra.
ISK atas lebih berbahaya dan harus segera ditangani. Jika dibiarkan, infeksi di ginjal
dapat menyebar luas ke seluruh tubuh.
Urolithiasis adalah penyakit yang disebabkan adanya urolit (batu) atau kalkuli atau
kristal yang berlebihan dalam saluran urinaria. Polikristal ini terdiri dari kristal organik atau
anorganik (90-95%). Unsur-unsur sedimen dibagi atas 2 golongan : organik, yaitu yang
berasal dai suatu organ atau jaringan dan non organik, tidak berasal dari suatu jaringan.
Biasanya unsur organik lebih bermakna daripada yang non organik. Unsur organik meliputi
sel epitel, leukosit, eritrosit dan silinder. Sedangkan unsur non organik meliputi bahan amorf
dan kristalkristal yaitu kristal kalsium oksalat, kristal struvit, kristal sistin dan kristal asam
urat (Ramdhany et al., 2012). Urolithiasis biasa terjadi terutama pada hewan domestik seperti
kucing. Urolit ini terbentuk dalam berbagai bentuk dan jumlah tergantung pada infeksi. Urolit
dapat terbentuk pada bagian manapun dari traktus urinari kucing. Urolit dengan berbagai
komposisi mineral telah ditemukan pada kucing, termasuk.
Diagnosis Urolithiasis
Diagnosis untuk urolithiasis dapat dilakukan berdasarkan anamnesis yaitu dengan
menanyakan riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan klinis yaitu dengan cara
melakukan palpasi pada abdomen dan pada saat dipalpasi akan terasa adanya
pembesaran vesika urinaria, selain itu dapat pula dilakukan kateterisasi untuk
pengeluaran urin, biasanya ditemukan urolit penyebab urolithiasis dan
pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya peradangan di kandung kemih, darah
serta jenis batu atau kristal yang menjadi sumbatan. Tes urine berguna dalam
diagnosis penyakit di kucing, termasuk penyakit saluran kencing, penyakit ginjal,
diabetes, dan lain-lain. Tes urine terbagi menjadi dua bagian: analisis kimia dan
pemeriksaan urin sedimen. Strip Uji reagen kimia yang digunakan untuk
memeriksa sampel urin untuk kehadiran beberapa zat, seperti darah adanya infeksi
atau peradangan, glukosa adanya diabetes, bilirubin adanya penyakit hati dan
lainnya. Selain itu diagnosa penyakit urolithiasis dapat diperoleh juga melalui
urinalisis dengan evaluasi sedimen, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum
dan kreatinin dan kultur urin. Pemeriksaan kimia darah kadar ureum normal dalam
darah 20-50 mg/dl dan kreatinin 0,5-2 mg/dl. Pemeriksaan kimia darah kadar
ureum dan kreatinin dapat menggambarkan fungsi dari ginjal yang dapat
mempertahankan suasana keseimbangan cairan, sebagai pengeluaran zat-zat toksis
atau racun, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein, ureum, kreatinin
dan amoniak dan menjaga keseimbangan kalsium dan fosfor dikarenakan ginjal
mempunyai peranan dalam metabolisme vitamin D. Kadar ureum dan kreatinin
dalam darah dapat dihubungkan dengan kasus urolithiasis apabila hasil
pemeriksaan meningkat menunjukkan bahwa ginjal mengalami gangguan
sehingga tidak dapat bekerja dengan semestinya sehingga tidak dapat menjaga
keseimbangan kalsium dan fosfor yang ada pada darah sehingga saat cairan yang
di difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan disekresi di sepanjang
nefron dikeluarkan sebagai urin nantinya dapat terbentuknya urolithiasis.
Peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah (azotemia) dapat
berhubungan dengan gangguan prerenalis, intrarenalis atau postrenalis. Azotemia
pre-renalis dapat terjadi pada kondisi dehidrasi. Azotemia renalis dapat terjadi
pada kondisi renal disease sedangkan azotemia post-renalis dapat terjadi pada
kasus urolithiasis (Endriani et al., 2010).
Terapi Urolithiasis
Terapi untuk gangguan pada saluran urinaria seperti urolithiasis dapat dilakukan
katerisasi sehingga terjadi pengeluaran urin dan kristal pada VU, pemberian obat
kolinergik seperti bethanechol dianjurkan untuk mengencangkan otot-otot vesika
urinaria yang mengendur. Pemberian antibiotik juga diperlukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya infeksi sekunder serta analgesik yang mengandung
fenazopiridin untuk mengurangi rasa nyeri pada hewan namun tidak dapat
digunakan karena obat ini bersifat toksik terhadap kucing. Pemberian antibiotik
yang mengandung amoxicillin atau clavulanic acid dapat diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi bakteri pada vesika urinaria. Obat yang mengandung
amoxicillin atau clavulanic acid tablet dan diberikan secara peroral dapat
diberikan pada kucing untuk pengobatan penyakit sistem urinaria, kulit dan
infeksi jaringan lunak akibat dari infeksi bakteri. Obat yang mengandung
Clavulanic acid merupakan antibakteri apabila digunakan dalam dosis tunggal
namun apabila digabungkan dengan amoxicillin merupakan kombinasi yang
bagus. Amoksisilin adalah antibiotik turunan penisilin semisintetis yang
mempunyai spektrum luas. Amoksisilin aktif terhadap bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif, bekerja secara bakterisid dengan cara menghambat sintesa dinding
sel bakteri sehingga dinding sel bakteri melemah, plasma sel keluar dan kemudian
pecah. Asam klavulanat merupakan obat penghambat berbagai tipe enzim
βlaktamase yang diproduksi oleh bakteri-bakteri tertentu. Cara kerja asam
klavulanat adalah berfungsi sebagai competitive inhibitor karena struktur kimia
asam klavulanat mirip sekali dengan penisilin, maka asam klavulanat dapat
menempati bagian yang aktif dari struktur enzim β-laktamase tanpa suatu reaksi
kimia. Gugus β-laktamase karbonil dari asam klavulanat mengubah enzim
penisilinase menjadi enzim asli. Bentuk enzim asli ini tidak aktif lagi terhadap
penisilin (Plumb, 2008). Farmakokinetik obat amoxicillin atau clavulanic acid
dimetabolisme melalui filtrasi glomerulus yang dikeluarkan melalui urin. Interaksi
obat amoxicillin atau clavulanic acid, jika diberikan dengan obat golongan
methotrexate dapat meliki efek toksisitas. Dosis obat yang dapat digunakan untuk
penyakit sistem urinaria pada kucing 62,5 mg (total dosis) PO, q12 untuk 10-30
hari. Obat golongan agonis kolinergik dapat merangsang reseptor kolinergik
termasuk dalam jenis obat ester sintetik kolin. Sebagian kecil obat ini sangat
selektif terhadap reseptor muskarinik dan nikotinik. Obat yang bekerja tidak
langsung 24 menimbulkan efek utamanya dengan menghambat asetilkolinesterase,
enzim yang menghidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat (Riesta dan
Batan, 2020).
2.5 Penyebab Terjadinya Saluran Perkencingan Kucing
* Sistitis
Kondisi ini disebabkan oleh peradangan yang berlebihan serta kelainan lain pada kandung
kemih dan / atau uretra. Karena peradangan dan perubahan pada kandung kemih ini, lapisan
kandung kemih dan uretra mengalami iritasi dan meradang yang membuat tidak nyaman dan
sulit untuk buang air kecil. Sistitis pada kucing paling sering terjadi karena stres dan
kecemasan.
Infeksi
Meski lebih sering terjadi pada anjing, infeksi saluran kemih (ISK) kadang-kadang terjadi
pada kucing ketika bakteri memasuki kandung kemih. Bakteri ini dapat menyebabkan
peradangan dan membuat kucing tidak nyaman dan sulit buang air kecil secara normal.
Penyumbatan
Karena peradangan yang berlebihan dan / atau batu di kandung kemih dan / atau uretra,
penyumbatan dapat terjadi. Ini membuat kucing tidak mungkin buang air kecil dan
mengancam nyawa.
Batu
Parasit
Meskipun jarang, kucing mungkin saja terkena parasit di kandung kemihnya. Ini biasanya
terjadi karena memakan cacing tanah.
Kucing mungkin mengalami masalah saluran kemih akibat masalah ginjal. Gagal ginjal,
infeksi, radang, dan batu juga bisa menyebabkan masalah kemih. Beberapa kucing akan
mengalami masalah saluran kencing hanya karena mereka tidak senang akan sesuatu.
2. 6 Cara Penanganan, Diagnosa, dan Terapi
* Cara Penanganan
# Lakukan uji kultur untuk mengidentifikasi infeksi dan menemukan antibiotik yang
efektif ; Untuk mengobati infeksi saluran kencing dengan antibiotik, umumnya dokter perlu
melakukan uji kultur untuk menganalisis sensitivitas antibiotik pada pasien (dalam hal ini,
kucing Anda). Antibiotik adalah sekelompok obat yang mampu menghalangi pertumbuhan
bakteri atau membunuhnya; antibiotik yang berbeda akan memiliki manfaat yang berbeda
pula. • Dengan lakukan uji kultur, dokter dapat mendiagnosis jenis bakteri secara akurat dan
meresepkan antibiotik yang sesuai. • Penggunaan antibiotik yang ditargetkan mampu
mengurangi risiko induksi resistansi antibiotik pada bakteri, dan merupakan metode yang
paling baik untuk mengobati infeksi. • Sayangnya, dokter tidak selalu bisa mengumpulkan
sampel urine yang cukup banyak untuk melakukan uji kultur, atau biaya yang perlu
dikeluarkan terlalu mahal. Dalam beberapa kasus, kucing akan terlebih dahulu diberi
antibiotik lain yang kelak bisa disesuaikan saat hasil uji kultur sudah keluar. • Uji kultur
terutama sangat penting untuk dilakukan jika kucing mengalami infeksi saluran kencing
berulang. Jika situasinya demikian, kemungkinan besar kucing mengalami infeksi campuran
yang belum sepenuhnya sembuh, atau bakteri di dalam tubuh kucing telanjur kebal terhadap
antibiotik yang dikonsumsi.
# Obati kucing dengan antibiotik spektrum luas jika uji kultur sulit untuk dilakukan.
Antibiotik spektrum luas mampu membunuh berbagai jenis bakteri dalam tubuh kucing. •
Jika kucing belum pernah mengalami infeksi saluran kencing, jangan ragu mengobatinya
dengan antibiotik spektrum luas yang mampu membunuh berbagai jenis bakteri di dalam
urine. • Umumnya, jenis antibiotik yang direkomendasikan adalah penisilin seperti
amoxicillin, clavulanic acid, cephalosporins, atau sulfonamida. • Mintalah resep antibiotik
yang sesuai dari dokter hewan.
Diagnosa
Terapi
Identifikasi status gangguan sistem imun hewan (seperti diabetesmellitus,
hiperadrenocorticismus, gagal ginjal kronis, urolithiasis, dll) dapat menjadifaktor predisposisi
terjadinya UTI. Kultur urin yang telah dilakukan pada tahapdiagnosa dapat dijadikan acuan
untuk memiliki agen antimikrobial. Kemudian dilakukan rekulturisasi urin 3-5 hari untuk
mengevaluasi pengaruh obat. Kemudian dilakukan pemeriksaan sedimen urin 3-4 hari
sebelum menghentikan terapiantibiotik . Ulangi urinalisis dan kultur 10-14 hari setelah
pemberia antibiotik. Pasien telah berulang kali menderita UTI sebaiknya menjalani
pemeriksaan radiografi kontras, ultrasonografi, pemeriksaan darah dan profil biokimiawi
serum untuk menentukan ada tidaknya faktor predisposisi. Reinfeksi yang terjadi secara
frekuentif membutuhkan dosis antibiotik prophylaktik setelah peradangan awal.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Endriani, R., Andrini, F. dan Alfina, D. (2010). Pola resistensi bakteri penyebab infeksi
saluran kemih (ISK) terhadap antibakteri di Pekanbaru. Jurnal Natur Indonesia,
12 (2) : 130-135.