Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu.

yaitu :

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu.

No Penulis Penerbit Tahun Judul Ket

2.1.1 Kesimpulan :

2.2 Landasan Teori. Sistem transmisi yaitu suatu rangkaian

komponen-komponen terdapat pada roda gigi yang terpasang sesuai

susunan dalam satu tempat atau wadah dengan prinsip kerja dengan

perbandingan putaran gigi satu terhadap gigi yang lainnya. Putaran yang

dihasilkan dari motor listrik dapat dirubah sesuai keinginan kita untuk

menstransmisikan daya ke rangkaian sistem selanjutnya yang ada pada

motor, dengan memiliki tujuan meringankan kerja dari motor listrik yang

ada pada sistem motor tersebut.


2.2.1 Transmisi.

Transmisi memiliki fungsi utama yaitu untuk mengatur

perbandingan putaran motor dengan poros penggerak sehingga

menghasilkan momen puntir yang diharapkan. Pada sistem transmisi

penggerak baut ulir pada Alat Bantu Pelepas dan Pemasang Roda

Kendaraan Panser Anoa yang direncanakan.

2.2.2 Beban Lentur yang Diizinkan.

Fab = σ_ba. be . mn . Y (kg) …………………..…….………………………

Dimana :

σ_ba : Tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2).

be : Lebar sisi gigi efektif (mm).

mn : Modulus normal (mm).

Y : Faktor bentuk gigi ulir

2.2.3 Beban permukaan gigi yang diizinkan (Fac).

Fac = Kc.d2.be.kɣ (kg) …………………..………….…

Dimana :

Kc : Faktor ketahanan terhadap keaussan (Lihat tabel

tahan aus Kc) (Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga,

MSME 2004 Hal 279).

d2 : Diameter lingkaran jarak gigi (mm).

be : Lebar sisi gigi efektif (mm).


Kɣ : Faktor sudut kisar (Lihat tabel faktor sudut kisar

Kɣ)

2.2.4 Menentukan diameter poros input transmisi.

5,1
ds2 =

3
Ta
. cb . kt . T2 (mm3)........................................

5,1
ds1 =

3
Ta
. cb . kt . T1 (mm3)........................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

cb = Kemungkinan pemakaian beban

lentur

di masa mendatang.

kt = Faktor koreksi yang dianjurkan ASME.

T1 = Momen puntir (kg.mm)

2.2.5 Modulus aksial.

ms = 2.a-12,7 / z2 + 6,28 (mm)......................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

a = Jarak sumbu poros ulir cacing dengan sumbu

poros roda gigi cacing (mm)

z2 = Jumlah roda gigi cacing

2.2.6 Modulus normal.

mn = ms x cosγ (mm)....................................................
(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal
277)

Dimana :

ms = Modulus aksial (mm).

γ = Sudut kisar (0).

2.2.7 Perencanaan poros berulir.

Poros berulir adalah alat sambung dengan batang bulat dan

berulir , yang memiliki jenis ulir lurus. Dalam pengaplikasian di lapangan,

batang poros tersebut akan digunakan untuk membuat konstruksi

sambungan tetap, sambungan bergerak, atau sambungan sementara

yang dapat bongkar pasang, yang pada umumnya dijadikan sebagai

batang poros penggerak atau pemindah tenaga pada dongkrak atau alat-

alat teknik yang lain.

2.2.8 Momen puntir pada poros berulir (M).

Momen pada poros berulir (M) disebabkan adanya beban atau

gaya yang direncanakan (W) dan jarak pusat poros ke titik berat (e),

sehingga dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut :

M = WTotal x e (Nmm) …………………………………..…………..………..

(Sumber : R.S. Khurmi, Machine Design, 2005)

Dimana :

M : Momen baut (Nmm)

WTot : Beban total lengan (N)


e : Jarak pusat poros ke titik berat (mm)

2.2.6.2 Beban Geser yang Terjadi pada Poros Berulir (Ws).

Beban geser yang terjadi pada baut dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :

WTotal
Ws = (N)
n ………..…………………………………………...……………

Dimana :

Ws : Beban geser yang terjadi pada poros berulir (N)

WTot : Beban total lengan (N)

n : Jumlah baut

2.2.6.3 Tegangan kerja (𝜏). Tegangan kerja poros berulir dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :

F N
τ= ( )
A mm 2

Dimana :

τ : Tegangan Kerja (N/mm2)

F : Gaya pada tiap-tiap baut (N)

A : Luas penampang baut (m2)

d : Diameter baut (mm)

2.2.6.4 Tegangan yang di izinkan (𝜏i). Tegangan yang diizinkan pada

baut dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

σB
𝜏I = (sf1 x sf 2 ) (N/mm2)...........................................................................
Dimana :

𝜏I : Tegangan yang diizinkan (N/mm2)

Sf1 : Faktor keamanan satu

Sf2 : Faktor keamanan dua

2.2.7 Perencanaan roda gigi.

1) Perencanaan beban gulung (Wd).

Wd = w x fc (kg).............................................................

Dimana :

w = Berat dudukan

fc = Jumlah gigi pada roda gigi lurus

2.2.7.1 Persamaan roda gigi lurus (ms).

n = (Vren.1000)/(Droda/ π) (rpm).........................................

Dimana :

Vren = Kecepatan rencana

Droda = Diameter roda gigi (mm)

2.2.9 Perencanaan Pasak

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan

bagian mesin-mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling pada poros.

Momen diteruskan dari poros ke naf atau dari naf ke poros.


Gambar 1. Macam-macam Pasak
(Sumber : Ir. Sularso, Elemen Mesin, 2004, Hal 24)

Dari gambar di atas jenis pasak yang umum digunakan pada

sambungan elemen mesin, adalah pasak benam. Kelebihan dari pasak

benam yaitu dapat meneruskan momen yang besar. Sehingga pada

perencanaan pasak digunakan untuk sambungan antara roda gigi dan

poros.

b a

Keterangan :
a. Pasak pada poros 1.
b. Pasak pada poros 2.

Gambar 2. Perencanaan Pasak.


a. Rumus yang digunakan pada perencanaan pasak. Adapun

perhitungan dalam merencanakan pasak adalah :

1) Panjang pasak. (Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga,


Elemen Mesin, 2004, Hal 27).

l = 1,5 ds (mm)....................................................................

Dimana :

ds : Diameter poros (mm)

2) Lebar pasak (b). (Dilihat dari tabel ukuran-ukuran

utama)

Tabel 1. Ukuran-ukuran Utama.


(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004, Hal 10).
Ukuran Ukuran Ukuran Standar h C l* Ukur Ukuran standar t2 r1 Referensi
nominal standar Pasak Pasak an Pasak Pasak Pasak dan Diameter
pasak b,b1 dan prismatis tirus stan prisma luncur tirus r2 poros
bxh b2 Pasak dar tis yang
luncur t1 dapat
dipakai
d**
2x2 2 2 6-20 1,2 1,0 0,5 0,08 > 6-8
-
3x3 3 3 0,16 6-36 1,8 1,4 0,9 0,16 > 8-10
-
4x4 4 4 8-45 2,5 1,8 1,2 > 10-12
0,25
5x5 5 10-56 3,0 1,7 > 12-17
5 2,3
14-70 2,2 0,16 > 17-22
6x6 6 0,25 3,5 -
6 – 2,8 0,25
0,40 16 - 3,0 3,5 3,0 > 20-25
7x7 7 7 7,2 4,0
80

3) Gaya Tangensial (F).

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 25).
T
F = (kg)…………………......……………..…..…
r poros

Dimana :

T : Torsi pada poros (kg.mm)

r : Jari-jari poros (mm).

4) Tegangan geser izin (τ a).

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 8).

σb
τa = (kg/mm2)…..…...….....….……….…….…
Sf1.Sf2

Dimana :

σb : Kekuatan tarik bahan pasak (kg/mm2)

Sf1 : Faktor keamanan 1.

Sf2 : Faktor keamanan 2.

5) Tegangan geser pada pasak (τ k)

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 25).

F
τk = (N/mm2)……………......………..…………….
b. l

Dimana :

b : Lebar pasak (mm).

l : Panjang pasak (mm).

F : Gaya tangensial (N.mm).


6) Kualitas pasak.

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 27).

b ≦ 0,25- 0,35 dan l ≦ ds 0,75-1,5 ………………………

Dimana :

l : Panjang pasak (mm).

b : Lebar pasak (mm).

2.2.10 Konversi Daya. Berdasarkan pada kebutuhan gerak dari

kendaraan, maka dapat dikatakan bahwa pada kecepatan rendah

diperlukan gaya dorong yang besar untuk dapat menhasilkan percepatan

yang cukup besar atau untuk dapat menanjak yang cukup terja. Pada

kecepatan yang tinnggi dimana percepatan sudah tidak diperlukan lagi,

maka gaya dorong yang diperlukan hanya untuk melawan hambatan

angina dan hambatan rolling. Dengan kebutuhan seperti diuraikan

tersebut, maka secara ideal kebutuhan gaya dorong dapat digambarkan

seperti Gambar 2.1


Gambar 2.1. ICE tanpa gearbox dan daya dorong yang dibutuhkan

(Sumber: D. Deutchman “Machine Design” hal 12).

Untuk menghitung besar dari Torsi dan Kecepatan sudut dari setiap

komponen digunakan persamaan (Sumber: D. Deutchman “Machine

Design” hal 12).

n m Ts
= = i..........................................................................................
n s TM

.(6)

(Sumber: D.Deutchman “machine design” hal 45)

Dimana :

nM : Putaran Engine, (Rpm)

nS : Putaran clutch (Rpm)

Tm : Torsi engine (Nm)

Ts : Torsi clutch (Nm)

Untuk menghitung kecepatan kendaraan dapat digunakan rumus

2π r dyn n E
v = .......................................................................................
60

(Sumber)

Dimana :

v : Kecepatan kendaraan (m/s)

rdyn : radius dynamic roda (m)


nE : Putaran pada drive whell axel (Rpm)

Gambar 2.2. Bagian – bagian dan profil gigi

pada Spur Gear (sumber: Shigley’s “Shigley’s Mechanical

Engineering Design, ninth edition” 2011)

Perencanaan Roda Gigi Lurus

Roda gigi lurus merupakan jenis roda gigi yang paling banyak

digunakan Fungsi dari roda gigi lurus ini adalah untuk

mentransmisikan daya dan gerak pada dua poros yang sejajar.

Bagian dari pasangan roda gigi yang berfungsi untuk menggerakkan

roda gigi pasangannya disebut pinion. Sedangkan pasangan roda gigi

yang digerakkan disebut gear.

Spur Gear digunakan pada kondisi aplikasi kecepatan putaran

yang rendahdan dimana masalah kebisingan/noise tidak menjadi


masalah bahan pertimbangan perancangan. Penggunaan Helical Gear

berdasar pada kondisi aplikasi yang memiliki kecepatan putaran yang

tinggi, Penyaluran daya yang besar dan tingkat kenyamanan tingkat

kebisingan yang sangat dipertimbangkan. Pada penggunaan Helical

Gear dapat di tentukan jika kecepatan kerja pitch line velocity melebihi

5000 ft/min atau dalam satuan kecepatan putaran sudut pada pinion

melebihi 3600rpm. (Sumber: Shigley’s ““Shigley’s Mechanical

Engineering Design, ninth edition” 2011):

a. Diametral Pitch. Diametral Pitch adalah jumlah gigi tiap

inchi lengkungan roda gigi. Diametral pitch dirumuskan sebagai

jumlah gigi dibagi dengan diameter pitch circlenya.

Nt
P= .........................................................................................
d

(8)

(Sumber: shigley’s mechanical Engineering design, ninth

edetion;hal 167)

Dimana :

P : diametral pitch (jumlah gigi/inch lengkung)

Nt : jumlah gigi (buah)

d : diameter pitch circle (in)

b. Circular Pitch. Circular pitch adalah jarak gigi yang

diukur pada pitch circlenya yaitu jarak satu titik pada gigi

sampai titik pada gigi berikutnya pada kedudukan yang sama.

Circular pitch dirumuskan sebagai berikut :


nd
P = .....................................................................................
Nt

..

Dimana :

P : Circular pitch (in)

D : diameter pitch circle (in)

Nt : jumlah gigi (buah)

c. Velocity Ratio. `Velocity Ratio (perbandingan

kecepatan) pada spur gear adalah sebagai berikut :

ω1 n 1 Nt2 d2
i = = = = .................................................................
ω2 n 2 Nt1 d1

Dimana :

i = velocity ratio

ω = kecepatan sudut (rad/s)

n = kecepatan keliling (rpm)

Nt = jumlah gigi (buah)

D = diameter pitch circle (in)

d. Torsi Yang Diterima Roda Gigi. Ketika pasangan roda gigi

berputar, maka akan terjadi torsi pada roda gigi tersebut. Torsi

yang diterima oleh roda gigi dirumuskan sebagai berikut :

P x 6300
T = .............................................................................
n
(Sumber shigley’s mechanical Engineering design, ninth

edetion;hal (254)

Dimana :

P : Daya input yang diberikan oleh motor pada poros

(hp)

T : Torsi yang diterima oleh roda gigi (lb.in)

N : Putaran roda gigi (rpm)

e. Gaya-Gaya Pada Roda Gigi. Gaya yang diterima oleh

sebuah gigi bila hanya satu pasang gigi yang bersentuhan

akan mengarah normal terhadap permukaan gigi dan sejajar

dengan garis kerja. Vektor gaya yang bekerja pada roda gigi dapat

dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Vektor Gaya pada Roda Gigi

Yang dimaksud F32/ Fn adalah gaya normal yang

ditimbulkan oleh gigi pada roda gigi yang digerakkan terhadap gigi

roda gigi penggerak (lb). F32/ Fn dapat diproyeksikan pada arah

tangensial (gaya tangensial,F t32 / Ft) dan arah radial (gaya radial,F t32

/ Fr ).

Ft = Fn Cos φ
Fr = Fr Cos φ

Dimana φ adalah sudut tekan

f. Torsi Yang Diakibatkan Oleh Gaya Normal. Untuk

menghitung torsi yang diakibatkan oleh gaya normal digunakan

persamaan sebagai berikut:

d d
T= Fn cosφ = F t ...............................................................
2 2

(sumber shigley’s mechanical Engineering design, ninth

edetion;hal 56)

Dimana :

D : diameter pitch roda gigi (in).

g. Kecepatan Pitch Line. Kecepatan pitch line

merupakan kecepatan tangensial yang dialami roda gigi. Untuk

menghitung besarnya kecepatan pitch line digunakan persamaan

di bawah ini :

π.d.n
Vp = ............................................................................
12

Dimana :

Vp : kecepatan pitch line (ft/menit)

d : diameter pitch roda gigi (in)


25. Beam. Gelagar/beam adalah suatu batang yang dibebani gaya

atau momen yang bekerja pada bidang-bidang yang dibentuk oleh sumbu

batang tersebut. Beam yang reaksi-reaksinya dapat dihitung dengan

metode statik (persamaan kesetimbangan) disebut dengan statis tertentu

(Statically determinate). Sedangkan beam yang didukung oleh dukungan

yang lebih dari yang diperlukan untuk kesetimbangan tersebut statis tak

tentu (Statically indeterminate). (Sumber: TEDC “Stasika” Hal 43)

Gambar 2.11. Contoh Beam (Fixed)

(Sumber: TEDC “Stasika” Hal 43)

R
½
L

Gambar 2.12. Distribusi Beban Merata

(Sumber: TEDC “Stasika” Hal 44)

Jika masa (m) dari benda yang ditopang (N/m) maka besarnya
adalah: (Sumber: TEDC “Stasika” Hal 44)
W = m . L (N/m)............……………..…….................................…(44)
Dimana :
W : Berat Beban (N/m)
m : Massa (Kg)
L : Panjang (m)

Bantalan. Bantalan mempunyai definisi sebagai suatu elemen yang

menumpu poros berbeban sehingga gerak bolak-baliknya berlangsung

secara halus, aman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Bantalan harus cukup kuat untuk menopang elemen lainya terutama poros

sehingga dapat bekerja dengan baik. Dalam hal ini bantalan yang

direncanakan adalah bantalan gelinding, karena beban dimesin ini kecil

dan gesekannya juga rendah, putaran pada bantalan ini dibatasi oleh

gaya sentrifugal yang timbul pada elemen mesin.

Gambar 2.11. Macam-Macam Bantalan Gelinding

(Sumber : Sularso, 1997 Hal 29)


a. Kekakuan Bantalan Gelinding. Membawa beban aksial

Bantalan radial mempunyai sudut kontak yang besar antara elemen

dan cincinnya, dapat menerima sedikit beban aksial. Bantalan bola

macam alur dalam, bantalan bola kontak sudut, dan bantalan rol

kerucut merupakan bantalan yang dibebani gaya aksial kecil.

Gambar 2.12. Bantalan Gelinding


(Sumber : Elemen Mesin, Sularso, 1997 Hal 129)

b. Kekakuan Terhadap Putaran. Diameter d (mm) dikalikan

dengan putaran permenit n (rpm) disebut harga d.n. Harga ini untuk

suatu bantalan yang mempunyai bantalan empiris.

c. Kekakuan Gesekan. Bantalan bola dan bantalan rol

silinder mempunyai gesekan yang relatif kecil dibandingkan dengan

bantalan yang lainnya. Untuk alat-alat ukur, gesekan bantalan

merupakan penentuan ketelitiannya.

d. Kekakuan Dalam Bunyi dan Getaran. Hal ini dipengaruhi

oleh kebulatan bola dan rol, kebulatan cincin, kekerasan elemen-

elemen tersebut, keadaan sangkarnya, dan kelas mutunya. Faktor

lain yang mempengaruhi adalah ketelitian pemasangan, konstruksi


mesin (yang memakai bantalan tersebut), dan kelonggaran dalam

bantalan

e. Bahan Bantalan Gelinding. Cincin dan elemen

gelinding pada bantalan umumnya dibuat dari baja bantalan khrom

karbon tinggi. Baja ini dapat memberikan efek stabil pada perlakuan

panas. Baja ini dapat memberikan umur panjang dengan keausan

sangat kecil.

Tabel 2.2. Ukuran Bantalan Gelinding. (Sumber : Sularso, 1997 hal 143).

Nomor bantalan Ukuran luar (mm) Kapasitas Kapasitas


Jenis Dua sekat Dua sekat D D B R nominal nominal
terbuka tanpa kontak dinamik statis
spesifik C spesifik Co
(kg) (kg)
6000 10 26 8 0,5 360 196
6001 6001ZZ 6001VV 12 28 8 0,5 400 229
6002 02ZZ 02VV 15 32 9 0,5 440 263
6003 6003ZZ 6003VV 17 35 10 0,5 470 296
6004 04ZZ 04VV 20 42 12 1 735 465
6005 05ZZ 05VV 25 47 12 1 790 530
6006 6006ZZ 6006VV 30 55 13 1,5 1030 740
6007 07ZZ 07VV 35 62 1,5 1250 915
6008 08ZZ 08VV 40 68 1,5 1310 1010
6009 6009ZZ 6009VV 45 75 1,5 1640 1320
6010 10ZZ 10VV 50 80 1,5 1710 1430

f. Rumus Perencanaan Bantalan Gelinding.

1) Beban Yang Bekerja Pada Bantalan Gelinding.

P= Xo . V . Fr + Yo . Fa .............................................. ..

(9)

(Sumber : Sularso, 1997 )

Dimana :

Xo : Faktor beban radial


Yo : Faktor beban aksial = 0

Fr : Gaya tegak lurus ke poros (beban radial,(kg).

Fa : Gaya searah sumbu poros(beban aksial,(kg).

2) Faktor Kecepatan (Fn).


1
33,3 3
Fn=
[ ]
n1
………..................................................(10)

(Sumber : Sularso, 1997 )

Dimana :

N : Putaran Poros (rpm).

3) Faktor Umur (Fh).

C
Fh=Fn x ….……..............................................(11)
p

(Sumber : Sularso, 1997 )

Dimana :

C : kapasitas nominal dinamik spesifik (kg)

4) Umur Bantalan (Lh).

Lh=500xFh.............................................................(12)

(G Niemann, 1992 )

Diameter bola gelinding (Dw).

Dw = q1 ( D – d ) (mm) .........................................(13)

(Sumber: Elemen Mesin, G. Niemen, 1992, hal 252)

Dimana :
q1 : Faktor untuk bantalan bola satu baris (0,216-

0,33).

Dw : Diameter luar bantalan (mm).

D : Diameter bantalan dalam (mm).

5) Jumlah Bola Gelinding dalam Satu Baris (Z).

Z = q2 (D + d) / Dw ................................................(14)

(Sumber : Sularso, 1985)

Dimana :

Z : Jumlah bola gelinding dalam satu baris.

q2 : Faktor untuk bantalan bola satu baris (0,99-

0,89).

Dw : Diameter bantalan luar (mm).

d : Diameter bantalan dalam (mm).

Perencanaan Motor Listrik

Diperlukan untuk menggerakan rangkaian suatu alat kerja, motor

listrik yang memerlukan suplai tegangan arus searah pada kumparan

medan untuk diubah menjadi energi gerak mekanik. Kumparan medan

pada motor DC disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan

jangkar disebut rotor (bagian yang berputar).


Gambar 7. Motor DC

Untuk menentukan daya motor yang akan digunakan maka

menggunakan rumus sebagai berikut :

1) Daya yang dibutuhkan.

Pdibutuhkan = Fc . Pinput gearbox (Watt)......................................

Dimana :

Fc = Factor koreksi (Daya rata-rata yang

diperlukan Fc = 1,2-2,0)

Pporos in = Poros input pada gearbox

2) Torsi pada motor listrik.

2 π n T
P= Watt Sehingga T = P. 60 / 2 π n
60

(Nm)..................

Dimana :

n = Frekuensi putaran poros input poros gearbox

(rpm)

T = Momen puntir poros input gearbox (N.m)

Anda mungkin juga menyukai