Anda di halaman 1dari 39

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu. Perencanaan rancang bangun alat ini

yaitu sebagai alat bantu pelepas dan pemasang roda kendaraan panser

anoa, mengikuti referensi yang ada pada penelitian-penelitian sebelumnya

yang memiliki prinsip dan cara kerja memiliki fungsi yang sama, sehingga

dapat kita buat sebagai bahan pembanding dan referensi pada penelitian

saat ini. Adapun penelitian terdahulu tentang alat bantu pelepas dan

pemasang antara lain yaitu :

2.2 Landasan Teori. Sistem transmisi adalah rangkaian komponen-

komponen roda gigi yang terpasang sesuai susunan dalam satu tempat

atau wadah dengan prinsip kerja dengan perbandingan putaran antara

gigi satu terhadap gigi yang lainnya. Putaran yang dihasilkan dari motor

listrik dapat dirubah sesuai keinginan kita untuk menggerakkan atau

menstransmisikan tenaga ke rangkaian sistem berikutnya, dengan

bertujuan meringankan kerja dari motor listrik yang ada pada sistem

tersebut.

a. Macam dan bentuk roda gigi :


6

Gambar 3. Macam dan Bentuk Roda Gigi.


(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal 213)

b. Perencanaan roda gigi cacing.

1) Perencanaan beban gulung (Wd).

Wd = w x fc (kg).............................................................(22)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


276)

Dimana :

w = Berat dudukan

fc = Jumlah gigi pada roda cacing

2) Persamaan roda gigi cacing (ms).

n = (Vren.1000)/(Droda/ π) (rpm).........................................(23)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

Vren = Kecepatan rencana

Droda = Diameter roda gigi (mm)

3) Perencanaan daya motor listrik.


7

T 2.π. n
P ( ) (
= 1000 60 ) 1
(Watt) ............................................
120

(24)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

T = Torsi (Nm)

4) Momen puntir poros.

T2 = 9,74 x 105 x (Tporos out put / Troda gigi) (kg/mm).........(25)

T1 = 9,74 x 105 x (Tporos out put/i x Troda gigi) (kg/mm)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

5) Tegangan geser yang diizinkan.

σB
Τa = Sf (kg/mm2)..................................................(26)
1 . S f2

Dimana :

σB = Kekuatan tarik.

Sf1 = Faktor keamanan 1

Sf2 = Faktor keamanan 2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

6) Menentukan diameter poros input transmisi.

5,1
ds2 =

3
Ta
. cb . kt . T2 (mm3)........................................(27)
8

5,1
ds1 =

3
Ta
. cb . kt . T1 (mm3)........................................(28)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

cb = Kemungkinan pemakaian beban

lentur

di masa mendatang.

kt = Faktor koreksi yang dianjurkan ASME.

T1 = Momen puntir (kg.mm)

7) Modulus aksial.

ms = 2.a-12,7 / z2 + 6,28 (mm)......................................

(29)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

a = Jarak sumbu poros ulir cacing dengan sumbu

poros roda gigi cacing (mm)

z2 = Jumlah roda gigi cacing

8) Modulus normal.

mn = ms x cosγ (mm)....................................................(30)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

ms = Modulus aksial (mm).


9

γ = Sudut kisar (0).

9) Diameter lingkaran jarak bagi ulir.

d1 = z1 x mn / sinγ (mm)..............................................(31)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

z1 = Jumlah ulir cacing.

mn = Modulus normal.

γ = Sudut kisar (0).

10) Diameter lingkaran jarak bagi roda cacing.

d2 = z2.ms (mm) ….................………………………….(32)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

z2 : Jumlah roda gigi cacing.

ms : Modulus aksial (mm).

11) Jarak sumbu poros.

d1+ d2
a = (mm).........................................................
2

(33)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

12) Diameter luar roda cacing.

Dk1 = d1 + 2 x hk (mm)....................................................

(34)
10

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

d1 = Diameter jarak bagi roda cacing.

hk = Tinggi kepala cacing (mm)

13) Diameter kaki roda cacing (dr1).


dr1 = d1 – 2.hf …..........……………………………….….(35)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hf : Tinggi kaki (mm).

14) Diameter kepala roda cacing.


dt = d2 + 2 hk (mm) …...........………………………..…(36)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

d2 : Diameter lingkaran jarak bagi roda gigi cacing

(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

15) Diameter kaki roda gigi cacing.


dr2 = dr1 = d1 – 2.hf (mm) ………………...…………...........(37)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
11

Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hf : Tinggi kaki (mm).

16) Lebar sisi roda gigi cacing.


b = 0,577.dk1 (mm). ……………......………………..…(38)

Dimana:

dk1 : Diameter luar roda cacing (mm).

17) Jari-jari lengkung puncak gigi roda cacing.

d1
rt = - h k (mm) …......………………………..…..…(39)
2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

18) Diameter luar roda cacing.


d ∅
dk2 = dt+2( 1 - h k) ( 1 - Cos ( ) ) (mm) …….........…...(40)
2 2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :
12

dt : Diameter kepala roda cacing (mm)

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

∅ : Sudut lengkungan sisi gigi. (0)

19) Lebar sisi gigi efektif.



be = dk1.Sin ( ) (mm)………….....……..………..…..…(41)
2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

dk1 : Diameter luar roda cacing (mm).

∅ : Sudut lengkungan sisi gigi. (0).

20) Tegangan lentur yang diijinkan F ab (kg) adalah

F ab = σ ba . b e . m n . Y (kg).................................................(42)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


279)

Dimana :

F ab = Beban lentur yang diijinkan (kg)

σ ba = Tegangan lentur yang diijinkan (kg/mm2)

Y = Faktor bentuk roda cacing

be = Lebar sisi gigi efektif (mm)

mn = Modul normal
13

21) Beban permukaan gigi yang di ijinkan F ac (kg)

diberikan oleh persamaan

F ac = Kc . d2. be . K γ (kg) ...................................................(43)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


279)

Dimana :

Kc = Faktor ketahanan terhadap keausan

(kg/mm2)

Kγ = Faktor sudut kisar

F ac = Beban permukaan gigi yang di ijinkan (kg)

be = Lebar sisi gigi efektif (mm)

d2 = Diameter lingkaran jarak bagi roda cacing

(mm)

22) Beban statis gigi.

d
Ws = w x fc x (kg)......................................................
d2

(44)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

w = Berat dudukan.

Fc = Factor koreksi.

d2 = Diameter lingkar jarak bagi roda cacing.


14

Perencanaan Pasak. Pasak adalah suatu elemen mesin yang

dipakai untuk menetapkan bagian mesin-mesin seperti roda gigi, sprocket,

puli, kopling pada poros. Momen diteruskan dari poros ke naf atau dari naf

ke poros.

Gambar 1. Macam-macam Pasak


(Sumber : Ir. Sularso, Elemen Mesin, 2004, Hal 24)

Dari gambar di atas jenis pasak yang umum digunakan pada

sambungan elemen mesin, adalah pasak benam. Kelebihan dari pasak

benam yaitu dapat meneruskan momen yang besar. Sehingga pada

perencanaan pasak digunakan untuk sambungan antara roda gigi dan

poros.

b a
15

Keterangan :
a. Pasak pada poros 1.
b. Pasak pada poros 2.

Gambar 2. Perencanaan Pasak.

a. Rumus yang digunakan pada perencanaan pasak. Adapun

perhitungan dalam merencanakan pasak adalah :

1) Panjang pasak. (Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga,


Elemen Mesin, 2004, Hal 27).

l = 1,5 ds (mm)....................................................................(17)

Dimana :

ds : Diameter poros (mm)

2) Lebar pasak (b). (Dilihat dari tabel ukuran-ukuran

utama)

Tabel 1. Ukuran-ukuran Utama.


(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004, Hal 10).
Ukuran Ukuran Ukuran Standar h C l* Ukur Ukuran standar t2 r1 Referensi
nominal standar Pasak Pasak an Pasak Pasak Pasak dan Diameter
pasak b,b1 dan prismatis tirus stan prisma luncur tirus r2 poros
bxh b2 Pasak dar tis yang
luncur t1 dapat
dipakai
d**
2x2 2 2 6-20 1,2 1,0 0,5 0,08 > 6-8
-
3x3 3 3 0,16 6-36 1,8 1,4 0,9 0,16 > 8-10
-
4x4 4 4 8-45 2,5 1,8 1,2 > 10-12
0,25
5x5 5 10-56 3,0 1,7 > 12-17
5 2,3
6x6 6 0,25 14-70 3,5 2,2 0,16 > 17-22
– -
6 2,8
16

16 - 3,0 3,5 3,0 0,25 > 20-25


7x7 7 7 7,2 0,40 4,0
80

3) Gaya Tangensial (F).

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 25).

T
F = (kg)…………………......……………..…..…(18)
r poros

Dimana :

T : Torsi pada poros (kg.mm)

r : Jari-jari poros (mm).

4) Tegangan geser izin (τ a).

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 8).

σb
τa = (kg/mm2)…..…...….....….……….…….…(19)
Sf1.Sf2

Dimana :

σb : Kekuatan tarik bahan pasak (kg/mm2)

Sf1 : Faktor keamanan 1.

Sf2 : Faktor keamanan 2.

5) Tegangan geser pada pasak (τ k)

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 25).

F
τk = (N/mm2)……………......………..…………….(20)
b. l

Dimana :
17

b : Lebar pasak (mm).

l : Panjang pasak (mm).

F : Gaya tangensial (N.mm).

6) Kualitas pasak.

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 27).

b ≦ 0,25- 0,35 dan l ≦ ds 0,75-1,5 ………………………(21)

Dimana :

l : Panjang pasak (mm).

b : Lebar pasak (mm).

9. Sistem Transmisi/Gearbox. Sistem Transmisi adalah

serangkaian roda gigi yang tersusun dalam satu tempat dengan prinsip

kerja perbandingan putaran antara gigi yang satu terhadap gigi yang

lainnya. Putaran yang dihasilkan dari motor listrik dapat dirubah sesuai

keinginan kita untuk menggerakkan rangkaian berikutnya, dengan tujuan

meringankan kerja dari motor listrik. Bentuk pasangan roda gigi dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :

a. Macam dan bentuk roda gigi :


18

Gambar 3. Macam dan Bentuk Roda Gigi.


(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal 213)

b. Perencanaan roda gigi cacing.

1) Perencanaan beban gulung (Wd).

Wd = w x fc (kg).............................................................(22)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


276)

Dimana :

w = Berat dudukan

fc = Jumlah gigi pada roda cacing

2) Persamaan roda gigi cacing (ms).

n = (Vren.1000)/(Droda/ π) (rpm).........................................(23)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

Vren = Kecepatan rencana

Droda = Diameter roda gigi (mm)

3) Perencanaan daya motor listrik.

T 2.π. n
P ( ) (
= 1000 60 ) 1
(Watt) ............................................
120

(24)
19

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

T = Torsi (Nm)

4) Momen puntir poros.

T2 = 9,74 x 105 x (Tporos out put / Troda gigi) (kg/mm).........(25)

T1 = 9,74 x 105 x (Tporos out put/i x Troda gigi) (kg/mm)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

5) Tegangan geser yang diizinkan.

σB
Τa = Sf (kg/mm2)..................................................(26)
1 . S f2

Dimana :

σB = Kekuatan tarik.

Sf1 = Faktor keamanan 1

Sf2 = Faktor keamanan 2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

6) Menentukan diameter poros input transmisi.

5,1
ds2 =

3
Ta
. cb . kt . T2 (mm3)........................................(27)

5,1
ds1 =

3
Ta
. cb . kt . T1 (mm3)........................................(28)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :
20

cb = Kemungkinan pemakaian beban

lentur

di masa mendatang.

kt = Faktor koreksi yang dianjurkan ASME.

T1 = Momen puntir (kg.mm)

7) Modulus aksial.

ms = 2.a-12,7 / z2 + 6,28 (mm)......................................

(29)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

a = Jarak sumbu poros ulir cacing dengan sumbu

poros roda gigi cacing (mm)

z2 = Jumlah roda gigi cacing

8) Modulus normal.

mn = ms x cosγ (mm)....................................................(30)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

ms = Modulus aksial (mm).

γ = Sudut kisar (0).

9) Diameter lingkaran jarak bagi ulir.

d1 = z1 x mn / sinγ (mm)..............................................(31)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
21

Dimana :

z1 = Jumlah ulir cacing.

mn = Modulus normal.

γ = Sudut kisar (0).

10) Diameter lingkaran jarak bagi roda cacing.

d2 = z2.ms (mm) ….................………………………….(32)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

z2 : Jumlah roda gigi cacing.

ms : Modulus aksial (mm).

11) Jarak sumbu poros.

d1+ d2
a = (mm).........................................................
2

(33)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

12) Diameter luar roda cacing.

Dk1 = d1 + 2 x hk (mm)....................................................

(34)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

d1 = Diameter jarak bagi roda cacing.


22

hk = Tinggi kepala cacing (mm)

13) Diameter kaki roda cacing (dr1).


dr1 = d1 – 2.hf …..........……………………………….….(35)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hf : Tinggi kaki (mm).

14) Diameter kepala roda cacing.


dt = d2 + 2 hk (mm) …...........………………………..…(36)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

d2 : Diameter lingkaran jarak bagi roda gigi cacing

(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

15) Diameter kaki roda gigi cacing.


dr2 = dr1 = d1 – 2.hf (mm) ………………...…………...........(37)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hf : Tinggi kaki (mm).


23

16) Lebar sisi roda gigi cacing.


b = 0,577.dk1 (mm). ……………......………………..…(38)

Dimana:

dk1 : Diameter luar roda cacing (mm).

17) Jari-jari lengkung puncak gigi roda cacing.

d1
rt = - h k (mm) …......………………………..…..…(39)
2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

18) Diameter luar roda cacing.


d ∅
dk2 = dt+2( 1 - h k) ( 1 - Cos ( ) ) (mm) …….........…...(40)
2 2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

dt : Diameter kepala roda cacing (mm)

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).


24

∅ : Sudut lengkungan sisi gigi. (0)

19) Lebar sisi gigi efektif.



be = dk1.Sin ( ) (mm)………….....……..………..…..…(41)
2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

dk1 : Diameter luar roda cacing (mm).

∅ : Sudut lengkungan sisi gigi. (0).

20) Tegangan lentur yang diijinkan F ab (kg) adalah

F ab = σ ba . b e . m n . Y (kg).................................................(42)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


279)

Dimana :

F ab = Beban lentur yang diijinkan (kg)

σ ba = Tegangan lentur yang diijinkan (kg/mm2)

Y = Faktor bentuk roda cacing

be = Lebar sisi gigi efektif (mm)

mn = Modul normal

21) Beban permukaan gigi yang di ijinkan F ac (kg)

diberikan oleh persamaan

F ac = Kc . d2. be . K γ (kg) ...................................................(43)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


279)
25

Dimana :

Kc = Faktor ketahanan terhadap keausan

(kg/mm2)

Kγ = Faktor sudut kisar

F ac = Beban permukaan gigi yang di ijinkan (kg)

be = Lebar sisi gigi efektif (mm)

d2 = Diameter lingkaran jarak bagi roda cacing

(mm)

22) Beban statis gigi.

d
Ws = w x fc x (kg)......................................................
d2

(44)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

w = Berat dudukan.

Fc = Factor koreksi.

d2 = Diameter lingkar jarak bagi roda cacing.

10. Bantalan. Bantalan mempunyai defenisi sebagai suatu elemen

yang menumpu poros berbeban sehingga gerak bolak-baliknya

berlangsung secara halus, aman dan berlangsung dalam jangka waktu

yang lama. Bantalan harus cukup kuat untuk menopang elemen lainya

terutama poros sehingga dapat bekerja dengan baik.


26

a. Jenis Bantalan Gelinding. Bantalan gelinding mempunyai

keuntungan dari gesekan gelinding yang sangat kecil dibandingkan

bantalan luncur. Gesekan terjadi pada bantalan jenis ini yaitu

antara bagian yang berputar dengan bagian yang diam melalui

gelinding seperti bola (peluru), rol, dipasang diantara cincin

tersebut, bola atau rol akan membuat gerakan gelinding sehingga

gesekan diantaranya akan jauh lebih kecil.

Gambar 4. Bantalan Gelinding


(Sumber : http://bantalan gelinding.com)

b. Kelakuan Bantalan Gelinding :

1) Membawa beban aksial. Bantalan radial

mempunyai sudut kontak yang besar antara elemen dan

cincinnya, dapat menerima sedikit beban aksial. Bantalan

bola macam alur dalam, bantalan bola kontak sudut, dan

bantalan rol kerucut merupakan bantalan yang dibebani

gaya aksial kecil.

2) Kelakuan terhadap putaran. Diameter d (mm)

dikalikan dengan putaran permenit n (rpm) disebut harga


27

d.n. Harga ini untuk suatu bantalan yang mempunyai

bantalan empiris.

3) Kelakuan gesekan. Bantalan bola dan bantalan rol

silinder mempunyai gesekan yang relatif kecil dibandingkan

dengan bantalan yang lainnya. Untuk alat-alat ukur, gesekan

bantalan merupakan penentuan ketelitiannya.

4) Kelakuan dalam bunyi dan getaran. Hal ini

dipengaruhi oleh kebulatan bola dan rol, kebulatan cincin,

kekerasan elemen-elemen tersebut, keadaan sangkarnya,

dan kelas mutunya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah

ketelitian pemasangan, konstruksi mesin (yang memakai

bantalan tersebut) dan kelonggaran dalam bantalan.

c. Bahan bantalan gelinding. Cincin dan elemen gelinding pada

bantalan umumnya dibuat dari baja bantalan khrom karbon tinggi.

Baja ini dapat memberikan efek stabil pada perlakuan panas Baja

ini dapat memberikan umur panjang dengan keausan sangat kecil.

Tabel 2. Ukuran Bantalan Gelinding (Sumber : Ir Sularso, MSME dan


Kiyokatsu Suga 2004, hal 143)

Nomor bantalan Ukuran luar (mm) Kapasitas Kapasitas


nominal nominal
dinamik statis
28

spesifik C spesifik Co
(kg) (kg)
Jenis Dua Dua d D B R
terbuka sekat sekat
tanpa
kontak
6000 10 26 8 0,5 360 196
6001 6001Z 6001VV 12 28 8 0,5 400 229
6002 Z 02VV 15 32 9 0,5 440 263
6003 02ZZ 6003VV 17 35 10 0,5 470 296
6004 6003Z 04VV 20 42 12 1 735 465
6005 Z 05VV 25 47 12 1 790 530
6006 04ZZ 6006VV 30 55 13 1,5 1030 740
6007 05ZZ 07VV 35 62 1,5 1250 915
6008 6006Z 08VV 40 68 1,5 1310 1010
6009 Z 6009VV 45 75 1,5 1640 1320
6010 07ZZ 10VV 50 80 1,5 1710 1430
08ZZ
6009Z
Z
10ZZ

d. Rumus perencanaan bantalan gelinding.

1) Perhitungan beban aksial (Fa).

0,47 x Fr
Fa = (N)
k

Dimana :

Fr = Gaya radial bantalan (N)

r = Jari jari bantalan

2) Beban ekivalen dinamis bantalan radial (Pr).

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004, hal


135).

Pr = (X× V× Fr (kg)) + (Y× Fa (kg)) .........................................(45)

Dimana:
29

X : faktor baris bantalan.

V : faktor beban putar bantalan.

Fr : beban radial (kg).

Y : faktor beban aksial.

Fa : beban aksial (kg).

3) Faktor umur bantalan (ƒh).

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004, hal


136).

C
L10 = (kg)........................................................................
Pr

(46)

Dimana :

C = Beban nominal dinamisspesifik

Pr = Beban ekivalen dinamis

4) Umur bantalan dengan beban konstanta (L 10h)

L10h = ( 60 x n ) x L 10h........................................................

(47)

11. Perencanaan baut. Beban kerja yang terjadi pada baut

dudukan Senjata mengalami dua jenis tegangan kerja, yaitu tegangan

lentur dimana tegangan ini bekerja tepat di tengah-tengah dari panjang

baut dan tegangan geser yang posisinya berhimpit dengan dudukan baut.

Adapun uraian dari masing-masing tegangan yang bekerja adalah sebagai

berikut.
30

a. Tegangan lentur baut. Tegangan lentur diakibatkan

karena adanya gaya yang bekerja tepat pada tengah-tengah dari

panjang baut yang memungkinkan terjadinya bengkokan bahkan

patahnya baut. Pada dudukan baut mengalami tegangan dalam

penampang, Besarnya tegangan kerja (σ) pada baut dengan

panjang dan diameter tertentu dapat diketahui dengan persamaan :

Gambar 5. Konstruksi baut


(Sumber : R.S Khurmi dan J. K Gupta, Atext Book Of Machine
Desain, 1982, hal. 779)

Besarnya tegangan lentur (σi) pada baut dudukan senjata

dengan panjang diameter yang sudah ditentukan maka dapat

diketahui dengan persamaan :

b
W.
2
σi = π …………..........………………………………................
. d3
32
(48)

(Sumber : R. S Khurmi dan J. K Gupta, Atext Book Of Machine


Design, 1982, hal. 874)
Dimana :

σi = Tegangan kerja (kg/mm2)


31

d = Diameter baut (mm)

b = Panjang baut (mm)

w = Berat (N)

b. Tegangan geser pada baut (σb). Mur dan baut merupakan

komponen yang sangat penting dalam pengikatan suatu komponen

atau alat, sehingga harus mampu menerima beban untuk

menghindari kerusakan pada komponen atau sistem.

Gambar 6. Konstruksi baut pembatas


(Sumber : R. S Khurmi dan J. K Gupta, Atext Book Of
Machine Design, 1982 hal. 874)

Tegangan geser yang terjadi terhadap baut adalah pada

ulirnya, dikarenakan pada ulir dalam keadaan diam sedangkan

benda/plat dudukan senjata yang bergerak/mengelilingi ulir

sehingga terjadi tegangan geser pada ulir baut. Tegangan geser

ulir:

D
32

Gambar 7. Ulir baut.


(Sumber : Ir. Sularso, MSME, Dasar perencanaan dan
pemilihan elemen mesin, 2004, hal. 296)
Persamaannya adalah sebagai berikut :

W
σg = π 2 (kg/mm2)..............................................(49)
d
4 1

(Sumber : R. S Khurmi dan J. K Gupta, Atext Book Of


Machine Design,1982, hal. 874)
Dimana :

W = Beban (N)

di = Diameter dalam baut minor (mm)

c. Torsi. Torsi pada pelat dudukan senjata (T) disebabkan

adanya momen gaya yang berotasi dengan gaya (F) dan jari – jari

poros yang direncanakan (r), sehingga dapat diketahui.

T = F x r (N.mm) ……...........………………………………………..(50)

Dimana :

F = Beban pada torsi (N)

r = Jari – jari poros (mm)

d. Momen inersia polar (σp). Momen inersia adalah luasan

dikalikan kuadrat jarak maka satuan SI adalah mm4. Momen inersia

diukur dari kemampuan sautu penampang luasan terhadap tahanan

tekuk atau lentur.

π 4
J = d (mm ¿………….............………………………………(51)
32 ❑
33

Dimana :

J = Momen inersia polar (mm 4❑)

d = Diameter poros (mm)

e. Tegangan puntir. Tegangan punter pada poros

disebabkan oleh adanya torsi (T) dan momen inersia (J), sehingga

besarnya tegangan puntir dapat diketahui sebagai berikut:

W
(σp) = (N/mm²)……............………………………………..
¿¿

(52)

Dimana :

σp = Tegangan puntir (N/mm²)

W = Beban (N)

J = Momen inersia polar (mm 4❑)

r = Jari–jari poros (mm)

f. Tegangan geser yang diizinkan.

τa = 0,75 . σa (kg/mm2)...............................................(53)

Dimana :

W = Beban

sf1 = Faktor keamanan 1

sf2 = Faktor keamanan 2


34

12. Pemilihan Motor Listrik atau Motor Penggerak. Dalam pemilihan

motor listrik atau motor penggerak sangat perlu diperlukan untuk

menggerakan rangkaian suatu alat kerja.

Gambar 7. Motor DC
(Sumber : http://gambar motor DC.com)

Motor DC adalah motor listrik yang memerlukan suplai tegangan

arus searah pada kumparan medan untuk diubah menjadi energi gerak

mekanik. Kumparan medan pada motor DC disebut stator (bagian yang

tidak berputar) dan kumparan jangkar disebut rotor (bagian yang

berputar). Pada stator terdapat lilitan (winding) atau magnet permanen,

sedangkan rotor adalah bagian yang dialiri dengan sumber arus DC. Arus

yang melalui medan magnet inilah yang menyebabkan rotor dapat

berputar. Arah gaya elektromagnet yang ditimbulkan akibat medan

magnet yang dilalui oleh arus dapat ditentukan dengan menggunakan

kaidah tangan kanan.


35

Gambar 8. Kaidah Tangan Kanan Flemming


(Sumber :http://gambar motor DC.com)

a. Mekanisme kerja untuk seluruh jenis motor secara umum

sama. Arus listrik dalam medan magnet akan menimbulkan gaya:

1) Jika kawat yang membawa arus dibengkokkan

menjadi sebuah lingkaran/loop, maka kedua sisi loop yaitu

pada sudut kanan medan magnet akan mendapat gaya pada

arah yang berlawanan.

2) Pasangan gaya menghasilkan torsi untuk memutar

kumparan.

3) Motor-motor memiliki beberapa loop pada dinamonya

untuk memberikan tenaga putar yang lebih seragam dari

medan magnetnya dihasilkan oleh susunan elektromagnetik

yang disebut kumparan medan.

b. untuk menentukan daya motor yang akan digunakan maka

menggunakan rumus sebagai berikut :

1) Daya yang dibutuhkan.

Pdibutuhkan = Fc . Pinput gearbox (Watt).................................(53)

Dimana :
36

Fc = Factor koreksi (Daya rata-rata yang

diperlukan Fc = 1,2-2,0)

Pporos in = Poros input pada gearbox

2) Torsi pada motor listrik.

(Sumber : R.S Khurmi, J.K. Gupta, Machine design 2005, hal


531)

2 π n T
P= Watt Sehingga T = P. 60 / 2 π n (Nm).............
60

(54)

Dimana :

n = Frekuensi putaran poros input poros gearbox

(rpm)

T = Momen puntir poros input gearbox (N.m)

13. Transmisi. Transmisi memiliki fungsi utama yaitu untuk mengatur

perbandingan putaran motor dengan poros penggerak sehingga

menghasilkan momen puntir yang diharapkan. Pada sistem transmisi

penggerak roda pada Troopers Guard Robot 25 yang diketahui yaitu

momen puntir yang terdapat pada roda dan putaran yang direncanakan.
37

Gambar 6. Ulir dan Roda Gigi Cacing

a. Jenis-jenis transmisi yang digunakan. Pada sistem gearbox

menggunakan susunan gear yaitu perbandingan antara ulir lurus dan

roda gigi cacing. Roda gigi merupakan suatu komponen yang berfungsi

untuk mentransmisikan daya melalui suatu poros. Pasangan roda gigi

cacing terdiri dari sebuah cacing yang mempuyai ulir luar dan roda cacing

yang berkait dengan cacing. Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam

perencanaan roda gigi cacing adalah:

1) Modulus Aksial (ms). (Sumber : Ir. Sularso,Kyokatsu Suga,

Elemen Mesin, 2004 Hal 277).

ms = "2a-12,7" /("Z" _"2" "+6,28" ) (mm).…….(31)

Dimana :

a : Jarak sumbu poros ulir cacing dengan sumbu

poros roda gigi cacing sementara (mm).


38

Z2 : Jumlah roda gigi cacing.

2) Modulus normal (mn). (Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu

Suga, Elemen Mesin, 2004 Hal 277).

mn = ms . Cos γ (mm) ………………………………(32)

Dimana :

ms : Modulus aksial (mm).

γ : Sudut kisar (0).

3) Diameter lingkaran jarak bagi cacing (d1) dan

diameter lingkaran jarak bagi roda gigi cacing (d2).

a) Diameter lingkaran jarak bagi cacing (d1).

(Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin,

2004 Hal 277).

d1 = ("Z" _"1" "m" _"n" )/"Sin γ"(mm) ………....

(33)

Dimana :

Z1 : Jumlah ulir cacing.

mn : Modulus normal (mm).

ɣ : Sudut kisar (0).

b) Diameter lingkaran jarak roda gigi cacing (d2).

(Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen

Mesin, 2004 Hal 277).

d2 = Z2.ms (mm) …………………….(34)

Dimana :
39

Z2 : Jumlah roda gigi cacing.

ms : Modulus aksial (mm).

4) Tinggi kepala cacing (hk). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004 Hal 277).

hk = mn ………….………..…..….(35)

Dimana :

hk : Tinggi kepala (mm).

5) Tinggi Kaki Cacing (hf). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

hf = 1,175. mn ………..…………………….…(36)

Dimana :

hf : Tinggi kaki (mm).

mn : Modulus normal (mm).

6) Kelonggaran puncak (C). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

C = 0,157.mn (mm) …………..…………….…(37)

Dimana :

mn : Modulus normal (mm).

7) Tinggi gigi (H).

(Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

H = 2,157m¬n (mm) ……………………….…(38)

Dimana :

mn : Modulus normal (mm).


40

8) Diameter luar roda cacing (dk1). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

dk1 = d1 + 2.hk (mm) ……………………………(39)

Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing

(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

9) Diameter kaki roda cacing (dr1). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

dr1 = d1 – 2.hf ….………………………….…..…(40)

Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing

(mm).

hf : Tinggi kaki (mm).

10) Diameter kepala roda cacing (dt). (Sumber : Ir

Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

dt = d2 + 2 hk (mm) …..……………………..…(41)

Dimana :

d2 : Diameter lingkaran jarak bagi roda gigi cacing

(mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

11) Diameter kaki roda gigi cacing (dr2). (Sumber : Ir

Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).


41

dr2 = dr1 = d1 – 2.hf (mm) ..………...…………..…(42)

Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing

(mm).

hf : Tinggi kaki (mm).

12) Lebar sisi roda gigi cacing (b). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

b = 0,577.dk1 (mm). ………………………..…(43)

Dimana

dk1 : Diameter luar roda cacing (mm).

13) Jari-jari lengkung puncak gigi roda cacing (rt).

(Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

rt = "d" _"1" /"2" " - " "h" _"k" (mm) ……………..…..…

(44)

Dimana :

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing (mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

14) Diameter luar roda cacing (dk2). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004 Hal 279).

dk2= dt+2("d" _"1" /"2" " - " "h" _"k" ) "(1-Cos(" "∅" /"2" ")" ) (mm)...

(45)
42

Dimana

dt : Diameter kepala roda cacing (mm)

d1 : Diameter lingkaran jarak bagi ulir cacing (mm).

hk : Tinggi kepala (mm).

∅ : Sudut lengkungan sisi gigi. (0)

15) Lebar sisi gigi efektif (be).

(Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 277).

be = dk1.Sin ("∅" /"2" )…………..………..…..…(46)

Dimana :

dk1 : Diameter luar roda cacing (mm).

∅ : Sudut lengkungan sisi gigi. (0).

16) Beban lentur yang diizinkan (Fab). (Sumber : Ir Sularso,

Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 279).

Fab = σ_ba. be . mn . Y (kg) …………………..…….…(47)

Dimana :

σ_ba : Tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2).

be : Lebar sisi gigi efektif (mm).

mn : Modulus normal (mm).

Y : Faktor bentuk roda gigi cacing.

(Lihat tabelFaktor bentuk roda gigi cacing Y)

(Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 279).


43

17) Beban permukaan gigi yang diizinkan (Fac).

(Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004 Hal 279).

Fac = Kc.d2.be.kɣ (kg) …………………..………….…(48)

Dimana :

Kc : Faktor ketahanan terhadap keaussan (Lihat tabel

tahan aus Kc) (Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga,

MSME 2004 Hal 279).

d2 : Diameter lingkaran jarak bagi roda gigi cacing

(mm).

be : Lebar sisi gigi efektif (mm).

Kɣ : Faktor sudut kisar (Lihat tabel faktor sudut kisar

Kɣ) (Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga, MSME 2004

Hal 280).

Anda mungkin juga menyukai