Anda di halaman 1dari 30

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu.

yaitu :

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu.

No Penulis Penerbit Tahun Judul Ket

2.1.1 Kesimpulan :

2.2 Landasan Teori.

Sistem transmisi yaitu suatu rangkaian komponen-komponen

terdapat pada roda gigi yang terpasang sesuai susunan dalam satu

tempat atau wadah dengan prinsip kerja dengan perbandingan putaran

gigi satu terhadap gigi yang lainnya. Putaran yang dihasilkan dari motor

listrik dapat dirubah sesuai keinginan kita untuk menstransmisikan daya

ke rangkaian sistem selanjutnya yang ada pada motor, dengan memiliki

tujuan meringankan kerja dari motor listrik yang ada pada sistem motor

tersebut.

2.2.1 Perencanaan Motor Listrik


4
5

Perencanaan alat bantu pelepas dan pemasang roda berkaitan

dengan kapasitas berat roda pada kendaraan panser ANOA, dimana

kapasitas dari alat ini yaitu dapat mengangkat beban sebesar 200

kilogram dengan mudah. Berat roda kendaraan dapat diketahui dengan

persamaan sebagai berikut:

T 2.π. n
P = (1000 ) (60 ) 1

120

(Watt) ............................................................

Dimana :

T = Torsi (Nm)

2.2.1.1 Menentukan Puntir Poros.

T2 = 9,74 x 105 x (Tporos out put / Troda gigi) (kg/mm).....................

T1 = 9,74 x 105 x (Tporos out put/i x Troda gigi) (kg/mm)

2.2.1.2 Tegangan Geser yang Diizinkan.

Dalam proses pembuatan black powder ada beberapa hal

yang harus diperhatikan salah satunya adalah kapasitas tabung. Agar

black powder dapat homogen dengan maksimal maka kapasitas

maksimum bahan yang diproduksi harus sebanyak 1/3 dari total volume

tabung grinder, sehingga kapasitas tabung grinder dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

σB
Τa = Sf (kg/mm2)..........................................................................
1 . S f2

Dimana :
6

σB = Kekuatan tarik.

Sf1 = Faktor keamanan 1

Sf2 = Faktor keamanan 2

2.2.2 Tegangan Lentur yang Diijinkan F ab (kg)

F ab = σ ba . b e . m n . Y (kg).........................................................................

Dimana :

F ab = Beban lentur yang diijinkan (kg)

σ ba = Tegangan lentur yang diijinkan (kg/mm2)

Y = Faktor bentuk mur

be = Lebar sisi gigi efektif (mm)

mn = Modul normal

2.2.2.1 Beban Permukaan Gigi yang Diijinkan F ac (kg)

F ac = Kc . d2. be . K γ (kg) ...........................................................................

2.2.3 Rumus perencanaan Poros.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung poros bulat

(pejal) adalah :

2.2.3.1 Torsi yang dibutuhkan pada poros (T).

T = F . r (N.m)..........……………………………………………..

(Sumber : J.J.M.HAGENDROORN, Konstruksi Mesin, 1989, hal 27).

Dimana :
7

T : Torsi atau momen puntir (N.m)

F : Gaya dorong yang dibutuhkan (N).

r : Jari-jari poros (m).

2.2.3.2 Defleksi puntiran (θ).

T. l
θ = 584 ………..………………..
G d 4s

……………………...

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin,

2004, Hal 18)

Dimana :

θ : Defleksi puntiran (0). (Dibatasi 0,25-0,3)

T : Torsi poros (kg.mm)

G : 8,3 x 103 (kg/mm2)

ds : Diameter poros (mm)

l : Panjang poros direncanakan.

2.2.3.3 Momen lentur(M).

M = g x r

(Nm)..................................................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004,hal

8).

Dimana :

M : Momen Lentur (Nm)

g : Gaya gravitasi (kg/mm2)

r : Jari-jari poros (m).


8

2.2.4 Perencanaan Batang Ulir

Beban kerja yang terjadi pada baut sebagai poros ulir penggerak

alat mengalami dua jenis tegangan kerja, yaitu tegangan lentur dimana

tegangan bekerja dengan tepat di tengah-tengah daripada panjang baut

yang dipakai dan tegangan geser yang posisinya berhimpit dengan

dudukan baut. Adapun uraian komponennya dengan tegangan yang

bekerja adalah :

Gambar 2.2 Konstruksi Baut

2.2.4.1 Besarnya tegangan lentur (σi) pada baut dudukan

senjata dengan panjang diameter yang sudah ditentukan maka

dapat diketahui dengan persamaan :

b
W.
2
σi = π ……..........………………………………......................
. d3
32
9

Dimana :

σi = Tegangan kerja (kg/mm2)

d = Diameter baut (mm)

b = Panjang baut (mm)

w = Berat (N)

Gambar 2.3 Macam-macam Bantalan Rol

Besarnya Tegangan Lentur (σi) dengan panjang diameter yang

sudah ditentukan maka dapat diketahui dengan persamaan :

b
W.
2
σi = π …………..........………………………………..................
. d3
32

Dimana :

σi = Tegangan kerja (kg/mm2)

d = Diameter baut (mm)

b = Panjang baut (mm)

w = Berat (N)
10

2.2.4.2.1 Tegangan geser pada baut (σb). Mur dan baut merupakan

komponen yang sangat penting dalam pengikatan suatu komponen atau

alat, sehingga harus mampu menerima beban untuk menghindari

kerusakan pada komponen atau sistem.

Tegangan geser yang terjadi terhadap baut adalah pada ulirnya,

dikarenakan pada ulir dalam keadaan diam sedangkan benda

/mengelilingi ulir sehingga terjadi tegangan geser pada ulir baut.

Tegangan geser ulir:

Persamaannya adalah sebagai berikut :

W
σg = π 2 (kg/mm2)..............................................(49)
d
4 1

(Sumber : R. S Khurmi dan J. K Gupta, Atext Book Of


Machine Design,1982, hal. 874)
Dimana :

W = Beban (N)

di = Diameter dalam baut minor (mm)

2.2.4.2.2 Torsi. Torsi pada pelat dudukan senjata (T)

disebabkan adanya momen gaya yang berotasi dengan gaya (F)


11

dan jari – jari poros yang direncanakan (r), sehingga dapat

diketahui.

T = F x r (N.mm) ……...........………………………………………..(50)

Dimana :

F = Beban pada torsi (N)

r = Jari – jari poros (mm)

2.2.4.2.3 Tegangan puntir. Tegangan punter pada poros

disebabkan oleh adanya torsi (T) dan momen inersia (J), sehingga

besarnya tegangan puntir dapat diketahui sebagai berikut:

W
(σp) = (N/mm²)……............
¿¿

……………………………………

Dimana :

σp = Tegangan puntir (N/mm²)

W = Beban (N)

J = Momen inersia polar (mm 4❑)

r = Jari–jari poros (mm)

2.2.4.2.4 Tegangan geser yang diizinkan.

τa = 0,75 . σa (kg/mm2)......................................................

Dimana :
12

W = Beban

sf1 = Faktor keamanan 1

sf2 = Faktor keamanan 2

2.2.4.2.5 Momen inersia polar (σp). Momen inersia adalah luasan

dikalikan kuadrat jarak maka satuan SI adalah mm4. Momen inersia

diukur dari kemampuan sautu penampang luasan terhadap tahanan tekuk

atau lentur.

π 4
J = d (mm ¿………….............…………………………………….
32 ❑

Dimana :

J = Momen inersia polar (mm 4❑)

d = Diameter poros (mm)

2.2.4.3 Perencanaan motor listrik atau motor penggerak

Diperlukan untuk menggerakan rangkaian suatu alat kerja, motor

listrik yang memerlukan suplai tegangan arus searah pada kumparan

medan untuk diubah menjadi energi gerak mekanik. Kumparan medan

pada motor DC disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan

jangkar disebut rotor (bagian yang berputar).


13

Gambar 7. Motor DC

Untuk menentukan daya motor yang akan digunakan maka

menggunakan rumus sebagai berikut :

1) Daya yang dibutuhkan.

Pdibutuhkan = Fc . Pinput gearbox (Watt)......................................

Dimana :

Fc = Factor koreksi (Daya rata-rata yang

diperlukan Fc = 1,2-2,0)

Pporos in = Poros input pada gearbox

2) Torsi pada motor listrik.

2 π n T
P= Watt Sehingga T = P. 60 / 2 π n
60

(Nm)..................

Dimana :

n = Frekuensi putaran poros input poros gearbox

(rpm)

T = Momen puntir poros input gearbox (N.m)

2.2.5 Transmisi.
14

Transmisi memiliki fungsi utama yaitu untuk mengatur

perbandingan putaran motor dengan poros penggerak sehingga

menghasilkan momen puntir yang diharapkan. Pada sistem transmisi

penggerak baut ulir pada Alat Bantu Pelepas dan Pemasang Roda

Kendaraan Panser Anoa yang diketahui yaitu momen puntir putaran yang

direncanakan.

2.2.5.1 Beban Lentur yang Diizinkan.

Fab = σ_ba. be . mn . Y (kg) …………………..…….………………………

Dimana :

σ_ba : Tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2).

be : Lebar sisi gigi efektif (mm).

mn : Modulus normal (mm).

Y : Faktor bentuk gigi ulir

2.2.5.1.1 Beban permukaan gigi yang diizinkan (Fac).

2.2.5.1.1.1 Fac = Kc.d2.be.kɣ (kg) …………………..………….…

Dimana :

Kc : Faktor ketahanan terhadap keaussan (Lihat tabel

tahan aus Kc) (Sumber : Ir Sularso, Kyokatsu Suga,

MSME 2004 Hal 279).

d2 : Diameter lingkaran jarak gigi (mm).


15

be : Lebar sisi gigi efektif (mm).

Kɣ : Faktor sudut kisar (Lihat tabel faktor sudut kisar

Kɣ)

2.2.6 Perencanaan baut.

Baut adalah alat sambung dengan batang bulat dan berulir, salah

satu ujungnya dibentuk kepala baut (umumnya bentuk kepala segi enam)

dan ujung lainnya dipasang mur/pengunci. Dalam pemakaian di lapangan,

baut dapat digunakan untuk membuat konstruksi sambungan tetap,

sambungan bergerak, maupun sambungan sementara yang dapat

dibongkar atau dilepas kembali. Bentuk uliran batang baut untuk baja

bangunan pada umumnya ulir segi tiga (ulir tajam) sesuai fungsinya yaitu

sebagai baut pengikat. Sedangkan bentuk ulir segi empat (ulir tumpul)

umumnya untuk baut-baut penggerak atau pemindah tenaga misalnya

dongkrak atau alat-alat teknik yang lain.

2.2.6.1 Momen puntir pada baut (M).

Momen pada baut (M) disebabkan adanya beban atau gaya

yang direncanakan (W) dan jarak pusat poros ke titik berat (e), sehingga

dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut :

M = WTotal x e (Nmm) …………………………………..…………..………..

(Sumber : R.S. Khurmi, Machine Design, 2005)

Dimana :

M : Momen baut (Nmm)

WTot : Beban total lengan (N)

e : Jarak pusat poros ke titik berat (mm)


16

2.2.6.2 Beban Geser yang Terjadi pada Baut (Ws).

Beban geser yang terjadi pada baut dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :

WTotal
Ws = (N)
n ………..…………………………………………...……………

(Sumber : R.S. Khurmi, Machine Design, 2005)

Dimana :

Ws : Beban geser yang terjadi pada baut (N)

WTot : Beban total lengan (N)

n : Jumlah baut

2.2.6.3 Tegangan kerja (𝜏). Tegangan kerja baut dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :

F N
τ= ( )
A mm 2

Dimana :

τ : Tegangan Kerja (N/mm2)

F : Gaya pada tiap-tiap baut (N)

A : Luas penampang baut (m2)

d : Diameter baut (mm)

2.2.6.4 Tegangan yang di izinkan (𝜏i). Tegangan yang diizinkan pada

baut dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

σB
𝜏I = (sf1 x sf 2 ) (N/mm2)...........................................................................
17

Dimana :

𝜏I : Tegangan yang diizinkan (N/mm2)

Sf1 : Faktor keamanan satu

Sf2 : Faktor keamanan dua

2.2.7 Perencanaan roda gigi.

1) Perencanaan beban gulung (Wd).

Wd = w x fc (kg).............................................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


276)

Dimana :

w = Berat dudukan

fc = Jumlah gigi pada roda cacing

2.2.7.1 Persamaan roda gigi cacing (ms).

n = (Vren.1000)/(Droda/ π) (rpm).........................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

Vren = Kecepatan rencana

Droda = Diameter roda gigi (mm)

2.2.8 Perencanaan daya motor listrik.

T 2.π. n1
P (
= 1000 )( 60 )
120

(Watt) .............................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
18

Dimana :

T = Torsi (Nm)

2.2.8.1 Momen puntir poros.

T2 = 9,74 x 105 x (Tporos out put / Troda gigi) (kg/mm)..........

T1 = 9,74 x 105 x (Tporos out put/i x Troda gigi) (kg/mm)

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

2.2.8.2 Tegangan geser yang diizinkan.

σB
Τa = Sf (kg/mm2)..................................................
1 . S f2

Dimana :

σB = Kekuatan tarik.

Sf1 = Faktor keamanan 1

Sf2 = Faktor keamanan 2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

2.2.8.3 Menentukan diameter poros input transmisi.

5,1
ds2 =

3
Ta
. cb . kt . T2 (mm3)........................................

5,1
ds1 =

3
Ta
. cb . kt . T1 (mm3)........................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

cb = Kemungkinan pemakaian beban

lentur

di masa mendatang.
19

kt = Faktor koreksi yang dianjurkan ASME.

T1 = Momen puntir (kg.mm)

2.2.8.4 Modulus aksial.

ms = 2.a-12,7 / z2 + 6,28 (mm)......................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

a = Jarak sumbu poros ulir cacing dengan sumbu

poros roda gigi cacing (mm)

z2 = Jumlah roda gigi cacing

2.2.8.5 Modulus normal.

mn = ms x cosγ (mm)....................................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

ms = Modulus aksial (mm).

γ = Sudut kisar (0).

2.2.8.6 Diameter lingkaran jarak bagi ulir.

d1 = z1 x mn / sinγ (mm)..............................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

z1 = Jumlah ulir cacing.

mn = Modulus normal.

γ = Sudut kisar (0).

2.2.8.7 Diameter lingkaran jarak bagi roda cacing.


20

d2 = z2.ms (mm) ….................………………………….

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)
Dimana :

z2 : Jumlah roda gigi cacing.

ms : Modulus aksial (mm).

2.2.8.8 Jarak sumbu poros.

d1+ d2
a = (mm).........................................................
2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

12) Diameter luar roda cacing.

Dk1 = d1 + 2 x hk (mm)....................................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

d1 = Diameter jarak bagi roda cacing.

hk = Tinggi kepala cacing (mm)

2.2.8.9 Tegangan lentur yang diijinkan F ab (kg) adalah

F ab = σ ba . b e . m n . Y (kg).................................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


279)

Dimana :

F ab = Beban lentur yang diijinkan (kg)

σ ba = Tegangan lentur yang diijinkan (kg/mm2)


21

Y = Faktor bentuk roda cacing

be = Lebar sisi gigi efektif (mm)

mn = Modul normal

2.2.8.10 Beban permukaan gigi yang di ijinkan F ac (kg) diberikan oleh

persamaan

F ac = Kc . d2. be . K γ (kg) ...................................................

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


279)

Dimana :

Kc = Faktor ketahanan terhadap keausan

(kg/mm2)

Kγ = Faktor sudut kisar

F ac = Beban permukaan gigi yang di ijinkan (kg)

be = Lebar sisi gigi efektif (mm)

d2 = Diameter lingkaran jarak bagi roda cacing

(mm)

2.2.8.11 Beban statis gigi.

d
Ws = w x fc x (kg)......................................................
d2

(Sumber : Ir Sularso, MSME dan Kiyokatsu Suga 2004 hal


277)

Dimana :

w = Berat dudukan.

Fc = Factor koreksi.

d2 = Diameter lingkar jarak bagi roda cacing.


22

2.2.9 Perencanaan Pasak

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan

bagian mesin-mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling pada poros.

Momen diteruskan dari poros ke naf atau dari naf ke poros.

Gambar 1. Macam-macam Pasak


(Sumber : Ir. Sularso, Elemen Mesin, 2004, Hal 24)

Dari gambar di atas jenis pasak yang umum digunakan pada

sambungan elemen mesin, adalah pasak benam. Kelebihan dari pasak

benam yaitu dapat meneruskan momen yang besar. Sehingga pada

perencanaan pasak digunakan untuk sambungan antara roda gigi dan

poros.

b a

Keterangan :
a. Pasak pada poros 1.
b. Pasak pada poros 2.
23

Gambar 2. Perencanaan Pasak.

a. Rumus yang digunakan pada perencanaan pasak. Adapun

perhitungan dalam merencanakan pasak adalah :

1) Panjang pasak. (Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga,


Elemen Mesin, 2004, Hal 27).

l = 1,5 ds (mm)....................................................................

Dimana :

ds : Diameter poros (mm)

2) Lebar pasak (b). (Dilihat dari tabel ukuran-ukuran

utama)

Tabel 1. Ukuran-ukuran Utama.


(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004, Hal 10).
Ukuran Ukuran Ukuran Standar h C l* Ukur Ukuran standar t2 r1 Referensi
nominal standar Pasak Pasak an Pasak Pasak Pasak dan Diameter
pasak b,b1 dan prismatis tirus stan prisma luncur tirus r2 poros
bxh b2 Pasak dar tis yang
luncur t1 dapat
dipakai
24

d**
2x2 2 2 6-20 1,2 1,0 0,5 0,08 > 6-8
-
3x3 3 3 0,16 6-36 1,8 1,4 0,9 0,16 > 8-10
-
4x4 4 4 8-45 2,5 1,8 1,2 > 10-12
0,25
5x5 5 10-56 3,0 1,7 > 12-17
5 2,3
14-70 2,2 0,16 > 17-22
6x6 6 0,25 3,5 -
6 – 2,8 0,25
0,40 16 - 3,0 3,5 3,0 > 20-25
7x7 7 7 7,2 4,0
80

3) Gaya Tangensial (F).

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 25).

T
F = (kg)…………………......……………..…..…
r poros

Dimana :

T : Torsi pada poros (kg.mm)

r : Jari-jari poros (mm).

4) Tegangan geser izin (τ a).

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 8).

σb
τa = (kg/mm2)…..…...….....….……….…….…
Sf1.Sf2

Dimana :

σb : Kekuatan tarik bahan pasak (kg/mm2)

Sf1 : Faktor keamanan 1.

Sf2 : Faktor keamanan 2.

5) Tegangan geser pada pasak (τ k)

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 25).
25

F
τk = (N/mm2)……………......………..…………….
b. l

Dimana :

b : Lebar pasak (mm).

l : Panjang pasak (mm).

F : Gaya tangensial (N.mm).

6) Kualitas pasak.

(Sumber : Ir. Sularso, Kyokatsu Suga, Elemen Mesin, 2004,


Hal 27).

b ≦ 0,25- 0,35 dan l ≦ ds 0,75-1,5 ………………………

Dimana :

l : Panjang pasak (mm).

b : Lebar pasak (mm).


26

2.2.10 Konversi Daya. Berdasarkan pada kebutuhan gerak dari

kendaraan, maka dapat dikatakan bahwa pada kecepatan rendah

diperlukan gaya dorong yang besar untuk dapat menhasilkan percepatan

yang cukup besar atau untuk dapat menanjak yang cukup terja. Pada

kecepatan yang tinnggi dimana percepatan sudah tidak diperlukan lagi,

maka gaya dorong yang diperlukan hanya untuk melawan hambatan

angina dan hambatan rolling. Dengan kebutuhan seperti diuraikan

tersebut, maka secara ideal kebutuhan gaya dorong dapat digambarkan

seperti Gambar 2.1

Gambar 2.1. ICE tanpa gearbox dan daya dorong yang dibutuhkan

(Sumber: D. Deutchman “Machine Design” hal 12).

Untuk menghitung besar dari Torsi dan Kecepatan sudut dari setiap

komponen digunakan persamaan (Sumber: D. Deutchman “Machine

Design” hal 12).

n m Ts
= = i..........................................................................................
n s TM

.(6)

(Sumber: D.Deutchman “machine design” hal 45)


27

Dimana :

nM : Putaran Engine, (Rpm)

nS : Putaran clutch (Rpm)

Tm : Torsi engine (Nm)

Ts : Torsi clutch (Nm)

Untuk menghitung kecepatan kendaraan dapat digunakan rumus

2π r dyn n E
v = .......................................................................................
60

(Sumber)

Dimana :

v : Kecepatan kendaraan (m/s)

rdyn : radius dynamic roda (m)

nE : Putaran pada drive whell axel (Rpm)


28

Gambar 2.2. Bagian – bagian dan profil gigi

pada Spur Gear (sumber: Shigley’s “Shigley’s Mechanical

Engineering Design, ninth edition” 2011)

Roda gigi lurus merupakan jenis roda gigi yang paling banyak

digunakan Fungsi dari roda gigi lurus ini adalah untuk

mentransmisikan daya dan gerak pada dua poros yang sejajar.

Bagian dari pasangan roda gigi yang berfungsi untuk menggerakkan

roda gigi pasangannya disebut pinion. Sedangkan pasangan roda gigi

yang digerakkan disebut gear.

Spur Gear digunakan pada kondisi aplikasi kecepatan putaran

yang rendahdan dimana masalah kebisingan/noise tidak menjadi

masalah bahan pertimbangan perancangan. Penggunaan Helical Gear

berdasar pada kondisi aplikasi yang memiliki kecepatan putaran yang


29

tinggi, Penyaluran daya yang besar dan tingkat kenyamanan tingkat

kebisingan yang sangat dipertimbangkan. Pada penggunaan Helical

Gear dapat di tentukan jika kecepatan kerja pitch line velocity melebihi

5000 ft/min atau dalam satuan kecepatan putaran sudut pada pinion

melebihi 3600rpm. (Sumber: Shigley’s ““Shigley’s Mechanical

Engineering Design, ninth edition” 2011):

a. Diametral Pitch. Diametral Pitch adalah jumlah gigi tiap

inchi lengkungan roda gigi. Diametral pitch dirumuskan sebagai

jumlah gigi dibagi dengan diameter pitch circlenya.

Nt
P= .........................................................................................
d

(8)

(Sumber: shigley’s mechanical Engineering design, ninth

edetion;hal 167)

Dimana :

P : diametral pitch (jumlah gigi/inch lengkung)

Nt : jumlah gigi (buah)

d : diameter pitch circle (in)

b. Circular Pitch. Circular pitch adalah jarak gigi yang

diukur pada pitch circlenya yaitu jarak satu titik pada gigi

sampai titik pada gigi berikutnya pada kedudukan yang sama.

Circular pitch dirumuskan sebagai berikut :


30

nd
P = .....................................................................................
Nt

..

Dimana :

P : Circular pitch (in)

D : diameter pitch circle (in)

Nt : jumlah gigi (buah)

c. Velocity Ratio. `Velocity Ratio (perbandingan

kecepatan) pada spur gear adalah sebagai berikut :

ω1 n 1 N t2 d2
i = = = = .................................................................
ω2 n 2 N t1 d1

Dimana :

i = velocity ratio

ω = kecepatan sudut (rad/s)

n = kecepatan keliling (rpm)

Nt = jumlah gigi (buah)

D = diameter pitch circle (in)

d. Torsi Yang Diterima Roda Gigi. Ketika pasangan roda gigi

berputar, maka akan terjadi torsi pada roda gigi tersebut. Torsi

yang diterima oleh roda gigi dirumuskan sebagai berikut :

P x 6300
T = .............................................................................
n

(Sumber shigley’s mechanical Engineering design, ninth

edetion;hal (254)

Dimana :
31

P : Daya input yang diberikan oleh motor pada poros

(hp)

T : Torsi yang diterima oleh roda gigi (lb.in)

N : Putaran roda gigi (rpm)

e. Gaya-Gaya Pada Roda Gigi. Gaya yang diterima oleh

sebuah gigi bila hanya satu pasang gigi yang bersentuhan

akan mengarah normal terhadap permukaan gigi dan sejajar

dengan garis kerja. Vektor gaya yang bekerja pada roda gigi dapat

dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Vektor Gaya pada Roda Gigi

Yang dimaksud F32/ Fn adalah gaya normal yang

ditimbulkan oleh gigi pada roda gigi yang digerakkan terhadap gigi

roda gigi penggerak (lb). F32/ Fn dapat diproyeksikan pada arah

tangensial (gaya tangensial,F t32 / Ft) dan arah radial (gaya radial,F t32

/ Fr ).

Ft = Fn Cos φ

Fr = Fr Cos φ

Dimana φ adalah sudut tekan


32

f. Torsi Yang Diakibatkan Oleh Gaya Normal. Untuk

menghitung torsi yang diakibatkan oleh gaya normal digunakan

persamaan sebagai berikut:

d d
T= Fn cosφ = F t ...............................................................
2 2

(sumber shigley’s mechanical Engineering design, ninth

edetion;hal 56)

Dimana :

D : diameter pitch roda gigi (in).

g. Kecepatan Pitch Line. Kecepatan pitch line

merupakan kecepatan tangensial yang dialami roda gigi. Untuk

menghitung besarnya kecepatan pitch line digunakan persamaan

di bawah ini :

π.d.n
Vp = ............................................................................
12

Dimana :

Vp : kecepatan pitch line (ft/menit)

d : diameter pitch roda gigi (in)

h. Roda Gigi Miring (Helical). Roda gigi Miring adalah

bentuk pengembangan dari Roda Gigi Lurus atau Spur gear sperti

tampak pada Gambar 2.4 Hanya saja pada Giginya membentuk

sudut kemiringan. Untuk mempermudah pemahaman perlu

dipahami terlebih dahulu tentang istilah-istilah dimensi dan

besaran yang dibutuhkan untuk menghitung atau menganalisa

Roda Gigi.
33

Gambar 2.4 Profil Gigi pada Helical Gear dan gaya yang bekerja

Diambil penjelasan dari Spur Gear untuk memudahkan

pemahaman lebih lanjut tentang Helical Gear.

Gaya tangensial gear,Ft

Ft = Fn cos øn Cos ѱ

Gaya radial gear, Fr

Fr = Ft tan ø = Fn sin øn

Gambar 2.5 Arah Axial thrust load Helical Gear

Gaya thrust gear Akibat profil gigi dari helical gear yang

memiliki kemiringan dengan sudut tertentu maka torsi yang

disalurkan akan membentuk gaya thrust seperti tampak pada

Gambar 2.5.Fthrust = Ft tan ѱ = Fn cos øn cos ѱ

Anda mungkin juga menyukai