Wilayah Pulau Kalimantan pada masa VOC tidak banyak diberitakan dalam beberapa
sumber. Hal ini dikarenakan VOC fokus untuk berdagang dan menguasai wilayah-wilayah
yang merupakan penghasil atau bandar strategis bagi rempah-rempah. Sementara Maluku
dianggap sebagai sumber rempah-rempah yang beraneka ragam dengan jumlah yang besar.
VOC dan kekuatan Eropa lainnya tidak menaruh perhatian lebih pada Kalimantan. Baru
setelah Pemerintah Kolonial mengambil alih dan mengemukakan jargon Pax Nederlandica,
Kalimantan sendiri merupakan pulau dengan hutan tropis yang besar, peradabannya
menghasilkan lada, beras, dan banyak komoditas lainnya. Terlebih setelah memasuki abad
batubara yang sangat besar, membuatnya semakin berharga bagi Belanda. Ketika Jepang
menyerbu pada tahun 1942, Kalimantan juga diketahui memiliki cadangan minyak bumi yang
vital bagi akomodasi alat-alat perang Jepang. Mengakibatkan Kalimantan menjadi sasaran
Perlawanan rakyat Kalimantan Barat dimulai ketika pada tahun 1840-an, Belanda berusaha
untuk menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Sungai Kapuas. Salah
satunya Kerajaan Sintang yang hendak melakukan suksesi karena rajanya merasa sudah tua.
Belanda turut mencampuri urusan kerajaan dengan menganggap Pangeran Ratu, patih
kerajaan pantas menjadi raja. Hal ini didasarkan pada keadaan Panembahan Kusumanegara
yang masih muda. Meski usul tersebut ditolak, Belanda dapat memperbaharui perjanjian
dagang pada tahun 1855. Perjanjian ini merugikan punggawa kerajaan karena menghapus
banyak keuntungan bangsawan untuk diberikan kepada Belanda. Hal ini memicu
Pada tanggal 12 November 1856, pasukan Dayak dan Melayu berjumlah 2.500 orang bersiap
menyerbu benteng Belanda di Sintang yang dijaga oleh 146 serdadu dan 3 meriam. Belanda
juga mendatangkan kapal penjelajah bermeriam untuk berjaga di pelabuhan. Penyerangan ini
dipimpin oleh Pangeran Prabu dan Haji Muhamad Saleh. Namun karena perbedaan teknologi
Bangsawan penentang Belanda ini mengubah strategi dengan menguasai jalur perdagangan
kekalahan ini membuat Pangeran Ratu menyerahkan diri. Ia diadili kemudian dibuang ke
Jawa, hal ini belum menyurutkan semangat bangsawan lain untuk melawan. Namun pada
akhirnya perlawanan ini surut karena kematian pemimpin-pemimpinnya yang sudah lanjut
usia. Kroesen mengultimatum untuk menghentikan perlawanan sebelum dibabat habis. Ade
Unut, putra Pangeran Muda dan cucu Pangeran Anom hadir untuk bernegosiasi. Namun ia
di pesisir selatan. Banjarmasin merupakan penghasil lada, rotan, damar, emas, dan intan
sehingga menarik perhatian bangsa Eropa. Pada tahin 1734, dijalin hubungan dagang antara
Belanda dan Sultan Tahlilillah. Belanda memulai pergerakan politiknya dengan membantu
Pangeran Nata menyingkirkan Pangeran Amir untuk menjadi Sultan. Ketika naik tahta,
Pangeran Nata harus menyerahkan seluruh wilayah Banjarmasin. Sebagian diambil penuh
oleh Belanda, sebagian dipegang Sultan namun hanya sebagai pinjaman. Perjanjian ini terus
diperbaharui setiap penguasa baru naik tahta, dan semakin mengecilkan pengaruh kerajaan.
Pada tahun 1857 terjadi kekacauan di keraton karena Sultan Adam hendak menjadikan Prabu
Anom menjadi Sultan. Belanda menolak, dan kemudian mengangkat Pangeran Tamjidillah
sebagai sultan. Usulan untuk menjadikan Prabu Anom sebagai mangkubumi pun ditolak,
selain itu ditolak pula usul untuk menjadikan Pangeran Hidayat sebagai Raja Muda. Belanda
dianggap telah melampaui batas, dan di sisi lain Pangeran Tamjidillah tidak disukai karena
bukan putra bangsawan, mendukung Belanda, dan menghina Islam. Posisi Tamjidillah juga
Kemarahan rakyat telah memuncak, Pangeran Hidayat pun kini mendekat kepada rakyat.
kekuasaan Pemerintah Kolonial. Kepala Daerah dan ulama banyak yang memilih berjuang
bersama rakyat dan menanggalkan kesetiaan kepada Belanda. Perlawanan terjadi secara
memegang kuasa tinggi dalam perlawanan, namun usaha memberontak di banyak wilayah
Perlawanan rakyat Kalimantan Selatan berjalan dalam dua fase. Fase ofensif (1859-1863), di
mana rakyat banyak melakukan serangan kepada Belanda. Kemudian fase defensif (1863-
1905), di mana perlawanan terus muncul dan mengganggu Belanda. Perlawanan defensif ini
terjadi setelah Pangeran Antasari wafat pada 1 Oktober 1862. Kedudukan Belanda terus
menguat di Banjarmasin karena telah lepas dari pengaruh kerajaan, sehingga pemberontakan
pertahanan Belanda yang kurang kuat, dan sumber utama minyak bumi dan batu bara. Jepang
mendarat di Tanjung Kodok, pada 22 Januari 1942 dan secara cepat menguasai banyak
wilayah. Hal ini tentunya memicu perlawanan rakyat yang menolak diperlakukan sewenang-
Perlawanan yang terkenal terhadap Jepang adalah Perang Dayak Desa, yang dipimpin oleh
Pang Suma di daerah Kalimantan Barat. Hal ini diakibatkan oleh kekacauan pada perusahaan
kayu Jepang. Kekacauan ini berujung pada peperangan yang berlangsung ke desa-desa
pedalaman sejak April-Agustus 1944, dan terus berlanjut sampai tahun 1945. Perlawanan ini
Peristiwa penting lain di Kalimantan adalah Peristiwa Mandor, terjadi pada 23 April 1943.
Jepang melakukan semacam show of force dengan menyisir seluruh kalangan bangsawan,
pemuka adat, sultan, dan orang-orang penting lainnya Mereka ditangkap, hanya beberapa
yang dilepas kembali, sebagian lainnya dipenjara dan dibunuh. Perlawanan rakyat di desa-
desa ini terus berlangsung karena berita kemerdekaan Indonesia belum tiba, dan Jepang
ini terus terjadi sampai Jepang hengkang dari Indonesia sesuai hasil Perjanjian San Fransisco