Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik dan Anatomi
Dosen Pengampu : Hj. Sri Dwi Omarsari, dr., MKM

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ilmu Keperawatan 3B

1. Deden Muhammad Hamzah (1910105491)


2. Julia Gustina Sari (1910105503)
3. Kemy Agustiano Wijaya (1910105504)
4. Nisrina Jauza Hapidha (1910105514)
5. Usy Nurfadilah (1910105530)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL SUMEDANG

2021
1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Dengan memanjatkan rasa puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala limpahan Rahmat, karunia serta Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Makalah
ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PENCERNAAN” ini
kami susun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik dan Anatomi.
Tentunya tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
terselesainya makalah ini, maka dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada : Hj. Sri Dwi Omarsari, dr., MKM . Selaku Dosen Mata Kuliah Patologi Klinik dan
Anatomi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sebelas April Sumedang yang telah
memberikan arahan serta dukungan dalam menulis dan menyelesaikan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang di miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia pendidikan.
Wabillahitaufiqwalhidayah Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Sumedang, 04 Oktober 2021

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan ..................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 4

1.4 Manfaat........................................................................................................................ 5

Bab Ii Tinjauan Pustaka ............................................................................................................. 6

2.1 Definisi Sistem Pencernaan ............................................................................................. 6

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan ................................................................. 6

2.3 Gangguan Pada Sistem Pencernaan .......................................................................... 14

2.4 Pemeriksaan Darah Samar Pada Feses ...................................................................... 20

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Diare ......................................................................... 25

Bab Iii Penutup ........................................................................................................................ 31

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 31

3.2 Saran .......................................................................................................................... 31

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 32

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pencernaan merupakan serangkaian jaringan organ yang memiliki fungsi untuk
mencerna makanan. Makanan-makanan tersebut akan diproses secara mekanik ataupun
secara kimia. Pencernaan secara mekanik yaitu pencernaan yang terjadi di dalam lambung
yang melibatkan gerakan fisik dalam tubuh. Tujuan pencernaan ini adalah untuk mengubah
ukuran molekul makanan menjadi bentuk lebih kecil atau halus. Sedangkan pencernaan
secara kimia yaitu pencernaan yang melibatkan enzim.
Organ yang termasuk dalam sistem pencernaan terbagi menjadi dua kelompok yaitu:
saluran pencernaan dan organ pencernaan tambahan. Sistem pencernaan memiliki fungsi
utama mengubah makanan menjadi nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Nutrisi tersebut
diperlukan untuk proses perkembangan, perbaikan sel tubuh, termasuk sebagai
sumber energi sehari-hari. Ketika proses itu selesai, organ pencernaan kemudian dengan
mudah mengemas limbah padat makanan untuk dibuang sebagai feses.
Gangguan sistem pencernaan adalah masalah yang terjadi pada saluran atau organ yang
terlibat dalam pencernaan. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari
infeksi hingga naiknya asam lambung. Gejala gangguan sistem pencernaan pun bervariasi,
mulai dari yang ringan hingga yang berat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari sistem pencernaan ?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pencernaan ?
3. Apa saja gangguan yang dapat terjadi pada system pencernaan ?
4. Bagaimana cara pemeriksaan darah samar pada feses ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan sistem pencernaan ?

1.3 Tujuan
1. Memahami apa itu sitem pencernaan.
2. Memahami anatomi dan fisiologi system pencernaan.
3. Mengetahui apa saja gangguan yang terjadi pada system pencernaan.
4. Mengetahui cara pemeriksaan darah samar pada feses.

4
5. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada gangguan system
pencernaan
1.4 Manfaat
Diharapkan dengan di buatnya makalah ini, bagi penyusun ataupun pembaca
diharapkan dapat memahami System Pencernaan beserta Asuhan Keperawatan nya,
sehingga menambah wawasan kita sebagai pembaca maupun penyusun mengenai System
pencernaan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sistem Pencernaan


Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar
menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang
kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-
organ pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya
tergantung dari bahan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Zat makanan yang
dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk yang lebih sederhana.
Proses pencernaan makanan pada tubuh manusia dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu :
1. Proses pencernaan secara mekanik
Yaitu proses perubahan makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi
bentuk kecil dan halus. Pada manusia dan mamalia umumnya, proses pencernaan
mekanik dilakukan dengan menggunakan gigi.
2. Proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis)
Yaitu proses perubahan makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat
yang lebih sederhana dengan menggunakan enzim. Enzim adalah zat kimia yang
dihasilkan oleh tubuh yang berfungsi mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam
tubu h.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari
luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(penguyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim zat cair yang terbentang
mulai dari mulut sampai anus. Saluran pencernaan makanan pada manusia terdiri dari
beberapa organ berturut-turut dimulai dari mulut (cavum oris), kerongkongan
(esofagus), lambung (ventrikulus), usus halus (intestinum), usus besar (colon), dan
anus.
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Mulut/cavum oris
Terjadi pencernaan secara mekanik dan kimiawi. Pada bagian dalam mulut terdapat
gigi, lidah, dan kelenjar ludah.
1) Gigi /dens

6
Merupakan alat pencernaan yang bertugas secara mekanik. Terdapat 4 jenis gigi
yaitu gigi taring (dens caninus) berfungsi untuk merobek/mencabik makanan.
Gigi seri (dens inscisivus) berfungsi untuk memotong makanan. Gigi geraham
depan (dens premolare) dan geraham belakang (dens molare) yang keduanya
berfungsi untuk menghaluskan makanan.
2) Lidah/lingua
Merupakan organ yang terletak di dasar mulut yang kaya akan otot.
Permukaannya kaya akan papilla/tonjolan lidah yang sangat banyak
mengandung kuncup pengecap. Berfungsi untuk:
 Pengaduk makanan.
 Membantu proses penelanan makanan.
 Sebagai alat/organ pengecap.
 Membantu membersihkan rongga mulut.
 Membantu untuk berbicara/bercakap-cakap.
 Terbagi menjadi beberapa daerah rasa antara lain asin, manis, asam dan pahit.
3) Kelenjar ludah/glandula salivales
Menghasilkan air liur/air ludah/saliva yang bersifat pekat dan licin. Saliva ini
banyak mengandung lendir atau musin dan enzim ptyalin/amylase. Enzim
ptialin memiliki pH sekitar 6,8 – 7,0 dengan suhu 37o C.
Fungsi air liur/saliva :
 Mempermudah proses penelanan dan pencernaan makanan
 Melindungi selaput mulut
 Mencerna makanan secara kimiawi.
2. Faring
Faring merupakan organ penghubung antara rongga mulut dengan kerongkongan
atau esofagus. Makanan yang telah dicerna akan masuk kerongkongan melalui
proses deglutisi melewati faring. Faring juga merupakan pertemuan antara tractus
digestivus dengan saluran respirasi. Disebut juga sebagai pangkal esophagus. Di
bagian dalam faring terdapat amandel/tosil yang merupakan kumpulan kelenjar
limpa yang mengandung limposit.
3. Kerongkongan (Esophagus)
kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung atau ventrikulus dengan

7
panjang sekitar 20 – 25 cm. Makanan berjalan melalui esofagus dengan
menggunakan proses peristaltik .
Dinding kerongkongan atau esophagus ini terdiri atas 3 lapisan, yaitu :
 Tunika mukosa : menghasilkan mucus/lender
 Tunika submukosa : terdapat jaringan ikat kolagen dan elastis, ujung kapiler
darah, dan ujung saraf
 Tunika muskularis : mengandung otot polos dan jaringan ikat gerakan peristaltik
pada kerongkongan. Gerakan menelan makanan yang terjadi di esophagus
merupakan gerakan peristaltic/peristalsis, yaitu gerakan otot dinding saluran
pencernaan (kaya akan otot polos) yang berupa gerakan kembang kempis atau
gerak meremas-remas makanan dalam bentuk bolus dan akan mendorong lobus
menuju ke lambung. Waktu yang diperlukan lobus dari kerongkongan menuju
ke lambung adalah 6 detik
4. Lambung/ventrikulus
Lambung atau ventrikulus merupakan organ kantung besar yang terletak di rongga
perut agak ke kiri. Dinding lambung tersusun menjadi 4 lapisan, yaitu :
1) Lapisan peritoneal (Lapisan Serosa) Merupakan lapisan terluar dari ventrikulus
yang berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini
mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi
antara perut dengan anggota tubuh lainnya.
2) Lapisan Berotot yang terdiri dari :
 Cardiac merupakan bagian atas ventriculus yang berhubungan dengan
esophagus dan hepar.
 Fundus merupakan bagian tengah ventriculus yang bentuknya membulat.
 Pylorus merupakan bagian bawah ventriculus yang berhubungan dengan
intestinum tenue.
3) Lapisan Submukosa. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri
dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel
perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida
dari sel-sel tersebut.
4) Lapisan Mukosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai
jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk

8
seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume
sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat dikeluarkan.
Fungsi lambung yaitu :
 Menyimpan makanan dalam kurun waktu 2 – 5 jam.
 Mengaduk makanan (dengan gerakan meremas).
 Mencerna makanan dengan bantuan enzim.
 Menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu
pendek
 Makanan dicairkan dan dicampur dengan asam hidrokhlorida dan dengan
cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh usus.
 Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
 Pencernaan lemak dimulai di dalam lambung.
 Faktor antianemia dibentuk.
 Khime, yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.

Enzim yang dihasilkan :


1) HCl/asam chlorida/asam lambung dihasilkan oleh sel parietal (parietal cell)
yang fungsinya antara lain :
 Merangsang keluarnya seketin.
 Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk memecah protein.
 Desinfektan, yaitu membunuh kuman-kuman.
 Merangsang keluar hormon kolesistokinin yang merangsang empedu
mengeluarkan getahnya.
 Renin berfungsi untuk mengendapkan kasein (protein susu). Kasein
akan diubah oleh pepsin menjadi pepton.
2) Pepsinogen [dihasilkan oleh sel chief (chief ceel)], akan aktif bila dalam
bentuk pepsin. Pepsin berfungsi untuk mencerna protein menjadi pepton
dan proteosa.
3) Lipase berfungsi untuk mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
4) Hormone gastrin berfungsi untuk sekresi getah lambung.
5) Lendir/musin berfungsi melindungi sel-sel di permukaan lambung
terhadap kerusakan akibat kerja dari HCl. Dihasilkan oleh sel Goblet
(goblet cell)

9
5. Usus Halus
Merupakan saluran panjang sekitar 8,25 m dan dibagi menjadi 3 bagian utama
yaitu:
1) Duodenum/usus dua belas jari merupakan usus halus yang berbatasan dengan
ventriculus. Terjadi proses oemecahan lemak dan karbohidrat. Panjangnya
sekitar 25 cm/0,25 m
2) Jejunum/usus kosong merupakan usus halus yang berbatasan langsung dengan
duodenum dan ileum. Disini tidak terjadi proses penyerapan dan pencernaaan
makanan. Panjangnya sekitar 7 m.
3) Ileum/usus penyerapan merupakan usus halus yang berbatasan dengan jejunum
dan intestinum crassum. Disinilah terjadi penyerapan sari-sari makanan.
Panjangnya sekitar 1 m.
Fungsi utama usus halus adalah:
 Menerima zat-zat makanan yang mudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-
kapiler darah dan saluran-saluran limfe
 Menyerap protein dalam bentuk asam amino
 Menyerap karbohidrat dalam bentuk emulsi lemak
Kelenjar atau enzim didalam usus halus :
1) Enterokinase untuk mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin.
2) Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
3) Laktase mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
4) Maltase mengubah maltosa menjadi glukosa.
5) Disakarase mengubah disakarida menjadi monosakarida
6) Peptidase mengubah polipeptida menjadi asam amino
7) Lipase mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak
8) Sukrase mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.
6. Pankreas
Terletak dekat ventriculus (rongga perut sebelah kiri) yaitu diantara duodenum dan
limpa. Dengan panjang sekitar 15 cm dan lebar 5 cm.
Kelenjar pankreas menghasilkan :
1) Hormon insulin yang berfungsi untuk mengatur (menurunkan) kadar gula
dalam darah.

10
2) Berfungsi untuk menghasilkan getah pancreas yang banyak mengandung
enzim. Enzim tersebut yaitu :
 Amylopsin/amylase pancreas berfungsi untuk mengubah amilum menjadi
maltose.
 Steapsin/lipase pancreas berfungsi untuk mengubah lipid menjadi asam
lemak dan gliserol.
 Tripsinogen dengan bantuan enterokinase akan diubah menjadi tripsin.
Tripsin berfungsi untuk memecahkan pepton menjadi asam amino.
 Karbohidrase pancreas berfungsi mengubah disakarida menjadi
monosakarida. Disakarida yang penting adalah maltase, sukrase, lactase.
 Garam NaHCO3 dan bersifat basa yang berfungsi untuk menetralkan
keasamaan kim/chyme yang keluar dari ventriculus.
7. Hati/ Hepar
Hepar Merupakan kelenjar pencernaan yang terbesar dalam tubuh dengan berat
sekitar 2 kg dan berwarna kemerahan. Terletak di dalam rongga perut sebelah
kanan, di bawak sekat rongga dada. Menghasilkan cairan empedu (bilus) yang
ditampung dalam kantung empedu (vesica felea). Setiap hari vesica felea
menghasilkan 0,5 liter cairan empedu. Kandungan Empedu :
1) Garam kholat yang berfungsi :
 Mengaktifkan lipase pancreas
 Menurunkan tekanan permukaan butir-butir lemak sehingga dapat
diemulsikan dalam pencernaan
 Bersenyawa dengan asam lemak membentuk senyawa yang mudah larut
dalam air dan mudah diserap.
2) Natrium karbonat berfungsi mengatur keasaman empedu sehingga membuat
pH empedu menjadi 7, 1 – 8,5.
3) Kolesterol merupakan lemak netral yang memiliki daya larut sangat kecil
dalam air. Merupakan prekusor dari aktivitas steroid seperti vitamin dan
hormone. Empedu menghasilkan zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin),
Garam empedu.
Fungsi empedu : Untuk mengemulsikan/memecahkan lemak, Membunuh
kuman-kuman dalam saluran pencernaan bagian atas.

11
Hepar berfungsi :
 Menghasilkan cairan empedu.
 Menawarkan racun.
 Menyimpan gula dalam bentuk glikogen (gula otot).
 Mengubah provitamin A menjadi vitamin A.
 Menjaga keseimbangan zat makanan dalam darah.
 Mengubah kelebihan asam amino menjadi urea untuk dikeluarkan dari tubuh
8. Usus Besar (Intestinum Mayor)
Usus besar/duodenum Merupakan saluran panjang dengan permukaan dinding
yang mengalami penyempitan dan penonjolan serta merupakan terusan dari usus
halus. Panjang usus besar ± l½ m dengan lebar 5 - 6cm. Bagian-bagian usus besar,
yaitu :
1) Caecum/sekum merupakan pertemuan antara usus halus dan usus besar. Pada
bagian ujung sekum terdapat tonjolan kecil yang disebut umbai cacing
(appendiks) dengan panjang 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritonium mudah
bergerak walaupun tidak mempunyai mesentenium dan dapat diraba melalui
dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
Fungsi dari peritoneum sendiri adalah :
 Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis
 Membentuk pembatas yang halus antara organ dalam rongga peritoneum
 Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
posterior abdomen
 Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah
2) Usus Buntu (appendiks)
Usus buntu (Bahasa Latin: caecus yang berarti buta) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing Bisa juga diartikan sebagai bagian
dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu
keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi
usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam

12
rongga pelvis minor terletak horizontal dl belakang seikum. Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang appendiks bereaksi secara hebat dan
hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga
abdomen.
3) Colon/kolon/usus tebal merupakan bagian yang lebih tebal dan menyempit
dengan banyak tonjolan pada bagian pemukaannya.
a) Kolon Asendens : Panjang kolon asendens yaitu 13 cm, terletak di bawah
abdomen sebelah kanan membujur ke atas dan ileum ke bawah hati. Di
bawah hati membengkok ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika,
dilanjutkan sebagai kolon transversum.
b) Kolon Transversum : Panjang kolon transversum yaitu 38 cm, membujur
dan kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura Hepatika dan sebelah kin terdapat Fleksura
Lienalis.
c) Kolon Descendens : Panjangnya ± 25 cm, terletakdi bawah abdomen bagian
kiri membujur dari atas ke bawah dan Fleksura Lienalis sampai ke depan
ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
d) Kolon Sigmoid. Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring,
dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S. ujung
bawahnya berhubungan dengan rektum.
e) Rectum/rectum/poros usus Merupakan bagian terakhir dari usus besar.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os
koksigis.
Proses yang terjadi di colon adalah adanya pencernaan secara biologis dengan
bantuan bakteri Escherichia coli yang bertugas untuk membusukkan
makanan,membentuk vitamin K dan menghambat pertumbuhan bakteri yang
bersifat pathogen. Sisa makanan yang telah dibusukkan akan dibentuk menajdi
feces dan akan masuk dalam rectum. Proses yang terjadi di rectum adalah
pergerakan feces secara peristaltic yang dikendalikan oleh otot polos dan
akhirnya akan menuju anus (lubang pelepasan akhir). Proses perjalanan
makanan untuk sampai di usus besar membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam.
Usus besar dapat menyimpan makanan dalam kurun waktu 24 jam.

13
9. Anus
Merupakan lubang pada ujung saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis. Di anus, terjadi proses
perjalanan terakhir dari feces yang telah dibentuk di colon. Proses pengeluaran
feces melalui anus disebut defekasi. Dinding anus diperkuat oleh 3 spinter :
 Spinter Ani internus (Bekerja tidak menurut kehendak )
 Spinter Levator Ani (Bekerja juga tidak menurut kehendak)
 Spinter Ani Eksternus (Bekerja menurut kehendak)
2.3 Gangguan Pada Sistem Pencernaan
1. Apendisitis
1) Definisi
Apendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah
kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. biasanya
dirawat dengan operasi dan antibiotik. Jika tidak diobati, usus buntu bisa pecah
dan menyebabkan abses atau infeksi sistemik (sepsis).
2) Etiologi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor
pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks,
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang
dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga
merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut.
3) Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan
oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi

14
bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan makanan yang rendah serat.
Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan peritoneal
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obat
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami
bendungan.
4) Manifestasi klinik
1. Mual dan muntah
2. Hilangnya nafsu makan
3. Sembelit
4. Diare
5. Demam ringan
6. Kekakuan pada abdomen
7. Peradangan usus bunt, usus kecil
8. Nyeri di daerah pusar yang kemudian terasa sampai perut kanan bawah
9. Nyeri bertambah jika bergerak, batuk,bersin,berjalan, atau disentuh
5) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien
biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75
%. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai
meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendisitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
4. Pemeriksaan USG

15
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG
dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

2. Ca Colon
1) Definisi
Kanker yang menyerang daerah usus besar sampai dengan
dubur.perkembangan kanker ini saat lambat, sehingga sering diabaikan oleh
penderita. Pada stadium dini, sering kali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa
sakit yang berat. Biasanya , penderita datang kedokter setelah timbul rasa sakit
yang berlebihan sudah pada stadium lanjut, sehingga sulit diobati.
2) Etiologi

Faktor resiko untuk kanker kolon :


1) Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena kanker
colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu,
wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau
payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena
kanker colorectal.
2) Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker
colorectal pada keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini
lebih besar, khususnya jika mempunyai saudara yang terkena kanker pada
usia muda.
3) Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
4) Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-
sayuran, buah-buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan
sumber protein hewani.

Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang
merokok, atau menjlani pola makan yang tinggi lemak seperti lemak jenuh dan
asam lemak omega-6 (asam linol) dan sedikit buah-buahan dan sayuran
memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker colorect.

16
Etiologi lain :
1) Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan
ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
2) Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu,
daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.
3) Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi
asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
4) Obesitas.
5) Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai
administrasi, atau pengemudi kendaraan umum
6) Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding
dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun
ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa
polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
7) Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau
penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
8) Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia
yang semakin tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini
didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
3) Patofisiologi
Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian
dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak; jaringan normal dan
meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid,
besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus
sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada
bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada
sekum dan kolon asendens.
Secara histologis,hampir semua kanker usus besar adalah
adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang
jumlahnya berbeda-beda.Tumor dapat menyebar melalui :
 Secara Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih (vesika urinaria).
 Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon
dan mesokolon.
 Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon
mengalirkan darah balik ke sistem portal.
4) Manifestasi klinik

17
1. Gejala lokalnya adalah :
a. Perubahan kebiasaan buang air
b. Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah
(diare)
c. Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin tapi sudah tidak
bisa keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses).
Keduanya adalah ciri khas dari kanker kolorektal
d. Perubahan wujud fisik kotoran/feses
e. Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat
buang air besar
f. Feses bercampur lendir
g. Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya
perdarahan di saluran pencernaan bagian atas
h. Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi
akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor
i. Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita
j. Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker
dapat tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut,
seperti kandung kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung
udara, dll), vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan,
dll). Gejala-gejala ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar
tumor dan semakin luas penyebarannya
2. Gejala umumnya adalah :
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling
umum di semua jenis keganasan)
b. Hilangnya nafsu makan
c. Anemia, pasien tampak pucat
d. Sering merasa lelah
e. Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang
3. Pemeriksaan penunjang
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan
segera dilakukan bagi mereka yang sudah mencapai usia 50 tahun.

18
Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, namun
pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk
menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk
diperiksa di laboratorium patologi.
2. Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada
dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah
ada metastasis kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG).
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk
melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen
dan hati.
4. Histopatologi.
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis
karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi
sel.
5. Barium Enema
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus
besar melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen.
Pada pemeriksaan ini hanya dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin
tumor, dan bila ada perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi.
Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip yang besarnya
melebihi satu sentimeter. Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat
dilakukan biopsi.
6. Laboratorium
Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan
pasien mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan
darah samar (occult blood) secara berkala, untuk menentukan apakah
terdapat darah pada tinja atau tidak.
7. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi
respons pada pengobatan.
8. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)

19
Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan
dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
9. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit
Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah
putih: trombosit meningkat atau berkurang.
2.4 Pemeriksaan Darah Samar Pada Feses
Tes darah samar feses (faecal occult blood test) dilakukan untuk mendeteksi
kanker usus besar pada pasien tanpa gejala usus yang nyata. Kejadian kanker usus besar
sering terjadi dengan memberikan tanda adanya darah samar pada feses sebelum
menyebabkan gejala lain seperti sakit perut, pendarahan rektum, atau perubahan
kebiasaan buang air besar. Selain itu, beberapa prekursor kanker usus besar, khususnya
pada beberapa jenis polip usus besar, juga terdapat perdarahan yang berlangsung
perlahan dan menyebabkan darah samar pada feses.

1) Indikasi Pemeriksaan
Adanya darah yang muncul dalam feses umum terjadi pada penyakit berikut :

 Pertumbuhan jinak atau ganas (kanker) atau polip usus besar


 Hemorrhoid yang bisa pecah dan menyebabkan pendarahan
 Fisura ani
 Infeksi usus yang menyebabkan radang
 Ulkus
 Kolitis ulseratif
 Penyakit Crohn
 Penyakit divertikular, disebabkan oleh gangguan pada dinding usus besar
 Kelainan pada pembuluh darah di usus besar

Apabila dicurigai penyakit tersebut pada pasien maka diperlukan pemeriksaan


feses untuk menentukan apakah terdapat darah dalam feses.
2) Prosedur Pemeriksaan
Feses untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari defekasi spontan. Jika
pemeriksaan sangat diperlukan,boleh juga sampel tinja di ambil dengan jari
bersarung dari rectum. Untuk pemeriksaan biasa dipakai tinja sewaktu, jarang
diperlukan tinja 24 jam untuk pemeriksaan tertentu. Tinja hendaknya diperiksa
dalam keadaan segar, kalau dibiarkan mungkin sekali unsur - unsur dalam tinja itu

20
menjadi rusak. Umumnya pengambilan sampel feses dilakukan di rumah/
laboratorium. Bila sampel feses diambil di rumah, feses sebaiknya dibawa ke
laboratorium, kurang dari 1 jam.
Syarat dalam pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses:
1. Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine. Untuk mengirim tinja, wadah
yang baik ialah yang terbuat dari kaca atau sari bahan lain yang tidak dapat
ditembus seperti plastik. Kalau konsistensi tinja keras, dos karton berlapis
paraffin juga boleh dipakai. Wadah harus bermulut lebar.
2. Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada penundaan simpan
di lemari es.
3. Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum pemeriksaan
4. Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan, misalnya bagian
yang bercampur darah atau lendir
5. Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai pemeriksaan
tinja sewaktu.
6. Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu
7. Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object glass
Tujuan : mendapatkan spesimen tinja/feses yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan feses rutine
Waktu : pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan
sebaiknya sebelum pemberian antibiotik Alat-alat : lidi kapas steril
pot tinja
Cara kerja : 1. Penderita diharuskan buang air kecil terlebih dahulu karena tinja
tidak boleh boleh tercemar urine
2. Intruksikan pada penderita untuk buang air besar langsung kedalam
pot tinja ( kira kira 5 gram )
3. Tutup pot dengan rapat
4. Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis
spesimen
3) Jenis Pemeriksaan Darah Samar
1. Metode benzidine basa
Prinsip: Hemoglobin sebagai peroksidase akan menguraikan H2O2 dan
mengoksidasi benzidin menjadi warna biru.
Alat & Bahan :

21
 Tabung reaksi dan rak tabung
 Alat pemanas
 Kristal benzidin basa
 Hidrogen peroksida (H2O2) 3%  segar
 Asam cuka glasial
 Tinja yang akan diperiksa
Cara Kerja :
 Buat emulsi tinja dengan air atau NaCl 0,9% (  10 ml).Panasi sampai
mendidih.
 Saring emulsi tinja yang masih panas, biarkan filtratnya sampai dingin.
 Ke dalam sebuah tabung reaksi lainnya, masukkan kristal benzidin basa
seujung pisau ( 1 gram). Tambahkan 3 ml asam cuka glasial, kocok sampai
kristal benzidin larut dengan meninggalkan sedikit kristal.
 Tambahkan 2 ml filtrat tinja, campur.
 Tambahkan 1 ml H2O2 3% segar, campur.
Interpretasi Hasil :
Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau
Positif ( +) Hijau
Positif (++) biru bercampur hijau
Positif (+++) Biru
Positif (++++) biru tua

2. Metode Guaiac
Prinsip: Besi organik ditambah guam guaiac membentuk warna biru
Alat & Bahan:
 Kertas saring atau objek glas
 Asam cuka glasial
 Larutan gum guaiac jenuh dalam alkohol 95%
 Hidrogen peroksida (H2O2) 3%
 Tinja yang akan diperiksa
Cara Kerja:

22
 Di atas selembar kertas saring yang bersih (bukan kertas WC = paper
towels) atau sebuah object glass yang bebas darah, hapuskan sejumlah kecil
tinja.
 Kemudian tambahakaan 2 tetes asam cuka glasial dan campur.
 Selanjutnya tambahkan 2 tetes larutan gum guaiac jenuh segar dalam
alkohol 95% dan 2 tetes hidrogen peroksida 3%.
Interpretasi hasil:
Negative ( - ) terbentuk warna hijau
Positif ( +) terbentuk warna biru

3. Metode Rapid Chromatographic Immunoassay


Merupakan rapid test untuk mendeteksi darah samar dalam feses pada kadar
rendah. Rapid test ini menggunakan prinsip double antibody sandwich assay
untuk mendeteksi sampai 50 ng/ ml hemoglobin dalam feses atau 6ul
hemoglobin feses.
Prinsip: Merupakan pemeriksaan kualitatif menngunakan prinsip immunossay
untuk mendeteksi darah di dalam feses. Sampel feses akan bereaksi dengan
antibodi anti hemoglobin dalam membran kromatografi membentuk garis
warna.
Persiapan pasien:
 Sampel feses tidak diambil selama atau dalam 3 selama periode menstruasi,
atau bila pasien menderita perdarahan karena wasr atau ada darah di dalam
urinnya.
 Konsumsi alkohol, apirin, atau obat lainnya secara berlebihan dapat
menyebabkan iritasi pada lambung sehingga menimbulkan perdarahan.
Substansi tersebut di atas harus dihentikan paling tidak 48 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan
 Tidak diperlukan pembatasan diet.
Cara kerja:
 Siapkan sampel pemeriksaan
 Buka tutup spesimen collection tube, kemudiaan ambil sampel feses paling
tidak pada 3 tempat yang berbeda menggunakan ujung stick

23
 Tutup rapat, kemudian kocok sampel dengan buffer ekstraksi. Sampel
pemeriksaan ini dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu - 200 C bila tidak
dilakukan pemeriksaan dalam 1 jam
 Buka test strip FOB
 Melalui ujung ssimen collection tube, teteskan 2 tetes samel (±90µl) ke
dalam sumur sampel (S), kemudian jalankan timer. Hindari terbentuknya
gelembung udara di dalam sumur sampel (S)
 Tunggu sampai muncul garis merah.
 Pembacaan dilakukan pada menit ke 5, dan jangan menginterpretasikan hasil
setelah 10 menit.

Interpretasi hasil :
Positif ( +) Muncul tanda merah pada kedua garis baik pada garis
control (C) maupun garis test (T) Intensitas warna merah
yang muncul pada garis T bervariasi tergantung pada
konsentrasi hemoglobin di dalam spesimen
Negatif ( - ) Muncul tanda merah pada 1 garis, yaitu pada garis
control (C)
Invalid Tidak muncul garis merah pada garis control (C)

24
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Ca Colon
1. Pathway

25
26
2. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Intervensi
Tujuan
o Keperawatan
1. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindaka keperawata Observasi
dengan Krisis situasional diharapkan tingkat ansietas pasien 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal
menurun. kondisi, waktu, stressor)
Kriteria Hasil : 2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
1. Verbalisasi kebingungan menurun nonverbal)
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi Terapeutik
yang dihadapi 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah menurun menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang menurun 2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
5. Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan jika memungkinkan
darah menurun 3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan.
Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
3) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu

2. Resiko infeksi ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi


dengan Efek prosedur diharapkan risiko infeksi dapat menurun. 1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
invasif Kriteria Hasil : local

27
Terapeutik
1) Demam menurun
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Kemerahan menurun
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3) Nyeri menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
Edukasi
4) Bengkak menurun 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

3. Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi


kulit ditandai dengan bahan diharapkan risiko gangguan integritas 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas
kimia iritatif kulit menurun. kulit Terapeutik
Kriteria Hasil : 2) Gunakan produk berbahan ringan atau alami
1) Elastisitas meningkat dan hipoalergik pada kulit sensitif
2) Hidrasi meningkat 3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
3) Kerusakan jaringan menurun kulit kering
4) Kerusakan lapisan kulit menurun Edukasi
1) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

4. Nausea berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi


dengan tindakan diharapkan tingkat nausea dapat menurun. 1) Identifikasi faktor penyebab mual
kemoterapi Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat 2) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas
2) Keluhan mual menurun hidup
3) Perasaan ingin muntah menurun
4) Pucat tampak membaik 3) Monitor mual

28
Terapeutik
4) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual
5) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
menarik Edukasi
6) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
7) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual
Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

5. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi


berhubungan dengan efek diharapkan persepsi tentang penampilan 1) Identifikasi harapan citra tubuh
tindakan/pengobatan pasien dapat meningkat. berdasarkan tahap perkembangan
Kriteria Hasil : 2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang
1) Verbalisasi perasaan negatif tentang mengakibatkan isolasi sosial
perubahan tubuh menurun 3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri
2) Verbalisasi kekhawatiran pada sendiri
penolakan atau reaksi orang lain 4) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap
3) Menyembunyikan bagian tubuh harga diri
berlebihan menurun 5) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra
4) Respon nonverbal pada perubahan tubuh secara realistis
tubuh membaik 6) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
5) Hubungan sosial membaik perubahan citra tubuh
Edukasi

1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri


terhadap citra tubuh
2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
3) Latih peningkatan penampilan diri

29
6. Resiko defisit nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Identfikasi status nutrisi
diharapkan nutrisi pasien meningkat
Kriteria hasil : 2) Identifikasi alergi atau intoleran makanan
1) Porsi makanan yang dihabiskan
meningkat 3) Identifikasi makanan yang disukai
2) Kekuatan otot pengunyah meningkat
3) Kekuatan otot menelan meningkat 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
4) Frekuensi makan membaik Terapeutik
5) Nafsu makan membaik
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (misal. Pereda nyeri, antiemetik)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem pencernaan merupakan serangkaian jaringan organ yang memiliki fungsi untuk
mencerna makanan. Makanan-makanan tersebut akan diproses secara mekanik ataupun
secara kimia. Pencernaan secara mekanik yaitu pencernaan yang terjadi di dalam lambung
yang melibatkan gerakan fisik dalam tubuh. Tujuan pencernaan ini adalah untuk
mengubah ukuran molekul makanan menjadi bentuk lebih kecil atau halus. Sedangkan
pencernaan secara kimia yaitu pencernaan yang melibatkan enzim.
Adapun Anatomi system pencernaan manusia terdiri dari mulut, kerongkongan atau
esophagus lambung, usus halus, usus besar rectum atau anus. Ada beberapa gangguan yang
bisa terjadi di system pencernaan diantaranya yaitu apendisitis dan Ca Colon. Adapun tes
darah smaar pada feses dimana sebagai salah satu metode yang digunakan untuk
menegakan diagnosa. Adapun asuhan keperawatan yang di ambil secara teori pada
gangguan system pencernaan ca colon.
3.2 Saran
Bagi penulis untuk lebih memahami kembali isi makalah mengenai system
pencernaan beserta gangguan dan asuhan keperawatan, dan semoga makalah ini dapat
menjadi sumber ilmu pengetahuan

31
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan Penderita Kanker
Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical Journal, 1(1), 45–49.
https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218
Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M., Wilber, S.,
… Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian Disruption and Promote
Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH Cellular and Molecular Gastroenterology
and Hepatology, (November). https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,

Arif Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta : Salemba Medika

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By


Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

32

Anda mungkin juga menyukai